Anda di halaman 1dari 66

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. KEHAMILAN

A. Definisi Kehamilan

Kehamilan merupakan mata rantai yang bersinambung dan terdiri dari

ovulasi, migrasi spermatozoa, dan ovum, konsepsi, dan pertumbuhan

zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan

tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. (Manuaba, 2010)

B. Ketidaknyamanan Kehamilan

Tabel 2.1 Ketidak nyamann pada Trimester III

No Ketidaknyamanan Penanganan
Trimester III
1. Nyeri ulu hati

Penyebab ulu hati adalah a. Makan dalam porsi kecil, tetapi


sebagai Relaksasi sering, untuk menghindari
sfingter jantung pada lambung terlalu penuh.
lambung akibat pengaruh b. Regangkan lengan melampaui
yang di timbulkan kepala untuk memberi ruang bagi
peningkatan hormon perut untuk berfungsi.
progesteron. c. Hindari makanan berlemak
(lemak mengurangi motilitasusus
dan sekresi asam lambung yang
dibutuhkan untuk percernaan).
2. Konstipasi

Konstipasi diduga terjadi a. Asupan cairan yang adekuat,


akibat penurunan yakni minum air mineral 8 gelas
peristaltik yang (ukuran gelas air minum).
disebabkan oleh relaksasi b. Istirahat yang cukup.
otot polos pada usus c. Minum air hangat (misalnya: air
besar ketika terjadi putih, teh) saat bangun dari
peningkatan hormon tempat tidur untuk
progesteron. menstimulasiperistaltik.

8
9

d. Makan makanan berserat, dan


mengandung serat alami
3. Haemoroid.

Hormon progesteron juga a. Hindari konstipasi.


menyebabkan relaksasi b. Hindari mengejan saat defekasi.
dinding vena dan usus c. Mandi berendam. Air hangat
besar. Selain itu, meningkatkan sirkulasi darah
pembesaran uterus d. Kompres es (untuk mengurangi
mengakibatkan haemoroid).
peningkatan tekanan, e. Kompres garam epsom (untuk
secara spesifik juga mengurangi haemoroid).
secara umum pada vena
haemoroid.

4. Kram pada Tungkai

disebabkan oleh a. Berlatih dorsifleksi pada kaki


gangguan asupan untuk meregangkan otot-otot
kalsium atau asupan yang terkena kram.
kalsium yang tidak b. Dorong wanita untuk melakukan
adekuat. latihan umum dan memiliki
kebiasaan mempertahankan
mekanisme tubuh yang baik
guna meningkatkan sirkulasi
darah.
c. Anjurkan diet mengandung
kalsium dan posfor.
5. Varices

Varises dapat diakibatkan a. Hindari menggunakan pakaian


oleh gangguan sirkulasi ketat (kaos kaki setinggi lutut
vena dan peningkatan atau semata kaki)
tekanan vena pada b. Hindari berdiri lama
ektremitas bagian bawah. c. Berbaring dengan kedua kaki di
tinggikan misalnya dengan di
ganjal bantal.
d. Lakukan latihan kegel untuk
mengurangi varises vulva atau
hemoroid untuk meningkatkan
sirkulasi
e. Lakukan mandi air hangat yang
menenangkan.
6. Insomia

Disebabkan rasa a. Mandi air hangat


kekhawatiran, b. Minum air hangat ( susu, teh
10

kecemasan, terlalu tanpa kafein di campur susu)


gembira, sebelum tidur.
ketidaknyamanan fisik c. Lakukan aktivitas yang tidak
seperti membesarnya menimbulkan stimulus sebelum
uterus. tidur.
(Varney, 2010 : 538 – 543)

C. Tanda bahaya kehamilan

1) Sakit kepala yang hebat

Sakit kepala yang menunjukan suatu masalah yang serius adalah

sakit kepala hebat. Yang menetap dan tidak hilang dengan beristirahat.

Kadang-kadang dengan sakit kepala sakit kepala yang hebat tersebut,

ibu mungkin menemukan dengan penglihatannya menjadi kabar atau

terbayang. Sakit kepala yang hebat dari kehamilan adalah gejala dari

pre-eklamsia.

2) Penglihatan kabur

Biasanya akibat hormonal, ketajaman penglihatan ibu berubah

selama kehamilan perubahan yang ringan adalah normal, tetapi apabila

masalah penglihatan ini terjadi secara mendadak maupun tiba-tiba,

misalnya pandangan yang tiba-tiba menjadi kabur atau terbayang, perlu

di waspadai karena bias mengacu pada tanda bahaya kehailan.

3) Bengkak diwajah dan jari-jari

Pada saat kehamilan, hampir seluruh ibu akan mengalami bengkak

pada kaki, biasanya muncul pada sore hari dan hilang setelah istirahat

atau meningkatkan kaki. Bengkak biasanya menunjukkan adanya


11

masalah serius apabila muncul pada muka dan tangan, tidak hilang

setelah beristirahat, dan disertai keluhan fisik lain.

4) .Gerakan janin berkurang

Ibu tidak merasakan gerakan janin sesudah kehamilan 22 minggu

atau selama persalinan.

D. Diagnosa Kehamilan

Diagnosis pada trimester pertama dan awal trimester ke dua

didasarkan pada kombinasi tanda praduga dan tanda kemungkinan

kehamilan. Kehamilan dengan sendirinya akan terlihat seiring kemajuan usia

kehamilan, ketika tanda-tanda positif kehamilan dengan mudah dapat

diamati.

Temuan yang diperoleh pada pengkajian riwayat, fisik, panggul,

laboratorium, yang merupakan data dasar yang digunakan untuk

menegakkan diagnosis kehamilan secara khusus berkaitan dengan tanda

praduga, kemungkinan, dan tanda pasti kehamilan. Tanda-tanda ini bukan

keseluruhan data dasar yang diperoleh bidan untuk membantu persalinan

seorang wanita hanya sebagian data diperlukan untuk menegakkan

diagnosis kehamilan.

1) Riwayat

a) Menstruasi berhenti secara tiba-tiba (dugaan).

b) Mual dan muntah-muntah (dugaan).

c) Payudara membesar, terasa tegang, kesemutan, teraba benjolan,

dan pembesaran puting (dugaan).


12

d) Peningkatan frekuensi berkemih (dugaan).

e) Keletihan (dugaan).

f) Perubahan warna payudara, seperti warna puting menjadi lebih gelap

dan perubahan pada areola primer dan sekunder (dugaan).

g) Peningkatan temperatur basal tubuh yang terus berlanjut padahal

tidak ada infeksi (dugaan).

h) Kolostrum keluar dari puting (dugaan).

i) Salivasi berlebihan (dugaan).

2) Pemeriksaan fisik

a) Kolostrum keluar dari puting (dugaan).

b) Perubahan warna pada payudara (dugaan).

c) Payudara membesar, terasa tegang, dan teraba tonjolan-tonjolan,

dan pembesaran puting (dugaan).

d) Pembesaran abdomen (kemungkinan).

e) Palpasi batas-batas janin (kemungkinan).

f) Ballotement (kemungkinan).

g) Pergerakan janin (positif atau kemungkinan, beragam pada tiap

individu).

h) Jantung janin berdetak (positif).

3) Pemeriksaan panggul

a) Pembesaran uterus (kemungkinan).

b) Perubahan bentuk uterus (kemungkinan).


13

c) Tanda piskacek (kemungkinan), yaitu terjadinya pertumbuhan yang

asimetris pada bagian uterus.

d) Tanda Hegar (kemungkinan), yaitu perlunakan pada daerah isthmus

uteri (leher rahim).

e) Tanda goodell (kemungkinan), yaitu Serviks terasa lebih lunak.

f) Tanda chadwik (dugaan), yaitu dinding vagina mengalami warna

kebiru-biruan.

4) Tes Laboratorium dan Pemeriksaan Tambahan

a) Tes kehamilan positif (kemungkinan)

b) Bukti kehamilan melalui pemeriksaan sonografi (positif)

Tanda kehamilan positif lain adalah visualisasi rangka janin melalui

pemeriksaan roentgenografi (film sinar-x). Rangka janin dapat terlihat

pertama kali pada minggu ke-12 kehamilan karena pusat osifikasitelah

terbentuk pada sebagian besar tulang. Rangka tulang dapat terlihat jelas

pada minggu ke-16. Meski demikian karena bahaya yang dapat timbul

pada janin akibat pemeriksaan ini , roentgenografi tidak digunakan untuk

mendiagnosis kehamilan yang sedang berlangsung. (Helen Varney dkk,

2007:519-520)
14

E. Kehamilan dengan Kekurangan Energy Kronik dan Anemia Ringan

1. Kekurangan Energi Kronik (KEK) dalam kehamilan

a. Definisi Kekurangan Energi Kronik

Kekurangan Energi Kronik (KEK) merupakan salah satu masalah

kurang gizi yang sering terjadi pada wanita hamil, yang disebabkan oleh

kekurangan energi dalam jangka waktu yang cukup lama. KEK pada wanita

di negara berkembang merupakan hasil Komulatif dari keadaan kurang gizi

sejak masa janin, bayi dan kanak-kanaknya, yang berlanjut hingga dewasa.

(Albugis,2008)

b. Penyebab kekurangan energy kronik (KEK)

Secara spesifik, penyebab Kurang Energi Kronik adalah akibat dari

ketidak seimbangan antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan

pengeluaran energi. Yang sering terjadi adalah adanya ketidak tersediaan

pangan secara musiman atau secara kronis di tingkat rumah tangga,

distribusi di dalam rumah tangga yang tidak proposional dan beratnya beban

kerja ibu hamil. Selama itu beberapa hal pentinng yang berkaitan dengan

status gizi seorang ibu adalah kehamilan ibu berusia muda (kurang dari 20

tauhun), kehamilan dengan jarak yang pendek dengan kehamilan

sebelumnya (kurang dari 2 tahun), kehamilan yang terlalu sering, serta

kehamilan pada usia terlalu tua (lebih dari 35 tahun). (Albugis, 2008)

c. Patofisiologi Kekurangan Energi Kronik (KEK)

Kurang energi pada ibu hamil akan terjadi jika kebutuhan tubuh akan

energi tidak tercukupi oleh diet ibu. Ibu hamil membuthkan energi yang lebih
15

besar dari kebutuha energy individu normal. Hal ini dikarenakan pada saat

hamil ibu, ibu tidak hanya memenuhi kebutuhan energi untuk dirinya sendiri,

tetapi juga untuk janin yang dikandungnya. Pemenuhan kebutuhan energi

pada ibu hamil kurang dari normal, maka hal itu tidak hanya akan

membahayakan ibu, tetapi juga janin yang ada didalam kandungan ibu.

Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk

mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.

Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein maupun

lemak merupakan hal yang sangat penting dalam usaha untuk

mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh

seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh

untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah

dapat terjadi kekurangan. Jika keadaan ini berlanjut terus menerus, maka

tubuh akan menggunakan cadangan lemak dan protein amino yang

digunakan untuk diubah menjadi karbohidrat. Jika keadaan ini terus berlanjut

maka tubuh akan mengalami kekurangan zat gizi terutama energi yang akan

berakibat buruk pada ibu hamil. (Puspita,,2011)

d. Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan

wanita usia subur harus sudah mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan

LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari

angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak beresiko

melahirkan BBLR. (Kristiyanasari,2010:68)


16

e. Tanda dan Gejala Kekurangan Energi Kronik (KEK)

Ibu KEK adalah ibu yang ukuran LILAnya <23,5 cm dan dengan salah

satu atau beberapa kreteria sebagai berikut:

a) Berat badan ibu sebelum hamil <42 kg

b) Tinggi badan ibu <145 cm

c) Berat badan ibu pada kehamilan trimester III <45kg

d) Indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil 17,00

e) Ibu menderita anemia (HB <11 gr %)

(Puspita,2011)

f. Penanganan KEK

Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera di tindak lanjuti sebelum

usia kehamilan mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang

Tinggi Kalori dan Tinggi Protein dipadukan dengan penerapan Porsi Kecil

tapi Sedang, pada faktanya memang berhasil menekan angka kejadian

BBLR di Indonesia. Penambahan 200-45- Kalori dan 12-20 gram protein dari

kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan

gizi janin. (Puspita,2011)

g. Faktor-faktor yang memengaruhi gizi Ibu dan Janin

1. Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan

Wamita yang sedang hamil dan telah berkeluarga biasanya lebih

memperhatikan akan gizi dari angkota keluarga yang lain. Padahal

sebenarnya dirinyalah yang memerlukan perhatian yang seriyus


17

menegenai pertambahan gizi. Ibu harus teratur mengkonsumsi

makanan yang bergizi demi pertumbuhan dan perkembangan.

2. Status Ekonomi

Ekonomi seseorang mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang

akan di konsumsi sehari-harinya. Seorang dengan ekonomi yang

tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar sekali gizi yang

dibutuhkan tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat

gizi ibu semakin terpanantau.

3. Pengetahuan zat gizi dalam makanan

Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang ibu akan mempengaruhi

akan pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada

perilakunya. Ibu dengan pengetahuan gizi yng baik, kemungkinan

akan memberikan gizi yang cukup pada bayinya.

4. Status kesehatan

Status kesehatan seseorang kemungkinan sangat berpengaruhh

terhadap nafsu makanya. Seorang ibu dalam keadaan sakit otomatis

akan memiliki nafsu makan yang berbeda dengan ibu yang keadaan

sehat. Namun ibu harus tetap ingat, bahwa zat yang dia dapat akn

dipakai untuk duaa kehidupan yaitu bayi dan untuk dirinya sendiri.

5. Aktifitas

Aktifitas dan gerakan seseorang berbeda-beda. Seorang dengan

gerak yang aktif otomatis memerlukan energi yang lebih besar dari

pada mereka yang hanya duduk diam saja. Setiap aktifitas


18

memerlukan energi, maka apabila semakin banyak aktifitas yang

dilakukan, energi yang dibutuhkan juga semakin banyak.

6. Suhu lingkungan

Pada dasarnya suhu tubuh dipertahankan pada suhu 36,5-37,50C

untuk metabolism yang optimum. Adanya perbedaan suhu antar

tubuh dengan lingkungan, maka mau tidak mau tubuh harus

menyesuaikan diri demi kelangsungan hidupnya yaitu tubuh harus

melepaskan sebagian panasnya diganti dengan hasil metabolism

tubuh, makin besar perbedaan antara tubuh dengan lingkungan maka

akan semakin besar pula panas yang dilepaskan.

7. Bert badan

Berat badan seorang ibu hamil yang sedang hamil akan menentukan

zat makanan yang diberikan agar kehamilannya berjalan dengan

lancar.

8. Umur

Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang

hamil, akan bepengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan.

Umur muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain

digunakan untu pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga

harus berbagi dengan janin yang dikandung. Sedangkan umur yang

tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang melemah

dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan


19

energi yang cukup guna untuk mendukung kehamilan yang sedang

berlangsung. (Kristiyanasari,2010:48-51)

h. Gizi kurang pada ibu hamil

Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan

komplikasi pada ibu antara lain : anemia, pendarahan, berat badan ibu

tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. (Weni

Kristiyanasari, 2010:65)

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui status ibu

hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil,

mengukur lingkar lengan atas (LILA), dan mengukur kadar Hb.

Pertambahan berat badan saat hamil sekitar 10-12 kg,dimana pada

trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan

trimesrter III sekitar 6 kg. pertambahan berat badan ini juga sekaligus

bertujuan memantau pertumbuhan janin, pengukuran LILA dimaksudkan

untuk mengetahui apakah seseorang Kekurangan Energi Kronis (KEK),

sedangkan pengukuran kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah

menderita anemia gizi.. (Weni Kristiyanasari, 2010:66)

Menurut Imam Sumarno (2005) Faktor Risiko Kurang Energi Kronis

Ibu Hamil di Jawa Barat yaitu prevelensi KEK pada tingkat provinsi

adalah 30,6%, berkisar antara yang terendah 19,5% di Kota Cimahi dan

tertinggi 50,7% di kabupaten Purwakarta.

Hubungan anemia dengan KEK kemungkinan ibu yang KEK

menjadi Anemia. KEK berarti kurang energi dan protein yang mempunyai
20

dampak yang sangat luas dalam metabolisme, selain itu KEK mengalami

kurang protein selain energi juga mempunyai persediaan protein yang

kurang sehingga tidak dapat memasok untuk pembentukan Hb.

Peningkatan akses pada pelayanan kesehatan dapat memperbaiki

kesehatan dan gizi. Disamping itu upaya perbaikan kesehatan dan gizi

dapat berbentuk pengobatan dan pencegahan.

2. Anemia dalam kehamilan

a. Anemia pada kehamilan

Anemia pada kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar

Hemoglobin dibawah 11 g% pada trimester I dan trimester III atau

kadar < 10,5 g% pada trimester II. Pemberian kalori 300 kalori/hari

dan suplemen besi sebanyak 60 mg/hari kiranya cukup mencegah

anemia. (Prawiroharjo,2010)

b. Etiologi anemia

a) Asupan Fe yang tidak memadai

Kecukupan intek Fe (daging sapi, ayam, Ikan, telur, dll), tetapi

dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Yang membentuk 90% Fe

dari makan nondaging (termasuk biji-bijian, sayuran, buah, telur)

tidak mudah diresap oleh tubuh.

b) Peningkatan kebutuhan Fisiologi

Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk memenuhi

kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk


21

menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, untuk menggantikan

kehilangan darah saat persalinan.

c) Kehilangan Banyak Darah

Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit dan donor

darah. Pada wanita kehilangan darah terjadi melalui mentruasi dan

pada wanita hamil mengalami pendaraan saat dan setelah

melahirkan. Praktik ASI tidak ekslusif diperkirakan mejadi salah

satu predictor kejadian anemia setelah melahirkan. Pendarahan

patologi akibat penyakit/infeksi parasite seperti cacingan dan

saluran pencernaan berhubungan positif terhadap anemia.

Pendarahan gastrointestinal oleh adanya luka di saluran

gastrointestinal (gastritis, luka lambung, kangker olon dan polib

pada kolon).

c. Diagnosis Anemia pada Kehamilan

Untuk menegakkan diagnose anemia kehamilan dapat

dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan

keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan

keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama

kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan

pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia,

maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu

hamil.
22

Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat di lakukan dengan

menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat

digolongkan sebagai berikut

1. Hb 11 g% tidak anemia

2. Hb 9-10 g% anemia ringan

3. Hb 7-8 g% anemia sedang

4. Hb 7 g% anemia berat

d. Resiko yang terjadi terhadap kehamilan

Dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan

tubuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman

dekompensasi kordis (Hb 6 g%), mola hidatidosa, hiperemsis

gravidarium, pendarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD).

(Prawiharjo,2010)

2. PERSALINAN

A. Definisi

persalinan adalah proses pengeluaran hasil kontrasepsi yang telah

cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau

melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan

sendriri). (Manuaba, dkk. 2010:164).

B. Tanda-tanda persalinan

a. Tanda Persalinan Sudah Dekat


23

1) Lightening yang mulai dirasa kira-kira dua minggu sebelum

persalinan, adalah penurunan bagian persentasi bayi ke dalam

pelvis minor. Wanita sering menyebut lightening sebagai kepala

bagian sudah turun, sesak nafas yang dirasakan sebelumnya

selama trimester ketiga kehamilan akan berkurang karena

kondisi ini akan menciptakan ruang yang lebih besar di rongga

abdomen atas untuk ekspansi paru. Namun hal ini menimbulkan

rasa tidak nyaman yang lain akibat tekanan bagian persentasi di

area pelvis minor. (Varney, dkk, 2006:673)

2) His permulaan (His palsu)

His palsu adalah rasa nyeri ringan di bagian bawah,

datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan pada serviks atau

pembawa tanda, durasinya pendek, dan tidak bertambah bila

beraktivitas. (Manuaba, 2010:172)

Tanda-tanda persalinan

1) Terjadinya His persalinan

His persalinan mempunyai ciri pinggang terasa nyeri yang menjalar

ke depan, sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya

makin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks,

makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah.

2) Pengeluaran lendir dan darah

Dengan His persalinan terjadi perubahan pada serviks yang

menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan


24

menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas.

Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.

3) Pengeluaran cairan

Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan

pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang

pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan

persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam. (Manuaba, dkk.

2010:173)

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

1. Faktor Power

Power adalah tenaga atau kekuatan yang mendorong janin keluar.

Kekuatan tersebut meliputi his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi

diafragma dan aksi dari ligament, dengan kerjasama yang baik dan

sempurna.

a. His (kontraksi uterus)

Adalah kekuatan kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim

bekerja dengan baik dan sempurna. Sifat his yang baik adalah

kontraksi simetris, fundus dominan, terkoordinasi dan relaksasi.

Pembagian his dan sifat-sifatnya :

a) His pendahuluan : his tidak kuat, datangnya tidak teratur,

menyebabkan keluarnya lendir darah atau bloody show.


25

b) His pembukaan (Kala I) : menyebabkan pembukaan serviks,

semakin kuat, teratur dan sakit.

c) His pengeluaran (Kala II) : untuk mengeluarkan janin, sangat

kuat, teratur, simetris, terkoordinasi.

d) His pelepasan uri (Kala III) : kontraksi sedang untuk

melepaskan dan melahirkan plasenta.

e) His pengering (Kala IV) : kontraksi lemah, masih sedikit nyeri,

terjadi pengecilan rahim dalam beberapa jam atau hari.

b. Tenaga mengedan

1) Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang

mendorong anak keluar selain his, terutama disebabkan oleh

kontraksi otot-otot dinding perut, yang mengakibatkan

peninggalan tekanan intraabdominal.

2) Tenaga ini serupa dengan tenaga mengedan waktu kita buang air

besar, tapi jauh lebih kuat lagi.

3) Saat kepala sampai ke dasar panggul, timbul refleks yang

mengakibatkan ibu menutup glottisnya, mengkontraksikan otot-

otot perut dan menekan diafragmanya ke bawah.

4) Tenaga mengedan ini hanya dapat berhasil bila pembukaan

sudah lengkap, dan paling efektif sewaktu ada his.

5) Tanpa tenaga mengedan, anak tidak dapat lahir. Misalnya, pada

penderita yang lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus

dibantu dengan forceps.


26

6) Tenaga mengedan ini juga melahirkan plasenta setelah terlepas

dari dinding rahim.

(Rohani, 2011)

2. Faktor Passager

Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor janin,

yang meliputi sikap janin, letak, presentasi, bagian terbawah, dan posisi

janin.

a. Sikap (Habitus)

Menunjukan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin,

biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya berada

dalam sikap fleksi, dimana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam

keadaan fleksi, lengan bersilang di dada.

b. Letak (Situs)

Adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu ibu, misalnya

letak lintang, yaitu sumbu janin tegak lurus pada sumbu ibu. Letak

membujur yaitu sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu, ini bisa

berupa letak kepala atau letak sungsang.

c. Presentasi

Dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah

rahim, yang dijumpai ketika palpasi atau pemeriksaan dalam.

Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu, dan

lain-lain.
27

d. Bagian terbawah janin

Untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah rahim,

yang dijumpai ketika palpasi atau pemeriksaan dalam. Misalnya

kepala, bokong, bahu, dan lain-lain.

e. Posisi janin

Untuk indikator, atau menetapkan arah bagian terbawah janin

apakah sebelah kanan, kiri, depan, atau belakang terhadap sumbu

ibu (maternal pelvis). Misalnya pada letak belakang kepala (LBK),

ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang. (Rohani,

2011)

3. Faktor Passage

Passage atau faktor jalan lahir dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian

keras : tulang-tulang panggul ( rangka panggul ), dan bagian lunak : otot-

otot, jaringan-jaringan dan ligament - ligament.

4. Faktor Psikologi Ibu

Keadaan psikologi ibu memengaruhi proses persalinan. Ibu bersalin

yang didampingi oleh suami dan orang-orang yang dicintainya

cenderung mengalami proses persalinan yang lebih lancar dibandingkan

dengan ibu bersalin yang tanpa didampingi suami atau orang-orang yang

dicintainya. Ini menunjukan bahwa dukungan mental berdampak positif

bagi keadaan psikis ibu, yang berpengaruh pada kelancaran proses

persalinan. (Rohani, 2011)


28

5. Faktor Penolong

Kompetensi yang dimiliki penolong sangat bermanfaat untuk

memperlancar proses persalinan dan mencegah kematian maternal

neonatal. Dengan pengetahuan dan kompetensi yang baik diharapkan

kesalahan atau malpraktik dalam memberikan asuhan tidak terjadi.

(Rohani, 2011)

D. Ketidaknyamanan persalinan

a. Kala I

1) Sering berkemih

2) Tekanan panggul yang menyeluruh

3) Kram pada tungkai dan kaki

4) Gangguan saluran cerna, seperti diare, kesulitan mencerna, mual

dan muntah.

5) Peningkatan kontraksi. (Varney, 2007 : 673-674)

b. Kala II

1) Desakan mengejan

2) Rasa ingin BAK dan BAB. (Varney, 2007 : 752-753)

c. Kala III

Kontraksi rahim dan kadang-kadang kram perut. (Simkin, 2007 : 211)

d. Kala IV

1) Gemetar atau tremor, normal bila tidak terdapat tanda-tanda

infeksi.
29

2) Darah kering yang bisa melengket setelah persalinan pada daerah

tubuh tertentu.

3) Ketidaknyamanan fisik bila salah satu tungkai turun dan kaki yang

lain lebih tinggi daripada pijakan kaki. (Varney, 2007 : 836-839)

E. Tanda bahaya persalinan

Tabel 2.2 Tanda Bahaya Kala I

Temuan-temuan anamnesis
Rencana untuk asuhan atau perawatan
dan pemeriksaan
1. Segera rujuk ke fasilitas yang
mempunyai kemampuan untuk bedah
Riwayat bedah caesar
Caesar
2. Damping ibu ke empat rujukan
Jangan melakukan pemeriksaan dalam.
1. Baringkan ibu ke sisi kiri
Perdarahan pervaginam
2. Pasang infuse dan berikan RL
selain lendir bercampur
3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
darah (show )
memadai
4. Damping ibu ke tempat rujukan
1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
Persalinan kurang bulan memadai
2. Damping ibu ke tempat rujukan
1. Baringkan ibu ke sisi kiri
Ketuban pecah disertai 2. Dengarkan DJJ
mekonium dan disertai gawat 3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
janin memadai
4. Damping ibu ke tempat rujukan
Ketuban pecah (lebih dari 1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
24jam) atau ketuban pecah memadai
pada kehamilan kurang bulan 2. Damping ibu ke tempat rujukan
(<37mgg)
Tanda-tanda atau gejala 1. Baringkan ibu ke sisi kiri
infeksi 2. Pasang infuse dan berikan RL
Suhu >38oC, menggigil, nyeri 3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
abdomen, cairan ketuban memadai
berbau 4. Damping ibu ke tempat rujukan
1. Baringkan ibu ke sisi kiri
Tekanan darah lebih dari 2. Pasang infuse dan berikan RL
160/110 mmHg atau terdapat 3. Berikan dosis awal 4gr MgSO4 20% IV
protein urine selama 20 menit
4. Suntikkan 10 gr MgSO4 50% (5 gr IM
30

pada bokong kanan dan kiri)


5. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
memadai
6. Damping ibu ke tempat rujukan
1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
TFU > 40 cm memadai
2. Damping ibu ke tempat rujukan
1. Baringkan ibu ke sisi kiri
DJJ < 100 atau > 180 x/ 2. Pasang infuse dan berikan RL
menit pada 2x penilaian 3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
dalam waktu 5 menit memadai
4. Damping ibu ke tempat rujukan
1. Gunakan sarung tangan DTT, letakkan
satu tangan di vagina dan jauhkan
kepala janin dari tali pusat
menumbung. Tangan lain mendorong
bayi melalui dinding abdomen agar
bagian terendah janin tidak menekan
tali pusat.
2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
memiliki kemampuan penatalaksanaan
Tali pusat menumbung darurat obstetric dan bayi baru lahir
3. Damping ibu ke tempat rujukan
ATAU
a. Minta ibu untuk mengambil posisi
bersujud dan pertahankan posisi ini
sampai ke tempat rujukan
b. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
memiliki kemampuan penatalaksanaan
darurat obstetric dan bayi baru lahir
c. Damping ibu ke tempat rujukan
1. Baringkan ibu ke sisi kiri
2. Jika mungkin naikkan kedua kaki ibu
Tanda dan gejala syok untuk meningkatkan aliran darah ke
Nadi cepat, tek.darah jantung
menurun, pucat, berkeringat, 3. Pasang infus dan berikan RL
nafas cepat, cemas, bingung, 4. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
produksi urine <30ml/jam memadai
5. Damping ibu ke tempat rujukan

Tanda gejala fase laten 1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang


berkepanjangan memiliki kemampuan penatalaksanaan
- Pembukaaan serviks darurat obstetric dan bayi baru lahir
<4cm setelah 8 jam 2. Damping ibu ke tempat rujukan
- Kontraksi teratur (>2x
dalam 10 menit)
31

1. Anjurkan ibu untuk makan dan minum


2. Anjurkan ibu untuk bergerak bebas
Tanda gejala belum inpartu 3. Jika kontraksi berhenti dan atau tidak
- Frekuensi kontraksi < 2x ada perubahan serviks, evaluasi DJJ,
dalam 10 menit dan jika tidak ada tanda-tanda kegawatan
lamanya < 20 detik pada ibu dan janin persilahkan ibu
- Tidak ada perubahan pulang dan nasihati ibu untuk :
pada serviks dala waktu - Menjaga cukup makan dan minum
1-2 jam - Datang untuk mendapatkan asuhan jika
terjadi peningkatan frekuensi dan lama
kontraksi
Tanda gejala partus lama 1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang
- Pembukaan serviks memiliki kemampuan penatalaksanaan
mengarah kesebelah darurat obstetric dan bayi baru lahir
kanan garis waspada 2. Damping ibu ke tempat rujukan
partograf
- Pembukaan serviks < 1cm
/jam
- Frekunsi kontraksi <2x
dalam 10 menit dan
lamanya <40 detik
( Rohani, 2011 )

Tabel 2.3 Tanda Bahaya Persalian Kala II

Temuan dari Penilaian dan Rencana Asuhan atau Perawatan


Pemeriksaan
Tanda dan gejala syok : 1. Baringkan miring kiri
Nadi 110x/menit atau lebih 2. Naikkan kedua kaki untuk
TD sistolik <90 mmHg meningkatkan aliran darah ke jantung
Pucat pasi 3. Pasang nfus RL, Infuskan 1L dalam
Berkeringat, kulit lembab 15-20 menit
Nafas >30x/menit 4. Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki
Cemas, bingung/tidak sadar kemampan penatalaksanaan gawat
Produksi urine <30cc/jam 5. Damping ibu ke ketempat rujukan
Tanda gejala pre-eklampsia 1. Nilai ulang tekanan darah setiap 15
ringan : menit
TD diastolic 90-110 mmHg 2. Baringkan miring kiri dan cukup
Protein urine hingga 2+ istirahat
3. Bila gejala bertambah berat maka
tatalaksana sebagai preeklampsia
berat
Tanda gejala pre-eklampsia 1. Baringkan mirng kri
berat : 2. Berikan infuse RL
TD diastolic 110 mmHg atau 3. Berikan dosis awal 4 g MgSO4 40% IV
lebih dan sistolik >90 mmHg dengan kecepatan 1 g/menit
32

dengan kejang 4. Berikan dosis pemeliharaan dan


Nyri kepala segera rujuk dan damping ibu
Gangguan penglihatan ketempat rujukan
Tanda gawat janin 1. Baringkan miring kiri, anjurkan ibu
DJJ < 120 aau >160x/menit menarik nafas
sebaai tanda awal gaat janin 2. Nilai ulang DJJ setelah 5 menit, jika
DJJ < 100 atau > 180x/menit DJJ abnormal rujuk ibu kefasilitas yang
lebih memadai
3. Damping ibu ketempat rujukan
Kepala bayi tidak turun 1. Anjurkan meneran sambil jongkok atau
berdiri
2. Jika grafik penurunan kepala melewati
garis waspada segera rujuk kefasilitas
rujukan
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan
Tanda-tanda distosia bahu 1. Perasat Mc Robert
Kepala bayi tidak melakukan 2. Prone Mc Robert ( menungging )
putaran paksi luar 3. Perasat Cork-screw dari Wood
Kepala bayi keluar kemudian 4. Perasat Schwatz-Dixon
tertarik kedalam vagina
(kepala kura-kura)
Air ketuban bercampur 1. Nilai DJJ, jika tidak normal tangani
mekonium sebagai gawat janin
2. Setelah bayi lahir, lakukan segera
penanganan BBL, jika tidak bernafas
maka hisap lender. Lakukan tindakan
lanjutan sesuai dengan hasil penilaian
Tali pusat menumbung 1. Nilai DJJ, jika ada segera rujuk ke
fasilitas yang memadai
2. Jika DJJ tidak ada, beritahu keluarga
dan lahirkan bayi dengan cara yang
paling aman
Lilitan tali pusat 1. Jika longgar, lepaskan melewati kepala
bayi
2. Jika erat lakukan penjepitan dan
potong tali pusat, kemudian lahirkan
bayi dengan segera
Kehamilan kembar tak 1. Nilai DJJ
terdeteksi 2. Jika bayi kedua dengan presentasi
kepala dan segera turun, biarkan
kelahiran berlangsung seperti bayi
pertama
3. Jika kondisi tersebut tidak memenuhi
baringkan ibu miring kiri
4. Segera rujuk ke fasilitas yang memadai
5. Damping ibu ketempat rujukan
33

(Winknjosastro,dkk, 2008;91-94)

Tabel 2.4 Tanda Bahaya Persalinan Kala III dan IV

Penilaian Rencana Asuhan atau Perawatan


Retensio Plasenta 1. Jika plasenta terlihat lakukan PT, minta
ibu untuk meneran dan setelah lahir
lakukan massage uterus
2. Jika plasenta masih dalam uterus dan
perdarahan minimal, berikan oksitosin
10 unit IM, segera rujuk dan damping
ibu ke tempat rujukan
3. Jika plasenta masih dalam uterus dan
perdarahan berat, infuse RL dengan 20
unit oksitosin dan lakukan manual
plasenta.
4. Jika tidak memenuhi syarat dan
kompeten rujuk ibu ke fasilitas yang
memadai
Avulse ( putus tali pusat ) 1. Palpasi uterus untuk meniai kontraksi
dan minta ibu meneran
2. Saat plasenta terlepas, lakukan PD.
Jika mungkin cari tali pusat dan keluar
plasenta
3. Setelah plasenta lahir, lakukan
massage uterus
4. Jika plasenta tidak lahir setelah 30
menit, tangani sebagai retensio
plasenta
Robekan vagina, perineum 1. Lakukan pemeriksaan secara hai-hati
atau serviks 2. Jika laserasi derajat satu atau dua
lakukan penjahitan
3. Jika derajat tiga atau empat atau
robekan serviks, pasang infuse RL dan
segera rujuk ibu ke fasilitas yang
mamadai
Atonia uteri Lakukan KBE dan KBI
(Winknjosastro,dkk, 2008;114-117)

F. Asuhan Persalinan Normal (APN)

Langkah-langkah pertolongan persalinan sesuai dengan APN (Asuhan

Persalinan

Normal) menurut Wiknjosastro, 2008:18-23 adalah sebagai berikut :


34

a. Mengenali gejala kala II

Mendengar dan melihat adanya tanda gejala kala II

a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran

b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum

dan vagina

c) Perineum tampak menonjol

d) Vulva dan sfingter ani membuka

b. Menyiapkan pertolongan persalinan

1) Pastikan perlengkapan persalinan, bahan dan obat-obatan

esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksanakan

komplikasi ibu dan bayi baru lahir

2) Untuk resusitasi BBL, tempat resusitasi datar, lampu 60 waat

dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi, 3 handuk/kain bersih dan

kering, alat penghisap lender, tabung atau balon dan sungkup.

a. Menggelar kainn diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta

ganjal bahu bayi

b. Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai

didalam partus set

3) Pakai celmek plastik

4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci

tangan dengan sabun dan aer bersih mengalir kemudian

keringkan tangan dengan tissue atau handuk pibadi yang bersih

dan kering
35

5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan

untuk priksa dalam

6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang

memakai sarung tangan DTT dan steril (pastikan tidak terjadi

kontaminasi pada alat suntik)

c. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik

7) Membersihkan vulva dari perineum, menyekanya dengan hati-hati

dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau yang

dibasahi air DTT

a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,

bersihkan dengan seksama dari arah depan kebelakang

b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam

wadah yang tersedia

c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (Dekontaminasi,

lepaskan dan rendam dala larutan klorin 0,5%)

8) Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastika pembukaan

lengkap

a. Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah

lengkap maka lakukan aminiotomi

9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan

yang memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%

kemudian lepaskan dan rendam dalam kedalaman dalam


36

keadaaan terbalik dalan larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci

kedua tanga setelah sarung tangan dilepaskan.

10) Periksa denyut jantung janin (DJJ) selama kontraksi/sesaat

selama relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam

batas normal (120-160x/menit)

d. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan

meneran

11) Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin

baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan

sesuai dengan keinginannya

b. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan

pemntauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin dan

dokumentasikan semua temuan yang ada

c. Jelaskan kepada anggota keluarga tentang bagaimana peran

mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu

untuk meneran secara benar

12) Minta keluarga untuk membantu menyiapkan posisi meneran

13) Laksanakan bibingan pada saat ibu merasa ada dorongan kuat

untuk meneran

14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi

yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk

meneran dalam 60 menit


37

e. Persiapan pertongan kelahiran bayi

15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu,

jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm

16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawh bokong ibu

17) Buka tutup partus set dn perhatikan kembbali kelengkapan alat

dan bahan

18) Pakai sarung tanga DTT pada kedua tangan

f. Persiapan pertolongan kelahiran bayi

Lahirnya kepala

19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka

vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang lain

menahan kepal bayi untuk menahan kepala bayi untuk menahan

posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk

meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.

20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil

tindakkan yang sesuai jika itu terjadi, dan lanjutkan segera

proses kelahiran bayi

a. Jika tali pusat melilit secara longgar, lepaskan lewat bagian

atas kepala bayi

b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat

dikedua tempat dan potong diantara dua klem tersebut

21) Tunggu kepal bayi melakukan putar paksi luar secara sepontan
38

Lahirnya bahu

22) Seteah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara

bipariental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan

lembut gerakkan kepala bawah dan distal hngga bahu depan

muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas

dan distal u ntuk melahirkaan bahu belakang

Lahirnya badan dan tungkai

23) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan

bahu, gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang

lengan dan siku sebelah atas.

24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut

ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki

(masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing

mata kaki ibu jari dan jari-jari lainya).

Penanganan bayi baru lahir

25) Lakukan penilaian ( selintas )

a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan?

b. Apakah bayi bergerak dengan aktif?

Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap

lakukan langkah resusitasi ( lanjut ke langkah resusitasi pada

afiksia bayi baru lahir ).


39

26) Keringkan tubuh bayi

Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainya

kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk

basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut

ibu.

27) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi

dalam uterus ( hamil tunggal ).

28) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus

berkontraksi baik.

29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit

IM ( intramuskuler ) di 1/3 paha atas bagian distal lateral ( lakukan

aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin ).

30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat kira-kira 3 cm

dari pusar bayi. Mendorong tali isi pusat ke arah distal ( ibu ) dan

jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.

31) Pemotongan dan pengikatan tali pusat

a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit

(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di

antara 2 klem tersebut.

b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi

kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan

mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.


40

c. Lepaskan klem dan masukan dalam wadah yang telah

disediakan.

32) Letakan bayi agar kontak kulit ibu ke kulit bayi

a. Letakan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi

sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala

bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah

dari puting payudara ibu.

33) selimuti ibu bayi dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di

kepala bayi. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kontak kulit ke

kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.

a. Sebagian besar bayi akan melakukan inisiasi menyusui dini

dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya

berlangsung secara 10-15 menit. Bayi ini cukup menyusu pada

satu payudara.

b. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi

sudah berhasil menyusu.

Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga

34) Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.

35) Letakan satu tangan pada kain diatas perut ibu, ditepi atas simfisis,

untuk mendeteksi. Tangan lain mengangkat tali pusat.

36) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah

sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas

(dorso-krainal) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika


41

plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali

pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi

prosedur diatas.

a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau

anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.

Mengeluarkan plasenta

37) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-krainal hingga plasenta

terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik Tali pusat

dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti

poros jalan lahir.

b. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga

berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.

c. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali

pusat:

a) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM

b) Lakukan kateterisasi ( aseptik ) jika kandung kemih penuh

c) Minta keluarga untuk melakukan rujukan

d) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya

e) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir

atau terjadi pendarahan, segera lakukan plasenta manual.

38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan

kedua tangan, pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban


42

terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah

yang telah disediakan.

a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau

steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian

gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk

mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

Rangsangan taktil ( masase ) uterus

39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan

masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan

masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus

berkontraksi ( fundus teraba keras )

40) Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi

setelah 15 detik masase.

b. Menilai pendarahan

c. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan

pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukan plasenta

kedalam kantung plastik atau tempat khusus.

41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

Lakukan penjahitan bila laserasi menimbulkan pendarahan.Bila

ada robekan yang menimbulkan pendarahan aktif, segera lakukan

penjahitan
43

Melakukan prosedur pasca persalinan

42) Celupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam

larutan klorin 0,5%, bilas kedua tangan tersebut dengan air DTT

dan keringkan dengan kain yang bersih dan kering.

43) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam.

44) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai

kontraksi.

45) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

Evaluasi

46) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan

pervaginam :

a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan

b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan

c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.

d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan

yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.

47) Bersihkan ibu dengan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,

lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan

kering.

48) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.

Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang

diinginkanya.
44

49) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

50) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin

0,5% untuk dekontaminasi ( 10 menit ). Cuci dan bilas peralatan

setelah dekontaminasi.

51) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,

balikan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin

0,5% selama 10 menit.

52) Buang semua bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah

yang sesuai

53) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

54) Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri

tetes mata antibioik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramuskular

di paha kiri anterorateral.

55) Setelah satu jam, pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi

Hepatitis B di paha kanan anterrolateral.

a. Letakan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa

disusukan.

b. Letakan kembali bayi pada ibu bila bayi belum berhasil

menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi

berhasil menyusu.

56) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit

selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit

selama jam kedua pasca persalinan :


45

a. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam

pertama pasca persalinan.

b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak

normal.

57) Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan

baik (40-60 kali/menit ) serta suhu tubuh normal ( 36,5-37,5 ).

Dokumentasi

58) Lengkapi partograf ( halaman depan dan belakang ), periksa tanda

vital dan asuhan kala IV.

(Winknjosastro, dkk, 2008 )

G. Partograf

Menurut Wiknjosastro dalam Buku Acuan APN, 2008:57-67,

Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan

dan informasi untuk membuat keputusan klinik.

Pencatatan selama fase aktif persalinan : partograf

A. Informasi tentang ibu

Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat

memulai asuhan persalinan.

B. Kondisi Janin

1) DJJ

Setiap kotak di bagian atas partograf menunjukan waktu 30

menit. Catat DJJ dengan memberikan tanda titik pada garis yang
46

sesuai dengan angka yang menunjukan DJJ. Kemudian

hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan garis tegas dan

bersambung. Penolong harus waspada bila DJJ mengarah pada

120 atau diatas 160. Untuk tindakan-tindakan segera yang harus

dilakukan jika DJJ melampaui kisaran normal ini.

2) Warna dan adanya air ketuban

Nilai kondisi air ketuban setiap kali melakukan periksa dalam

dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat

temuan-temuan dalam kotak yang sesuai. Gunakan lambang-

lambang sebagai berikut :

U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah).

J : selaput ketuban sudah pecah dan jernih.

M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur

mekonium.

D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur

darah.

K : selaput ketuban sudah pecah tetapi air ketuban tidak mengalir

lagi (kering).

3) Penyusupan (Molage) tulang kepala janin

Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh

kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras

(tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupan atau


47

tumpang tindih antar tulang kepala semakin menunjukan resiko

disproporsi kepala-panggul (CPD).

Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar

tulang kepala janin. Catat temuan pada kotak yang sesuai.

0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan

mudah dapat di palpasi

1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi

masih dapat di pisahkan

3 : tulang-tuang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak

dapat di pisahkan

4) Kemajuan Persalinan

1) Pembukaan serviks

Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam sekali (lebih

sering dilakukan apabila ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu

berada pada fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap

penemuan pada setiap pemeriksaan. Tanda ‘X’ harus

dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya

pembukaan serviks.

2) Penurunan bagian terbawah janin

Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan)

yang menunjukan seberapa jauh bagian terbawah janin telah


48

memasuki rongga panggul. Berikan tanda “o” pada garis

penurunan bagian terbawah janin.

3) Garis waspada dan garis bertindak

Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan

berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan

terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan

fase aktif persalinan harus dimulai pada garis waspada. Jika

pembukaan serviks mengarah kesebelah kanan garis waspada

(pembukaan kurang dari 1 cm perjam), maka harus

dipertimbangkan adanya penyulit. Garis bertindak tertera sejajar

sebelah kanan garis waspada. Jika pembukaan serviks telah

melampaui di sebelah kanan garis bertindak maka hal ini

menunjukan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan

persalinan.

(a) Jam dan waktu

1) Waktu mulainya fase aktif persalinan

2) Waktu aktual saat pemeriksaan dan penilaian

Di bawah kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera untuk

mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak

menyatakan 1 jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu

30 menit yang berhubungan dengan lajur untuk pencatatan

pembukaan serviks, DJJ dibagian atas dan lajur kontraksi dan nadi

ibu di bagian bawah. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan,
49

cantumkan pembukaan serviks di garis waspada. kemudian

catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.

b) Kontraksi Uterus

Di bawah lajur partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan

“kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap

kotak menyatakan satu kontraksi . Setiap 30 menit, raba dan catat

jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satu

detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam 10 menit

dengan mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan disesuaikan

dengan angka yang mencerminkan temuan dari hasil pemeriksaan

kontraksi.

c) Obat-obatan dan cairan yang diberikan

1) Oksitosin

Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai

dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang

diberikan pervolume cairan IV dan dalam satuan tetesan

permenit.

2) Obat-obatan lain dan cairan IV

Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan

atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom

waktunya.

d) Kondisi Ibu

1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh


50

a. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif

persalinan. Beri tanda (•) pada kolom waktu yang sesuai.

b. Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase

aktif persalinan dan beri tanda pada kolom waktu yang

sesuai .

c. Nilai dan catat temperatur ibu setiap 2 jam dan catat

temperatur pada kotak yang sesuai.

e) Volume urine

Ukur dan catat jumlah produksi urine ibu sedikitnya setiap 2

jam.Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik

di sisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang

kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat

membuat catatan perslinan.

Asuhan, pengamatan dan atau keputusan klinis mencakup :

1) Jumlah cairan peroral yang diberikan.

2) Keluhan sakit kepala atau penglihatan ( pandangan ) kabur.

3) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya.

4) Persiapan sebelum melakukan rujukan.

5) Upaya, jenis dan lokasi fasilitas rujukan

Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya Pencatatan pada

lembar belakang partograf. Lembar ini disebut catatan persalinan, yang

terdiri :

f) Data atau informasi umum.


51

g) Kala I

h) Kala II

i) Kala III

j) Bayi baru lahir

k) Kala IV

H. Diagnosa Persalinan

Menurut Saifuddin (2009), diagnosa persalinan pada masing-masing kala,

yaitu sebagai berikut:

a. Diagnosa persalinan pada kala I

Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang

teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks

membuka lengkap (10 cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase

yaitu fase laten dan fase aktif.

1) Fase laten

a. Dimulai sejak awal kontraksi, yang menyebabkan penipisan, dan

pembukaan serviks secara bertahap.

b. Berlangsung hingga serviks membuka 3 cm.

c. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8

jam.

2) Fase aktif

a. Dari pembukaan 4 cm hingga pembukaan lengkap atau 10 cm.

(Buku Acuan Persalinan Normal, 2008:40)


52

Tabel 2.5 Diagnosa Persalinan Pada Kala I

Kategori Keterangan

Sudah dalam persalinan Ada tanda-tanda persalinan :


(inpartu)
- Pembukaan serviks >3 cm.
- His adekuat (teratur, minimal
2 x dalam 10 menit 40 detik).
- Lendir darah dari vagina.
Kemajuan persalinan normal Kemajuan berjalan sesuai
dengan partograf

Persalinan bermasalah Seperti : kemajuan yang tidak


sesuai dengan partograf,
melewati garis waspada.

Kegawatdaruratan saat Seperti : eklampsia, perdarahan,


persalinan gawat janin.

(Saifuddin, 2009 : 108)

b. Diagnosa persalinan pada kala II

Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah

lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. (Buku Acuan

Persalinan Normal, 2008: 79)

Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin

sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm.

Tabel 2.6 Diagnosa Persalinan Pada Kala II

Kategori Keterangan

Kala II berjalan dengan baik Ada kemajuan penurunan


kepala bayi

Kondisi kegawatdaruratan pada Kondisi kegawatdaruratan


53

kala II membutuhkan perubahan


dalam penatalaksanaan atau
tindakan segera. Contoh :
eklampsia, kegawatdaruratan
bayi, penurunan kepala bayi
terhenti, kelelahan ibu.

(Saifuddin, 2009 : 111)

c. Diagnosa persalinan pada kala III

Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir

dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. (Buku Acuan Persalinan

Normal, 2008: 99)

Tabel 2.7 Diagnosa Persalinan Pada Kala III

Kategori Keterangan

Kehamilan dengan janin normal Persalinan spontan melalui


tunggal vagina pada bayi tunggal,
cukup bulan.

Bayi normal - Tidak ada tanda-tanda


kesulitan pernafasan
- APGAR > 7 pada menit ke 5
- Tanda-tanda vital stabil
- Barat badan ≥ 2,5 kg
Bayi dengan penyulit Seperti : berat badan kurang,
asfiksia, cacat lahir pada
kaki,dll

(Saifuddin, 2009 : 115-116)

d. Diagnosa persalinan pada kala IV


Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan
berakhir dua jam setelah itu. (Buku Acuan Persalinan Normal, 2008:99)
54

Tabel 2.8 Diagnosa Persalinan Pada Kala IV

Kategori Keterangan

Involusi normal - Tonus uterus tetap berkontraksi


- Posisi fundus ueteri di bawah
umbilicus
- Perdarah tidak berlebihan
- Cairan tidak berbau
Kala IV dengan penyulit - Sub involusi : uterus tidak keras,
posisi di atas umbilicus.
- Perdarahan : atonia, laserasi,
bagian plasenta tertinggal atau
membrane/yang lain.
(Saifuddin, 2009 : 120)

I. Persalinan dengan kekurangan energy kronik (KEK) dan Anemia

1) Persalinan dengan kekurangan energy kronik (KEK)

pengaruh gizi kurang terhadap persalinan dapat

menyebabkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum

waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta

persalinan dengan operasi cenderung meningkat. (Weni

Kristiyanasari,2010:65)

Pengaruh dalam persalinan dapat mengakibatkan persalinan

sulit dan lama,persalinan sebelum waktunya (premature),

perdarahan, (waryono,2010:46)

2) Persalinan dengan anemia

Gangguan His (kekuatan mengejan), kala I dapat

berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar,kala II berlangsung

lama sehinga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan

operasikebidanan, kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan

pendarahan postpartum karena atonia uteri, kala IV dapat terjadi


55

pendarahan postpartum sekunder dan atonia uteri (manuaba,

210:240)

3. NIFAS

A. Definisi Nifas

Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika

alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Saleha, 2009 : 2)

B. Komplikasi masa nifas

1. Perdarahan pervaginam

Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin

didefinisikan sebagai perdarahan pasca persalinan, terdapat beberapa

masalah mengenai definisi ini. Penilaian resiko pada saat antenatal tidak

dapat memperkirakan akan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang

bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pasca

persalinan akibat atonia uteri. (Damaiyanti, dkk, 2011:99)

2. Infeksi masa nifas

Infeksi masa nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis

setelah persalinan. (Damaiyanti, dkk, 2011:100)

3. Komplikasi 6 jam masa nifas

Atonia uteri (uterus tidak berkontraksi dengan baik), robekan jalan lahir

yang dapat terjadi pada daerah perineum, dinding vagina dan servik,
56

bengkak pada daerah vulva, adanya sisa plasenta, selaput serta kotiledon,

ibu megalami bendungan pada payudara, retensi urine.

4. Komplikasi 6 hari masa nifas

Perdarahan abnormal seperti darah segar dalam jumlah banyak. Pada

masa ini pengawasan dan perhatian petugas kesehatan sangat diperlukan

agar masalah menyusui dapat segera di tanggulangi sehingga tidak

menjadi penyulit atau menyebabkan kegagalan menyusui.

5. Komplikasi 2 minggu masa nifas

Masalah menyusui pada umumnya terjadi dalam 2 minggu pertama

masa nifas. Pada masa ini pengawasan dan perhatian petugas kesehatan

sangat diperlukan agar masalah menyusui dapat segera ditanggulangi,

sehingga tidak menjadi penyulit atau menyebabkan kegagalan menyusui.

(Saleha, 2009:109)

C. Diagnosis Nifas

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta

sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. (Nanny, 2011 :1)

Masa nifas normal jika involusi uterus, pengeluaran lochea,

pengeluaran ASI dan perubahan sistem tubuh, termasuk keadaan

psikologis normal.
57

a. Keadaan gawat darurat pada ibu seperti perdarahan, kejang dan

panas.

b. Adanya penyulit/masalah ibu yang memerlukan rujukan seperti abses

payudara (Saifuddin, 2009:125)

D. Waktu Pelaksaan Kunjungan Neonatus (Kn) dan Kunjungan Nifas (Kf)

Berikut ini merupakan jadwal (waktu) pelaksanaan kunjungan

Neonatus (Kn) dan kunjungan Nifas (Kf)

Tabel 2.9 Jadwal kunjungan Nifas dan Neonatus


KN KF
KN 1 (6 jam – 48 jam) KF 1 (6 jam - 48 jam)
KN 2 (3 hari – 7 hari) KF 2 (4 hari – 28 hari)
KN 3 (8 hari – 28 hari) KF 3 (29 hari – 42 hari)
Di dalam pelaksaannya KN 1 bersamaan dengan KF 1 yaitu antara 6

- 48 jam, sementara KN 2 dan KN 3 bersamaan dengan KF 2 yaitu antara 3 –

28 hari setelah persalinan, tetapi untuk KF idealnya dari hari ke 4, sedangkan

kunjungan nifas ke 3 (KF 3) dilakukan antara hari ke 29 – 42 (Depkes RI,

2009)

a. Kunjungan 1 (6 – 48 jam)

Tujuan :

1) Mencegah pendarahaan masa nifas karena atonia uteri

2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain pendarahan

3) Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga

bagaimana mencegah pendarahan masa nifas

4) Pemberian ASI awal

5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir


58

6) Menjaga bayi tetap hangat

b. Kunjungan ke 2 (6 hari setelah persalinan)

Tujuan :

1) Memastikan involusi iterus berjalan normal ( uterus berkontraksi

dengan baik, fundus dibawah umbilikus, tidak ada pendarahan

abnormal)

2) Menilai adanya tanda-tanda demam

3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat

4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak, memperhatikan

tanda-tanda penyulit.

5) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali

pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari

c. Kunjungan ke 3 (29-42 hari)

Tujuan :

1) Menanyakan kepada ibu tentang penyulit-penyulit

2) Memberikan konseling untuk Kb secara dini

E. Resiko Ibu Nifas dengan Kekuranga Enrgi Kronik (KEK) dan Anemia

Ringan

1) Nifas dengan Kekurangan Kronik (KEK)

Selama masa nifas produksi ASI akan terpengaruh dan ibu tidak akan

mampu merawat bayi atau dirinya sendri.(Albugis, 2008)


59

2) Nifas dengan Anemia

Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan pendarahan postpartum,

memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi

dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas,

mudah terjadi infeksi mamae.(manuaba, 2010:240)

Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan terjadinya pendarahan

postpartum. Pendarahan post partum merupakan penyebab kematian pada

ibu. Istilah pendarahan pst partum digunkan apabila pendarahan setelahanak

lahir melebihi 50 ml. pendarahan post partum sendiri dibagi menjadi

pendarahan post partum primes yaitu pendarahan yang terjadi dalam 24 jam

pertama, dan pendarahan post partum sekunder adalah pendarahan post

partum yang terjadi setelah 24 jam pertama. (Nugroho, 2008)

4. BAYI BARU LAHIR (BBL)

A. Definisi BBL

Bayi baru lahir disebut juga neonatus merupakan individu yang

sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus

dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine kekehidupan

ekstrauterin.

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-

42 minggu dan berat badannya 2.500-4.000 gram. (Nanny, Vivian. 2011:1)


60

B. Pemeriksaan fisik BBL

1) Pengertian

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir adalah pemeriksaan awal terhadap

bayi setelah berada di luar yang bertujuan untuk mendeteksi adanya

kelainan fisik dan ketiadaan refleks primitife. Pengkajian fisik adalah

salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang anak dan

keluarganya dengan menggunakan semua pancaindra, baik subyektif

maupun obyektif. (Nanny, 2011:23-24)

b. Tujuan

Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui

aktivitas bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi

baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan

serta tindak lanjut petugas kesehatan. (Saifuddin, 2009:136)

c. Pemeriksaan bayi baru lahir

Hal-hal yang dinilai waktu pemantauan bayi pada jam pertama atau

2 jam pertama sesudah lahir, meliputi:

1) Kemampuan menghisap kuat atau lemah.

2) Bayi tampak aktif atau lunglai.

3) Bayi kemerahan atau biru. (Saifuddin, 2009 : 136)

Menurut Wiknjosastro (2008), langkah-langkah dalam

pemeriksaan bayi baru lahir, yaitu:

1) Anamnesa

Tanyakan kepada ibu atau keluarga:


61

a) Keluhan tentang bayinya

b) Masalah kesehatan pada ibu yang mungkin berdampak pada

bayi (TBC/Tuberculosa, demam saat persalinan, KPD/Ketuban

Pecah Dini >18 jam, Hepatitis B atau C, shipilis, HIV/AIDS,

penggunaan obat).

c) Cara, waktu, tempat bersalin dan tindakan yang diberikan

pada bayi, jika ada.

d) Warna air ketuban.

e) Riwayat bayi BAK dan BAK.

f) Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan menghisap.

(Winjsosastro, 2008 : 137)

2) Pemeriksaan fisik
Tabel 2.10 Pemeriksaan Fisik Bayi Dengan Keadaan Normal
Pemeriksaan yang Keadaaan normal
No
dilakukan
1. Lihat postur, tonus dan  Posisi tungkai dan lengan
aktivitas fleksi
 Bayi sehat akan bergerak
aktif
2. Lihat kulit Wajah, bibir dan selaput lendir,
dada harus berwarna merah
muda, tanpa adanya kemerahan
atau bisul

3. Hitung pernapasan dan  Frekuensi napas normal 40-


lihat tarikan dinding dada 60x/menit
bawah ketika bayi sedang  Tidak ada tarikan dinding
tidak menangis dada bawah yang dalam
4. Hitung denyut jantung Frekuensi denyut jantung
dengan meletakkan normal 120-160x/menit
stetoskop di dada kiri
setinggi apeks kordis
5. Lakukan pengukuran suhu Suhu normal ialah 36,5-37,50C
dengan thermometer
6. Lihat dan raba bagian  Bentuk kepala terkadang
62

kepala asimetris karena


penyesuaian pada saat
proses persalinan, umumnya
hilang dalam 48 jam.
 Ubun-ubun besar rata atau
tidak membenjol, dapat
sedikit membenjol saat bayi
menangis.
7. Lihat mata Tidak ada kotoran / secret

8. Lihat bagian dalam mulut.  Bibir, gusi, langit-langit utuh


Masukkan 1 jari yang dan tidak ada bagian yang
menggunakan sarung terbelah.
tangan ke dalam mulut,  Nilai kekuatan isap bayi. Bayi
raba langit-langit akan menghisap kuat jari
pemeriksa.
9. Lihat dan raba perut.  Perut bayi datar, teraba
Lihat tali pusat. lemas.
 Tidak ada perdarahan,
pembengkakan, nanah, bau
yang tidak enak pada tali
pusat/kemerahan.
10. Lihat punggung dan raba Kulit terlihat utuh, tidak terdapat
tulang belakang lubang dan benjolan

11. Lihat lubang anus.


 Terlihat lubang anus dan
Hindari memasukan alat periksa apakah mekonium
atau jari dalam memeriksa sudah keluar.
anus  Biasanya mekonium keluar
dalam 24 jam setelah lahir.
Tanyakan pada ibu
apakah bayi sudah BAB

12. Lihat dan raba alat  Bayi perempuan terkadang


kelamin luar. Tanyakan terlihat cairan vagina
pada ibu apakah bayi berwarna putih dan
sudah BAK kemerahan,
 Bayi laki-laki terdapat lubang
uretra pada ujung penis.
Teraba testis di skrotum.
 Pastikan bayi sudah BAK
dalam 24 jam setelah lahir.
13. Timbang bayi dengan Berat lahir 2,5 kg - 4 kg. Dalam
menggunakan selimut, minggu pertama, berat bayi
hasil dikurangi selimut. mungkin turun dahulu baru
63

kemudian naik kembali.

14. Mengukur panjang badan  Panjang badan normal 48-52


dan lingkar kepala cm.
 Lingkar kepala normal 33-37
cm.
15. Menilai cara menyusui,  Kepala dan badan dalam
minta ibu untuk menyusui garis lurus, wajah bayi
bayinya. menghadap payudara, ibu
mendekatkan bayi ke
tubuhnya.
 Bibir bawah melengkung
keluar, sebagian besar
areola berada di dalam mulut
bayi.
 Menghisap dalam dan pelan
kadang disertai berhenti
sesaat.
(Winjosastro, 2008 : 138-139)

3) Refleks pada bayi baru lahir

Refleks adalah gerakan yang sering terjadi secara otomatis

dan spontan tanpa di sadari pada bayi normal. Macam-macam

refleks menurut Rukiyah adalah sebagai berikut:

a. Tonick neck refleks, yaitu gerakan spontan otot kuduk pada

bayi.

b. Rooting refleks, yaitu apabila jarinya menyentuh daerah sekitar

mulut maka ia akan membuka mulutnya dan memiringkan

kepalanya kearah datangnya jari.

c. Grasping refleks, bila jari kita menyentuh telapak tangannya

maka jari-jarinya akan menggenggam sangat kuat.

d. Moro refleks, refleks yang timbul di luar kesadaran, misalnya

bila di angkat secara kasar maka bayi akan menunjukan


64

kekagetan, dan melakukan gerakan yang mengangkat tubuhnya

pada orang yang mendekapnya.

e. Startle refleks, reaksi emosional berupa hentakan dan gerakan

seperti mengejan pada kaki dan tangan, dan biasanya di ikuti

dengan tangisan.

f. Stapping refleks, refleks kaki secar spontan apabila kaki di

angkat tegak dan satu persatu di sentuhkan pada dasar lantai.

g. Refleks sucking (menghisap), ketika gusinya menyentuh areola

maka bayi akan berusaha mengisap.

h. Refleks swallowing (menelan), di mana ASI di mulut bayi

mendesak otot di daerah mulut dan faring sehingga

mengaktifkan refleks menelan.

(Rukiyah, 2010 : 62-63)

C. Tanda bahaya BBL

Semua bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda

kegawatan/kelainan yang menunjukan suatu penyakit. Bayi baru lahir

dikatakan sakit apabila mempunyai salah satu atau beberapa tanda-tanda

berikut :

1) Sesak napas

2) Prekuensi pernapasan 60/menit

3) Gerak retraksi di dada

4) Malas minum

5) Panas atau suhu badan bayi rendah


65

6) Kurang aktif

7) Berat lahir rendah (1500-2500 gram) dengan kesulitan minum

Tanda-tanda bayi sakit, apabila terdapat salah satu atau lebih tanda-

tanda berikut :

1) Sulit minum

2) Sianosis sentral (lidah biru)

3) Perut kembung

4) Periode apneu

5) Kejang/periode kejang-kejang kecil

6) Merintih

7) Perdarahan

8) sangat kuning

9) berat badan lahir < 1500 gram

(Saifuddin, 2009 : 139)

A. Jadwal Imunisasi
Tabel 2.11 Jadwal Imunisasi

Umur Bayi Jenis Imunisasi

0 bulan-7 hari HB-0

0 bulan-1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2

3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3

4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV

9 bulan Campak

18 bulan DPT-HB, Hib Lanjutan


66

24 bulan Campak Lanjutan

VAKSIN MENCEGAH PENULARAN PENYAKIT

HEPATITIS B HEPATITIS B dan kerusakan hati

BCG TBC (Tuberkolosis) yang berat

POLIO, IPV Polio dapat menyebabkan lumpuh layu pada tungkai atau
lengan.

DPT HB HBI - Difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan nafas


- Batuk rejan (batuk 100 hari)
- Tetanus
- Hepatitis B yang menyebabkan kerusakan hati
- Infeksi HIB menyebabkan meningitis (raadang selaput
otak)

CAMPAK Campak yang dapat mengakibattkan komplikasi radang paru,


radang otak dan kebuttaan

IMUNISASI MELINDUNGI DARI PENYAKIT, MENCEGAH KECACATAN DAN


KEMATIAN

(KemenKes RI, 2015)

D. Diagnosa BBL

1. Bayi baru lahir disebut juga neonatus merupakan individu yang sedang

bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat

melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan

ekstrauterin.

2. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42

minggu dan berat badannya 2.500-4.000 gram. (Nanny, Vivian. 2011:1)

3. Melakukan identifikasi secara benar terhadap diagnosa, masalah dan

kebutuhan bayi baru lahir berdasarkan data-data yang telah di kumpulkan.


67

E. Kunjungan Neonatus (KN)

Tabel 2.12 Kunjungan Neonatus (KN)

Kunjungan Penatalaksanaan
Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) 1. Mempertahankan suhu tubuh bayi
dilakukan dalam kurun waktu 6-48 2. Pemeriksaan fisik bayi
jam setelah bayi lahir 3. Memberikan HB 0
4. Menjaga tali pusat dalam keadaan
bersih dan kering
Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) 1. Menjaga kebersihan bayi
dilakukan dalam kurun waktu 3-7 2. Pemeriksaan tanda bahaya pada
hari setelah bayi lahir bayi
3. Konseling pada ibu tentang ASI
4. Menjaga suhu tubuh bayi
5. Konseling terhadap iu dan
keluarga untuk memberikan ASI
ekslusif dan melaksanakan
perawatan bayi baru lahir dengan
menggunakan panduan buku KIA
Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) 1. Pemeriksaan fisik
dilakukan dalam kurun waktu 8-28 2. Menjaga kebersihan bayi
hari setelah bayi lahir 3. Menjaga keamanan bayi
4. Menjaga suhu tubuh bayi
5. Memberitahu ibu tentang imunisasi
BCG
6. Penanganan dan rujukan jika
diperlukan

F. BBL dengan Kekurangan Energi Kronik (KEK) dan Anemia Ringan

a. BBL dengan kekurangan energi kronik

Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi peroses

pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi

lahir mati, kematian neonatal cacat bawaan, anemia pada bayi,asfiksia

intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir

rendah (BBLR). (Weni Kristiyanasari,2010:65-66)


68

Menimbulkan keguguran atau abortus, bayi lahir mati, kematian

neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan berat badan

lahir rendah (BBLR). (Waryono, 2010:46)

b. BBL dengan anemia

Bahaya anemia terhadap janin, sekalipun tanpanya janin mampu

menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan

mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu

pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia

dapat menjadi gangguan dalam bentuk abortus, kematian intrauteri,

persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran

dengan anemia,dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat

infeksi sampai kematian perinatal dan intelegensia rendah. (Manuaba,

2010:240)

5. PENDOKUMENTASIAN

A. Definisi dokumentasi

Dokumentasi kebidanan merupakn bukti pencatatan dan pelaporan

berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh

bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk kepentingan

klien, tim kesehatan, serta kalangan bidan sendiri. (Wildan dkk, 2008:2)

B. Menejemen varney

Proses menejemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang

berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai


69

dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh

langkah tersebut membentuk suatu langka lengkap yang dapat diaplikasikan

dalam situasi apapun. Akan tetapi, setiap langkah diuraikan lagi menjadi

langkah-langkah yang lebih rinci dan ini bisa berubah sesuai dengan

kebutuhan klien. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

Langkah I Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpilkan semua

data yang diperlukan untuk mengevakuasi keadaan klien secara lengkap,

yaitu:

b) Riwayat kesehatan

c) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan

d) Meninjau catatan terbaru pada catatan sebelumnya

e) Meninjau data laboraturium dan membandingkannya dengan hasil studi

Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat

dan segala yang berhubungan dengan kondisi klien. Bidan

mengumpulkan data dasar dari awal yang lengkap. Bila klien

mengajukan komplikasi yang perlu dikonsulkankan kepada dokter

dalam menejemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi. Pada

keadaan tertentu, bisa terjadi langkah pertama akan overlap dengan

langkah kelima dan keenam (atau manjadi bagian dari langkah-

langkah) karena data yang diperlukan diambil dari hasil pemeriksaan

laboraturium atau pemeriksaan diagnostik yang lain.


70

Langkah II Interprestasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interprensi

yang benar atas dasar data-data yang telah di interprestasikan

sehingga dapat diagnosis yang spesifik.

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakan bidan

dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar diagnosis

kebidanan yaitu:

a) Diakui dan telah disyahkan oleh profesi

b) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan

c) Memiliki ciri khas kebidanan

d) Didukung oleh clinical judgment dalam praktik kebidanan

e) Dapat menyelesaikan dengan pendekatan menejemen

kebidanan.

Langkah III Mengidentifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis

potensial lain berdasarkan rangkain masalah dan diagnosis yang

telah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan. Sambil mengamati klien bidan

diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau maslah potensial ini

benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan

asuhan yang aman.


71

Langkah IV Mengidentifikasi Dan Menetapkan Kebutuhan Yang

Memerlukan Penanganan Segera

Bidan mengidentifikasi atas perlunya tindakan segera oleh

bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama

dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisiklien.

Langkah ke IV mencerminkan kesinambungan dari proses

menejemen kebidanan.

Langkah V Merencanakn Asuhan Yang Menyeluruh

Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh,

ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan

kelanjukan menejeman terhadap diagnosis atau masalah yang telah

diidentifikasi atau diantisipasi.

Langkah VI Melakukan Perencanaan

Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh dalam

langkah ke V harus dilakukan secara evisien dan aman. Perencanaan

ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh

bidan dan sebagian lagi dilakukan oleh klien atau anggota tim

kesehatan lainnya. Dalam situasin dimana bidan berkolaburasi

dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami komplikasi,

maka keterlibatan bidan dalam menejemen asuhan bagi klien adalah


72

bertanggung jwb terhadap terlaksananya asuhan bersama yang

menyeluruh tersebut.

Langkah VII Evalusi

Pada langkah ini, dilakukan evaluasi efektifitas dari asuhan

yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan,

apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

sebagai mana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis.

(Asrinah dkk,2010:161-166)

C. Pendokumentasian SOAP

Subjektif

a. Pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesi

b. Berhubungan dengan masalah dari sudut pandang klien (ekspresi mengenai

kekhawatiran dan keluhannya)

c. Pada orang yang bisu, dibelakang data diberi tanda “0” atau “X”

Objektif

a. Pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien

b. Hasil pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain

c. Informasi dari keluarga atau orang lain

Assessment

a. Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) data subjektif

dan objektif

b. Diagnosis/masalah
73

c. Diagnosis/masalah potensial

d. Antisipasi diagnosis/masalah potensial/tindakan segera

Planning

a. Pendokumentasian tindakan (I) dan evaluasi (E), meliputi ; asuhan mandiri,

kolaborasi, tes diagnostik/laboratorium, konseling, dan tindak lanjut (follow

up).

Anda mungkin juga menyukai