6. Kita semua adalah makhluk yang sama, tidak ada yang kaya dan juga yang miskin
di hadapan Allah SWT. Maka dari itu, kita tidak boleh memilih-milih dalam berteman. Jika
kita baik dalam berteman dengan orang kaya, kita harus berbuat demikian juga jika kita
berteman dengan orang yang miskin. Jika kita memilih-milih dalam berteman, maka kita
akan dijauhi orang karena kita dinilai sombong oleh mereka. Ingat, kehidupan itu seperti
bola yang sedang berputar. Jika kita hari ini berada diatas, suatu ketika kita mungkin akan
berada dibawah juga.
Hendaknya seseorang yang ingin ke masjid mengikhlaskan niatnya sehingga Allah Ta’ala
menerima ibadah yang ia lakukan di masjid. Hendaknya ia mendatangi masjid untuk menunaikan
tugas seorang hamba yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala tanpa dilandasi rasa ingin dipuji
manusia atau ingin dilihat oleh masyarakat. Karena sesungguhnya setiap amalan itu tergantung
dari niatnya.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid” [1]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “dalam ayat ini, Allah tidak hanya
memerintahkan hambanya untuk menutup aurat, akan tetapi mereka diperintahkan pula untuk
memakai perhiasan. Oleh karena itu hendaklah mereka memakai pakaian yang paling bagus
ketika shalat” [2].
Dan dijelaskan dalam kitab tafsir karangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah, “berlandaskan ayat
ini dan ayat yang semisalnya disunahkan berhias ketika akan shalat, lebih-lebih ketika hari Jumat
dan hari raya. Termasuk perhiasan yaitu siwak dan parfum” [3].
Maksudnya adalah larangan bagi seseorang yang makan makanan yang tidak sedap baunya,
seperti mengonsumsi makanan yang menyebabkan mulut berbau, seperti bawang putih, bawang
merah, jengkol, pete, dan termasuk juga merokok atau yang lainnya untuk menghadiri shalat
jamaah, berdasarkan hadis,
صالً فً ْليَ ْعت َِز ْلنَا أ َ ْو قَا َل فَ ْليَ ْعت َِز ْل َمس ِْجدَنَا َو ْليَ ْقعُ ْد في ِ بَ ْيتِ ِه
َ ََم ْن أ َ َك َل ث َ ْو ًما أ َ ْوب
“Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita”,
atau bersabda, “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di
rumahnya”[5].
Hadis tersebut bisa dibawa ke persamaan kepada segala sesuatu yang berbau tidak sedap yang
bisa menganggu orang yang sedang shalat atau yang sedang beribadah lainnya. Namun jika
seseorang sebelum ke masjid memakai sesuatu yang bisa mencegah bau yang tidak sedap
tersebut dari dirinya seperti memakai pasta gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya
setelah itu untuk menghadiri masjid.
Bersegera menuju masjid merupakan salah satu ciri dari semangat seorang muslim untuk
melakukan ibadah. Jika waktu shalat telah tiba, hendaklah kita bersegera menuju masjid karena
di dalamnya terdapat ganjaran yang amat besar, berdasarkan hadis:
Jangan sampai kita menyepelekan dan menunda-nunda waktu untuk sesegera mungkin menuju
masjid. Hendaknya selalu bersemangat dalam menghidupkan masjid dan mengisinya dengan
amalan-amalan ibadah lainnya.
Hendaknya berjalan menuju shalat dengan khusyuk, tenang, dan tentram. Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa
walaupun shalat sudah didirikan. Abu Qatadah radhiallahu’anhu berkata, “Saat kami sedang
shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan
beberapa orang. Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan,
ْ
صلُّ ْوا
َ َس ِك ْينَ ِة فَ َما أَد َْر ْكت ُ ْم ف َّ إِذَا أَت َ ْيت ُ ْم إِلَى ال, فَالَ ت َ ْفعَلُ ْوا:َ فَقَال.ِصالَة
َّ صالَةِ فَعَلَ ْي ُك ْم بِاال َ ِ اِ ْست َ ْع َج ْلنَا إ:َما شَأنُ ُكم؟ قَالُ ْوا
َّ لى ال
َو َما فَات َ ُك ْم فَأَتِ ُّم ْوا
“Apa yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat.”
Rasulullah menegur mereka, “Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi
shalat maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan
rakaat yang terlewat sempurnakanlah”[7]
Tidak terlarang bagi seorang wanita untuk pergi ke masjid. Namun rumah-rumah mereka lebih
baik Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus yang perlu
diperhatikan:
1. Meminta izin kepada suami atau mahramnya
2. Tidak menimbulkan fitnah
3. Menutup aurat secara lengkap
4. Tidak berhias dan memakai parfum
Perbuatan kaum wanita yang memakai parfum hingga tercium baunya dapat menimbulkan
fitnah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Siapa saja wanita yang
memakai wangi-wangian kemudian keluiar menuju masjid, maka tidak akan diterima shalatnya
sehingga ia mandi” [9]
“Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah
majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita
pezina”[10].
Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan shalat dua rakaat sebelum duduk.
Shalat ini diistilahkan para ulama dengan shalat tahiyatul masjid. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda,
ِإذَا دَ َخ َل أ َ َحدُ ُك ْم ْال َمس ِْجدَ فَ ْليَ ْر َك ْع َر ْكعَتَي ِْن قَ ْب َل أ َ ْن يَجْ ِل
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum
dia duduk” [13]
Yang dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di dalam
masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan sebelum duduk. Oleh
karena itu, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib, bahkan shalat wajib, semuanya
merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru
jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri, karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadis ada
shalat yang namanya ‘tahiyatul masjid’. Akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat
dua rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah adzan lalu shalat
qabliah atau sunah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya. Syariat ini berlaku untuk laki-
laki maupun wanita. Hanya saja para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, di mana tidak
ada satupun dalil yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat tahiyatul
masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar. Syariat ini
juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Tahiyatul masjid disyariatkan pada
setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya
waktu-waktu yang terlarang untuk shalat, menurut sebagian pendapat kalangan ulama[14].
9. Mengagungkan Masjid
Bentuk pengagungan terhadap masjid berupa hendaknya seseorang tidak bersuara dengan suara
yang tinggi, bermain-main, duduk dengan tidak sopan, atau meremehkan masjid. Hendaknya
juga ia tidak duduk kecuali sudah dalam keadaan berwudhu untuk mengagungkan rumah Allah
Ta’ala dan syariat-syariat-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Setelah shalat dua rakaat hendaknya orang yang
shalat untuk duduk menghadap kiblat dengan menyibukkan diri berdzikir kepada Allah, berdoa,
membaca Alquran, atau diam dan janganlah ia membicarakan masalah duniawi belaka”[16].
Terdapat keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk di masjid untuk menunggu shalat,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
Berusaha untuk selalu mengaitkan hati dengan masjid dengan berusaha mendatangi ke masjid
sebelum shalat, menunggu shalat dengan berdzikir dan beribadah, dan tidak buru-buru beranjak.
Dan keutamaan inilah yang akan dinaungi oleh Allah Ta’ala ketika nanti tiada naungan selain
naungan-Nya. Sebagaimana dalam hadis, “Tujuh jenis orang yang Allah Ta’ala akan menaungi
mereka pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya… dan laki-laki yang hatinya selalu
terkait dengan masjid)”19
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Jika salah seorang di antara kalian
mengantuk, saat berada di masjid, maka hendaknya ia berpindah dari tempat duduknya ke
tempat lain”[20].
Dianjurkan untuk membuat pintu khusus bagi wanita untuk menjaga agar mereka tidak
bercampur baur dengan kaum pria. Karena akibat dari campur baurnya laki-laki dan perempuan
amatlah besar. Dan keburukan seperti ini akan lebih berbahaya kalau dilakukan di rumah Allah
Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing para shahabatnya dengan seraya
bersabda, “Alangkah baiknya jika kita biarkan pintu ini untuk kaum wanita” [22].
Dibolehkan tidur di dalam masjid bagi orang yang membutuhkannya, semisal orang yang
kemalaman atau yang tidak punya sanak famili dan lainnya. Dahulu para sahabat Ahli Suffah
(orang yang tidak punya tempat tinggal), mereka tidur di dalam masjid[23].
AI-Hafidz Ibnu Hajar menegaskan bahwa bolehnya tidur di dalam masjid adalah pendapat
jumhur ulama[24]. Dan dibolehkan juga tidur dengan terlentang. Berdasarkan riwayat:
Dari Abbad Bin Tamim dari pamannya bahwasanya dia melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam tidur terlentang di dalam masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya
yang lain [25].
AI-Khattabi berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya bersandar, tiduran dan segala bentuk
istirahat di dalam masjid”[26].
Berkata Imam At-Thahawi, “Telah datang atsar-atsar yang mutawatir tentang shalatnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memakai sandal di dalam masjid”[27].
Berdasarkan hadis dari Sa’id Bin Yazid, bahwasanya dia bertanya kepada Anas bin Malik,
“Apakah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat memakai kedua sandalnya?” Anas menjawab:
“Ya”[28].
Imam Nawawi berkata, “Hadis ini menunjukkan bolehnya shalat memakai sandal selama tidak
terkena najis”[29].
Makan dan minum di dalam masjid dibolehkan asal tidak mengotori masjidnya. Berdasarkan
hadis dari Abdullah bin Harits radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Kami makan daging bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam masjid”[30].
Dari Abu Qotadah radhiallahu’anhu dia berkata, “Suatu ketika Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam keluar (untuk shalat-pent) dengan menggendong Umamah Binti Abil ‘Ash, kemudian
beliau shalat. Apabila rukuk beliau menurunkannya, dan apabila bangkit beliau
menggendongnya kembali”[31].
Imam Al-’Aini rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bolehnya membawa anak kecil
kedalam masjid”[32].
Adapun hadits yang berbunyi, “Jauhkanlah anak-anak kalian dari masjid,” adalah hadits yang
dhaif (lemah), didaifkan oleh Ibnu Hajar, Ibnu Katsir, Ibnu Jauzi, AI-Mundziri, dan lainnya [33].
18. Menjaga dari Ucapan yang Jorok dan Tidak Layak di Masjid
Tempat yang suci tentu tidak pantas kecuali untuk ucapan-ucapan yang suci dan terpuji pula.
Oleh karena itu, tidak boleh bertengkar, berteriak-teriak, melantunkan syair yang tidak baik di
masjid, dan yang semisalnya. Demikian pula dilarang berjual beli di dalam masjid dan
mengumumkan barang yang hilang. Nabi bersabda (yang artinya), “Apabila kamu melihat
orang menjual atau membeli di masjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak memberi
keberuntungan dalam jual belimu!’ Dan apabila kamu melihat ada orang yang mengeraskan
suara di dalam masjid untuk mencari barang yang hilang, katakanlah, ‘Semoga Allah tidak
mengembalikannya kepadamu’. 34
19. Dilarang bermain-main di masjid selain permainan yang mengandung bentuk melatih
ketangkasan dalam perang. [35]
Hal ini sebagaimana dahulu orang-orang Habasyah bermain perang-perangan di masjid dan tidak
dilarang oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam [36].
Tidak sepatutnya seorang muslim berlalu di dalam masjid untuk suatu kepentingan tanpa
mengerjakan shalat dua rakaat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, ”Di antara tanda-
tanda hari Kiamat adalah seorang melewati masjid namun tidak mengerjakan shalat dua rakaat
di dalamnya dan seseorang tidak memberikan salam kecuali kepada orang yang
dikenalnya)”[38].
Di antara kesalahan yang terjadi di masjid adalah menghiasi masjid dan memahatnya secara
berlebihan, berdasarkan hadis Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
اج ِد
ِ سَ اس فِي اْل َم َ َسا َعةُ َحتَّى يَتَب
ُ َّاهى الن َّ الَ تَقُ ْو ُم ال
“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah)
masjid” [40]
Dilarang berlebih-lebihan dalam menghias masjid karena hal itu menyelisihi sunnah Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, “Apabila kalian telah menghiasi mushaf-mushaf kalian dan
menghiasi masjid-masjid kalian, maka kehancuran akan menimpa kalian”[41]. Beliau
Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda, “Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah manusia
berbangga-bangga dengan masjid”[42].
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang seorang shalat seperti gagak mematuk, dan
melarang duduk seperti duduknya binatang buas, dan mengambil tempat di masjid seperti unta
mengambil tempat duduk [43]. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “hikmahnya adalah karena hal
tersebut bisa mendorong kepada sifat pamer, riya, dan sumah, serta mengikat diri dengan adat
dan ambisi. Demikian itu merupakan musibah. Maka dari itu, seorang hamba harus berusaha
semaksimal mungkin agar tidak terjerumus ke dalamnya” [44].
Jika kita berada di dalam masjid dan azan sudah dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari
masjid sampai selesai dtunaikannya shalat wajib, kecuali jika ada uzur. Hal ini sebagaimana
dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiallahu’anhu, beliau berkata,
َ َُكنَّا قُعُودًا ِفي ْال َمس ِْج ِد َم َع أ َ ِبي ه َُري َْرة َ فَأَذَّنَ ْال ُم َؤ ِذِّنُ فَقَا َم َر ُج ٌل ِم ْن ْال َمس ِْج ِد يَ ْمشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو ه َُري َْرة َ ب
ص َرهُ َحتَّى
سلَّ َم َ صى أَبَا ْالقَا ِس ِم
َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ ع َ خ ََر َج ِم ْن ْال َمس ِْج ِد فَقَا َل أَبُو ه َُري َْرة َ أ َ َّما َهذَا فَقَ ْد
“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kemudian muazin
mengumandangkan azan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu
Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata, “Perbuatan orang tersebut termasuk
bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) Shallallahu’alaihi Wasallam” [45].
Jika jual beli dilakukan di masjid, maka niscaya fungsi masjid akan berubah menjadi pasar dan
tempat jual beli sehingga jatuhlah kehormatan masjid dengan sebab itu. Berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “apabila kalian melihat orang yang jual beli
di dalam masjid maka katakanlah padanya, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan dalam
jual belimu!”[47].
Imam As-Shan’ani berkata, “Hadis ini menunjukkan haramnya jual beli di dalam masjid, dan
wajib bagi orang yang melihatnya untuk berkata kepada penjual dan pembeli semoga Allah tidak
memberi keuntungan dalam jual belimu! Sebagai peringatan kepadanya”[48].
Orang yang sedang menjalankan ibadah di dalam masjid membutuhkan ketenangan sehingga
dilarang mengganggu kekhusyukan mereka, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Di antara
kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid sehingga mengganggu
shalat dan bacaan orang lain [49].
Sebab, masjid dibangun bukan untuk ini. Demikian pula mengganggu dengan obrolan yang
keras. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah bahwa setiap kalian sedang
bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Maka dari itu, janganlah sebagian kalian
menyakiti yang lain dan janganlah mengeraskan bacaan atas yang lain”[51].
Apabila mengeraskan bacaan Alquran saja dilarang jika memang mengganggu orang lain yang
sedang melakukan ibadah, lantas bagaimana kiranya jika mengganggu dengan suara-suara gaduh
yang tidak bermanfaat?! Sungguh, di antara fenomena yang menyedihkan, sebagian orang—
terutama anak-anak muda—tidak merasa salah membuat kegaduhan di masjid saat shalat
berjamaah sedang berlangsung. Mereka asyik dengan obrolan yang tiada manfaatnya. Terkadang
mereka sengaja menunggu imam rukuk, lalu lari tergopoh-gopoh dengan suara gaduh untuk
mendapatkan rukuk bersama imam. Untuk yang seperti ini kita masih meragukan sahnya rakaat
shalat tersebut karena mereka tidak membaca Al-Fatihah dalam keadaan sebenarnya mereka
mampu.
Janganlah seseorang lewat masjid dengan membawa senjata tajam, seperti pisau, pedang, dan
sebagainya ketika melewati masjid. Sebab hal itu dapat mengganggu seorang muslim bahkan
bisa melukai seorang muslim. Terkecuali jika ia menutup mata pedang dengan tangannya atau
dengan sesuatu.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian lewat
di dalam masjid atau pasar kami dengan membawa lembing, maka hendaklah ia memegang
mata lembing itu dengan tangannya sehingga ia tidak melukai orang muslim”[52].
Harap diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid, jangan sampai melewati di depan orang
yang sedang shalat. Hendaklah orang yang lewat di depan orang yang shalat takut akan dosa
yang diperbuatnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
َخي ًْرا لَهُ ِم ْن أ َ ْن يَ ُم َّر بَيْنَ يَدَ ْي ِه، َف أ َ ْربَ ِعيْن َ ار بَيْنَ يَدَي ْال ُم
َ لَ َكانَ أ َ ْن يَ ِق،ص ِلِّي َماذَا َعلَ ْي ِه ُّ لَ ْو يَ ْعلَ ُم ْال َم
“Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui (dosa) yang
ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti selama 40 (tahun), itu lebih baik baginya
daripada lewat di depan orang yang sedang shalat”[53].
Yang terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat sendirian atau di depan imam. Adapun
jika lewat di depan makmum maka tidak mengapa. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas
radhiallahu’anhu ketika beliau menginjak usia balig. Beliau pernah lewat di sela-sela shaf
jamaah yang diimami oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan menunggangi keledai
betina, lalu turun melepaskan keledainya baru kemudian beliau bergabung dalam shaf. Dan
tidak ada seorang pun yang mengingkari perbuatan tersebut. Namun demikian, sebaiknya
memilih jalan lain agar tidak lewat di depan shaf makmum[54].
30. Larangan melingkar di dalam masjid untuk berkumpul untuk kepentingan dunia
Terdapat larangan melingkar di dalam masjid (untuk berkumpul) demi kepentingan dunia
semata. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
ُ ْس ِهللِ فِ ْي ِه ْم َحا َجةٌ فَالَ ت ُ َجاِل
س ْو ُه ْم َ ْس ُه ُم ْو ُم ُه ْم إِالَّ الدُّ ْنيَا َولَي
َ اج ِد ِه ْم َولَي
ِ سَ ان يَحْ ِلقُ ْونَ في ِ َم ِ َّلى الن
ٌ اس زَ َم ِ ْ يَأ
َ ت َع
“Akan datang suatu masa kepada sekelompok orang, di mana mereka melingkar di dalam masjid
untuk berkumpul dan mereka tidak mempunyai kepentingan kecuali dunia dan tidak ada bagi
kepentingan apapun pada mereka maka janganlah duduk bersama mereka” [55].
Masjid sebagai tempat yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala di muka bumi ini harus kita jaga
kebersihannya. Oleh karena itu, dilarang meludah dan mengeluarkan dahak lalu membuangnya
di dalam masjid, kecuali meludah di sapu tangan atau pakaiannya. Adapun di lantai masjid atau
temboknya, hal ini dilarang. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
“Meludah di masjid adalah suatu dosa, dan kafarat (untuk diampuninya) adalah dengan
menimbun ludah tersebut”[56].
Yang dimaksud menimbun ludah di sini adalah apabila lantai masjid itu dari tanah, pasir, atau
semisalnya. Adapun jika lantai masjid itu berupa semen atau kapur, maka ia meludah di kainnya,
tangannya, atau yang lain [57].
32. Keluar Masjid Dengan Mendahulukan Kaki Kiri Dan Membaca Doa
Apabila keluar masjid, hendaklah kita mendahulukan kaki kiri seraya berdoa. Dari Abu Humaid
radhiallahu’anhu atau dari Abu Usaid radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
ْ َاب َرحْ َمتِكَ َو ِإذَا خ ََر َج فَ ْليَقُ ْل اللَّ ُه َّم ِإنِِّي أَسْأَلُكَ ِم ْن ف
َضلِك َ ِإذَا دَ َخ َل أ َ َحدُ ُك ْم ْال َمس ِْجدَ فَ ْليَقُ ْل اللَّ ُه َّم ا ْفتَحْ ِلي أَب َْو
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca,
“Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan
apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah,
aku meminta kurnia-Mu)”[59].
Demikianlah akhir yang Allah Ta’ala mudahkan kepada kami untuk menulis tentang adab-adab
di masjid. Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang saleh dan selalu istiqamah di jalan-
Nya. Amiin.
Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.
Adab Berbicara Menurut Islam- Bismillah, sudah selayaknya bagi setiap muslim agar menjaga etika dan
adab ketika berbicara seperti yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam
melalui haditsnya yang shahih..
Berbicara sesuai tuntunan Rasulullah dapat menyelamatkan kita dari siksa neraka dan memasukkan kita
ke dalam surga. Dari Sahl bin Saad radhiyallahu anhu, beliau bersabda,
عليه متفق ال َجن اةَ لَ اهُ أَض َمنا ِرجلَي ِاه بَينَا َو َما لَحيَاي ِاه بَينَا َما لِي يَض َمنا َمنا
"Barangsiapa yang dapat memberi jaminan atas apa yang ada di antara dua jenggotnya (yaitu lisannya)
dan yang ada di antara kedua kakinya (yaitu kemaluannya), maka aku memberikan jaminan surga
kepadanya." (Muttafaqun alaih)
1. Menjaga Lisan
Adab berbicara pertama ialah menjaga lisan. Kita sebagai seorang muslim hendaknya bisa menjaga lisan
dengan sebaik-baiknya. Kita wajib menghindari perkataan batil, dusta, adu domba, ghibah
(menggunjing) dan perkataan keji lainnya. Selain itu, dengan perkataan yang buruk akan membuat Allah
murka. Dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,
ان مِ نا بِال َك ِل َم ِاة لَيَتَكَل ُام العَب َاد إِنا لا لَ َها يُلقِى ا
لَ ّللاِا ِرض َو ِا َد َر َجاتا بِ َها ا، سخَطِا مِ نا بِال َك ِل َم ِاة لَيَتَكَل ُام العَب َاد َوإِنا
بَا ا، ّللاُ يَرفَ ُاع لا لَ َها يُلقِى ا
َ لَ ّللاِا بِ َها يَه ِوى بَا ا
َج َهن َام فِى
"Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan, lalu Allah
mengangkat derajatnya disebabkan perkataan itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan
suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya, lalu ia dilemparkan
ke dalam Jahannam." (HR. Ahmad 8635, Bukhari 6478, dan yang lainnya)
Lihatlah di sana dijelaskan bahwa jika ada seseorang yang tidak menjaga lisannya maka ia bisa tergelincir
ke dalam neraka Jahannam. Jadi pikirkanlah dahulu sebelum berbicara. Jika memang bermanfaat
barulah berbicara. Jika tidak, hendaklah ia menahan lisannya.
ِليَص ُمت أَوا خَي ارا فَليَقُلا اآلخِ ِار َواليَو ِام بِاّللِا يُؤمِ نُا كَانَا َمنا
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak, maka
diamlah." (Muttafaqalaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Adakalanya diam itu lebih baik daripada berbicara, sehingga ada perkataan bahwa diam itu emas.
Luqman berkata pada anaknya, "Jika berkata dalam kebaikan adalah perak, maka diam dari berkata yang
mengandung dosa adalah emas."
Perlu kita ketahui bahwa lisan yang suka mencela atau mencemooh bisa mengantarkan pelakunya pada
penyesalan yang sangat dalam. Rasulullah pernah menasehati Muadz bin Jabal, "Maukah kuberitahukan
kepadamu kunci semua perkara?"
'Wahai Rasulullah, apakah kami bisa disiksa karena perkataan kami?' tanya Muadz.
Beliau pun menjawab, 'Celaka engkau, adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya di
dalam neraka selain ucapan lisan mereka?" (HR. Tirmidzi)
Perkataan yang baik selain sebagai penyelamat kita dari siksa neraka, ternyata juga termasuk amalan
sedekah. Beliau bersabda, "Kata-kata yang baik adalah sedekah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ucapan yang baik adalah semua perkataan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, seperti tasbih,
tahlil, takbir, tahmid, amar ma'ruf nahi mungkar, membaca al Quran, mengajarkan ilmu dan bersikap
ramah kepada orang lain serta ucapan yang dapat menyenangkan hati orang lain. Sedekah tidak harus
dengan harta. Allah menghitung perkataan yang baik juga sebagai sedekah. Subhanallah indahnya Islam,
karena memberi kesempatan kepada siapapun untuk bersedekah, tidak hanya orang-orang kaya saja.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan sekumpulan yang
lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan sekumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik..."
Selain itu, mencela dan mengolok-olok temannya juga akan membuat hatinya sedih, tersakiti dan bisa
jadi malah marah. Hal itu akan membuat pinti-pinti syaitan terbuka baginya. Mari nasehati saudara kita
yang masih senang mencela saudaranya.
Apa itu ghibah? Ghibah adalah setiap ucapan yang disampaikan kepada orang lain tentang kekurangan
dan kejelekannya sedangkan dia tidak hadir di hadapan kita. Yang jelas, bila ucapan itu sampai kepada
orang yang sedang dibicarakan, maka ia tidak menyukainya.
Seorang mukmin tidak boleh mencari-cari keburukan atau aib orang lain, kemudian menceritakan aib
tersebut kepada orang lain. Hal ini dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan antar sesama yang
dapat menyenangkan setan.
Allah telah berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 12. Yakni menyamakan perbuatan ghibah dengan
memakan daging saudaranya yang telah mati, tentu hal ini sangatlah menjijikan,
ِيرا اجتَنِبُوا آ َمنُوا الذِينَا أَيُّ َها يَا
ن مِ نَا َكث ا
ض ِإنا الظ ِا
ن بَع َا سوا َو َا
ل ۖ ِإثما الظ ِا ُ ل ات َ َجس ُ ل نا َۖأ أ َ َح ُد ُكما أَيُحِ بُّا ۖ بَعضاا بَع
ض ُكما يَغت َبا َو َا َميتاا أَخِ ي ِاه لَح َام يَأ ُك َا
ُ ُ
ُّللاَ َواتقوا ۖ فَك َِرهت ُمواه َرحِ يما ت َوابا ّللاَا إِنا ۖ ا
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
Lalu apa itu namimah? Sedangkan namimah atau biasanya disebut dengan adu domba adalah seseorang
menyampaikan ucapan orang lain, sebagian mereka terhadap sebagian yang lain dengan tujuan merusak
hubungan di antara mereka, seperti memutuskan silaturahmi, saling membenci, bermusuhan dan
bahkan sampai kepada peperangan. Maka perbuatan ini termasuk dosa besar.
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam pernah menyebutkan dua dosa penyebab adzab kubur dan
beliau sendiri telah menyaksikan serta mendengar secara langsung siksaan itu. Dua dosa tersebut adalah
tidak sempurna dalam membersihkan najis air kencing dan melakukan perbuatan ghibah atau namimah.
ل عنه هللا رضي بكرة أبي عن قَا َا: ي َبي َن َما
نى َيمشِى سلم و عليه هللا صلى الن ِب ُّا جلا َبينَا َاو َبي ِا َر َر ُاع َلى أَت َى ِإذا آخ َا َ ن ل َقب َري ِا
َف َقا َا: صاح ِإنا
َ ِۖن َبيا َه َذي ِا
ان القَب َري ِا
ن ل بِ َج ِري َدةا فَائتِيَ ِا
انى يُ َعذبَ ِا بَك َراة َ أَبُو قَا َا: بى َاو أَنَا فَاستَبَقتُا
صاحِا ِا َ ُن فَشَق َها بِ َج ِري َدةا فَأَت َيت ُ اهض َاع نِصفَي ِا َ فى فَ َو فى َاو َواحِ َداة ا لقَب ِارۖا َهذَا ِا
القَب ِار ذَا ِا
قَا َا: ُف لَعَل اه
ل َواحِ َداة ا عن َه َما يُخَف ُا َ ن َدا َمت َا َما ان إِن ُه َما َرطبَت َي ِال َاو الغِيبَ ِاة َكبِيرا ِۖبِغَير يُعَذبَ ِا
البَو ِا
Dari Abu Bakrah radliyallahu anhu berkata, ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berjalan di antaraku
dan orang lain tiba-tiba Beliau mendatangi dua buah kuburan. Beliau bersabda, "Sesungguhnya dua
penghuni kubur ini sedang diadzab, datangkan sebatang pelepah (korma) kepadaku".
Berkata Abu Bakrah, "Lalu setelah nabi menyuruh kami, aku pun berlomba dengan kawanku (untuk
mendapatkannya)".
Maka aku bawakan kepada Beliau sebatang pelepah (korma), lalu Beliau membelahnya menjadi dua
potong. Kemudian meletakkan sepotong pada kubur ini dan sepotong yang lain pada kubur itu.
Beliau bersabda, "Mudah-mudahan diringankan (adzab) dari keduanya selama kedua potong pelepah itu
masih basah. Keduanya diadzab bukan karena sebab perkara besar yaitu ghibah dan air kencing". [HR
Ahmad: V/ 35-36, 39 dan ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].
Perlu kita ketahui bahwa Islam datang untuk menyatukan umat, menyatukan hati, berbaik sangka
kepada orang lain serta mengucapkan perkataan baik dan benar. Sedangkan ghibah dan namimah
adalah senjata iblis untuk mencerai beraikan manusia dengan menimbulkan kebencian di antara
mereka.
5. Tidak Berdusta
Saya yakin semua orang pasti sudah tahu bahwa berdusta bukanlah perbuatan yang mulia, melainkan
sangat tercela dan tidak terpuji. Yang dimaksud dusta di sini adalah menyampaikan kabar yang tidak
benar. Selain itu berbohong merupakan perbuatan yang dapat menghantarkan pelakunya ke Neraka.
Dari Abdullâh bin Mas'ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: "Rasûlullâh Shallallahualaihi wa sallam
bersabda, 'Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan
kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih
jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur.
Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan
kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih
kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong)." [ Ahmad (I/384); al-Bukhâri
(no. 6094) dan dalam kitab al-Adabul Mufrad (no. 386) At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih."]
Perkataan yang baik akan menentramkan hati dan berpahala besar. Oleh karenanya, Rasulullah
senantiasa menekankan agar kita menjauhi perkataan yang keji, melaknat, perkataan kotor dan lainnya.
Rasulullah bersabda, "Bukan seorang mukmin apabila ia suka menghujat, suka melaknat, berkata keji
dan buruk." (HR. Tirmidzi)
7. Sedikit Berbicara
Adab yang ketujuh adalah sedikit berbicara dan menghindari banyak bicara, sebab banyak bicara
merupakan salah satu sebab terjatuhnya seseorang ke dalam dosa. Rasulullah bersabda, "Dan
sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya di antara kalian dariku
pada hari kiamat adalah orang-orang yang banyak bicara, orang yang memfasih-fasihkan cara bicaranya
dan orang yang sombong." (HR. Tirmidzi)
Dari hadits di atas menunjukan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tidak menyukai orang yang
banyak bicara. Dan para sahabat pun tidak menyukai orang yang banyak bicara. Umar bin Khattab
pernah menyampaikan, "Barangsiapa yang banyak bicara, maka ia akan sering melakukan kesalahan."
Maka dari itu jagalah lisan kita dengan tidak berlebihan dalam berbicara apalagi kepada lawan jenis
yang bukan mahramnya.
Termasuk kedustaan seseorang apabila dia menceritakan segala apa yang didengarnya. (HR. Muslim)
Biasanya kita mendengar berita adakalanya benar dan terkadang dusta. Jika kita tidak memastikan
kebenaran suatu berita yang kita dengar maka kita tidak akan lolos dari dusta. Oleh karena itu kita
dilarang tidak menceritakan apapun yang kita dengar sebelum mencari kebenarannya.
Padahal nabi sendiri telah memerintahkan kita agar tidak larut dalam perdebatan, meskipun kita dalam
posisi yang benar. Beliau bersabda,
"Aku menjamin sebuah istana di sekitar surga bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan walaupun
dia dalam keadaan benar. Dan dipertengahan surga bagi seorang yang meninggalkan kedustaan walau
dalam bercanda dan di bagian surga tertinggi bagi yang terpuji akhlaknya." (HR. Abu Dawud, dalam
sunannya, no 4167)
Menjaga rahasia termasuk amanah yang wajib untuk dijaga dan disembunyikan. Seseorang yang
melepasluaskan rahasia termasuk orang yang mengkhianati amanah. Dan perbuatan tersebut
merupakan salah satu dari sifat orang-orang munafik.
Tsabit dari Anas pernah bercerita, "Rasulullah pernah menjumpaiku di saat saya sedang bermain dengan
dua anak kecil. Kemudian beliau mengucapkan salam kepada kami. Lalu beliau mengutusku untuk suatu
keperluan, sehingga aku terlambat menjumpai ibuku. Ketika aku tiba, ibuku bertanya, 'apa yang
menghambatmu?'
Aku menjawab, 'Tadi Rasulullah mengutusku untuk suatu keperluan.' Ibuku bertanya, 'apakah keperluan
beliau tersebut?' Aku menjawab, 'Keperluan beliau tersebut suatu rahasia.' Ibuku mengatakan,
'Janganlah engkau ceritakan rahasia Rasulullah itu kepada siapapun."
Adab selanjutnya adalah menghormati yang lebih tua dengan mendahulukannya dalam berbicara.
Mungkin ini juga termasuk adab berbicara terhadap orang tua yang usianya lebih tinggi dibandingkan
kita.
Dari Rafi' bin Khudaq dan Sahl bin Abi Hatsmah, keduanya mengatakan bahwa Abdullah bin Sahl dan
Muhaishah bin Mas'ud mendatangi Khaibar. Keduanya terpisah dalam peperangan, kemudian Abdullah
bin Sahl terbunuh. Maka Abdurrahman bin Sahl, Huwaishah dan Muhaisah yang keduanya anak Mas'ud
mendatangi nabi.
Mereka membicarakan perkara sahabat mereka. Mulailah Abdurrahman berbicara di mana ia yang
paling muda pada kaum tersebut. Maka Nabi berkata kepadanya, "Muliakanlah orang tua." Maksudnya
hendaklah yang berbicara terlebih dahulu adalah yang lebih tua."
Itulah salah satu adab berbicara, terutama kepada orang yang lebih tua. Sangat dilarang untuk
mendahului mereka dalam berbicara atau malah membentaknya.
Adab berbicara selanjutnya adalah tidak memotong pembicaraan oranglain. Diam dan dengarkan
pembicaraannya, bila ia telah selesai berbicara, baru kita bicara.
Rasulullah bersabda,
"Jika engkau mengatakan 'diamlah' kepada orang-orang ketika mereka sedang berbicara, sungguh
engkau mencela dirimu sendiri." (HR. Ahmad 2/318, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah
1/328)
Pembicaraan yang tergesa-gesa menyebabkan isi pembicaraan tidak bisa dipahami dengan baik oleh
pendengar. Dalam berbicara, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tidak pernah tergesa-gesa, sehingga
setiap orang yang duduk menyimaknya akan memahami apa yang beliau katakan.
Dalam sebuah hadits disebutkan, "Rasulullah tidak berbicara dengan cepat sebagaimana kalian
berbicara dengan cepat. Beliau berbicara dengan tanda pemisah yang akan dapat dihafalkan oleh para
pendengarnya." (HR. Bukhari)
Bagi teman-teman yang memang sudah bawaan dari lahir berbicara cepat dan terkesan tergesa-gesa
mungkin bisa dilatih supaya lebih pelan. Insyaallah sedikit demi sedikit akan bisa. Berdoa dan meminta
tolong kepada Allah ta'ala.
Hendaknya kita merendahkan suara kita ketika berbicara dengan orang lain. Sebab, dengan cara seperti
itu dapat menyenangkan hati orang yang mendengarnya karena merasa dihargai. Sedangkan,
meninggikan suara saat berbicara merupakan sikap meremehkan orang lain, serta dapat menimbulkan
kebencian dan pertengkaran.
Allah berfirman, "...dan pelankanlah suaramu, karena sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara
keledai." (QS. Luqman : 19)
Adab yang terakhir saat berbicara ialah hendaknya berhati-hati ketika memuji seseorang. Apabila ada
teman kita mampu meraih sebuah prestasi, maka kita boleh memujinya. Namun, harus hati-hati dalam
memujinya. Karena, bila kita terlalu berlebihan dalam memujinya dikhawatirkan dapat menjadikannya
lupa diri atau menjadi sombong. Maka hendaknya kita memujinya sewajarnya saja.
Macam Akhlak Terhadap Lingkungan
A. Memelihara dan Melindungi Hewan
Salah satu hadis yang menganjurkan berbuat baik dengan memelihara dan melindungi binatang dengan
cara :
memberikan makanannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw ;
َ ضي اللَّهم
َّ ع ْنهم قَا َل قَا َل َرسُو ُل
َِللا ِ ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ َر
َ e… ُ علَى الَّذِي يَ ْر َكبُ َويَ ْش َربُ النَّفَقَة
َ َو
Artinya : Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw bersabda : ….“Orang yang menunggangi dan
meminum (susunya) wajib memberinya makanan”. (HR. Bukhari)
Artinya : Dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda : “suatu ketika seorang laki-laki tengah
berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa olehnya kehausan yang amat sangat, maka turunlah ia ke
dalam suatu sumur lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang
dalam keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika itu orang tersebut berkata kepada dirinya, demi
Allah, anjing ini telah menderita seperti apa yang ia alami. Kemudian ia pun turun ke dalam sumur
kemudian mengisikan air ke dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya. Setelah ia naik ke atas, ia pun
segera memberi minum kepada anjing yang tengah dalam kehausan itu. Lantaran demikian, Tuhan
mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw, menjelaskan hal ini, para sahabat bertanya:
“ya Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam memberikan makanan dan minuman kepada
hewan-hewan kami ?”. Nabi menjawab : “tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan
memberi pahala”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas memberikan ketegasan betapa Islam sangat peduli akan keselamatan dan perlindungan
hewan. Bahkan disebutkan, bahwa bagi yang menolong hewan sekaligus memperoleh tiga imbalan,
yaitu : (1) Allah berterima kasih kepadanya; (2) Allah mengampuni dosa-dosanya; dan (3) Allah
memberikan imbalan pahala kepadanya Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah penguasa terhadap
seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi rezeki, dan Dia mengetahui tempat
berdiam dan tempat penyimpanan makanannya.
Terjemahnya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Secara implisit, ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt, senantiasa memelihara dan melindungi makhluk-
Nya, termasuk binatang dengan cara memberikan makanan dan memotoring tempat tinggalnya.
Manusia sebagai makhluk Allah SWT, yang termulia diperintahkan untuk selalu berbuat baik dan
dilarang untuk berbuat kerusakan di atas bumi.
َص َلحِ َها ذَ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ُمؤْ مِ نِين ِ … َو ََل ت ُ ْف ِسدُوا فِي ْاَل َ ْر
ْ ِض بَ ْعدَ إ
Terjemahnya : … dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang
beriman”.
Ayat di atas, melarang untuk merusak lingkungan, dan malah sebaliknya yakni ayat tersebut
menganjurkan manusia untuk berbuat baik dan atau memelihara lingkungannya.
Salah satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian akan penghijauan dengan cara
menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw menggolongkan orang-orang yang menanam pohon
sebagai shadaqah. Hal ini diungkapkan secara tegas dalam dalam hadits Rasulullah saw, yang berbunyi :
ٌ ان دَانِيَة
ٌ ط ْل ِع َها قِ ْن َو
َ َضرا نُ ْخ ِر ُج مِ ْنه ُ َحبًّا ُمت ََراكِبا َومِنَ النَّ ْخ ِل مِ ْن ِ ش ْيء فَأ َ ْخ َرجْ نَا مِ ْنهُ خ
َ س َماءِ َماء فَأ َ ْخ َرجْ نَا بِ ِه نَبَاتَ كُ ِل
َّ َوه َُو الَّذِي أ َ ْنزَ َل مِ نَ ال
)99( َظ ُروا إِلَى ث َ َم ِر ِه إِذَا أَثْ َم َر َويَ ْن ِع ِه إِ َّن فِي ذَ ِل ُك ْم َْليَات ِلقَ ْوم يُؤْ مِ نُون
ُ غي َْر ُمتَشَابِه ا ْن َّ َو َجنَّات مِ ْن أ َ ْعنَاب َو
ُّ الز ْيتُونَ َو
َ الر َّمانَ ُم ْشتَبِها َو
Terjemahnya : Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu
segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang
menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang
kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya
berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.
a. pertimbangan manfaat, sebagaimana disebutkan dalam QS. Abasa (80): 24-32, sebagai berikut :
)وزَ ْيتُونا
َ 28()و ِعنَبا َوقَضْبا َ 27() فَأ َ ْن َبتْنَا فِي َها َحبًّا26( شقًّاَ ض َ شقَ ْقنَا ْاَل َ ْر َ صبَ ْبنَا ْال َما َء
َ )ث ُ َّم25(صبًّا َ )أَنَّا24(ِطعَامِ ه
َ سا ُن إِلَى ُ فَ ْليَ ْن
ِ ْ ظ ِر
َ اْل ْن
َ 30( غ ْلبا
)32() َمت َاعا لَ ُك ْم َو َِل َ ْنعَامِ ُك ْم31()وفَا ِك َهة َوأَبًّا َ 29(َون َْخل
ُ َ)و َحدَائِق
Terjemahnya : maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguh-nya Kami benar-
benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun
(yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-
binatang ternakmu.
b. pertimbangan keindahan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Naml (27): 60, sebagai berikut :
Maka lihatlah pada ungkapan ini “kebun-kebun yang sangat indah” yang berarti menyejukkan jiwa, mata
dan hati ketika memandangnya. Setelah Allah swt, memaparkan nikmat-nikmat-Nya, baik berupa
tanaman, kurma, zaitun, buah delima dan semacamnya, Dia melanjutkan firman-Nya أنظروا إلى ثمره إذ أثمر
“ وينعهlihatlah/perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pula)
kematangannya” (QS. 6 : 99).
Imam al-Qurtubi, mengatakan di dalam tafsirnya ; “Bertani bagian dari fardhu kifayah, maka pemerintah
harus menganjurkan manusia untuk melakukannya, salah satu bentuk usaha itu adalah dengan
menanam pohon.”
Lahan mati berarti tanah yang tidak bertuan, tidak berair, tidak di isi bangunan dan tidak dimanfaatkan.
Allah swt, telah menjelaskan dalam QS. Yasin (36):
َض ْال َم ْيتَةُ أَحْ يَ ْينَاهَا َوأ َ ْخ َرجْ نَا مِ ْن َها َحبًّا فَمِ ْنهُ يَأ ْ ُكلُون
ُ َو َءايَةٌ لَ ُه ُم ْاَل َ ْر
Terjemahnya : Dan suatu tanah (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati, Kami
hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka dari padanya mereka makan”.
Menghidupkan lahan mati adalah ungkapan dalam khazanah keilmuan yang diambil dari pernyataan
4. Udara
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah udara, dalam hal ini udara yang mengandung oksigen yang
diperlukan manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen, manusia tidak dapat hidup.
Tuhan beberapa kali menyebut angin (udara) dan fungsinya dalam proses daur air dan hujan. Firman
Allah swt dalam QS. al-Baqarah (2): 164
Terjemahnya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan
dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.
Pada ayat lain, yakni QS. al-Rum (30): 48 Allah juga berfirman :
Terjemahnya : Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal;
lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-
hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.
Udara merupakan pembauran gas yang mengisi ruang bumi, dan uap air yang meliputinya dari segala
penjuru. Udara adalah salah satu dari empat unsur yang seluruh alam bergantung kepadanya. Empat
unsur tersebut ialah tanah, air, udara dan api. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern telah
membuktikan bahwa keempat unsur ini bukanlah zat yang sederhana, akan tetapi merupakan
persenyawaan dari berbagai macam unsur.
Air misalnya, terdiri dari unsur oksigen dan hidrogen. Demikian juga tanah yang terbentuk dari belasan
unsur berbeda. Adapun udara, ia terbentuk dari sekian ratus unsur, dengan dua unsur yang paling
dominan, yaitu nitrogen yang mencapai sekitar 78,084 persen dan oksigen sebanyak 20,946 persen. Satu
persen sisanya adalah unsur-unsur lain.
Termasuk hikmah kekuasaan Tuhan dalam penciptaan alam ini, bahwa Dia menciptakan udara dengan
nitrogen dan sifatnya yang pasif sebagai kandungan mayoritasnya, yaitu 78 persen dari udara. Kalau saja
kandungan udara akan gas nitrogen kurang dari itu, niscaya akan berjatuhan bunga-bunga api dari
angkasa luar karena mudahnya menembus lapisan bumi (hal itu yang kerap kali terjadi) dan terbakarlah
segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi.
Fungsi lain dari udara/angin adalah dalam proses penyerbukan/ mengawinkan tumbuh-tumbuhan. Allah
swt, berfirman dalam QS. al-Hijr (15): 22 sebagai berikut :
Terjemahnya : Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami
turunkan hujan dari langit, lalu kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu
yang menyimpan-nya.
Dengan Di antara sekian banyak manfaat angin adalah kemampuannya dalam menggerakkan kapal-
kapal untuk terus berlayar dengan izin Allah. Angin berfungsi juga untuk mengalirkan air dari satu
tempat ke tempat lain, dan yang menyebabkan terbaginya hewan-hewan air ke berbagai permukaan air.
Dalam kehidupan tumbuh-tumbuhan, anginlah yang membawa benih-benih yang menyebabkan
kesuburan dan penyerbukan serta penyebaran tumbuh-tumbuhan ke berbagai belahan bumi.
Namun angin juga bisa menjadi bencana bagi makhluk hidup ketika ia menjadi badai misalnya, Allah
telah menghancurkan kaum ‘Ad dengan angin badai karena kekafiran dan kesombongan mereka di atas
muka bumi ini, lalu mereka berkata, “Siapakah diantara kita yang lebih kuat ?”. Allah swt, berfirman
dalam QS. al-Dzariyat (51):
َ الري َح ْالعَق
ِيم َ س ْلنَا
ِ علَ ْي ِه ُم َ عاد إِ ْذ أ َ ْر َ ْش ْيء أَت َت
َّ علَ ْي ِه إِ ََّل َجعَلَتْهُ ك
َ َالرمِ يم) َوفِي َ َما تَذَ ُر مِ ْن
Terjemahnya : Dan juga pada (kisah) ‘Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang
membinasakan. Angin itu tidak membiarkan satu pun yang dilandanya melainkan dijadikannya seperti
serbuk.
Sebagai manusia terkadang muncul ketika datang angin topan yang sangat kencang dengan membawa
debu dan hawa panas, yang akan membuat sebagian manusia sakit, mereka lupa bahwa itu semua
terjadi atas kehendak Allah dan berjalan sesuai dengan hukum alam Nya yang tidak dapat dirubah.
Sebab itulah Nabi saw, melarang pencelaan terhadap angin, beliau bersabda :
Artinya : Rasulullah saw bersabda : Janganlah kalian mencela angin, karena sesungguhnya ia berasal
dari ruh Allah Ta’ala yang datang membawa rahmat dan azab, akan tetapi mohonlah kepada Allah dari
kebaikan angin tersebut dan berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya. (HR. Ahmad dari Abu
Hurairah)
Sungguh, nikmat udara merupakan suatu nikmat yang sangat besar. Dengan demikian, manusia dituntut
untuk memanfaatkannya sesuai dengan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka, dengan
melestarikannya bukan dengan mencemarinya dan merusaknya, yang akan membawa mudharat bagi
dirinya dan makhluk ciptaan Allah Swt, lainnya.
5. Air
Sumber kekayaan lain yang sangat penting untuk dijaga adalah air, sumber kehidupan bagi manusia,
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Allah Swt, berfirman dalam QS. al-Anbiya’ (21) , yakni “ َو َج َع ْلنَا مِنَ ْال َماءِ كُ َّل
ش ْيء َحي
َ ” (Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu hidup).
Pada hakekatnya, air adalah kekayaan yang mahal dan berharga. Akan tetapi karena Allah
menyediakannya di laut, sungai bahkan hujan secara gratis, manusia seringkali tidak menghargai air
sebagaimana mestinya.
Namun satu hal penting yang layak direnungkan, bahwa air bukanlah komoditas yang bisa tumbuh dan
berkembang. Ia tidak sama, misalnya dengan kekayaan nabati atau hewani, sebab itulah Allah swt,
mengisyaratkan dalam QS. al-Mu’minun (23):
Terjemahnya : Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu
menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.
Jika makhluk hidup terutama manusia tidak bisa hidup tanpa air, sementara kuantitas air terbatas, maka
manusia wajib menjaga dan melestarikan kekayaan yang amat berharga ini. Jangan sekali-kali
melakukan tindakan-tindakan kontra produktif, yaitu dengan cara mencemarinya, merusak sumbernya
dan lain-lain. Termasuk pula dengan tidak menggunakan air secara berlebih-lebihan (israf), menurut
ukuran-ukuran yang wajar.
Bentuk-bentuk pencemaran air yang dimaksud oleh ajaran Islam di sini seperti kencing, buang air besar
dan sebab-sebab lainnya yang dapat mengotori sumber air. Rasululullah saw bersabda :
Rasulullah saw, juga bersabda :( ََل يَبُولَ َّن أ َ َحدُ ُك ْم فِي ْال َماءِ الدَّائ ِِم الَّذِي ََل يَجْ ِري ث ُ َّم يَ ْغت َ ِس ُل فِي ِهJanganlah salah seorang
dari kalian kencing di air yang diam yang tidak mengalir, kemudian mandi disana. HR. Al-Bukhari)
Pencemaran air di zaman modern ini tidak hanya terbatas pada kencing, buang air besar, atau pun hajat
manusia yang lain. Bahkan banyak ancaman pencemaran lain yang jauh lebih berbahaya dan
berpengaruh dari semua itu, yakni pencemaran limbah industri, zat kimia, zat beracun yang mematikan,
serta minyak yang mengenangi samudra.
Ada bahaya lain yang berkaitan dengan sumber kekayaan air, yaitu penggunaan air secara berlebihan.
Air dianggap sebagai sesuatu yang murah dan tidak berharga. Karena hanya manusia-manusia yang
berfikir yang mengetahui betapa berharga kegunaan dan nilai air. Hal ini sejalan dengan QS. al-An’am
(6), yakni َ( َو ََل تُس ِْرفُوا إِنَّهُ ََل يُحِ بُّ ْال ُمس ِْرفِينDan janganlah kalian israf (berlebih-lebihan). Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlaku israf).
علَى نَ ْهر
َ َف قَا َل نَعَ ْم َوإِ ْن ُك ْنت َ ِس ْعدُ قَا َل أَفِي ْال ُوضُوء
ٌ س َر ُ س ْعد َوه َُو يَت ََوضَّأ ُ فَقَا َل َما َهذَا الس ََّر
َ ف يَا َ ِسلَّ َم َم َّر ب َ صلَّى اللَّهم
َ علَ ْي ِه َو َّ ِ… أ َ َّن النَّب
َ ي
َجار
Artinya : … Nabi saw, pernah bepergian bersama Sa’ad bin Abi Waqqas. Ketika Sa’ad berwudhu, Nabi
berkata : “Jangan menggunakan air berlebihan”. Sa’ad bertanya : “Apakah menggunakan air juga bisa
berlebihan ?”. Nabi menjawab: “Ya, sekalipun kamu melakukannya di sungai yang mengalir”.
6. Menghindari Kerusakan dan Menjaga Keseimbangan Alam.
Salah satu tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan lingkungan, ialah bagaimana menjaga
keseimbangan alam/ lingkungan dan habitat yang ada tanpa merusaknya. Karena tidak diragukan lagi
bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini dengan perhitungan tertentu. Seperti dalam firman
Nya dalam QS. al-Mulk (67):
Terjemahnya : Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang.
Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.
AKHLAK BERNEGARA
Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menutut manusia
untuk memahami akhlak secara essensial , dalam arti bahwa manusia memahami
akhlak bukan hanya sebagai sikap / perilaku saja . Melainkan , akhlak tersebut di
implementasikan dalam kehidupan sehari – hari .
Dalam bahasan kami kali ini adalah akhlak bernegara , akhlah ini perlu untuk disadari
oleh kita agar kita dapat menjadi semakin sensitif terhadap persoalan yang terjadi pada
bangsa dan negara kita. Bukan hanya Hal ini didorong dengan kekhawatiran akan
bobroknya generasi kita , apabila tidak dibekali dengan pengetahuan tentang akhlak
yang cukup , untuk menjalani kehidupan kedepannya.
Dengan demikian , kami dari kelompok 9 dalam paper kami kali ini akan membahas
beberapa sub-bab dari materi Akhlak Bernegara ini , adapun sub-babnya antara lain :
- Musyawarah
- Menegakkan Keadilan
- Amarا Ma’rufا Nahiا Mungkar
- Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin
Tetapi sebelum memasuki sub-bab tersebut , ada baiknya kita mengenal definisi dari
akhlakاtersebutا,اAkhlakاberasalاdariاkata“اakhlaq”اyangاmerupakanاjama’اdari“اkhulqu”ا
dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan , bahwa Akhlak merupakan sikap /
tabiat dari seseorang . Dalam akhlak bernegara , tentunya menggambarkan sikap
seseorang terhadap bangsa dan negaranya , sikap tersebut menunjukkan jati diri dari
orang tersebut .
Dan nantinya dalam pembahasan , kami akan lebih mendalami sub-bab yang telah
diberikan kepada kelompok kami . Dalam akhlak bernegara ini, sikap dan perilaku
seseorang akan terlihat pada saat , misalnya melakukan musyawarah .
B. Batasan Masalah
Masalah yang akan kami bahas dalam paper kali ini mengenai impelementasi dan
dasar Al-Qur’an اdan اHadist اmengenai اakhlak اbernegara اyang اterbagi اkedalam اempatا
sub-bab diatas . Tentunya tujuan pembuatan paper ini , agar dalam membangun suatu
generasi yang Islami , dimulai dengan memahami ilmunya terlebih dahulu .
Hal ini dilakukan untuk dapat membedakan yang mana baik dan buruk dari suatu hal ,
sehingga implementasi dari konsep tersebut dapat dijalankan dengan sungguh –
sungguh dan penuh optimisme.
Sesungguhnya , akhlak adalah nilai pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang
mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat
tetap, natural, dan refleks. Jadi, jika nilai islam mencakup semua sektor kehidupan
manusia, maka perintah beramal shalih pun mencakup semua sektor kehidupan
manusia.
A. Musyawarah
Artinya:“ اDan( اbagi) اorang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka.”ا (QS.ا Asy-Syura: 38)
Dalam ayat diatas , syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam
dituturkan setelah iman dan shalat . Menurut Taufiq asy-Syawi , hal ini memberi
pengertian bahwa musyawarah mempunyai martabat setelah ibadah terpenting , yakni
shalat , sekaligus memberi pengertian bahwa musyawarah merupakan salah satu
ibadah yang tingkatannya sama dengan shalat dan zakat . Maka masyarakat yang
mengabaikannya dianggap sebagai masyarakat yang tidak menetapi salah satu ibadah
.
Islam memberikan batasan – batasan hal – hal apa saja yang boleh dimusyawarahkan .
Karena musyawarah adalah pendapat orang, maka apa – apa yang sudah ditetapkan
oleh nash (Al – Qur’anاdanاAs-Sunnah) tidak boleh dimusyawarahkan , sebab pendapat
orang tidak boleh mengungguli wahyu.
Jadi musyawarah hanyalah terbatas pada hal – hal yang bersifat Ijtihadiyah . Para
sahabat pun kalau dimintai pendapat mengenai suatu hal , terlebih dahulu mereka
bertanya kepada Rasulullah SAW . Apakah masalah yang dibicarakan telah
diwahyukan oleh Allah atau merupakan Ijtihad Nabi . Jika pada kenyataannya adalah
ijtihad Nabi , maka mereka mengemukakan pendapat .
Rasulullah mempunyai tata cara bermusyawarah yang sangat bervariasi ; (1) Kadang
kala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau , lalu beliau melihat pendapat
itu benar , maka beliau mengamalkannya (2) Kadang – kadang beliau bermusyawarah
dengan dua atau tiga orang saja (3) Kadang kala beliau juga bermusyawarah dengan
seluruh massa melalui cara perwaklian .
Dari beberapa tata cara bermusyawarah Rasulullah diatas kita dapat menyimpulkan
bahwa tatacara musyawarah , anggota musyawarah bias selalu berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman , tetapi hakekat musyawarah harus
selalu tegak ditengah masyarakat dan Negara .
Adapun hal – hal yang harus dimusyawarahkan dengan seluruh umat , baik langsung
maupun lewat perwakilan , dan ada hal – hal yang cukup dimusyawarahkan dengan
pemimpin (ulil amri) , ulama , cendekiawan , dan pihak - pihak berkompeten lainnya ,
tetapi tetap dan tidak boleh tidak harus dengan semangat kebenaran dan kejujuran .
Yang dicari dalam musyawarah adalah kebenaran bukan kemenangan .
Sikap Bermusyawarah
Supaya musyawarah dapat berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan , firman
Allah dalm surat Ali Imran ayat 159 :
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali Imran : 159)
Dapat kita lihat Allah SWT mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan
dalam bermusyawarah , yaitu sikap lemah lembut , pemaaf , dan memohon ampunan
Allah SWT .
1. Lemah Lembut
2. Pemaaf
Setiap orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia
member maaf . Karena mungkin saja ketika musyawarah terjadi perbedaan pendapat ,
atau keluar kalimat – kalimat yang menyinggung pihak lain . Dan bila itu masuk
kedalam hati , akan mengeruhkan pikiran , bahkan boleh jadi musyawarah berubah
menjadi pertengkaran .
Menegangkan Keadilan
Istilah اkeadilan اberasal اdari اkata‘ اadl( اBahasa Arab), yang mempunyai arti antara lain
sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai
membagi sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau
kelompok. Dengan status yang sama. Misalnya semua pegawai dengan kompetensi
akademis dan pengalaman kerja yang sama berhak mendapatkan gaji dan tunjangan
yang sama. Semua warga negara – sekalipun dengan status sosial – ekonomi – politik
yang berbeda-beda – mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum.
Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang
dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya
orang tua yang adil akan membiayai pendidikan anak-anaknya sesuai dengan tingkat
kebutuhan masing-masing sekalipun secara nominal masing-masing anak tidak
mendapatkan jumlah yang sama. Dalam hukum waris misalnya, anak laki-laki
ditetapkan oleh Al-Qur’an( اQS. اAn-Nisa’ ا4:11) اmendapatkan اwarisan اdua اkali اbagianا
anak perempuan. Hal itu karena anak laki-laki setelah berkeluarga menanggung
kewajiban membiayai hidup isteri dan anak-anaknya, sementara anak perempuan
setelah berkeluarga dibiayai oleh suaminya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil diartikan (1) tidak berat sebelah; tidak
memihak; (2) berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; dan (3)
sepatunya; tidak sewenang-wenang. Beberapa pengertian ini tetap berangkat dari dua
makna kata adil diatas. Dengan prinsip persamaan seorang yang adil tidak akan
memihak kecuali kepada yang benar. Dan dengan azas keseimbangan seorang yang
adil berbuat atau memutuskan sesuatu dengan sepatunya dan tidak bertindak
sewenang-wenang.
Disampingاmenggunakanاkata‘اadlاAl-Qur’anاjugaاmenggunakanاkataاqisbthاdanاmizanا
untuk pengertian yang sama. Misalnya dalam dua ayat berikut ini :
“Sesungguhnya اAllah اmenyuruh( اkamu) اberlaku اadil اdan اberbuat اkebajikan, اmemberiا
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.”ا (QS.ا An-Nahl 16:90)
Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum
(QS. An-Nisa’ ا4: ا58); اadil اdalam اmendamaikan اconflik( اQS. اAl-Hujurat 49:9); adil
terhadap musuh (QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa’ ا4:3 اdanا
129); dan adil dalam berkata (QS. Al-An’amا 6:152).
Keadilan Hukum
Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat
dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status sosial,
ekonomi, politik dan lain sebagainya. Allah menegaskan :
Keadilan hukum harus ditegakkan walaupun terhadap diri sendiri, atau terhadap
keluarga dan orang-orang yang dicintai. Tatkala seorang sahabat yang dekat dengan
RasulullahاSAWاmeminta“اkeistimewaan”اhubunganاuntukاseorangاwanitaاbangsawanا
yang mencuri, Rasulullah menolaknya dengan tegas:
Mengingat pentingnya menengakkan keadilan itu menurut ajaran Islam, maka orang
yang diangkat menjadi hakim haruslah yang betul-betul memenuhi syarat keahlian dan
kepribadian. Kecuali mempunyai ilmu yang luas, dia juga haruslah seorang yang taat
kepada Allah, mempunyai akhlaq yang mulia, terutama kejujuran atau amanah. Apabila
hakim itu seorang yang lemah, maka dia mudah dipengaruhi, ditekan dan disuap.
Akibatnya orang-orang yang bersalah dibebaskan dari hukumnya, sekalipun kesalahan
atau kejahatannya sangat merugikan masyarakat dan negara.
Rasulullah SAW bersabda dari tiga orang hakim dua akan masuk neraka dan hanya
satu yang masuk sorga. Hakim yang masuk neraka adalah 1). Hakim yang
menjatuhkan hukuman dengan cara yang tidak adil, bertentangan dengan hati
nuraninya, bertentangan dengan Al-Qur’anاdanاSunnah,اsedangاdiaاsendiriاmengetahuiا
dan menyadari perbuatannya itu; 2). Hakim yang menjatuhkan hukuman yang tidak adil
karena kebodohannya. Hakim yang masuk sorga adalah hakim yang menjatuhkan
hukuman berdasarkan keadilan dan kebenaran.
“Hai اorang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak
dan kaum kerabatmu. Jika ia (terdakwa atau tergugat itu) kaya atau miskin, maka Allah
lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti bawa nafsu kamu ingin
menyimpangا dariا kebenaran...”(QS.ا An-Nisa’4:135)
“....Kawinilah اwanita-wanita yang kamu sukai dua, tiga, atau empat. Tapi jika kamu
khawatir tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja...”(QS. اAn-Nisa’ ا4:3).
“Dan اjika اada اdua اgolongan اdari اorang-orang mukmin berperang maka damaikanlah
antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap
golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga
golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada
perintah Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang اberlaku اadil.”(QS. اAl-Hujurat 49:9).
4. Adil dalam berkata
“...Danاapabilaاkamuاberkata,اmakaاhendaklahاkamuاberlakuاadilاkendatipunاdiaاadalahا
kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu, diperintahkan Allah
kepadamuا agarا kamuا ingat.”ا (QS. Al-An’amا 6:152)
“Hai اorang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-sekali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah
kepadaاAllah,اsesungguhnyaاAllahاMahaاMengetahuiاapaاyangاkamuاkerjakan.”(QS.اAl-
Maidah 5:8)
Secaraاharfiahاamarاma’rufاnahiاmunkar(اal-amruاbi‘اl-ma’rufاwa‘اn-nahyu‘اan‘اl-munkar)
berarti اmenyuruh اkepada اyang اma’ruf اdan اmencegah اdari اyang اmunkar.
Terlihat اdari اdua اdefinisi اdiatas, اbahwa اyang اmenjadi اukuran اma’ruf اatau اmunkarnyaا
sesuatu ada dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya
sekaligus اatau اsalah اsatunya. اSemua اyang اdiperintahkan اoleh اagama اadalah اma’ruf,ا
begitu juga sebaliknya, semua yang dilarang oleh agama adalah munkar.
Hal-hal yang tidak ditentukan oleh agama ma’ruf اdan اmunkarnya اditentukan اoleh اakalا
sehat atau hati nurani. Jadi waw dalam definisi Shabuni diatas berarti aw sebagaimana
yang didefinisikan oleh al-Ishfahani:“ اMa’ruf اadalah اsebuah اanma اuntuk اsemuaا
perbuatan yang dikenal baiknya melalui akal atau syara’,اdanاmunkarاadalahاapaاyangا
ditolak اoleh اkeduanya”( اWa اal-ma’ruf اismun اlikulli اfi’lin اyu’rafu اbi اal-‘aqli اaw اas-syari’ا
husnuhu, wa al-munkar ma yunkaru bihima.
Dengan اpengertian اdiatas اtentu اruang اlingkup اyang اma’ruf اdan اmunkar اsangat اluasا
sekali, baik اdalam اaspek اaqidah, اibadah, اakhlaq اmaupun اmu’amalat( اsosial, اpolitik,ا
ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dlsb). Tauhidullah, mendirikan
shalat, اmembayar اzakat, اamanah, اtoleransi اberagama, اmembantu اkaum اdhu’afa’ اdanا
mustadh’afin, اdisiplin, transparan dan lain sebagainya adalah beberapa contoh sikap
danاperbuatanاyangاma’ruf.اSebaliknyaاbahu-membahu dalam menjalankannya. Dalam
hal ini Allah menjelaskan :
“Dan اorang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf,اmencegahاdariاyangاmunkar,اmendirikanاshalat,اmenunaikanاzakat,اdanاmerekaا
ta’at اkepada اAllah اdan اRasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa اlagi اMaha اBijaksana.”( اQS. اAt-Taubah 9:71)
Dalamاayatاdiatasاjugaاdapatاkitaاlihatاbahwaاkewajibanاamarاma’rufاnahiاmunkarاtidakا
hanya dipikulkan kepada kaum laki-laki tapi juga kepada kaum perempuan, walaupun
dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kodrat dan fungsi masing-masing.
Jika umat Islam ingin mendapatkan kedudukan yang kokoh di atas permukaan bumi,
disamping mendirikan shalat dan membayar zakat mereka harus melakukan amar
ma’rufا nahiا munkar.ا Allahا SWTا berfirmanا :
“(yaitu)اorang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka اmendirikan اshalat, اmenunaikan اzakat, اmenyuruh اberbuat اyang اma’ruf اdanا
mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.”(QS.ا Al-Haji 22:41)
JikaاumatاIslamاmengabaikanاamarاma’rufاnahiاmunkar,اmakaاhalاituاtidakاhanyaاakanا
membuat mereka kehilangan posisi yang kokoh diatas permukaan bumi, tapi juga akan
mendapat kutukan dari Allah SWT sebagaimana Allah dulu mengutuk Bani Israil. Allah
berfirman :
“Telah اdilaknati اorang-orang اkafir اdari اBani اIsrail اdengan اlisan اDaud اdan“ اIsa اputeraا
Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalul melampaui batas.
Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.
Sesungguhnyaاamatاburuklahاapaاyangاselaluاmerekaاperbuatاitu.”(اQS.اAl-Maidah 5:
78-79)
Mereka dikutuk terutama karena mereka satu sama lain tidak melarang tindakan
munkar yang mereka lakukan, bukan karena mereka Bani Israil. Sebab Bani Israil (Ahlul
Kitab) اyang اmasuk اIslam اdan اsetelah اitu اmelakukan اamar اma’ruf اnahi اmunkar اdipujiا
oleh Allah sebagai ornag-orang yang saleh. Allah berfirman :
“Mereka اitu اtidak اsama; اdi اantara اAhli اKitab اitu اada اgolongan اyang اberlaku اlurus,ا
mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka
juga bersujud. Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh
kepadaاyangاma’rufاdanاmencegahاdariاyangاmunkarاdanاbersegeraاkepadaاpelbagaiا
kebajikan. Mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.”( اQS. اAli اImran ا: ا113-114).
Nahi Munkar
Dibandingkan اdengan اamar اma’ruf, اnahi اmunkar اlebih اberat اkarena اberisiko اtinggi,ا
apalagi bila dilakukan terhadap penguasa yang zalim. Oleh karena itu Rasulullah SAW
sangat memuliakan orang-orang yang memiliki keberanian menyatakan kebenaran di
hadapan penguasa yang zalim. Beliau bersabda:
“Jihadاyangاpalingاutamaاialahاmenyampaikanاal-baqاterhadapاpenguasaاyangاzalim.”ا
(HR. Abu Daud, Trimizi dan Ibn Majah)
Nahi munkar dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bagi yang mampu
melakukan dengan tangan (kekuasaannya) dia harus menggunakan kekuasaannya itu,
apalagi tidak bisa dengan kata-kata, dan bila dengan kata-kata juga tidak mampu paling
kurang menolak dengan hatinya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :
Azh-zhulumat (kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol dari segala bentuk
kekufuran, kemusyrikan, kefasikan dan kemaksiatan. Atau dalam bahasa sekarang azh-
zhulumat adalah bermacam-macam ideologi dan isme-isme yang bertentangan dengan
ajaran Islam seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme,
hedonisme dan lain sebagainya. Sedangkan an-Nur adalah simbol dari ketauhidan,
keimanan, ketaatan dan segala kebaikan lainnya.
At-thaghut adalah segala sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah SWT
dan dia suka diperlakukan sebagai Tuhan tersebut. Menurut Sayyid Qutub, Thaghut
adalah segala sesuatu yang menentang kebenaran dan melanggar batas yang telah
digariskan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya. Dia bisa berbentuk pandangan hidup,
peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah SWT.
Secara operasional kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh Rasulullah SAW,
dan sepeninggal beliau kepemimpinan itu dilaksanakan oleh orang-orang yang
beriman. Hal itu dinyatakan di dalam Al-Qur’anا :
Pemimpin umat atau dalam ayat diatas di istilahkan dengan waliy dan dalam ayat lain
(Q.S An-Nisa 4:59) disebut dengan Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah
SAW setelah beliau meninggal dunia .
Orang – orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al – Maidah ayat 55 .
2. Mendirikan Shalat
Shalat adalah ibadah Vertikal langsung kepada Allah SWT . Seorang pemimpin yang
mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertical yang baik dengan Allah SWT .
Diharapkan nilai – nilai kemuliaan dan kebaikan yang terdapat dalam shalat dapat
tercermin dalam kepemimpinannya.
3. Membayarkan Zakat
Zakat adalah ibadah madhdhah yang merupakan simbol kesucian dan kepedulian
social . Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu berusaha mensucikan hati
dan hartanya . Dia tidak mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal (mis
: Korupsi , Kolusi , dan Nepotisme ) . Dan lebih dari pada itu dia memiliki kepedulian
socialاyangاtinggiاterhadapاkaumاdhu’afaاdanاmustadh’afinا.اDiaاakanاmenjadiاpembelaا
orang – orang yang lemah .
Konsep ini merupakan konsep Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin yang
merupakan hasil ijtihad dari penulis , dimana Konsep Leader is a Ladder merupakan
konsep dimana seorang pemimpin merupakan sebuah tangga yang akan menjadi
perantara atau jembatan bagi calon pemimpin selanjutnya .
Pemimpin yang baik disini adalah pemimpin yang mencetak sebanyak mungkin calon
Pemimpin , yang nantinya dapat melanjutkan kepemimpinan selanjutnya dengan lebih
baik dan lebih matang .
Konsep ini diterapkan agar pemimpin menjadi panutan dan teladan bagi bawahannya
dan Menurut James A.F Stonen, terdapat tujuh tugas utama seorang pemimpin adalah :
1. Pemimpin bekerja dengan orang lain : Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk
bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau
atasan lain dalam organjsasi sebaik orang diluar organisasi.
4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual : Seorang pemimpin harus
menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat
mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh
pekerjaan menjadf lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.
5. Manajer adalah forcing mediator : Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan
organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator
(penengah).
6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat: Seorang pemimpin harus mampu mengajak
dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat
mewakili tim atau organisasinya.
Dari ketujuh hal inilah yang harusnya pemimpin terapkan dalam tugasnya memimpin
orang - orang , dan setelah hal ini diimplementasikan maka seorang pemimpin wajib
untuk 'menurunkan ilmu' nya ini kepada bawahannya . Agar bawahannya ini kelak akan
menjadi pemimpin yang dapat menjalankan tugasnya kelak.
Adapun hambatan yang dihadapi ketika ingin menerapkan
1. Egois : kenapa Egois , karena kebanyakan para pemimpin hanya mau dia sajalah
merasakan bangku kepemimpinan tersebut , tanpa harus memikirkan orang setelahnya
yang akan menduduki posisi pimpinan tersebut . Sehingga mereka terlalu 'masa bodoh'
dengan bawahannya.
2. Sombong : penyakit kekuasaan yang satu ini tentunya telah mengakar sejak zaman
dahulu kala , penyakit kesombongan karena merasa sudah diatas sehingga melupakan
bawahannya . Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin tidak sepantasnya
bersikap sombong , karena pemimpin bagaikan tangga maka pemimpin harus menjadi
fasilitator.
3. Iri dan Dengki : walaupun sudah menjadi pemimpin , penyakit iri dan dengki masih
saja menjangkiti para pemimpin . Sebagian kecil dari pemimpin tersebut masih saja iri
melihat bawahannya yang mendapatkan jatah lebih banyak dari dirinya . Maka si
pemimpin akan iri terhadap bawahannya , dan mengambil jatah bawahannya.
Kaum Muslimin yang berada di sekitat beliau waktu itu dipanggil dengan sebutan
sahabat – sahabat , suatu panggilan yang menujukkan hubungan yang horizontal ,
sekalipun ada kewajiban patuh secara mutlak kepada beliau sebagai seorang Nabi dan
Rasul .
Al Nazi’at : 31-32
And produced therefrom the water thereof and the pasture thereof And He made fast the hills.
Artinya :
"Ia memancarkan daripadanya mata air dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan gunung-
gunung dipancangkanNya dengan teguh (semua) itu untuk kesenanganmu dan untuk binatang-
binatang ternakmu." (Al Nazi'at : 31-32)
Akhlak terhadap lingkungan dapat diwujudkan dalam bentuk perbuatan insan yaitu dengan
menjaga keserasian dan kelestarian serta tidak merusak limgkungan hidup. usaha-usaha yang
dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian lingkungan. Apa yang kita
saksikan saat ini adalah bukti ketiadaan akhlak terhadap lingkungan. Sehingga akhirnya ,
akibatnya menimpa manusia sendiri. Banjir, tanah longsor, kebakaran, dan isu yang sering
dibicarakan yaitu "global warming" sedang mengancam manusia. Allah telah Berfirman:
Al Qashas : 77
But seek the abode of the Hereafter in that which Allah hath given thee and neglect not thy
portion of the world, and be thou kind even as Allah hath been kind to thee, and seek not
corruption in the earth; lo! Allah loveth not corrupters,
Artinya :
"Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. dan janganlh kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. " ( al Qashas : 77)
And when he turneth away (from thee) his effort in the land is to make mischief therein and
to destroy the crops and the cattle; and Allah loveth not mischief.
Artinya :
" Dan apabila ia berpaling , ia berjalan di bumi, untuk mengadakan kerusakan padanya dan
merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan". (
Albaqarah 205)
Dalam Al A’raf : 56
And He it is Who sendeth the winds as tidings heralding His mercy, till, when they bear a
cloud heavy (with rain), We lead it to a dead land, and then cause water to descend thereon and
thereby bring forth fruits of every kind. Thus bring We forth the dead. Haply ye may remember.
Artinya :
" Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepaa orang-orang yang berbuat baik." (Al A'raf : 56)
Di antara anugerah Allah kepada manusia adalah diciptakan -Nya tumbuh- tumbuhan.
Sebagian besar makanan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan. Demikian pula makanan
binatang- binatang ternak, sebagian besar adalah tumbuh- tumbuhan yang bermacam-macam
jenisnya.
[It is He] who has made for you the earth as a bed [spread out] and inserted therein for you
roadways and sent down from the sky, rain and produced thereby categories of various plants.
Artinya :
Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah menjadikan bagimu
di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air
hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.
Manusia perlu menyayangi tumbuh- tumbuhan karena sebagian dari pemenuhan keperluan
hidup manusia itu berasal dari tumbuh-tumbuhan, baik tumbuh- tumbuhan yang dapat dimakan,
seperti daunnya, maupun tumbuh- tumbuhan yang batang atau bunganya dapat diambil
manfaatnya dan berfungsi membersihkan udara. Semuanya perlu diberi air sesuai dengan
kebutuhannya.
Tumbuhan yang ditanam di sawah dan ladang perlu disiangi agar pertumbuhannya dan
perkembangannya tidak terganggu oleh rumput- rumput yang tidak berguna.Tanam- tanamanan
dipelihara yang harus dijaga jangan sampai dirusak atau dimakan oleh hama. Tanaman yang
telah dimakan atau dirusak hama hendaklah diberi pembasmi hama. Usahakan agar tanaman
mendapat sinar matahari dan dapat terkena hujan. Itulah sebagian di antara cara- cara
menyayangi tumbuh- tumbuhan.
There has certainly been for you in the Messenger of Allah an excellent pattern for anyone
whose hope is in Allah and the Last Day and [who] remembers Allah often.
Artinya :
” Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang -orang yang mengharap rahmat Allah…” (QS. Al Ahzab [33] : 21)
Namun kadangkala kita yang mengaku umatnya sering berbuat semena–mena terhadap
hewan, ada yang kita adu–adu, kita siksa seenaknya, kita buru dan sakiti hanya untuk
kesenangan. Burung – burung yang terbang kita ketapel atau dihujani peluru senapan angin,
ayam jago kita adu–adu sampai meregang nyawanya.. ba hkan kucing yang mengeong meminta
sisa makanan kita tendang begitu saja. Padahal hampir semua kaum muslimin pernah mendengar
riwayat tentang orang yang diampuni Allah SWT karena menolong anjing yang kehausan.
Banyak di beberapa Negara yang memiliki industri bulu binatang seperti Cina, si binatang
(seperti rubah) dikuliti hidup–hidup untuk mempersingkat waktu dan mempermurah biaya, tanpa
peduli sakit dan derita yang dialami si hewan yang bersangkutan. Metode menghabisi binatang–
binatang malang yang diambil bulu dan kulitnya untuk pakaian para selebriti inipun
mengenaskan, mereka dibunuh dengan racun karbon monoksida, dibiarkan tanpa oksigen,
dieksekusi lewat listrik atau dipatahkan lehernya dengan cara dipijak. Rupanya masih ada
beberapa manusia yang tega melihat mahluk lain tersiksa demi sekedar keuntungan materi dan
kita bermohon kepada Allah SWT agar dihindarkan dari sifat barbar sedemikian rupa.
Tidak dipungkiri banyak juga binatang yang mengancam kesehatan bahkan jiwa manusia,
seperti kalajengking, ular dan lain sebagainya dan binatang jenis ini diperbolehkan bagi kita
membunuhnya.
Mari kita beranjak ke sebuah riwayat lain, suatu ketika seorang sahabat hendak
menyembelih unta dan ia merebahkan untanya dahulu baru mengasah pisaunya, Rasulullah
SAW yang melihat kejadian tersebut langsung menegur “Kau membunuh hewan itu dua kali,
seharusnya asah dahulu pisaumu baru rebahkan dan sembelihlah unta itu.” Rupanya Rasulullah
SAW tidak rela si unta berlama – lama dan menderita saat menanti ajalnya. Ucapan ini keluar
ribuan tahun silam dan di masa kini, zaman yang kita klaim modern sikap itu didukung dengan
sebuah penelitian ilmiah yang mendeteksi bahwa jika binatang teraniaya, ketakutan atau merasa
diteror maka ia akan mengeluarkan mekanisme pertahanan dalam tubuhnya dan akan
mengeluarkan zat berpengaruh tidak baik pada dagingnya. Dengan kata lain, daging binatang
yang disembelih dengan cara yang zalim/menyiksa dagingnya tidaklah sehat untuk dikonsumsi.
Mekanisme pertahanan binatang tersebut ditelti juga berlaku saat si hewan menyaksikan
sesamanyanya dianiaya.
Binatang/hewan ternak yang halal dikonsumsi memang tidak lain tidak bukan diciptakan
Allah SWT untuk keperluan manusia , namun sungguh tidak berarti kita bebas berlaku
sewenang–wenang terhadap mereka. Tidak sekedar menyembelih dengan membaca Bismillah,
namun tata cara menyembelihpun tidak diabaikan oleh agama yang sejatinya merupakan rahmat
untuk seisi dunia.
Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW pernah menegur saat mendapati beberapa sahabatnya asyik
berbincang–bincang di atas punggung unta. Beliau menjelaskan selayaknya unta ditunggangi
saat bepergian atau diperlukan saja. Beliau menambahkan bahwa belum tentu yang menaiki si
unta lebih ingat kepada Allah SWT ketimbang yang dinaiki.. Dari riwayat ini kita mendapat
gambaran bahwa sesungguhnya Islam mengajarkan kita berhati–hati dalam bersikap pada hewan.
Jauh sebelum muncul organisasi pencinta hewan yang menyerukan hak–hak untuk binatang,
jauh sebelum ada suaka margasatwa, perlindungan atau penangkaran hewan langka. Umat Islam
telah diberi panduan bagaimana memperlakukan hewan dengan semestinya. Memberdayakan
mereka sesuai fitrahnya dan tidak mengeksploitasi mereka kelewat batas.
Dewasa ini, kebutuhan manusia akan daging hewan untuk dikonsumsi kian hari kian
meningkat dan mengilhami para ahli di negara–negara modern melakukan rekayasa genetika,
menyuntikkan hormon tertentu atau memberi pakan yang tidak alami hingga si hewan cepat
tumbuh besar padahal upaya tersebut akan menghasilkan zat yang tetap bersemayam dan tidak
lantas sirna saat si daging dimasak. Anda dapat menyaksikan penjelasan lebih detail dan ilmiah
mengenai ini pada sebuah film dokumenter keluaran tahun 2009 yang berjudul Food Inc. Ini
adalah salah satu contoh bagaimana kita telah memberdayakan mereka di luar fitrah. Rasulullah
SAW dan para sahabat kita ketahui tidaklah mengkonsumsi daging setiap harinya, dan kita tahu
berdasar riwayat kendati dengan pola makan sederhana, raga mereka prima adanya , shalat dan
puasa mereka di atas rata-rata dan laga mereka di medan perang tiada bandingannya. Pola
mengkonsumsi daging yang berlebihan ternyata terbukti tidaklah membentuk fisik manusia
menjadi sehat wal afiat namun malahan penyakit bertubi tubi yang didapat.
Kita memang tidak diwajibkan menjadi vegetarian namun tidak salahlah Imam Ali Bin Abi
Thalib RA pernah mengingatkan kita dengan kata–katanya yang termasyhur “Janganlah perut
kalian dijadikan kuburan binatang”. Dalam sebuah kitab Imam Al-Ghazali menceritakan suatu
ketika tatkala Nabi Daud AS sedang duduk membaca kitab Az-Zabur, dengan tiba-tiba
terpandanglah olehnya seekor ulat merah. Lalu Nabi Daud AS. berkata pada dirinya, “Apa yang
dikehendaki Allah dengan ulat ini?”
Ternyata usai ucapan itu terlontar, Allah SWT pun mengizinkan ulat merah itu berkata-kata.
“Wahai Nabi Allah! Allah SWT telah mengilhamkan kepadaku untuk membaca ‘Subhanallahu
walhamdulillahi wala ilaha illallahu wallahu akbar’ setiap hari sebanyak 1000 kali dan pada
malamnya Allah mengilhamkan kepadaku supaya membaca ‘Allahumma solli ala Muhammadin
annabiyyil ummiyyi wa ala alihi wa sohbihi wa sallim’ setiap malam sebanyak 1000 kali.“
Setelah ulat merah itu berkata demikian, maka dia pun bertanya kepada Nabi Daud AS.
“Apakah yang dapat kamu katakan kepadaku agar aku mendapat faedah darimu?” Segera Nabi
Daud AS menyadari akan kekhilafannya karena memandang remeh ulat tersebut, beliau pun
bertaubat dan berserah diri kepada Allah S.W.T.
Bangsa binatang telah menghuni bumi ini lebih lama dari kita, manusia…dan bukankah
mereka juga bertasbih memuji Allah dengan cara mereka sendiri?
Lebih banyakkah kita memuji Allah daripada mereka?
An Nur : 41
Do you not see that Allah is exalted by whomever is within the heavens and the earth and [by]
the birds with wings spread [in flight]? Each [of them] has known his [means of] prayer and
exalting [Him], and Allah is Knowing of what they do.
Artinya :
“Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang ada di langit dan di
bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui
(cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Surat
An -Nur: 41)“
Kita harus memiliki akhlak yang terpuji terhadap binatang. Alam hewani sengaja diciptakan
oleh Allah bagi kepentingan makhluk hidup lainnya, khususnya manusia. Manusia juga dapat
belajar mengenai bermacam hal dari hewan- hewan tersebut.
Hewan ada yang bersifat liar, jinak, atau hewan peliharaan. Ada juga hewan yang terbang di
angkasa, berenang di air, tetapi semua itu adalah jenis makhluk yang memiliki banyak
persamaannya dengan manusia yang merasakan lapar, haus, berkelamin, hidup berkelompok, dan
sebagaimana kehidupan makhluk manusia.
Firman Allah SWT Surah Al An’am ayat 38 sebagai berikut :
And there is not an animal in the earth, nor a flying creature flying on two wings, but they are
peoples like unto you. We have neglected nothing in the Book (of Our decrees). Then unto their
Lord they will be gathered.
Artinya :
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. tiadalah kami apakan sesuatupun dalam
Al-Kitab, Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
Binatang ternak atau peliharaan atau binatang apa pun jenisnya yang dipelihara perlu
disayangi. Cara menyayangi binatang peliharaan antara lain dengan memberinya makanan,
menyediakan tempatnya (kandang) yang wajar, memelihara kebersihannya, menjaga
kesehatannya, bahkan kalau mungkin mengobatinya apabila sakit sebagaimana yang dilakukan
oleh kebun binatang pada umumnya.
Kebiasaan mengadu binatang- binatang tertentu sesungguhnya juga berarti menyiksa
binatang tersebut. Terlebih apabila mengadu binatang dengan memakai taruhan karena perbuatan
ini adalah judi, sedangkan berjudi termasuk dosa besar.
Binatang ternak yang akan dimakan dagingnya tentu harus disembelih lebih dulu. Menyembelih
hewan pun ada peraturannya agar binatang yang disembelih tidak tersiksa. Di antara peraturan
tersebut antara lain ketika akan menyembelih hendaknya memakai alat yang tajam, dan sebelum
disembelih, binatang tersebut hendaklah diberi makan sampai kenyang. Semua ini menunjukkan
kepada kita bahwa kita diperintahkan untuk menyayangi binatang. Nabi Muhammad SAW
bersabda sebagai berikut, yang artinya :
"Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik atas segala sesuatu, maka apabila kamu
membunuh (hewan) hendaklah membunuh dengan baik, dan apabila kamu menyembelih maka
sembelihlah dengan baik, dan hendaklah kamu menajamkan pisaumu, dan hendaklah binatang
sembelihan itu disenangkan (dengan cara memberi makan sebelum disembelih).” (HR Muslim).
Dengan demikian, kita boleh membunuh binatang yang membahayakan atau merugikan. Kita
diperintah untuk mem¬bunuhnya, asal saja ketika melaksanakannya tidak didahului dengan
penyiksaan, seperti menyirami tikus dengan minyak tanah, kemudian baru membakarnya.
Bunuhlah binatang itu dengan alat yang menyebabkan ia segera mati sehingga ia tidak merasa
tersiksa.