Anda di halaman 1dari 26

Bagian Anak Laporan Kasus

RSUD dr. Abdul Rivai Berau

DEMAM TIFOID

Disusun oleh:
Andreas Tedi S. Karo-Karo

Pembimbing:
dr. Rudi, Sp. A
dr. Erva Anggriana, MAP

SMF ILMU PENYAKIT ANAK


RSUD DR. ABDUL RIVAI
BERAU
OKTOBER 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus yang berjudul “Demam Tifoid”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas dari
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Nurmin Baso M, Sp. Rad , selaku direktur RSUD dr. Abdul Rivai Berau.
2. dr. Rudi, Sp. A, selaku pembimbing ilmu Bedah.
3. dr. Erva Anggriana, MAP selaku koordinator pembimbing internsip Kab. Berau
Periode Mei 2017.
4. dr. Widia Narulita dan dr. Datik, selaku pembimbing internsip Kab Berau Periode
Mei 2017.
5. Rekan sejawat dokter internsip angkatan 2017 yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
6. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis membuka
diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Oktober, 2017

Penulis

2
PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang

disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.1,2

Di Indonesia, saat ini penyakit demam tifoid masih merupakan penyakit

endemik, terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya, seperti halnya di

negara-negara yang sedang berkembang lainnya. Hal ini berhubungan erat dengan

keadaan sanitasi, kebiasaan higiene yang tidak memuaskan dan tingkat pendidikan

yang rendah.3,4

Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang

No. 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan

penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang,

sehingga dapat menimbulkan wabah.1 Penderita anak biasanya berumur di atas satu

tahun. Sebagian besar penderita (80%) yang dirawat di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo Jakarta berumur di atas 5 tahun.5

Etiologi demam tifoid adalah kuman Salmonella typhi, basil gram negatif,

bergerak dengan rambut getar, dan tidak berspora.5 Ada dua sumber penularan

Salmonella typhi, yakni pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering adalah

pembawa. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman per gram tinja.

Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang

tercemar oleh pembawa merupakan sumber penularan yang paling sering. Pembawa

adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi

Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun.1

1 3
2

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari. Gejala yang timbul

amat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di

daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari

penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit khas dengan

komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sangat

berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosa klinis

demam tifoid.1 Adapun gejala klinis yang umumnya terjadi adalah demam 5 hari atau

lebih, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran.6

Berikut dilaporkan sebuah kasus demam tifoid pada seorang anak laki-laki

berumur 9 tahun 5 bulan yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Ulin

Banjarmasin.

4
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita

Nama penderita : An. H

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat & tanggal lahir : Amuntai, 17 Juni 2009

2. Identitas orang tua / wali

AYAH : Nama : Tn. H

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. Jend. A. Yani Km.6

IBU : Nama : Ny. S

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. Jend. A. Yani Km.6

II. ANAMNESIS

Kiriman dari : Balai pengobatan Pandu

Dengan diagnosa : Suspect malaria

Aloanamnesa dengan : Ayah dan ibu pasien

Tanggal / jam : 2 September 2017 / 17.00 Wita

1. Keluhan utama : Panas

3 5
4

2. Riwayat penyakit sekarang :

Sekitar 8 hari sebelum masuk Rumah Sakit, anak tampak lesu, sering

mengeluh pusing dan terlihat tidak bersemangat. Sejak 4 hari sebelum

masuk Rumah Sakit, anak mulai panas, tidak mendadak, muncul perlahan

dan tidak terlalu tinggi, namun berangsur-angsur meningkat setiap harinya.

Oleh ibunya, anak diberi obat penurun panas, panas turun beberapa saat

setelah minum obat, namun kemudian naik lagi. Panas terus-menerus

sepanjang hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu

panas pada pagi dan siang hari. Pada waktu malam hari penderita tekadang

mengigau, tidak berkeringat dan tidak ada kejang. Kurang lebih 3 hari

sebelum masuk Rumah Sakit, anak mengeluh nyeri di daerah ulu hati, anak

juga mengalami mual dan muntah, serta tidak ada buang air besar hingga

masuk Rumah Sakit. Muntah sering, dengan frekuensi 2 hingga 4 kali

dalam sehari. Isi muntahan berupa air yang diminum, dan terkadang berisi

apa yang dimakan. Nafsu makan anak menurun sejak terjadinya demam,

namun minum masih kuat. Buang air kecil normal seperti biasa, berwarna

kuning muda, dan tidak ada sakit waktu buang air kecil. Anak tidak ada

mengeluh nyeri otot atau nyeri pinggang, serta tidak ada riwayat bepergian

ke luar kota.

3. Riwayat penyakit dahulu :

 Campak  Diare  Sesak / manggah

 Batuk rejan  Kuning  Eksim

 TBC  Cacing  Urtikaria / liman

6
5

 Difteri  Kejang  Sakit tenggorokan

 Tetanus  Demam tifoid tidak pernah masuk RS

4. Riwayat kehamilan dan persalinan :

Riwayat antenatal : Saat hamil ibu tidak pernah memeriksakan

kehamilannya ke bidan ataupun ke Puskesmas

dan tidak pernah mendapat suntik TT

Riwayat natal :

Spontan / tidak spontan : Spontan belakang kepala

Berat badan lahir : 2800 gram

Panjang badan lahir : ibu tidak ingat

Lingkar kepala : -

Penolong : Bidan kampung

Tempat : Rumah

Riwayat neonatal : Langsung menangis, badan kemerahan, dan gerak

aktif

5. Riwayat perkembangan :

Tiarap : 6 bulan/tahun

Merangkak : 9 bulan/tahun

Duduk : 9 bulan/tahun

Berdiri : 11 bulan/tahun

Berjalan : 13 bulan/tahun

Saat ini : Kelas 4 SD, tidak masuk dalam 10 besar ranking

kelas.

7
6

6. Riwayat imunisasi

Nama Dasar Ulangan


(umur dalam hari/bulan) (umur dalam bulan)
BCG 2 bulan
Polio 2 bln 3 bln - -
Hepatitis B - - -
DPT - - -
Campak -

7. Makanan :

Anak mendapat ASI sejak lahir sampai 4 bulan, dilanjutkan bubur saring

sampai 9 bulan, berisi sayuran, serta lauk (hati ayam, ikan, dan lain-lain)

yang dihancurkan. Hingga sekarang, kecuali pada saat sakit, anak makan

nasi ditambah lauk, tidak suka sayur, sebanyak 1 piring dan biasanya

habis.

8. Riwayat keluarga :

Ikhtisar keturunan : (Gambar skema keluarga dan beri tanda keluarga yang

menderita penyakit sejenis)

Ayah, 35 tahun Ibu, 30 tahun

Pasien, 9,4 tahun Adik, 3,5 tahun

ket : tidak ada riwayat penyakit keturunan dalam keluarga

Susunan keluarga

No Nama Umur L/P Jelaskan : Sehat, Sakit (apa)


Meninggal (umur, sebab)
1 Hardiansyah 35 th L Sehat
2 Siti Rahma 30 th P Sehat
3 Hari Yayan 9,4 th L Sakit
4 Noor Aida 3,5 th P Sehat

8
7

9. Riwayat sosial lingkungan :

Anak tinggal bersama kedua orang tua dan seorang adik di sebuah rumah

kontrakan yang terbuat dari kayu, ventilasi dan pencahayaan cukup. Air

untuk minum dan MCK berasal dari PDAM.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : komposmentis/apatis/somnolen,stupor/koma

GCS : 4–5–6

2. Pengukuran

Tanda vital:Tensi : 100/70 mmHg

Nadi : 86 X/menit, kualitas: kuat, reguler

Suhu : 37,7 OC

Respirasi : 25 X/menit, reguler

Berat badan : 25 kg (84,7% standar BB/U)

Panjang/tinggi badan : 135 cm (100,4% standar PB-TB/U)

(84,5% standar BB/TB)

Lingkar lengan atas : -

Lingkar kepala : -

3. Kulit : Warna : Sawo matang

Sianosis : Tidak ada

Hemangioma : Tidak ada

Turgor : Cepat kembali

9
8

Kelembaban : Cukup

Pucat : Tidak ada

Lain-lain : -

4. Kepala : Bentuk : Mesosefali

UUB : Sudah menutup

UUK : Sudah menutup

Lain-lain : -

Rambut : Warna : Hitam

Tebal / tipis : Tebal

Jarang / tidak (distribusi) : Tidak

Alopesia : Tidak ada

Lain-lain : -

Mata : Palpebra : Tidak edem, tidak cekung

Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut

Konjungtiva : Tidak anemis

Sklera : Tidak ikterik

Produksi air mata : Cukup

Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm

Simetris : Isokor

Reflek cahaya : +/+

Kornea : Jernih

Telinga : Bentuk : Simetris

Sekret : Tidak ada

10
9

Serumen : Minimal

Nyeri : Tidak ada Lokasi : -

Hidung : Bentuk : Simetris

Pernapasan cuping hidung : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Lain-lain : -

Mulut : Bentuk : Simetris

Bibir : Mukosa basah, berwarna merah muda

Gusi : - Mudah berdarah / tidak

- Pembengkakan : Tidak ada

Gigi-geligi : Lengkap

Lidah : Bentuk : Simetris

Pucat / tidak

Tremor / tidak

Kotor / tidak

Warna : Badian tengah agak putih, dan tepinya

kemerahan

Faring : Hiperemi : Tidak ada

Edem : Tidak ada

Membran / pseudomembran : Tidak ada

Tonsil : Warna : Merah muda

Pembesaran : Tidak ada

11
10

Abses / tidak : Tidak ada

Membran / pseudomembran : Tidak ada

5. Leher :

- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat

Tekanan : Tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada

- Kaku kuduk : Tidak ada

- Masa : Tidak ada

- Tortikolis : Tidak ada

6. Toraks :

a. Dinding dada / paru

Inspeksi : Bentuk : Simetris

Retraksi : Tidak ada Lokasi : -

Dispnea : Tidak ada

Pernapasan : Gerakan simetris

Palpasi : Fremitus fokal : Simetris kanan – kiri

Perkusi : Sonor / sonor

Auskultasi : Suara napas dasar : Vesikuler

Suara napas tambahan: Tidak ada ronkhi dan tidak ada

wheezing

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat

Palpasi : Apeks : Tidak teraba Lokasi : -

12
11

Thrill : Tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra

Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra

Auskultasi : Frekuensi : 86 X / menit, Irama : Reguler

Suara dasar : S1 dan S2 tunggal

Bising : Tidak ada Derajat : -

Lokasi : -

Punctum max : -

Penyebaran : -

7. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : Simetris, supel

Lain-lain : -

Palpasi : Hati : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba

Masa : Tidak teraba

Ukuran : -

Lokasi : -

Permukaan : -

Konsistensi : -

Nyeri : Daerah epigastrika

Perkusi : Timpani / pekak : Timpani

13
12

Asites : Tidak ada

Auskultasi : Bising usus (+) menurun

8. Ekstremitas :

Umum : Akral atas dan bawah hangat, tidak

ada edem dan tidak ada parese

Neurologis

Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal Normal Normal
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi Normal Normal Normal Normal
Klonus - - - -
Reflek fisiologis + + + +
Reflek patologis - - - -
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal
Tanda meningeal - - - -

9. Susunan saraf : Tidak ada kelainan

10. Genitalia : Tidak ada kelainan

11. Anus : Tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA

Darah : Hb 11,5 g/dL; WBC 5.580/mmk;

RBC 4,32 juta/mmk

Urin : -

Feses : -

V. RESUME

Nama : An. H

Jenis kelamin : Laki-laki

14
13

Umur : 9,4 tahun

Berat badan : 25 kg

Keluhan utama : panas

Uraian : + 8 hari SMRS anak tampak lesu, pusing, dan tidak

bersemangat. Sejak + 4 hari SMRS anak mulai panas,

tidak mendadak, muncul perlahan dan tidak terlalu

tinggi, remitten. Setelah minum obat penurun panas,

panas turun namun kemudian naik lagi, terus naik,

terutama saat malam hari, mengigau (+), berkeringat

(-), kejang (-). 3 hari SMRS anak mengeluh nyeri di

ulu hati, mual (+), muntah (+), muntah sering dengan

frekuensi 2 – 4 X/hari, berisi air atau makanan. Nafsu

makan menurun namun minum tetap kuat. BAB (-)

hingga MRS, BAK (+) normal, ikterik (-), nyeri (-).

Tidak ada riwayat keluar kota atau ke hutan.

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis GCS : 4 – 5 – 6

Tensi : 100/70 mmHg

Denyut nadi : 86 kali/menit

Pernapasan : 25 kali/menit
14
Suhu : 37,7 OC

Kulit : Turgor cepat kembali, pucat (-)

15
Kepala : Mesosefali, UUB dan UUK sudah menutup

Mata : Isokor, cekung (-), anemis (-), ikterik (-)

Telinga : Simetris, sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir basah dan merah muda, oral thrush (+)

Toraks / paru : Simetris, sonor, sn. vesikuler, ronkhi (-),wheezing (-)

Jantung : S1 dan S2 tunggal, iktus (-), apeks (-), thrill (-)

Abdomen : Bising usus (+) menurun

Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), parese (-)

Susunan saraf : Tidak ada kelainan

Genital : Tidak ada kelainan

Anus : Tidak ada kelainan

VI. DIAGNOSA

1. Diagnosa banding : Demam tifoid

Campak

Demam berdarah dengue derajat I

Meningitis

Tuberkulose Paru

Malaria

Infeksi saluran kemih

2. Diagnosa kerja : Suspect demam tifoid


15
3. Status gizi : Gizi Normal (standar WHO NCHS)

VII. PENATALAKSANAAN

16
- Istirahat total

- IVFD D5 ¼ NS 1625/68/17 tetes makro/menit

- Peroral - Kloramphenikol 500 mg 4 x /hari (hari I setengah dosis)

selama 10 – 14 hari

- Paracetamol 400 mg 3 x /hari

- Diet lunak, rendah serat, tidak merangsang, tinggi kalori, tinggi protein

VIII. USUL PEMERIKSAAN

- Biakan darah

- Pemeriksaan serologis (Tes Widal, IgM)

- Tes tourniquet

- Biakan LCS

- Tes Mantoux

- Darah rutin (Hb, WBC, RBC, trombosit, LED, hitung jenis)

- Pemeriksaan hapusan darah tepi

- Biakan urin

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

16

X. PENCEGAHAN

17
- Menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan

- Imunisasi aktif

18
PEMBAHASAN

Demam tifoid adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Salmonella

typhi, kuman gram negatif berbentuk batang yang hanya ditemukan pada manusia.7

Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang memiliki lebih dari 2300

serotipe. Salmonella typhi merupakan salah satu Salmonellae yang termasuk dalam

jenis gram negatif, memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak bersporulasi, termasuk

dalam basil anaerobik fakultatif dalam fermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi

nitrit.8

Penularan penyakit demam tifoid adalah secara “faeco-oral”, dan banyak

terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman

Salmonella typhi masuk ke tubuh melalui mulut bersama dengan makan atau

minuman yang tercemar. Sesudah melewati asam lambung, kuman menembus

mukosa usus dan masuk peredaran darah melalui aliran limfe. Selanjutnya, kuman

menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll), kuman

berkembangbiak dan masuk ke dalam peredaran darah kembali (bakteriemia kedua).

Meskipun melalui peredaran darah kuman menyebar ke semua sistem tubuh dan

menimbulkan berbagai gejala, proses utama ialah di ileum terminalis. Bila berat,

seluruh ileum dapat terkena dan mungkin terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman

melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen endogen. Zat ini

mempengeruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan menimbulkan gejala

demam. Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembang biak di dalam

makrofag karena adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap

17 19
18

atau bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat

mengakibatkan terjadinya relaps atau pengidap (pembawa).2

Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis, yaitu anamnesa dan

pemeriksaan fisik. Klinis didapatkan adanya demam, lidah tifoid, meteorismus, dan

hepatomegali serta roseola. Diagnosis ini disokong oleh hasil pemeriksaan serologis,

yaitu titer Widal O positif dengan kenaikan titer 4 kali atau pemeriksaan

bakteriologis didapatkan adanya kuman Salmonella typhi pada biakan darah.3,5,9

Pasien sejak 8 hari sebelum masuk Rumah Sakit tampak lesu, mengeluh pusing,

dan terlihat tidak bersemangat. Gejala ini diduga merupakan gejala prodromal pada

masa inkubasi Salmonella typhi, yakni perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

pusing dan tidak bersemangat.5

Empat hari kemudian, pada pasien ini didapatkan demam, tidak mendadak,

muncul perlahan, tidak terlalu tinggi, dan pada sore hingga malam hari demam lebih

tinggi dibandingkan pada pagi dan siang hari, dan berangsur-angsur meningkat setiap

harinya. Tipe demam demikian sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat infeksi

Salmonella typhi.10

Pada malam hari, pasien sering mengigau dalam tidurnya, tidak berkeringat.

Hal ini dimungkinkan adanya gangguan kesadaran yang merupakan salah satu gejala

dari demam tifoid.5

Selain demam, pasien juga mengalami mual dan muntah, di mana muntah

terjadi dari 2 hingga 4 kali dalam sehari, isi muntahan berupa air dan kadang-kadang

berupa apa yang dimakan, dan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak

ada buang air besar disertai menurunnya nafsu makan. Pada demam tifoid, dalam

20
19

minggu pertama perjalanan penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit

infeksi akut pada umumnya, yakni demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,

anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan

epistaksis. Dan pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.1

Jika perjalanan penyakit demam tifoid pasien terus dimonitor, maka biasanya

pada minggu kedua didapatkan gejala-gejala yang lebih jelas. Gejala yang timbul

pada minggu kedua berupa demam, bradikardi relarif, lidah yang khas (kotor di

tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus,

gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, roseolae

jarang ditemukan pada orang Indonesia.1

Oleh karena dari gejala yang diperoleh pada pasien ini belum terlalu jelas,

maka ada beberapa penyakit infeksi akut lain yang dapat dijadikan sebagai diagnosa

banding, yaitu :

1. Campak

Terdapat gejala demam, batuk, pilek, mata merah (konjungtivitis), anoreksia,

malaise, dan gejala khasnya adalah timbulnya enamtem di mukosa bukal

(bercak koplik) yang merupakan tanda patognomonis untuk campak. 2,6 Dari

pasien hanya ditemukan gejala demam, anoreksia dan malaise, tetapi gejala

khas campak tidak ditemukan.

2. Demam berdarah dengue derajat I

Pada minggu pertama penyakit ini biasanya tidak ditemukan gejala umum yang

khas, hanya terdapat demam antara 2 hingga 7 hari tanpa adanya manifestasi

perdarahan. Akan tetapi, pada uji tourniquet didapatkan hasil yang positif.2

21
20

3. Meningitis

Penyakit ini mempunyai gejala untuk anak berumur lebih dari 2 tahun adalah

panas, menggigil, muntah, dan nyeri kepala. Selain itu juga adanya kejang,

gangguan kesadaran, serta positifnya tanda-tanda rangsang meningeal seperti

kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig.11 Pada pasien tidak didapatkan

adanya tanda-tanda perangsangan meningeal.

4. Tuberkulose paru

Pada anak kebanyakan penderita penyakit ini adalah asimptomatik. Keluhan

dapat berupa demam yang sering (sub febril), anoreksia, berat badan menurun,

keringat malam, hemoptoe jarang sekali. Yang terpenting adalah adanya sumber

penularan atau kontak di lingkungan pasien.6,12 Pasien pada kasus ini memiliki

status gizi yang normal dan tidak ada keringat malam ataupun hemoptoe.

5. Malaria

Adanya demam yang turun naik atau intermitten disertai dengan menggigil,

diare, muntah, dan terkadang kejang merupakan beberapa gejala penyakit

malaria.13 Akan tetapi pada pasien ini tidak didapatkan menggigil serta tidak

adanya riwayat keluar kota atau ke hutan.


21
6. Infeksi saluran kemih

Penyakit ini memiliki beberapa gejala seperti demam tanpa diketahui sebabnya,

nyeri perut atau pinggang, tidak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria,

enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.14 Pada pasien ini tidak

ditemukan nyeri perut atau pinggang, serta tidak adanya kelainan dalam buang

air kecil.

22
Agar semua diagnosa banding tersebut di atas dapat disingkirkan, maka perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang guna membuktikan pemeriksaan yang tidak

didapatkan pada anamnesa maupun pemeriksaan fisik.

Biakan darah, pemeriksaan darah rutin, dan tes serologis Widal dilakukan guna

menegakkan diagnosis demam tifoid, pemeriksaan serologis IgM untuk mendeteksi

kemungkinan adanya infeksi campak, tes tourniquet untuk melihat adanya

manifestasi perdarahan pada penderita demam berdarah dengue. Biakan liquor

serebrospinal diharapkan dapat mengetahui ada tidaknya infeksi pada selaput

meningeal. Tes Mantoux digunakan untuk membuktikan ada atau tidaknya infeksi

tuberkulose. Pemeriksaan darah rutin dan hapusan darah tepi berfungsi untuk

mendeteksi adanya kemungkinan terinfeksi malaria.

Dari keseluruhan diagnosa banding yang ada, diagnosa klinis adalah suspect

demam tifoid. Di mana pada periksaan penunjang berupa biakan darah, pemeriksaan

darah rutin dan tes serologis Widal diharapkan dapat menegakkan diagnosa klinis

pasien ini.

PENUTUP

23

22
Telah dilaporkan sebuah kasus diduga demam tifoid pada seorang anak laki-

laki berusia 9 tahun 5 bulan dengan berat badan 25 kg yang dirawat di bangsal ruang

anak RSUD Abdul Rivai Berau. Diagnosa demam tifoid ditegakkan berdasarkan

anamnesa yang dilakukan pada ibu dan ayah kandung pasien dan dari hasil

pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien, yakni demam selama 4 hari,

remitten, disertai rasa mual dan muntah, dengan frekuensi 2 – 4 kali dalam sehari

dengan isi air atau makanan yang dimakan. Selain itu pasien selama 3 hari terakhir

tidak ada buang air besar. Status gizi anak sendiri tergolong normal. Dapat

disimpulkan bahwa anak diduga mengalami infeksi akut oleh kuman Salmonella

typhi.

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Juwono R. Penyakit tropik dan menular : Demam tifoid. Dalam: Noer MS,
Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
I. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1996. h. 435-442.

2. Kaspan MF, Soejoso DA, Soegijanto S, et al. Penyakit tropik dan menular:
Demam tifoid. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penunting.
Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu kesehatan anak. Surabaya: Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 1994. h. 187-189.

3. Sumarno, Nathin MA, Ismael S. Tumbelaka WAFJ. Masalah Demam Tifoid pada
Anak. Medika 1980; 20.

4. Rampenan TH, Laurentz. Demam tifoid. Dalam: Rampenan TH, penyunting.


Infeksi tropik pada anak:. Jakarta: EGC. 1995. h. 53-71.

5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Tifus abdominalis. Dalam: Hasan R, Alatas H, Latief A, et al, penyunting. Buku
kuliah ilmu kesehatan anak jilid 2. Jakarta: Infomedika. 1985. h. 593-598.

6. Gunawan G. Infeksi: Demam tifoid. Dalam: Yunanto A, Gunawan G dan Muhyi


R, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi bagian/SMF ilmu kesehatan anak.
Edisi I. Banjarmasin: Rumah Sakit Umum Daerah Ulin. 2000. h. 16-17

7. Wheeler DT. typhoid fever. Department of ophthalmology, Oregon health


scienses university; 2001 (online). Available from: URL:
http://www.emedicine.com/med/topic2331.htm.

8. Corales R. Typhoid fever. Department of infectious disease and tropical


medicine, Birmingham heartlands hospital; 2004 (online). Available from: URL:
http://www.emedicine.com/med/topic2331.htm

9. Jonggu MCH. Demam Tifoid dengan Renjatan Septik. MKUH volume 7. 1986:
16-18.

10. Alatas H. Demam tifoid. Dalam : Sunoto, Tambunan T, Madiyono B, Alatas H,


penyunting. Buku panduan tata laksana prosedur baku pediatrik UPF anak rumah
sakit cipto mangunkusumo fakultas kedokteran universitas indonesia. Jakarta:
UPF Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1990. h. 278-280.

11. Suharso D. Neurologi: Meningitis. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas


Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu kesehatan
anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 1994. h. 154-158.

12. Santosa G dan Makmun MS. Pulmologi: Tuberkulosis paru. Dalam: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi

25
lab/UPF ilmu kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soetomo. 1994. h. 238-240.

13. Zulkarnain, Iskandar. Malaria berat (malaria pernisiosa). Dalam: Noer MS,
Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
I. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 1996. h.
504-507.

14. Noer MS. Nefrologi: Infeksi saluran kemih. Dalam: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu
kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 1994. h.
191-121.

26

Anda mungkin juga menyukai