Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar STEMI


1.1.1 Definisi
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut
STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut
dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan
menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi
tergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran darah, ada atau
tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang dipengaruhi pembuluh
darah yang tersumbat (Sudiarto, 2012: 63).
Miokard infark merupakan kematian jaringan miokard yang
diakibatkan penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke
jantung atau terjaidinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba
tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup (Sudiarto, 2012: 56).
STEMI (ST Elevasi Myocard Infaction), merupakan bagian dari
sinroma koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST.
STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba
(Brunner, 2011: 335).
1.1.2 Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
1) Penyempitan arteri koroner nonskelerolik
2) Penyempitan aterosklerotik
3) Trombus
4) Plak ateroskelerotik
5) Lambatnya aliran darah didaerah plak atau viserasi plak
6) Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
7) Penurunan darah koroner melalui penyempitan
8) Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur.

1
2

1.1.3 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu Stemi karena berkembanganya banyak
kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi nyeri vaskular.
Pada sebagia besar kasus infark terjadi jika plak arterosklerosis
mengalami fisus rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus mural pada lokasi rupture
yang memicu trombogenesis, terjadi histologi menunjukkan plak koroner
cenderung mengalami rupture jika memvibrous cap yang tipis dan intinya
kaya lipid.
Infark miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium, disebut infark transmural,
namun bisa juga mengenai daerah subendokardial, disebut infark
subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan, infark sudah adapat
terjadi eubendokardium, dan bila lanjut terus menerus rata-rata dalam 4
jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan infark miokard ini dari
endokardium ke epikardium menjadi komplit dan irreversible dalam 3-4
jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling
miokard yang mengalami injuri terus berlanjut sampai beberapa minggu
atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami
dilatasi (Price 2011 : 45).
3
4

1.1.5 Tanda Dan Gejala


Manifestasi klinis pada ST Elevasi Miokard Infark STEMI adalah:
1) Keluhan Utama Klasik
Nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar, ditidih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, diplintir, tertekan yang
berlangsung > 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat.
Gejala yang menyertai berupa, pucat dan mual, sulit bernafas, cemas
dan lemas.
2) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3) Kelainan lain diantaranya aritmia, henti jantung atau gagal jantung
akut
4) Bisa Apatik
Pada manula bisa kolaps atau bingung, pada klien diabetes perburukan
status metabolik atau gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
Sebagian besar klien memiliki faktor resiko atau penyakt jantung
koroner yang diketahui 50% tanpa disertai angina.
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiografi
Pada EKG 12 lead jaringan iskemik terapi masih berfungsi akan
mengahsilkan perubahan gelombang T menyebabkan inervasi saat
aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi
jaringan iskemik akan mengubah segmen ST penyebab depresi ST.
Tabel 1. Perubahan Elektrokardiogram spesifik pada infark miokard
transmural akut.
No Daerah Infark Perubahan EKG
1. Anterior Elevasi Segmen ST pada lead V3 –V4,
perubahan resiprokal (Depresi ST) pada
lead II, III, aVF
2. Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF,
perubahan resiprokal (depresi ST) V1-
V6, I, aVL.
3. Lateral Elevasi Segmen ST pada I, aVL, V5-V6
5

4. Posterior Perubahan resiprokal (deprsei ST) pada


II, III, aVF, terutama gelombang R pada
V1-V2.
5. Ventrikel Kanan Perubahan gambar dinding inferior.

2) Enzim-enzim Jantung
Pemerikasaan seri enzim-enzim jantung diperoleh dari gambaran
contoh darah tiap delapan jam selama 1-2 jam ketika terjadi cedera
jaringan makan banyak protein terlepas dari bagian dalam sel otot
jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus diobservasi adalah
kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH), dan transaminase
oksaloasetat glutamik serum (SGOT).
3) Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksi listrik untuk kecepatan dan arah
konduksi dan gangguan seperti hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel
jantung serta blok jantung.
4) Angiografi
Diagnostik invasif dengan memasukkan kateterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan
pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
5) Skintografi Talium
Memungkinkan untuk imaging miokrad setelah injeksi talium 201,
suatu “Cold spot” terjadi pada gambaran yang menunjukkan area
iskemmia.
1.1.7 Penatalaksanaan Medis
1) Syok Kardiogenik
(1) Terapi oksigen jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat
tanda syok diberikan norepineprin.
(2) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 mg/kg BB/ menit.
(3) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda
syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
6

(4) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI dan CABG,


derekomendasikan pada klien <75 tahun dengan elevasi ST atau
LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk
revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali
jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan
invasif.
(5) Terapi trombolitik yang diberikan pada sistem STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan terapi invasif dan tidak
mempunyai kontraindikasi trombolisis.
(6) Intra aoartik ballo pump (IABP) direkomendasikan pada klien
stemi dengansyok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera
terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
2) Infark Ventrikel Kanan
(1) Pertahankan preload ventrikel kanan
(2) Loading volume (Infus Nacl 0,9%) 1-2 liter cairan jam pertama,
selanjutnya 200ml/J (target atrium kanan >10 mmHg 13,6 cmH2o)
(3) Hindari gangguan nitrat atau diuretik.
(4) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu
jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik
yang tidak respon dengan atropin.
(5) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
(6) Penghambat ACE
(7) Obat trombolitik
(8) Vasodilator Arteri (Nitropospid, hidralazin)
3) Takikardi dan Vibrasi Ventrikel
(1) Takikardi ventrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik
atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus tercapai dengan DC
shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j, jika gagal
harus diberikan syok kedua 200-300 j dan jika perlu shock ketiga 360j.
7

(2) Takikardi Ventrikel (VI) monomorfik, menetap yang diikuti dengan


angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah <90 mmHg) harus
diterapi dengan syok synchoronizeil energi awal 100 j.
(3) Takikardi Ventrikel (VT) monomorfik yang tidak disertai angina,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah <90 mmHg) diterapi salah
satu regimen berikut:
a. Lidokain kegunaannya untuk obat anastesi yang menyebabkan
hilangnya sesasi rasa sakit pada tubuh, meski begitu, efek obat ini
tidak sampai menyebabkan hilang kesadaran.
Bolus 1-1,5 mh/kg. Bolus tambahan 0,5-0,75 mg/kg tiap 5-10
sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading
selanjutnya dengan infus 2-4 mg/menit (30-50 ug/lg/menit)
b. Disopiramid
 Indikasi: aritmia ventrikel, terutama setelah infark miokard,
aritmia supraventrikel.
 Kontraidikasi: blok jantung derajat 2 atau 3 dan disfungsu
SA (kecuali bila dipaki pacu jantung ), syok kardiogenik;
gagal jantung berat yang tidak terkompensasi.
Bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan
1 mg/kg/jam.
c. Amiodoran
 Indikasi : gangguan ritme atrium, nodus dan ventrikel.
Gangguan ritme yang berkaitan dengan sindroma Wolf
Parkinson-White.
 Kontraindikasi : sinus bradikaradia,
Amiodoran 150 mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kg/bb 20-60
menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan
kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
4) Penatalaksanaan Fibrilasi Ventrikel
(1) Fibrilasi Ventrikel atau takikardi ventrikel pulseles diberikan terapi DC
Shock Unynchoronizes dengan energi awal 200 j jika tidak berhasil
8

harus diberikan shock kedua 200-300 j dan jika perlu shock ketiga
360j.
(2) Fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel pulseleter yang retaksi
terhadap shock elektrik diberikan terapi amiodoran 300 mg atau 5/kg.
IV bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized (klas II a).
1.1.8 Komplikasi
1) Disfungsi Ventrikuler
2) Gangguan Hemodinamik
3) Gagal jantung
4) Syok kardiogenik
5) Perluasan IM
6) Emboli sistemik
7) Perikarditis
8) Ruptur
9) Otot papilar
10) Kelainan septal ventrikel
11) Disfungsi katup
12) Aneurimia Ventrikel
13) Sindroma Infark Pasca miokardiak
9

1.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan STEMI


1.2.1 Pengkajian
1) Identitas Klien
2) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat masuk, berapa jam sesak sebelum masuk RS
(2) Riwayat kesehatan saat ini keluhan klien, seperti:
a. Sesak
b. Oedema
c. Nyeri dada
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan Keluarga adakah yang mengalami penyakit yang sama,
serta riwayat penyakit lainnya seperti:
a. Darah tinggi
b. Diabetes
c. Penyakit jantung
(4) Riwayat kesehatan masa lalu, tanyakan riwayat penyakit yang
sama yang yang dialami saat ini.
3) Pemerikasaan Fisik
(1) Keadaan Umum
(2) Kesadaran
4) Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemerikasaan Laboratorium
(2) Hematologi : peningkatan Leukosit
(3) Cardiac Enzim : terjadi peningkatan enzim
(4) Elektrokardiogarafi
(5) Detak jantung
(6) Ekokardiografi
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan curah jantung
2) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
darah, misalnya vasikontriksi, hipovolemia, dan pembentukan
tromboemboli
10

3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuesi,


irama, konduksi elektrik, penurunan preload/ peningkatan tahanan
vaskuler sistemik, otot infark, kerusakan struktual
4) Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard
ditandai dengan keluhan nyeri dada
5) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perfusi organ ditandai
dengan edema.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemi/nekrotik,
jaringan miokard, efek obat depresan jantung
7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat
nyeri dada
8) Asientas berhubungan dengan ketakutan akan kematian
9) Resiko ketidak patuhan terhadap program pengobatan berhubungan
dengan penolakan terhadap diagnosis miokard infark
1.2.3 Intervensi keperawatan
1) Diagnosa 1: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
curah jantung
Tujuan: klien mengatakan napas tidak sesak lagi
Kriteria Hasil:
(1) Mempertahankan pola nafas efektif
(2) Bebas sianosis, dan tanda lain dari hipoksia.
Intervensi:
(1) Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Contoh adanya
dispnea, penggunaan otot bantu nafas, pelebaran nasal
R/: Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut,
demam, penurunan volume sirkulasi, hipoksia atau diatensi gaster.
(2) Lihat kulit dan membran mukosa untuk adanya sianosis.
R/: Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga menunjukkan kondisi
hipoksia atau komplikasi paru
(3) Tinggikan kepala tempat tidur letakkan pada posisi duduk tinggi
atau semifowler.
11

R/: Merangsang fungsi pernafasan/ekspansi paru. Efektif pada


pencegahan dan perbaikan kongesti paru.
(4) Berikan tambahan oksigen dengan kanul atau masker, sesuai
indikasi
R/: Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan
sirkulasi khususnya pada adanya gangguan ventilasi

2) Diagnosa 2: Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan


miokard ditandai dengan keluhan nyeri dada
Tujuan : Menyatakan nyeri berkurang atau ringan.
Kriteria Hasil :
(1) Menyatakan nyeri dada terkontrol
(2) Menggunakan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari
(3) Menunjukkan menurunnya tengangan, rileks dan mudah bergerak
dalam waktu 3 hari
Intervensi;
(1) Kaji lokasi, dan durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala
0-10.
R/: Mengetahui keparahan nyeri dada yang dirasakan dan
mencegah syok.
(2) Kaji dan catat tekanan darah dan frkuensi jantung dengan episode
nyeri.
R/: TD dan FJ dapat meingkat karena rangsang simpatis atau
menurun karena iskemia dan fungsi jantung menurun.
(3) Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya obat norfin sulfat)
R/: Mengurangi nyeri yang dirasakan klien.
(4) Berikan oksigen sesuai program, biasanya 2-4 liter permenit nasal
kanul.
R/: Peningkatan nyeri dapat mengakibatkan kekurangan suplai
oksigen ke jaringan.
(5) Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri.
R/: Mengetahui penanganan selanjutnya.
12

3) Diagnosa 3: Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering


terbangun akibat nyeri dada
Tujuan : klien mengatakan dapat tidur nyenyak
Kriteria Hasil:
(1) Tidur dalam waktu 8 jam sehari
(2) Tidak ada kantung mata
Intervensi:
(1) Atur Lingkungan yang nyaman bagi pasien
R/: Lingkungan yang nyaman membantu klien untuk rileks dalam
istirahat
Membantu memaksimalkan kualitas tidur klien
(2) Atur posisi pasien senyaman mungkin
R/: Posisi yang nyaman meningkatkan kemauan untuk tidur
(3) Batasi jumlah kunjungan
R/: Membatasi kunjungan membantu untuk klien agar tetap rileks
dalam istirahat
(4) Kurangi pencahayaan lampu
R/: Memberikan respon mengantuk untuk klien
(5) Anjurkan klien untuk berdoa sebelum tidur
R/: Memberikan perasaan nyaman dan mengurangi kegelisahan
klien untuk tidur

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang digunakan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan
dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien (Patricia A.
Potter, 2011:205).
1.2.5 Evaluasi Keperawatan

Merupakan langkah terakhir dari proses perawatan dengan cara


melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
13

kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,


kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan seberapa
jauh tujuan perawatan telah terpenuhi (Patricia A. Potter, 2011:216).
14

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Sundarth 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Sudiarto, 2012.Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC

Patricia A. Potter. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi


Keperawatan. Jakarta : EGC

Price, A Sylvia. 2011. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai