Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim yang


termasuk kedalam famili Poaceae, subfamili Panicoidae, dan genus Zea. Tanaman
jagung memiliki jenis akar serabut dengan tiga tipe akar, yaitu akar seminal yang
tumbuh dari embrio dan radikula, akar adventif yang tumbuh dari buku terbawah
pada batang, dan akar udara (brace root). Pada batang jagung memiliki bentuk
silindris dan terdiri dari sejumlah ruas dan buku, dengan panjang berbeda-beda
tergantung dari varietas yang ditanam dan lingkungan tempat tumbuh tanaman
jagung. Ada beberapa Janis jagung yang banyak di kembangkan di Indonesia
seperti jagung hibrida, jagung manis dan jagung semi (baby corn) (Izzah, 2009).
Gandum (Triticum Spp.) merupakan tanaman sumber karbohidrat yang
berasal dari daerah sub tropis. Tanaman gandum termasuk ke dalam kelompok
tanaman serealia (biji-bijia) dari familli poaceae (padi-padian). Gandum
merupakan bahan baku utama dalam pembuatan roti dan mie. Tanaman gandum
masih sangat sedikit dibudidayakan di Indonesia (Nurmala, Tati, 2006).
Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan lahan kering yang potensial
dikembangkan di Indonesia. Sorgum dapat digunakan sebagai pangan pakan, dan
bioenergi (bioetanol), mampu beradaptasi pada lahan marginal dan membutuhkan
air relatif lebih sedikit karena lebih toleran terhadap kekeringan dibanding
tanaman pangan lain (Deptan 1990).
Biji sorgum mempunyai kualitas nutrisi sebanding dengan jagung dan
beras, bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi, namun kandungan lemaknya
lebih rendah. Oleh karena itu, sorgum dimanfaatkan sebagai penyangga pangan
penduduk di lebih 30 negara. Selain sebagai bahan pangan, biji sorgum juga
digunakan sebagai bahan baku industri pangan seperti gula, monosodium
glutamate, asam amino, minuman, dan hijauannya digunakan sebagai pakan
ternak. Bahkan saat ini sorgum juga digunakan sebagai bahan baku energi,
terutama sorgum manis. Di Amerika Serikat umumnya sorgum ditanam untuk
pakan ternak (University of Arkansas 1998).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah marfologi tanaman jagung, gandum dan sorgum?
2. Bagaimana tata cara budidaya tanaman jagung (jagung manis, jagung semi
dan jagung biasa,), gandum, dan sorgum yang baik dan benar?
3. Bagaimana prospek tanaman tanaman jagung, gandum, dan sorgum bila
dibudidayakan di Indonesia?
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan maksud dan tujuan untuk memberikan
pemahaman akan marfologi, tata cara pembudidayaan tanaman jagung, gandum,
dan sorgum yang baik dan benar. Selain itu diharapkan makalah ini dapat
meningkatkan wawasan dan pengetahuan untuk teman- teman mahasiswa dalam
membudidayakan tanaman serealia agar dapat menghasilkan produksi yang
maksimal.
II. PEMBAHSAN

2.1 Gandum
2.1.1 Morfologi Gandum
2.1.1.1 Akar
Sebagaimana tanaman serealia lainnya, sistem perakaran gandum adalah
perakaran serabut. Terdapat dua tipe perakaran gandum, yaitu akar primer
(seminal root) dan akar skunder (nodal root). Akar primer terdiri atas radikula
(radicle) dan akar seminal lateral (lateral seminal roots) (Gambar 2). Akar primer
berkembang dari primordial akar yang tumbuh pada saat biji gandum
berkecambah, pada saat masih embrio, setidaknya terdapat enam akar primordial,
yang terdiri atas satu akar radikula (radical) dan dua pasang akar seminal lateral.
Pada saat perkecambahan akar primordial (radikula dan seminal) menembus
koleoriza dan akan tumbuh memanjang hingga kurang lebih 2 m, akar kemudian
digantikan oleh akar skunder (crown/adventitious) (Percival 1921, Kirby 2002).
Akar sekunder berkembang pada saat tanaman mulai membentuk anakan
atau telah memiliki empat daun. Akar skunder tumbuh pada buku mahkota (crown
nodes) yang terletak pada buku ke-3-7 paling bawah dari tunas utama dan anakan.
Pada buku yang lebih atas, setiap buku terdapat 5-6 akar (Kirby 2002). Akar akan
memanjang hingga kedalaman 2 m, bergantung pada jenis tanah (Kirby 2002,
Australian Government 2008). Pada musim dingin (winter wheat), perakaran
gandum bisa mencapai 2,2 m, namun pada musim semi (spring wheat) hanya
sekitar 1,1 m (Kirby 2002, Thorup-Kristensen et al. 2009). Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh umur gandum musim dingin lebih lambat, yaitu 280-350 hari,
sedangkan gandum musim panas 120-145 hari (FAO 2013). Kepadatan perakaran
gandum dalam tanah kurang dari 0,5 cm3 pada setiap 1cm3 tanah (Atta et al.
2013). Jaringan meristem pada akar gandum terletak pada 2-10 mm di setiap
ujung akar (Anderson and Garlinge 2000). Jumlah akar skunder akan terus
bertambah seiring dengan pertambahan jumlah anakan. Laju pertumbuhan akar
1,0-1,5 cm/hari (Anderson and Garlinge 2000). Anakan akan membentuk akar
sendiri pada saat memiliki setidaknya tiga daun (Australian Government 2008).
2.1.1.2 Batang

Batang gandum berupa jerami yang tegak, berbentuk silinder dan memiliki
permukaan yang halus, tersusun atas beberapa buku dan ruas (Gambar 4). Ruas
dan buku pada tanaman gandum berkisar antara 8-16. Buku batang gandum
umumnya keras, berfungsi sebagai tempat tumbuhnya daun, akar, anakan dan
malai, juga sebagai perantara keluar masuknya hara tanaman dan fotosintat. Jarak
antara dua buku disebut ruas. Sebagaimana ruas-ruas jerami pada batang padi,
ruas pada batang gandum juga berlubang di tengahnya, namun pada beberapa
varietas ada yang berisi empulur yang lembut.
Batang gandum terbungkus oleh pelepah daun guna menunjang batang
agar tetap tegak sehingga tidak mudah rebah. Ruas pada batang bawah umumnya
lebih pendek dari ruas yang ada di ujung tanaman, bahkan berhimpitan satu sama
lain, membentuk mahkota (crown). Mahkota ini tersusun atas 8-14 buku dan ruas,
ruas pada mahkota hanya berukuran beberapa millimeter, sedangkan 4-7 ruas
terakhir akan tumbuh lebih panjang. Ruas paling panjang pada batang gandum
adalah ruas terakhir (peduncle), yang berfungsi menopang malai. Pemanjangan
ruas terakhir berhenti pada saat anthesis. Ukuran batang bergantung pada varietas
dan lingkungan tumbuh. Pemanjangan ruas dimulai pada saat tanaman mulai
dewasa. Batang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan fotosintat
untuk pengisian biji. Pada saat malai mulai muncul, kandungan karbohidrat pada
batang gandum mencapai 25-40% dari bahan kering total (Percival 1921,
Anderson and Garlinge 2000, Kirby 2002, Australian Government 2008).

2.1.1.3 Daun

Daun gandum berbentuk pita sejajar tulang daun, tersusun atas helai daun
(leaf blade), pelepah daun (leaf seath), ligula (ligule) dan aurikel (auricle) . Bagian
dasar pelepah daun melekat pada buku dan menyelimuti batang. Pelepah daun
berfungsi melindungi batang dari cuaca ekstrim dan menopang batang agar tidak
mudah rebah. Batang gandum bagian bawah tertutup oleh pelepah yang saling
tumpang tindih, sehingga batang tidak terlihat. Namun pada ruas terakhir, pelepah
daun akan menutupi bakal malai sebelum malai pecah. Setelah malai
pecah/muncul dan ruas terakhir memanjang, hanya sebagian batang yang akan
tertutup oleh pelepah (Percival 1921, Anderson and Garlinge 2000, Kirby 2002).
Pada ujung pelepah daun terdapat helai daun. Helai daun gandum memiliki
permukaan yang licin, kadang terdapat sedikit bulu tipis. Pada beberapa varietas,
tepi daun juga berambut. Bagian bawah daun umumnya lebih halus dari sisi
bagian atas. Ukuran daun beragam, semakin ke atas semakin lebar, namun akan
memendek pada lima daun terakhir. Rata-rata daun gandum berukuran 5-10 cm.
Daun yang terakhir muncul adalah daun bendera. Pada pertemuan antara daun dan
pelepah terdapat aurikel. Aurikel berbentuk kurva yang melekat pada dasar setiap
helai daun, berwarna hijau muda atau merah muda, dengan bagian tepi berumbai
atau juga berambut, aurikel melekat pelepah dengan batang. Pada daun yang lebih
atas, aurikel melekat lebih kuat dari padadaun bagian bawah. Ligula pada daun
gandum merupakan struktur membrane tipis yang melekat pada batang, berfungsi
mencegah air hujan, debu dan serangga masuk ke dalam pelepah dan batang
gandum. Ligula umumnya tidak berwarna, dengan pinggir yang tidak rata dan
sedikit berjumbai. Ukuran ligula berkisar antara 3-4 mm, semakin ke bawah letak
daun semakin pendek ukuran ligula. (Percival 1921, Anderson and Garlinge 2000,
Kirby 2002, Australian Government 2008).

2.1.1.4 Biji

Bagian tanaman gandum yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah


bijinya. Bagi tanaman gandum, biji merupakan alat perkembangbiakan, karena
dalam biji terdapat embrio (embryo) yang akan tumbuh menjadi tanaman yang
baru. Biji gandum bekeping satu dan keras sehingga sering disebut kariopsis
(caryopsis). Jumlah biji yang terbentuk dalam setiap spike bila semua bakal biji
terserbuki dan tumbuh normal mencapai lima biji/spike, sedangkan jumlah spike
bisa mencapai 20 spike/malai, namun jumlah biji per malai 10-60 biji. Panjang
biji 3- 8 mm, dengan bobot 1.000 biji berkisar antara 15-44 g. Bobot biji gandum
akan menurun bila suhu udara dan suhu tanah meningkat. Dengan bobot 1.000 biji
15-44 g, kebutuhan benih dalam 1 ha sekitar 50 kg (Wirawan et al. 2013).
Biji gandum pada sisi belakang (dorsal) membulat dan halus, sedangkan
bagian depan (ventral) terdapat lekuk (crease), dan pada bagian ujung terdapat
rambut halus. Embrio terdapat pada bagian pangkal biji sisi bagian atas yang
tertutup oleh lapisan skutellum (scutellum). Biji gandum terdiri atas embrio dan
skutellum (germ), 3% dari bobot biji, 14% lapisan dedak/bekatul (bran), dan yang
paling banyak adalah endosperma (endosperm), 83% dari total bobot biji
(Kirby 2002, Australian Government 2008).
Pada bagian terluar dari biji gandum terdapat lapisan dedak/bekatul (bran)
yang tersusun atas tiga lapisan yaitu 1) pericarp, 2) testa dan 3) aleuron
(Anderson and Garlinge 2000, Australian Government 2008). Pericarp merupakan
bagian terluar dari lapisan dedak, berupa lapisan dengan ketebalan 45-50 μ, yang
tersusun atas 4-5 lapisan sel, yaitu satu lapis sel epidermis luar, tiga lapis sel
parenkim, dan satu lapis sel epidermis dalam. Di bawah pericarp terdapat testa
yang merupakan dua lapis sel panjang, sel pertama tidak berwarna sedang sel
berikutnya memiliki warna, sehingga biji yang masak akan berwarna putih, krem,
cokelat, merah atau hitam. Aleuron merupakan lapisan antara dedak dengan
endosperm, pada aleuron terdapat lapisan lilin dan minyak (Anderson and
Garlinge 2000).
Endosperm merupakan bagian yang paling banyak dari biji gandum,
tersusun atas pati (starch), protein, dan glutein (gluten). Dalam pati/tepung
gandum terdapat banyak vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan
kecambah dan bagi manusia sebagai bahan pangan (Anderson and Garlinge 2000).

2.1.1.5 Bunga

Pembungaan pada tanaman gandum bersifat determinate, artinya


pertumbuhan vegetatif terhenti pada saat pembungaan. Bunga gandum merupakan
sekelompok bunga yang tersusun dalam malai (ear/spike). Pada setiap malai
terdapat beberapa spikelet (spikelet), dan setiap spikelet terdiri atas beberapa
bunga tunggal (floret) (Percival 1921, de Vreis 1971, Allan 1980, Australian
Government 2008, Kirby 2002, Anderson and Garlinge 2000).
Malai gandum tersusun atas spikelet dan tangkai malai (rachis). Pada
tangkai malai utama terdapat beberapa ruas yang pendek sebagai tempat
tumbuhnya spikelet. Terdapat dua baris spikelet pada tangkai malai utama (main
axis/rachis), yang tersusun saling berhadapan. Distribusi spikelet beragam dari
sangat rapat hingga longgar, bergantung pada varietas. Beberapa varietas memiliki
spikelet yang longgar di bagian pangkal dan sangat rapat pada ujungnya. Spikelet
yang berada paling ujung malai disebut spikelet terminal (terminal spikelet).
Spikelet terminal pada beberapa varietas tidak berkembang dengan baik, bahkan
tidak ada, selain itu juga ditemukan spikelet yang tidak berkembang normal pada
pangkal malai. Dalam setiap malai terdapat 5-30 spikelet (Percival 1921, Allan
1980, Australian Government 2008, Kirby 2002, Anderson and Garlinge 2000).
Spikelet merupakan kumpulan dari bunga tunggal (floret), yang tersusun
pada tangkai malai skunder (sub-rachis/rachilla). Setiap spikelet memiliki 2-9
floret yang susunannya mirip dengan spikelet, namun lebih padat. Bagian paling
bawah spikelet adalah dua buah sekam. Sekam pada bagian paling bawah disebut
lower glume, sedangkan sekam yang berada di atasnya disebut upper glume,
keduanya tersusun berhadapan, sehingga menutup sejumlah bunga tunggal yang
ada pada spikelet. Sekam umumnya memiliki struktur keras, pada saat masih
muda berwarna hijau hingga keunguan, dan pada saat masak fisiologis berwarna
putih, cokelat, merah atau hitam, bergantung pada varietas. Pada ujung spikelet
juga sering terdapat 1-2 bunga tunggal yang abnormal akibat tidak sempurnanya
perkembangan benang sari dan bakal biji (Percival 1921, Allan 1980, Australian
Government 2008, Kirby 2002, Anderson and Garlinge 2000).

2.1.2 Budidaya

Lokasi yang ideal untuk penanaman gandum di Indonesia adalah di daerah


dataran menengah sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian mulai dari 800
m dpl, dengan suhu udara 15-25oC. Kelembaban udara yang diperlukan 80-90%
dengan curah hujan paling tidak 600 mm per tahun, pH tanah 6,5-7,1 serta tanah
yang gembur dan subur lebih disukai oleh tanaman gandum. Tanah yang
ergenang tidak disukai oleh tanaman gandum.
Benih gandum yang baik adalah yang berasal dari malai yang matang pada
batang utama, mempunyai bentuk dan warna yang seragam, bebas dari hama dan
penyakit, serta mempunyai bobot yang tinggi dan seragam. Benih gandum
memiliki masa dormansi yang tidak terlalu lama yaitu 0 hingga 4 bulan.Benih
yang dibutuhkan yaitu 75-100 kg/ha dengan sistem tugal.Varietas yang banyak
ditanam di Indonesia saat ini adalah Dewata dan Selayar.Selanjutnya adalah
persiapan lahan, tanah dicangkul sedalam 25-30 cm satu minggu sebelum tanam,
kemudian dibiarkan, bila sebelumnya tanah diberakan maka pengolahan tanah
dilakukan dua kali.Setelah itu buat bedengan sekitar 2 meter lebarnya dengan
panjang menyesuaikan dengan kondisi lahan, selokan antar bedengan dibuat
selebar 50 cm sedalam 25 cm.
Gandum sebaiknya ditanam di awal musim kemarau atau akhir musim
hujan.Cara tanam dengan menggunakan tugal di dalam barisan kemudian benih 1-
2 butir dimasukkan ke dalam lubang kemudian ditutup kembali menggunakan
tanah. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 10 cm atau 25 x 10 cm.
Setelah tanam benih gandum dan pemupukan dasar, lahan perlu diairi agar benih
dapat berkecambah dan tumbuh dengan baik. Selanjutnya pengairan dilakukan
setelah dilakukan penyiangan dan pemupukan susulan yaitu pada umur 30 HST
(Hari Setelah Tanam), pada waktu fase bunting sampai ke luar malai (45-65 HST)
dan pada fase pengisian biji sampai masak (70-90 HST).
Pemupukan dasar dapat dilakukan sebelum atau pada saat tanam.Pupuk
organik dicampur dengan tanah dalam bedengan sejumlah 10-20
ton/ha.Penyiangan dilakukan bersamaan dengan pemupukan susulan. Pupuk
susulan diberikan saat 7-14 HST sebanyak 100 kg/ha urea, 100 kg/ha SP36 dan 50
kg/ha KCl, sedangkan pupuk susulan kedua diberikan pada saat tanaman berumur
30 HST dengan dosis yang sama yaitu 100 kg/ha urea, 100 kg/ha SP36 dan 50
kg/ha KCl. Penyiangan ketiga dapat dilakukan bila populasi gulma tinggi/banyak.
Hama utama tanaman gandum salah satunya adalah ulat tanah yang bisa
dikendalikan dengan pemberian Furadan pada lubang tanam. Hama utama lain
adalah kepik hijau dan aphids yang dapat dikendalikan dengan penyemprotan
insektisida. Jamur menyerang pada saat curah hujan tinggi dan dikendalikan
dengan penyemprotan fungisida.
Saat panen gandum adalah apabila 80% dari rumpun telah bermalai,
jerami, batang dan daun telah menguning serta biji sudah mengeras.Umur panen
gandum berkisar 90-125 hari tergantung ketinggian tempat. Pemanenan dilakukan
saat cuaca cerah dengan cara menyabit batang gandum dengan sabit bergerigi.
Selanjutnya malai dijemur kemudian dirontokkan dengan tresher padi yang sudah
dimodifikasi (Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2013).

2.1.3 Prospek dalam bidang Ekonomi

Tanaman gandum (Triticum aestivum L.) sebetulnya dapat tumbuh dan


berproduksi dengan baik pada beberapa lahan pertanian di Indonesia, khususnya
pada daerah dataran tinggi yang bersuhu sejuk.Namun demikian, penelitian dan
pengembangan budidaya gandum di Indonesia masih sangat terbatas.Karena
gandum bukan merupakan tanaman asli Indonesia, maka keragaman genetik
tanaman yang tersedia masih sangat terbatas. Varietas gandum yang ada di
Indonesia berasal dari introduksi atau didatangkan dari negara lain. Gandum
termasuk tanaman serealia yang mengandung karbohidrat lebih dari 70 % dan
merupakan bahan pangan berbasis tepung. Tepung dari bahan baku serealia
termasuk gandum mempunyai karakter yang istimewa dibandingkan dengan
tepung dari tanaman berpati seperti aneka umbi. Tepung dari komoditas serealia
tidak bersifat higrokopis sehingga memiliki daya simpan yang cukup panjang,
baik dalam bentuk biji maupun tepung (Nurmala, Tati,2006).

2.2 Sorgum

2.2.1 Morfologi Sorgum

Sebagai tanaman yang termasuk kelas monokotiledone, sorgum


mempunyai sistem perakaran serabut. Akar primer tumbuh pada saat proses
perkecambahan berlangsung dan seiring dengan proses pertumbuhan tanaman
muncul akar sekunder pada ruas pertama. Akar sekunder kemudian berkembang
secara ekstensif yang diikuti matinya akar primer. Pada tahap selanjutnya, akar
sekunder inilah yang kemudian berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara serta
memperkokoh tegaknya batang. Keunggulan sistem perakaran pada tanaman
sorgum yaitu sanggup menopang pertumbuhan dan perkembangan tanaman ratun
(ratoon) hingga dua atau tiga kali lebih dengan akar yang sama (House, 1985).
Tanaman sorgum mempunyai batang yang merupakan rangkain berseri
dari ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk batangnya silinder dengan ukuran
diameter batang pada bagian pangkal antara 0,5-5,0 cm. Tinggi batang tanaman
sorgum bervariasi yaitu antara 0,5-4,0 m tergantung pada varietas (House, 1985).
Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m,
dan struktur tanaman yang tinggi sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak
dan penghasil gula (FAO, 2002). Pada beberapa varietas sorgum batangnya dapat
menghasilkan tunas baru membentuk percabangan atau anakan dan dapat tumbuh
menjadi individu baru selain batang utama (Steenis, 1975 dalam House, 1985).
Sorgum mempunyai daun berbentuk seperti pita sebagaimana jagung atau
padi dengan struktur daun terdiri atas helai daun dan tangkai daun. Posisi daun
terdistribusi secara berlawanan sepanjang batang dengan pangkal daun menempel
pada nodes. Daun sorgum rata-rata panjangnya satu meter dengan penyimpangan
lebih kuran 10-15 cm (House, 1985). Jumlah daun bervariasi antara 13-40 helai
tergantung varietas (Martin, 1970), namun Gardner et al. (1991) menyebutkan
bahwa jumlah daun sorgum berkisar antara 7-14 helai.
Daun sangat penting sebagai organ fotosintesis yang merupakan produsen
utama fotosintat sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan terutama
untuk menjelaskan proses pembentukan biomassa (Sitompul dan Guritno, 1995).
Hasil penelitian Bullard dan York (1985) menunjukkan bahwa banyaknya daun
tanaman sorgum berkorelasi tinggi dengan panjang periode vegetatif yang
dibuktikan oleh setiap penambahan satu helai daun memerlukan waktu sekitar 3-4
hari. Freeman (1970) menyebutkan bahwa tanaman sorgum juga mempunyai daun
bendera (leaf blades) yang muncul paling akhir, yaitu bersamaan dengan inisiasi
malai. Daun bendera muda bentuknya kaku dan tegak dan sangat penting artinya
sebagai pintu transportasi fotosintat.
Sorgum termasuk tanaman menyerbuk sendiri (self pollination), dimana
pada setiap malai terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah.
Proses penyerbukan dan fertilisasi terjadi apabila glume atau sekam dari
masingmasing bunga membuka. Karena proses membukanya glume antara bunga
jantan dan bunga betina tidak selalu bersamaan, maka pollen dapat viable untuk
jangka waktu 10-15 hari (House, 1985).
Malai tanaman sorgum beragam tergantung varietas dan dapat dibedakan
berdasarkan posisi, kerapatan, dan bentuk. Berdasarkan posisi, malai sorgum ada
yang tegak, miring dan melengkung; berdasarkan kerapatan, malai sorgum ada
yang kompak, longgar, dan intermediate; dan berdasarkan pada bentuk malai ada
yang oval, silinder, elip, seperti seruling, dan kerucut (Martin, 1970).

2.2.2 Fisiologi Sorgum

Sorgum sebagaimana tebu dan jagung digolongkan sebagai tanaman C-4,


yaitu spesies tanaman yang menghasilkan asam empat karbon (asam malat dan
aspartat) sebagai produk utama awal penambatan CO2. Tanaman jenis ini dikenal
sangat efisien dalam fotosintesis karena mempunyai sel mesofil dan sel seludang
berkas yang keduanya dimanfaatkan untuk menambat CO2. Produk metabolism
hasil penambatan CO2 pada sel mesofil adalah asam malat dan asam aspartat,
sedangkan pada sel seludang berkas adalah 3-phosphoglycerate acid (3-PGA),
sukrosa, dan pati (Salisbury dan Ross, 1995).
Tingginya produktivitas tanaman C-4 dibandingkan tanaman C-3 karena
pada tanaman C-4 kedua sistem penambatan CO2 yaitu melalui mekanisme sel
mesofil dan sel seludang berkas saling bahu membahu untuk menghasilkan
produk akhir fotosintesis. Produk berupa asam malat dan asam aspartat yang
dihasilkan oleh sel mesofil dengan cepat ditransfer ke sel seludang berkas, dan
pada sel ini asam empat karbon tersebut mengalami dekarboksilasi dengan
melepaskan CO2 yang kemudian ditambat oleh Rubisco untuk dirubah menjadi 3-
PGA. Selain mekanisme tersebut, sel seludang berkas tanaman C-4 secara
anatomi lebih tebal dibandingkan sel seludang berkas tanaman C-3 sehingga lebih
banyak mengandung kloroplas, mitokondria, dan organel lain yang berperan
sangat penting dalam proses fotosintesis (Salisbury dan Ross, 1995; Orsenigo et
al., 1997; Taiz dan Zeiger, 2002).
Karakteristik tanaman C-4 yaitu pada penyinaran tinggi dan suhu panas
tanaman ini mampu berfotosintesis lebih cepat sehingga menghasilkan biomassa
yang lebih banyak dibandingkan tanaman C-3 (Salisbury dan Ross, 1995). Selain
sebagai tanaman C-4, tingginya produktivitas tanaman sorgum juga didukung oleh
fakta bahwa permukaan daunnya dilapisi oleh lilin yang dapat mengurangi laju
transpirasi dan mempunyai sistem perakaran yang ekstensif. Kedua faktor ini
menjadikan sorgum sangat efisien dan efektif dalam pemanfaatan air (House,
1985), sehingga produktivitas biomassa sorgum lebih tinggi dibandingkan jagung
atau tebu yang sama-sama tanaman C-4 (Hoeman, 2007).
Keunggulan proses fisiologi tanaman sorgum lainnya adalah memiliki gen
pengendali untuk berada dalam kondisi stay-green sejak fase pengisisan biji.
Fenomena stay-green ini berhubungan dengan kandungan nitrogen daun spesifik
(specific leaf nitrogen) yang lebih tinggi sehingga mampu meningkatkan efisiensi
penggunaan radiasi dan transpirasi (Borrel et al., 2005). Fisiologi stay-green pada
akhirnya mampu memperlambat proses senescen pada daun (Mahalakshmi dan
Bidinger, 2002) sehingga tanaman sorgum mampu mengelola batang dan daunnya
tetap hijau walaupun pasokan air sangat terbatas (Borrel et al., 2006).
Kemampuan sorgum beradaptasi pada kondisi kekeringan tidak terlepas
dari karakter morfologi dan fisiologi di atas, sehingga sorgum dikenal sebagai
tanaman yang toleran terhadap kekeringan. Beberapa karakter penting yang
terdapat pada tanaman sorgum menurut SFSA (2003) adalah: (1) menghasilkan
akar yang lebih banyak dibandingkan tanaman serealia lainnya, (2) daun
mempunyai lapisan lilin dan kemampuan menggulung sehingga meningkatkan
efisiensi transpirasi, (3) dapat dorman selama kekeringan dan tumbuh kembali
ketika kondisi favorable, (4) tanaman bagian atas (tajuk) akan tumbuh hanya
setelah sistem perakaran berkembang dengan baik, (5) mampu berkompetisi
dengan bermacam-macam jenis gulma, dan (6) mempunyai laju fotosintesis yang
lebih tinggi dibandingkan tanaman serealia lainnya.

2.2.3 Budidaya

Sorgum dibudidayakan melalui biji (benih) dan juga dapat diperbanyak


dengan stek batang, namun harus terlebih dahulu memunculkan primordial akar
pada buku-buku batang. Tanaman sorgum dapat diratun dan akan dapat
menghasilkan biji jika dipelihara dengan baik, bahkan ratun dapat dilakukan lebih
dari satu kali.
Budi daya tanaman sorgum meliputi pemilihan varietas, penyiapan benih,
waktu tanam, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan,
pengendalian hama penyakit, dan penanganan hasil panen. Semua aspek tersebut
harus mendapat perhatian untuk mendapatkan hasil maksimal.
a. Varietas
Varietas sorgum sangat beragam, baik dari segi daya hasil, umur panen,
dan warna biji) maupun rasa dan kualitas bijinya. Umur panen sorgum berkisar
dari genjah (kurang dari 80 hari), sedang (80 – 100 hari), dan dalam (lebih 100
hari). Tinggi batang sorgum tergantung varietas berkisar dari pendek (< 100 cm),
sedang (100 – 150 cm), dan tinggi (>150 cm). Tinggi tanaman varietas lokal
mencapai 300 cm. Varietas unggul umumnya berumur genjah, tinggi batang
sedang, biji putih, dan rasa nasi cukup enak.
b. Penyiapan Benih
Kebutuhan benih sorgum untuk satu hektar lahan berkisar antara 10-15 kg,
bergantung pada varietas yang akan ditanam, ukuran benih, jarak tanam, dan
sistem tanam. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, vigor
kecambah benih yang digunakan e”90%.
c. Waktu Tanam
Sorgum dapat ditanam sepanjang tahun, baik pada musim hujan maupun
musim kemarau asal tanaman muda tidak tergenang atau kekeringan. Di lahan
kering, sorgum dapat ditanam pada awal atau akhir musim hujan secara
monokultur setelah panen palawija. Jika ditanam pada musim kemarau, sorgum
dapat ditanam setelah panen padi kedua atau setelah palawija di lahan sawah.
d. Penanaman
Pada areal yang telah disiapkan sebelumnya dibuatkan lubang tanam
dengan jarak tanam yang disesuaikan dengan varietas yang digunakan (60 cm-75
cm) x 20 cm, ketersediaan air, dan tingkat kesuburan tanah. Pada lahan yang
kurang subur dan kandungan air tanah rendah sebaiknya menggunakan jarak
tanam lebih lebar atau populasi tanam dikurangi dari populasi baku (sekitar
125.000 tanaman/ha). Kedalaman lubang tanam tidak lebih dari 5 cm. Setiap
lubang tanam diisi 3-4 benih, kemudian ditutup dengan tanah ringan atau pupuk
organic.
e. Pemupukan
Secara tradisional sorgum umumnya ditanam di lahan kering dengan
tingkat kesuburan tanah rendah, sehingga hasil rendah. Sorgum dengan sistem
perakaran menyebar berpotensi meningkatkan penyerapan hara dan air dari dalam
tanah. Pada kondisi lingkungan terbatas, sorgum dapat tumbuh dengan baik
dibandingkan tanaman pangan lainnya, namun hasilnya akan tinggi pada kondisi
air dan hara yang optimal.
f. Pemeliharaan
Selama pemeliharaan tanaman kegiatan yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Pemberian air, dilakukan jika tanaman kekurangan air. Sebaliknya, kelebihan
air justru harus segera dibuang melalui saluran drainase. Sorgum termasuk
tanaman yang toleran kekeringan, namun pada periode tertentu memerlukan air
dalam jumlah yang cukup, yaitu pada saat tanaman berdaun empat (pertumbuhan
awal) dan periode pengisian biji sampai biji mulai mengeras.
2. Penyiangan gulma. Kompetisi tanaman sorgum dengan gulma dapat
menurunkan hasil dan kualitas biji, terutama pada awal musim hujan. Bahkan
keberadaan gulma dapat menurunkan hasil sorgum secara nyata.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil sorgum turun 10% jika penyiangan gulma tidak
dilakukan sampai tanaman sorgum berdaun tiga helai, bahkan dapat menurunkan
hasil lebih 20% jika tidak dilakukan penyiangan gulma selama 2 minggu pertama
pertumbuhan. Pada pertanaman musim kemarau, kompetisi gulma menurunkan
efisiensi dan hasil sorgum. Pengendalian gulma dapat menggunakan herbisida
2,4-D atau herbisida pratumbuh. Penyiangan gulma umumnya bersamaan dengan
saat penjarangan tanaman atau bergantung pada pertumbuhan gulma. Penyiangan
dapat dilakukan secara manual menggunakan sabit atau cangkul, dua kali selama
pertumbuhan tanaman. Penyiangan kedua bergantung pada keadaan gulma di
lapangan.
3. Pembumbunan, dilakukan bersamaan dengan pemupukan kedua (3-4 minggu
setelah tanam) atau sebelumnya. Pembumbunan dilakukan dengan cara
menggemburkan tanah di sekitar batang tanaman, kemudian menimbunkan tanah
pada pangkal batang untuk merangsang pertumbuhan akar dan memperkokoh
tanaman agar tidak mudah rebah.
4. Pengendalian hama dan penyakit, dilakukan jika tanaman menunjukkan gejala-
gejala serangan. Cara dan waktu pengendalian bergantung pada jenis hama dan
penyakit yang menyerang.
g. Panen
Tanaman sorgum sudah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan setelah tanam,
bergantung pada varietas yang ditanam. Saat panen dapat ditentukan berdasarkan
umur tanaman setelah biji terbentuk atau melihat ciri-ciri visual biji atau setelah
lewat masak fisiologis. Cara panen yang baik adalah memotong tangkai malai
sepanjang 15-20 cm dari pangkal malai. Selanjutnya malai dijemur di bawah sinar
matahari dan dirontok.

2.2.4 Prospek dalam Bidang Ekonomi

Pengembangan sorgum juga berperan dalam meningkatkan ekspor


nonmigas, mengingat pemanfaatan sorgum di luar negeri cukup beragam.
Menurut Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan,
volume ekspor sorgum Indonesia ke Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia
mencapai 1.092,40 ton atau senilai US$ 116.211. Demikian juga di Thailand, pada
tahun 1979 ekspor sorgum dapat menyumbang devisa 371 juta Bath (Rp 26
miliar) dari volume ekspor 170.000 ton ke Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia,
dan Timur Tengah (Sirappa, M.P,2003).
2.3 Jagung Manis (Sweet Corn)

2.3.1 Morfologi

Tanaman jagung manis termasuk jenis tumbuhan semusim (annual).


Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung manis terdiri atas akar, batang, daun,
bunga dan buah.
Sistem perakaran tanaman jagung manis terdiri atas akar-akar seminal,
koronal, dan akar udara. Akar seminal merupakan akar-akar radikal atau akar
primer ditambah dengan jumlah akar-akar lateral yang muncul sebagai adventif
pada dasar dari ruas pertama diatas pangkal batang. Akar-akar seminal ini tubuh
pada saat biji berkecambah. Pertumbuhan akar seminal pada umumnya menuju
arah bawah, berjumlah 3-5 akar atau bervariasi 1-13 akar.
Akar koronal merupakan akar yang tumbuh dari bagian dasar pangkal
batang. Akar-akar ini tumbuh kearah keatas jaringan batang setelah plumula
muncul. Akar udara merupakan akar yang tumbuh dari buku-buku diatas
permukaan tanah, tetapi dapat masuk kedalam tanah. Akar udara berfungsi
sebagai akar pendukung untuk memperkokoh batang terhadap kerebahan dan juga
berfungsi pada proses asimilasi.
Batang tanaman jagung manis beruas-ruas (berbuku-buku) dengan jumlah
ruas bervariasi antara 10 - 40 ruas. Panjang batang berkisar antara 60 cm – 300
cm, tergantung pada tipe jagung manis. Tunas batang yang telah berkembang
menghasilkan tajuk bunga betina.
Daun jagung manis tumbuh melekat pada buku-buku batang. Struktur
daun jagung manis terdiri atas tiga bagian, yaitu kelompok daun, lidah daun, dan
helaian daun. Bagian permukaan daun berbulu sedangkan bagian bawah daun
umumnya tidak berbulu. Jumlah daun tiap tanaman umumnya 8-48 helai. Letak
daun pada batang temasuk daun bersilang.
Buah jagung manis terdiri atas tongkol, biji, rambut pembungkus, dan
daun pembungkus. Biji jagung manis mirip dengan kaca (glassy) dan
mengandung pati yang rasanya manis. Pada umumnya biji jagung manis tersusun
dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah
antara 8-20 baris biji.
2.3.3 Budidaya
a. Persiapan benih.
Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu generik, Fisik,
maupun fisiologisnya.berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak
tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, dan tidak tercemar
hama dan penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan
benih bersertifikat.
b. Persiapan lahan
Menurut Rukmana (2006), Penyiapan lahan untuk tanaman jagung manis dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu tanpa olah tanah (TOT) atau disebut zerro
tillage, pengolahan tanah minimum (Iminimum tillage), dan pengolahan tanah
maksimum (maksimum tillage).
c. Penanaman
Menurut Rukmana (2006), tata cara penanaman benih jagung manis secara
monokultur (satu jenis tanaman jagung manis), meliputi tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Buat lubang tanam dengan menggunakan alat bantu tugal sedalam 2 cm – 5 cm.
2. Atur lubang tanam yang lain dengan jarak tanam 100 cm x 40 cm atau 100 cm
x 25 cm.
3. Tanam (masukkan) benih jagung manis sebanyak 2 butir/ lubang tanam untuk
jarak tanam 100 x 40 cm atau 1 butir/lubang tanam bila jarak tanamnya 100 cm x
25 cm.
4. Tutup lubang tanam tipis dengan pupuk kandang tanpa dipadatkan.
Bersamaan dengan penanaman benih jagung manis dilakukan pemupukan dasar.
Jenis dan dosis pupuk yang diberikan pada saat tanam adalah ZA 100 kg,
d. Pemeliharaan tanaman
1. Penyulaman dilakukan satu minggu setelah penanaman dengan cara mengganti
benih yang tidak tumbuh (mati) atau tumbuh secara abnormal dengan benih
jagung manis yang disemaikan dipolibag atau tempat persemaian. Tujuan
dilakukannya penanaman yaitu agar jumlah tanaman persatuan luas tetap optimum
sehingga target produksi tercapai.
2. Pada waktu tanam, setiap lubang tanam diisi dengan 1-2 butir benih jagung
manis, bahan kadang-kadang 3 butir benih. Bila menginginkan tanaman jagung
manis tumbuh prima, perlu dilakukan penjarangan tanaman ( Rukmana, 2006).
3. Penyiangan dilakukan pada waktu tanaman berumur ±15 hari setelah
penanaman atau pertumbuhan tanaman setinggi lutut. Penyiangan dan
pembumbunan berikutnya dilakukan pada waktu tanaman berumur 40 HST.
2.3.4 Prospek dalam bidang ekonomi
Di Indonesia pertanaman jagung manis pengembanganannya masih sangat
terbatas pada petani-petani bermodal kuat yang mampu menerapkan teknik
budidaya secara intensif. Keterbatasan ini disebabkan oleh harga benih yang
relatif mahal, kebutuhan pengairan dan pemeliharaan yang intensif, ketahanan
terhadap hama dan penyakit yang masih rendah dan kebutuhan pupuk yang cukup
tinggi. Disamping itu juga kurangnya informasi dan pengetahuan petani mengenai
budidaya jagung manis serta sulitnya pemasaran (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Hasil panen jagung manis di Indonesia per hektarnya masih rendah, rata-rata 2,89
ton tongkol basah per hektar, sedangkan hasil panen jagung manis di lembah
Lockyer Australia dapat mencapai 7-10 ton per hektar. Dengan masih rendahnya
hasil jagung manis maka perlu adanya usaha untuk meningkatkan produksi
dengan pengaturan jarak tanam serta pemakaian pupuk kandang sebagai unsur
hara (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
2.4 Jagung Biasa
2.4.1 Morfologi dan Fisiologi
A. Akar
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar
seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah
akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan
melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar
seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula
berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif
berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku,
semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut
akar tebal.Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung.Akar
adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri
atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga
adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan
tanah.Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan
mengatasi rebah batang.Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air.
B. Batang
Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk
silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat
tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi
tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu
kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith).
Bundles vaskuler tertata dalam lingkaran konsentris dengan kepadatan bundles
yang tinggi, dan lingkaran-lingkaran menuju perikarp dekat epidermis. Kepadatan
bundles berkurang begitu mendekati pusat batang.
C. Daun
Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai
terbuka.Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat
melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun
umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka
sempurna adalah 3-4 hari setiap daun.Tanaman jagung di daerah tropis
mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim
sedang.Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal,
sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari
sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm),
hingga sangat lebar (>11 cm).Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing,
runcing agak bulat, bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul (Gambar 2).Berdasarkan
letak posisi daun (sudut daun) terdapat dua tipe daun jagung, yaitu tegak (erect)
dan menggantung (pendant). Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil
sampai sedang, pola helai daun bisa lurus atau bengkok.

D. Bunga
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga
jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman.Bunga betina, tongkol, muncul
dari axillary apices tajuk.Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh
apikal di ujung tanaman.Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga
biseksual. Selama proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga
tidak berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia
ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan.Serbuk
sari (pollen) adalah trinukleat.Pollen memiliki sel vegetatif, dua gamet jantan dan
mengandung butiran-butiran pati.Dinding tebalnya terbentuk dari dua lapisan,
exine dan intin, dan cukup keras. Karena adanya perbedaan perkembangan bunga
pada spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah dan ketidaksinkronan (AAK,
2006).

2.4.3 Budidaya Jagung Biasa

1. Persiapan lahan
Penyiapan mulsa jerami langkah persiapan yang diperlukan adalah
pembersihan lahan. Bersihkan jerami sisa panen padi dari lahan dengan cara
merajang atau mencacahnya. Kemudian taburkan secara merata di atas permukaan
lahan.Jerami ini berguna sebagai mulsa penutup tanah.Siapkan drainase di lahan
yang akan digunakan. Drainase dibuat berbentuk garis lurus dengan jarak antar
ruas sekitar 2 meter.Tujuan pembuatan drainase ini untuk membuang kelebihan
air, karena tidak ada pengolahan tanah, seperti peninggian bedeng tanam.Jangan
sampai lahan terendam air.Gulma menjadi faktor yang cukup mengganggu dalam
metode tanpa olah lahan.Bila laha yang kita gunakan ditumbuhi gulma sebaiknya
terapkan pembersihan gulma secara manual atau dengan kimia.
Bila bekas lahan yang digunakan kurang subur, bisa ditambahkan
penambahan pupuk organik.Boleh pupuk kompos atau pupuk kandang.Pupuk
ditaburkan dalam bentul larik, sesuai dengan baris lubang tanam. Dosis pupuk
organik untuk tanaman jagung sekitar 1,5-2 ton per hektar. Bila perlu bisa lakukan
pengapuran, cara menebarkan kapur sama dengan pupuk dalam bentuk larikan.
Dosis pengapuran sekitar 300-400 kg per hektar.
2. Tahapan penanaman
Pemilihan benih unggul yang memiliki tingkat keberhasilan tumbuh lebih
dari 95%.Penyiapan benih sebaiknya mengikuti anjuran produsen benih tersebut.
Bagi benih jagung yang bukan dari pabrikan, benih bisa disiapkan terlebih dahulu
dengan cara merendam terlebih dahulu dengan insektisida. Gunannya agar benih
terlindung dari serangan penyakit saat.Bagi benih yang diproduksi pabrik
biasanya sudah dicampur dengan insektisida, penampakan benih biasanya
berwarna merah, sehingga tidak perlu perendaman dengan insektisida.Jarak tanam
untuk tanaman jagung dalam satu baris sekitar 20 cm, sedangkan jarak antar baris
70-75 cm. Bila bedengan yang dibuat selebar 2 meter, akan terdapat setidaknya 3
baris tanaman jagung dalam satu bedeng.
Penanaman benih bisa dilakukan maksimal seminggu setelah pemberian
pupuk organik dan pengapuran.Lubang tanam dibuat dengan tugal atau mesin
planter.Kedalaman lubang tanam sekitar 3-5 cm. Masukkan 2 benih jagung dalam
satu lubang tanam.Kemudian tutup dengan dengan tanah, jangat dipadatkan.
Siapkan juga tempat penyemaian benih secara terpisah, gunanya untuk menyulam
tanaman jagung yang gagal tumbuh. Agar tanaman hasil sulaman memiliki umur
yang sama dengan tanaman yang telah ditanam di lahan.Periksa pertumbuhan
benih setelah satu minggu.Kemudian sulam benih yang gagal tumbuh dengan
bibit yang telah disemaikan di tempat terpisah. Usahakan penyulaman dilakukan
dengan tanaman yang seumur (Amir, MP dan Farida Arief,2012).
3. Pemupukan
Pemupukan tambahan dilakukan sebanyak 2- 3 kali dalam satu masa
tanam tergantung dari tingkat kesuburan tanah dan jenis benih yang
digunakan.Jagung hibrida biasanya membutuhkan pemupukan yang lebih banyak
dibanding jagung biasa.Jenis pupuk yang dibutuhkan tanaman jagung harus
memenuhi unsur N, P dan K. Unsur N bisa didapatkan dari urea, unsur P dari SP-
36 dan unsur K dari KCl. Takaran pupuk untuk budidaya jagung berdasarkan
anjuran Balitbangtan per hektarnya adalah 350 kg Urea + 200 kg SP-36 + 100 kg
KCl.Pengairan yang paling mudah digunakan untuk penanaman jagung di lahan
sawah adalah dengan sistem penggenangan. Bagian yang digenangi air hanya
bagian parit drainase saja bukan seluruh lahan.Caranya alirkan air ke saluran
drainase yang telah dibuat.Biarkan air meresap pada tanah bedengan.Setelah tanah
tampak basah, keluarkan kembali air dari saluran drainase.Ada 5 fase
pertumbuhan tanaman jagung yang memerlukan pengairan, yakni fase
pertumbuhan awal, fase pertumbuhan vegetatif, fase pembungaan, fase pengisian
biji dan fase pematangan.Panen dan pasca panen, untuk panen jagung harus
dikeringkan terlebih dahulu. Cara pengeringan yang paling umum adalah dengan
menjemurnya di ladang bersama-sama dengan klobotnya.Atau bisa juga dikupas
kelobotnya kemudian jagung dijemur di lantai atau di atas terpal.Kerusakan masih
bisa terjadi saat proses pengeringan terutama bila panen dilakukan di musim
hujan. Jagung yang masih basah sangat rentan dengan serangan jamur atau
cendawan.Jamur bisa merusak hasil panen hingga lebih dari 50%.

2.5 Jagung Pulut

2.5.1 Morfologi dan Fisiologi


Jagung pulut (Zea Mays Ceratina Kulesh) merupakan salah satu jenis
jagung yang memiliki karakter spesial yaitu pati dalam bentuk 100% amilopektin
memiliki rasa manis, pulen, dan penampilan menarik yang tidak dimiliki jagung
lain sehingga banyak digemari oleh masyarakat. Namun jagung pulut kurang
populer, khususnya di masyarakat kota karena kurang dipromosikan dan belum
mendapat perhatian sungguh-sungguh untuk dikembangkan. Hal ini dapat
mengakibatkan hilangnya sumber plasma nutfah jagung pulut khususnya yang
berasal dari daerah Bolaang Mongondow (Mahendradatta dan Tawali, 2008),
2.5.2 Prospek dalam bidang ekonomi
Di beberapa daerah, jagung pulut (waxy corn) digunakan sebagai jagung
rebus karena rasanya yang enak dan gurih. Kandungan amilopektin pada jagung
pulut hampir mencapai 100%. Endosperm jagung biasa terdiri atas campuran 72%
amilopektin dan 28% amilosa (Jugenheimer 1985). Menurut Bates et al. (1943)
dalam Alexander dan Creech (1977), kandungan endosperm jagung pulut hampir
semuanya amilopektin. Pada jagung pulut terdapat gen resesif wx dalam keadaan
homosigot (wxwx) yang mempengaruhi komposisi kimia pati sehingga
menyebabkan rasa yang enak dan gurih.
Hasil jagung pulut umumnya rendah, hanya 2-2,5 t/ha dan tidak tahan
penyakit bulai. Sampai saat ini pemuliaan jagung pulut belum banyak mendapat
perhatian, terutama dalam peningkatan potensi hasilnya, padahal permintaan
jagung pulut terus meningkat, terutama untuk industri jagung marning. Untuk
pembuatan jagung marning dibutuhkan biji jagung pulut yang ukurannya lebih
besar agar kualitasnya lebih bagus disbanding menggunakan biji kecil. Untuk itu
perlu diintrogresikan gen jagung pulut ke jagung putih yang bijinya lebih besar,
produktivitasnya lebih tinggi, dan memiliki nilai biologis yang tinggi atau dengan
membentuk jagung pulut hibrida yang berdaya hasil tinggi dan berbiji lebih besar.
II. PENUTUP

2.3 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan


sebagai berikut :
1. Potensi pengembangan tanaman pangan seperti jagung manis, jagung
pulut, jagung biasa dan sorgum sangat berpotensi untuk dikembangkan di
Indonesia.
2. Tanaman serealia merupakan tanaman yang mampu menghasilkan
karbohidrat dan pati yang di simpan di dalam biji sebagai cadangan
makanan. Contoh tanaman yang masuk ke dalam serealia yaitu jagung,
gandum dan sorgum.
3. Untuk tanaman gandum pembudidayaannya masih sangat kurang di
Indonesia han ini kareana gandum membutuhkan kondisi yang tepat untuk
pertumbuhannya dan masih kurangnya pengetahuan petani akan
pembudidayaan gandum membuat gandum kurang produktif di
kembangkan di Indonesia dalam jumlah besar.
4. Masing-masing tanaman memiliki karakteristik dan tata cara
pembudidayaan yang berbeda, hal ini tergantung dari jenis tanamannya
dan varietasnya.
DAFTAR PUSTAKA

AAK.2006. Teknik Bercocok Tanam Jagung.Yogyakarta.Kanisius.

Amir, MP dan Farida Arief.2012. Teknologi Budidaya Jagung (Zea maiz) Tanpa
Olah Tanah (TOT).Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Sulawesi Selatan.

Anderson, P.M., E.A. Oelke, and S.R. Simmons. 2013. Growth and development
guide for spring barley. University of Minnesota Agricultural Extension.
Diunduh 5 Agustus 2014
http://www.extension.umn.edu/agriculture/small grains/growthand-
development/spring-barley/.

Anderson, W.K and J. Garlinge. 2000. The wheat book: principles and practice.
The Grains Research and Development Corporation. Department of
Agriculture. Western Australia.

Australian Government. 2008. The biology of Triticum Aestivum L.em Thell


(Bread Wheat). Office of the gene technology regulator. Department of
Health and Ageing. Australian Government.

Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2013. Gandum, Varietas dan Teknik


Budidaya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.2007. Budidaya Jagung. Manis
.Palangkaraya. Departemen Pertanian.

Effendi, R dan M.B. Pabendon.2013.Deskripsi Varietas Unggul Jagung, Sorgum


Dan Gandum Edisi Tahun 2012. Balai Penelitian Serealia.

FAO. 2013. Crop water information: wheat. FAO WATER. Diunduh 20 Juli
2015. http:// www.fao.org/nr/water/cropinfo_wheat.html

Kirby, E.J.M. 2002. Botany of the wheat plant. In: Bread wheat: Improvement and
production. (Eds.): Curtis B.C, Rajaram. S, MacPherson G.H. FAO.

Nurmala, Tati.2006. Budidaya Tanaman Gandum. PT. Karya Nusantara.


Jakarta.

Nurmala, Tati.2006. Paket Teknologi Budidaya Gandum (Triticum spp)


Berdasarkan Agroekologis dan Pengembangannya. Makalah pada
pertemuan Evaluasi Kegiatan 2005 dan Rencana Produksi Serealia 2006.
Direktorat Serealia.

Percival, J. 1921. The wheat plant. A monograph. London, Duckworth.

Saenong, Sania.2003. Teknologi Benih Jagung. Pusat Penelitian dan


Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian

Sirappa, M.P.2003. prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai alternatif


komonitas pangan dan industry. Jurnal litbangpertanian 22(4)

Throup-Kristensen, K., M.S. Cortasa, and R. Loges. 2009. Winter wheat roots
grow twice as deep as spring wheat roots, is this important for N uptake
and N leaching loses?. Plant Soil 322:101-114.

Anda mungkin juga menyukai