Anda di halaman 1dari 15

Studi Daya Dukung Lingkungan Lahan Permukiman Baru Kabupaten Karo

Untuk Masyarakat di Daerah Pasca Erupsi Gunung Sinabung Sumatera


Utara.
Oleh :
Indang Dewata
Tim

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan merupakan proses pemanfaatan sumberdaya
alam secara optimal dengan menyeimbangkan ketersediaan sumberdaya alam dan
kebutuhan manusia saat ini tanpa mengabaikan kebutuhan generasiyang akan
datang (WCED 1987). Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tuntutan
kebutuhan manusia menyebabkan manusia mengeksploitasi sumberdaya alam
tanpa memperhatikan kemampuan dan daya dukung lingkungan. Sebagai
akibatnya, terjadi penurunan kualitas lingkungan (Muta'ali2012). Pembangunan
berkelanjutan memiliki tiga makna yakni a) pemanfaatan sumber daya alam untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengabaikan kebutuhan generasi di
masayang akan datang; b) pemanfaatan sumber daya alam tidak melebihi daya
dukung lingkungan; danc) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam.
Masalah kependudukan merupakan masalah penting didunia,terutama bagi
negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu
permasalahan kependudukan itu adalah pertambahan penduduk yang pesat.
Pertumbuhan penduduk yang pesat akan mendorong perubahan penggunaan lahan
antara lain untuk tempat tinggal dan fasilitas pembangunan. Luas daratan
permukaan bumi relatif tetap sedangkan kebutuhan manusia akan ruang tempat
tinggal terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Jumlah penduduk dunia saat ini sekitar 7.1 milyar dan Indonesia memiliki
jumlah keempat terbanyak didunia yakni 238 juta jiwa. Jumlah penduduk dunia 1
milyar terjadi pada tahun 1804 dan membutuhkan waktu 123 tahun untuk
mencapai 2 milyar. Namun pada abad ke 20 waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai 6 milyar hanya 72 tahun. Berarti pertumbuhan penduduk dunia dari
waktu ke waktu semakin relatif cepat. Demikian juga yang terjadi diIndonesia,
antara tahun1950 sampai dengan tahun 2010 pertumbuhan penduduk sekitar 1.4–
2.6 persen/tahun (Kodoatie2013). wilayah perkotaan, dimana perubahan
penggunaan lahan berlangsung dengan sangat dinamis(Pribadi et al.2006).
United Nations Development Programme/UNDP (1997) menjelaskan bahwa
ada dua permasalahan pokok dalam bidang permukiman yang dalam jangka
panjang masih akan dihadapi Indonesia, yaitu: (1) pembangunan permukiman
baru untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk. Diperkirakan 1.75juta unit
rumah dan sekitar 30000 ha tanah permukiman tiap tahun harus dibangun untuk
mengakomodasi pertumbuhan penduduk sampai dengan tahun 2020 dan (2)
pengelolaan permukiman yang telah ada untuk meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia dan sumberdaya sosial yang hidup didalamnya.
Seiring meningkatnya aktivitas semburan api (erupsi), Gunung Sinabung
telah mencapai status “awas” atau di level empat. Gunung yang tertidur selama
1600 tahun ini diperkirakan akan meletus. Keadaan ini membuat sebagian besar
masyarakat yang tinggal di Kabupaten Karo semakin cemas. Apalagi ribuan
warga telah diungsikan dari tempat tinggal mereka.
Sampai saat ini, tumpahan debu vulkanik Gunung Sinabung menyebabkan
rusaknya lahan pertanian dan perkebunan. Petani mengalami rugi besar. Kepala
Dinas Pertanian Karo Agustoni Tarigan mengatakan, erupsi Sinabung pada
September dan Oktober lalu menyebabkan penurunan hasil pertanian Karo
terutama sayur-mayur hingga 30 persen. Penurunan produksi sayur dan buah-
buahan menyebabkan kerugian Rp 70 miliar (Tempo.co, 12/11/2013). Salah satu
upaya pemerintah dalam penanggulangan bencana dengan penempatan
masyarakat korban gunung sinabung di lokasi baru.
Dengan terjadinya dinamika permukiman akibat perubahan penggunaan
lahan, salah satu masalah yang timbul diKaupaten Karo adalah banyaknya daerah-
daerah yang tidak sesuai untuk permukiman dimanfaatkan oleh penduduk untuk
mendirikan perumahan.
2. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka pertanyaan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagaimanakah dinamika perkembangan kawasan permukiman
baru di Pasca erupsi gunung sinabung Kabupaten Karo?
2) Bagaimanakah daya dukung lingkungan lahan untuk pengembangan
kawasan permukiman di Kabupaten karo ?
3) Apakah kawasan permukiman baru memiliki risiko bencana di
Kabupaten Karo ?
4) Apakah arahan kebijakan pembangunan permukiman berkelanjutan di
Kabupaten Karo?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan, menganalisis, dan
mendeskripsikan tentang :
1) Dinamika perkembangan kawasan permukiman diKabupaten Karo
2) Penentuan daya dukung lingkungan untuk pengembangan
kawasan permukiman baru di Kabupaten Karo .
3) Zonasi risiko bencana kawasan permukiman baru di Kabupaten Karo.
4) Arahan kebijakan pembangunan permukiman berkelanjutan di
Kabupaten Karo.
II. TINJAUANPUSTAKA

Dinamika permukiman merupakan perubahan keadaan permukiman dari


suatu keadaan menjadi keadaan lain. Perubahan keadaan tersebut biasanya
didasarkan pada waktu yang berbeda pada analisis ruang yang sama,baik
berlangsung secara alami maupun secara artifisial, dengancampur tangan manusia
yang mengatur arah perubahan keadaan tersebut (Antrop2004). Menurut Chustet
al.(2004), faktor-faktor fisik, sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang sangat
komplek dapat mempengaruhi perubahan alami permukiman, sehingga
mempunyai pengaruh positif maupun pengaruh negatif terhadap kesejahteraan
penduduk yang bermukim.

Kawasan permukiman pada wilayah perkotaan dari waktu kewaktu semakin


mengalami perluasan. Perubahan penggunaan lahan pada wilayah perkotaan
menjadi lahan terbangun dapat terbentuk secara alami, namun dapat juga
terbentuk akibat campur tangan manusia dalam pengaturan arah perubahannya.
Wilayah yang tumbuh secara alami tanpa campur tangan manusia penataan
perubahannya cenderung memiliki dampak negatif dibandingkan wilayah yang
besar campur tangan manusia dalam penataannya.

Dinamika perubahan penggunaan lahan untuk permukiman dipengaruhi


oleh pergerakan manusia dalam membangun permukiman serta pindahnyafungsi-
fungsi wilayah, seperti pendidikan, industri, perdagangan, dan lain sebagainya
(Kaur etal.2004).Selanjutnya Pribadietal (2006) menjelaskan bahwa pesatnya
pembangunan akan menyebabkan perubahan pola penggunaan lahan, dimana
ruang terbangun semakin mendominasi dan mendesak ruang-ruang alami untuk
berubah fungsi. Tingginya desakan terhadap ruang-ruang alami akan
menyebabkan menurunnya kemampuan alami lahan untuk menyerap dan
menampung air, terutama pada musim penghujan.

Konversi penggunaan lahan menjadi lahan terbangun dapat menimbulkan


dampak terjadinya peningkatan aliran permukaan dan semakin luasnya daerah
genangan banjir. Hal ini terjadi karena semakin berkuranganya ruang air untuk
melakukan penyerapan air kedalam tanah, terutama saat musim penghujan.
Semakin tidak adanya kontrol dalam pemanfaatan lahan terbangun, maka luasan
genangan banjir pada saat musim penghujan semakin luas untuk masa akan
datang. Pribadiet al (2006) menunjukkan bahwa perubahan alami disuatu wilayah
lebih dominan di dorong oleh terjadinya perluasan aktivitas ekonomi, pertanian,
dan perkebunan-perkebunan besar yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
perluasan permukiman ke wilayah pinggir (urbanfringe). Pembukaan lahan hutan
untuk aktivitas pertanian dan permukiman akan berdampak pada makin
berkurangnya fungsi ekosistem, sehingga arahan kebijakan adalah perlu menata
kembali aktivitas permukiman dan pertanian dalam konteks ruang agar tidak
menggeser kepentingan ekologis.

Wilayah permukiman merupakan salah satu bentuk lingkungan binaan,yang


dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu : (1) permukiman yang tidak terencana,
tumbuh dan berkembang berdasarkan aktivitas mata pencaharian penduduk dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dan (2) permukiman yang terencana yang sudah
mengacu pada UU penataan ruang serta kebijakan-kebijakan daerah yang tertuang
dalam rencana tata ruang daerah (Arif, 2003). Suryani dan Marisa (2005)
menjelaskan permukiman selain merupakan kebutuhan dasar manusia juga
mempunyai fungsi yang strategis sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian
budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang serta merupakan
pengaktualisasian diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat ditandai dengan
meningkatnya kualitas hidup yang layak dan rasa aman dari segala bahaya yang
mengancam keselamatan hidupnya.

Giyasir (2005) menambahkan bahwa kecenderungan pergeseran fungsi-


fungsi ke kotaan ke daerah pinggiran (urbanfringe), disebut dengan proses
perembetan kenampakan fisik kekotaan kearahluar (urban sprawl), sehingga
daerah pinggiran kota akan mengalami proses transformasi spasial. Proses
dentifikasi permukiman yang terjadi didaerah pinggiran kota merupakan realisasi
dari meningkatnya kebutuhan ruang didaerah perkotaan. Pada kondisi topografi
pinggiran kota yang berbukit, secara fisik lahan tidak bisa dikembangkan untuk
permukiman, tetapi dengan terjadinya proses idensifikasi akan menimbulkan
konversi lahan menjadi daerah permukiman perubahan penggunaan lahan juga
dipengaruhi oleh faktor semakin meningkatnya urbanisasi. Urbanisasi terjadi
karena adanya faktor pendorong dan daya tarik wilayah perkotaan. Masyarakat
perdesaan pindah ke wilayah perkotaan untuk mencari pekerjaan, pendidikan, dan
fasilitas perkotaan. Hal ini terjadi karena ketidakmerataannya pembangunan.
Semakin besarnya arus urbanisasi akan berdampak semakin luasnya kawasan
permukiman.

Dinamika perubahan penggunaan lahan untuk permukiman dipengaruhi


oleh pergerakan manusia dalam membangun permukiman serta pindahnyafungsi-
fungsi wilayah, seperti pendidikan, industri, perdagangan, dan lain sebagainya
(Kauretal, 2004). Faktor pendorong dan faktor penarik yang menyebabkan
penduduk dan fungsi-fungsi wilayah berkembang kedaerah pinggir,yaitufaktor
pendorong yang berhubungan dengan daerah asal dan faktor penarik yang
berkaitan dengan daerah tujuan (Yunus 1991). Pesatnya pembangunan akan
menyebabkan perubahan tutupan lahan, dimana ruang terbangun semakin
mendominasi dan mendesak ruang-ruang alami untuk berubah fungsi (Pribadi, et
al.2006).

Menurut Sitorus (2004) penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas pada


umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan dalam wilayah
tersebut dan kesesuaian lahan bagi suatu areal dapat digunakan sebagai pegangan
dalam pemanfaatan wilayah tersebut. Kesesuaian lahan untuk permukiman dapat
dibedakan atas 2, yaitu : (1) kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan alami,
yaitu kesesuaian lahan pada saat dilakukan evaluasi lahan tanpa ada perbaikan
yang berarti dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kendala atau faktor pembatas yang ada dalam suatu lahan dan (2) kesesuaian lahan
potensial, yaitu kesesuaian terhadap penggunaan lahan setelah diadakan usaha-
usaha perbaikan tertentuyang diperlukan terhadap faktor-faktor pembatasnya.

Faktor-faktor pembatas dalam evaluasi lahan dapat dibedakan atas faktor


pembatas yang bersifat permanen dan faktor pembatas yang bersifat non
permanen. Faktor pembatas yang bersifat permanen merupakan pembatas yang
tidak memungkinkan untuk diperbaiki dan kalaupun dapat diperbaiki, secara
ekonomis sangat tidak menguntungkan. Faktor pembatas yang dapat diperbaiki
merupakan pembatas yang mudah diperbaiki dan secara ekonomis masih dapat
memberikan keuntungandengan masukan teknologi yang tepat.

Hardjowigeno (2003) dan Heripoerwanton (2009) mengungkapkan bahwa


penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, disamping dapat
menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah
kemiskinan dan masalah sosial lainnya. Karena itu, evaluasi penggunaan lahan
harus dilakukan agar rencana tata guna tanah dapat tersusun dengan baik.
Selanjutnya evaluasi lahan merupakan salah satu pekerjaan dalam perencanaan
dan pengembangan wilayah. Dalam perencanaan tata guna tanah, proses penilaian
potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu diperoleh dengancara
melakukan survey dan pemetaan tanah yang hasilnya digambarkan dalam bentuk
peta, sebagai dasar untuk perencanaan tata guna tanah, sehingga tanah dapat
digunakan secara optimal. Lahan mempunyai kualitas terbaik untuk suatu jenis
kegunaan apabila sesuai untuk kegunaan tersebut. Lahan yang mempunyai
kualitas terbaik untuk pertanian belum tentu mempunyai kualitas yang baik untuk
lokasi perumahan. Kualitas lahan mencerminkan kondisi lahan yang berhubungan
dengan kebutuhan atau syarat penggunaan lahan.

Muta'ali (2013) menentukan lahan yang dapat digunakan untuk permukiman


memiliki beberapa karakteristik, antara lain : a) memiliki topografi datar sampai
bergelombang (lereng0-25%); b) tersediany asumber air dengan jumlahyang
cukup (60-100 liter/org/ hari); c) tidak berada pada daerah rawan bencana
(longsor,banjir,erosi,abrasi dan tsunami) ; d) drainase baik sampai sedang; e)
tidak berada pada daerah sempadan sungai, pantai, dan waduk; f) tidak berada
pada kawasan lindung; dan g) tidak berada pada kawasan budi daya pertanian dan
sawah irigasi teknis.
III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan Penduduk di Kabupaten Karo umumnya adalah


suku Karo dan mayoritas menganut agama Kristen. Data BPS Sensus 2015
penduduk yang beragama Kristen sebanyak 77.62% (Kristen Protestan 58.24%
dan Katolik 19.38%) dari 389.591 jiwa penduduk. Selain itu agama Islam juga
banyak dianut penduduk Kabupaten Karo, yakni mencapai 21.18%. Selebihnya
agama Buddha 0.72%, Konghucu 0.40% dan Hindu 0.05%.

Gambar1. Lokasi penelitian

Kabupaten Karo Memiliki Batas Wilayah Yaitu Sebagai Berikut :

Utara Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang


Selatan Kabupaten Dairi
Barat Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi Aceh)
Timur Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Samosir

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan atas dua jenis,
yaitu data primerdan data sekunder. Data primer dihasilkan dari pengukuran dan
pengumpulan dari lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen,
informasi, dan catatan resmi yang berasal dari berbagai instansi terkait. Menurut
Umar (2016), Umar et al (2017), Umar dan Dewata (2017), Umaretal (2017)
menyatakan bahwa beberapa kebutuhan peta dalam penelitian zona rawan
bencana dan kesesuaian lahan dapat dihasilkan dari beberapa sumber, antara lain:
(1) peta lereng dihasilkan dari Digital Elevation Model (DEM) menggunakan citra
Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) 1 Arc Second dengan skala 1 :
25.000; (2) peta jenis tanah diturunkan dari Peta Jenis Tanah (PPT) (1990) skala
1:250.000 yang diperbesar menjadi skala 1:25.000; (3) Peta bentuk lahan
dihasilkan dari land system skala 1:250.000 yang dibuat oleh Regional Physical
Planning Program for Transmigration (1990) diperbesar menjadi skala 1:25.000;
(4) Data curah hujan bersumber dari BMKG Sicincin periode 1975-2017
diinterpolasi menjadi peta ishyet skala 1:25.000; (5) Penggunaan lahan bersumber
dari citra landsat 8+ETM tahun 2016 dan dikoreksi dengan citra Quick Bird
0.65m tahun 2013 di interpretasi menjadi peta tutupan lahan dengan skala
1:25.000; (6) Peta geologi bersumber dari Badan Geologi Bandung tahun tahu
2007 skala 1;250.000 diperbesar menjadi skala 1;25.000; dan (7) peta elevasi
bersumber dari citra Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) 1 Arc Second
yang dirubah menjadi DEM (Digital Elevasion Model).

Tabel4disajikanjenis dan sumberdatayangdibutuhkan dalam penelitian.

1. Petalereng CitraShuttleRadarTopographyMission(SRTM)1Arc
Second
2. Petajenistanah PetaJenisTanah(PPT)Bogortahun1990skala1
3. Petasistemlah RegionalPhysicalPlanningProgramfor
landsystem :250.000
1990skala1:250.000
an/
4. Datacurahhuja Transmigrationtahun
BMKGSicinperiode1975-2017
5. Petageologi BadanGeologiBandungtahuntahun2007skala1;250.0
6. nTutupanlahan Landsat7+ETMtahun2016dandikoreksidengancitraQ
00
Bird0.65mtahun2010.
7 Elevasi uick
CitraShuttleRadarTopographyMission(SRTM)1Arc
Second
Sumber: Umar (2016),Umar,et.al (2017),Umar dan Dewata (2017),Umar,et al
(2017).

Uraian tahap peneitian berbagai kegiatan berikut. Pertama yakni


menentukan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Tanah Datar. Untuk
menentukan dinamika perubahan tutupan lahan dan perkembangan permukiman
menggunakan data citra secara time series (beberapa periode waktu). Data citra
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu citra Landsat 7+ETM tahun 2000, citra
Landsat 7+ETM tahun 2010, dan citra Landsat 7+ETM tahun 2017. Selanjutnya,
setelah mendapatkan citra dianalisis menggunakan software Art GIS10.1,
sehingga dapat tergambar perubahan tutupan lahan dari waktu ke waktu.

Pada tahapan kedua, yakni menentukan daya dukung kawasan untuk


permukiman. Daya dukung kawasan untuk permukiman menggunakan persamaan

1.Daya dukung permukiman (DDPm) dihasilkan dari luas lahan yang


tersedian untuk permukiman (LPm) dibagi dengan jumlah penduduk (JP), serta
dibagi dengan koefisien luas kebutuhan (ά) .Berdasarkan peraturan Menteri
Negara Perumahan Rakyat No 11/PERMEN/M/2008 bahwa koefisien luas

kebutuhan (ά) lahan untuk permukiman 300m2 untuk 6 jiwa. Untuk penentuan
indek daya dukung permukiman (DDPm) dengan ketentuan nilai DDPm lebih
besar dari 1 (DDPm>1), sebaliknya jika nilai DDPm dibawah 1(DDPm<1) maka
tidak terdapat kemampuan wilayah untuk mendukungkawasan permukiman./

DDPm = (1)

α
Tahap selanjutnya, yakni penentuan zona risiko bencana dan kebijakan
arahan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan. Untuk menentukan
risiko bencana RTRW yang telah disusun oleh pemerintah daerah dilakukan
pengkajian risiko bencana.Risiko bencana pada penelitian dihasilkan dari indek
kerawanan dan kerentanan (persamaan2). Dalam penentuan indek kerawanan
dilihat dari beberapa indikator, yaitu: lereng, geologi, jenis tanah, curah hujan,
morfologi, dan penggunaan lahan. Selanjutnya untuk menentukan kerawanan
indikator yang digunakan adalah kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio
orang cacat, rasio pendidikan, dan rasio umur

Risiko = bahaya x kerawanan (2)

Pada tahapan terakhir yakni menentukan arahan kebijkan mitigasi


ditentukan berdasarkan pendapat pakar dengan menggunakan metode AHP
(Analytical Hierarchy Process). Pakar akan menentukan penilaian yang
berdasarkan skala 1 sampai 9 secara perbandingan berpasangan (pairwise
comparision). Menurut Saaty (1983), Marimin dan Maghfiroh (2010) skala1
sampai 9. Nilai dan definisi pendapat pakar dalam skala perbandingan ada pada

Tabel5. Kriteria penilaian dalam AHP


Nilai Keterangan
1 A sama penting dengan B
3 A sedikit lebih pentingdari B
5 A jelas lebih pentingdariB
7 A sangat jelas lebih pentingdari B
2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang
berdekatan
9 A mutlak lebih penting dari B
Sumber: Saaty (1983), Marimin dan Maghfiroh (2010)

Pakar yang digunakan untuk penentuan arahan kebijakan mitigasi


berasal dari judge dilapangan di Kabupaten Karo serta,Tokoh masyarakat, Pusat
Kajian dan BPBD Kab.Tanah Karo. Jumlah pakar yang digunakan untuk
penentuan arahan kebijakan mitigasi pada zona rawan banjir sebanyak 25 orang
pakar.
Daftar Pustaka

[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2012. Tentang Pedoman


Umum Pengkajian Risiko BencanaNomor 2 Tahun 2012.

[BPBD] Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tanah Datar.2017.Statistik


Bencana Daerah.

[BPS]Badan Pusat Statistik Tanah Datar. 2016. Tanah Datardalam Angka.

Buol,S.W.,F.D.Hole.,andR.J.Cracken.1980.SoilGenesisandClassification.

Second Edition. TheIowa State UniversityPress.Amess

Canuti,P.,N.Casagli,andR.Fanti.2003.LandslideHazardforArchaeological

Heritage: The Caseof Tharros inItaly.LandslidesNews. 14/15:


40-43

Harun,U.R.1992.DinamikaPenggunaanSumberdayaLahandi
JawaBarat1970-

1990. JurnalPWK.3: 48-53

Hermon, D. 2017.GeografiBencana.Rajawali Press. Jakarta

Kustiawan,I.1997.PermasalahanKonversiLahan
PertaniandanImplikasinya terhadapPenataanRuang
Wilayah.StudiKasus:WilayahPanturaJawa Barat. JurnalPWK.8: 49-
60

Muta'ali,L.,2012.DayaDukungLingkunganuntukPerencanaan
Pengembangan Wilayah.Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG)
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Martono,D.N.,Surlan,danB.T.Sukmana.2005.AplikasiDataPengindera
an JauhuntukMendukung PerencanaanTataRuang diIndonesia.
http://io.ppi.jepang.org/article
Pribadi,D.O., D.Shiddiq,dan
M.Ermyanila.2006.ModelPerubahanTutupan LahandanFaktor-
Faktoryang Mempengaruhinya.JurnalTeknologi Lingkungan.Pusat
Pengkajian danPenerapan TeknologiLingkungan.7:

35-51

[RI]RepublikIndonesia.2007.Undang-undangRepublikIndonesiaNomor24

Tahun 2007 tentangPenanggulangan Bencana.

Sadyohutomo,M.(2008).ManajemenKota
danWilayahRealitasdanTantangan.

Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Sitorus,S.R.P.
2006.PengembanganLahanBerpenutupanTetapsebagaiKontrol
terhadapFaktor ResikoErosidan BencanaLongsor.Makalah.Lokakarya
PenataanRuang sebagaiWahanauntukMeminimalkanPotensiKejadian
BencanaLongsor. Jakarta. 7 Maret 2006

Syahrin,A.2003.Pengaturan
HukumdanKebijakanPembangunanPerumahan
danPermukimanBerkelanjutan.PustakaBangsa Press
Suryani,R.L.danA.Marisa.2005.Aspek-AspekyangMempengaruhi Masalah
PermukimandiPerkotaan.ProgramStudiArsitektur.FakultasTeknikUS
U. Medan

Umar,I., Widiatmaka, Pramudya,B.,danBarus,B.,2017.EvaluasiKesesuaian


Lahan untukPermukimandengan Pendekatan MCEdiKota
Padang.Jurnal PSL.2 (2): 84-95

Umar,I., danDewata,I.2017. Pendekatan Sistem. Penerbir Rajawali, Jakarta.


Utoyo,B.S.,E.Anwar,I.M.Sandy,R.S.Saefulhakim,danH.Santoso.2001.
AnalisisKeterkaitanantaraPertumbuhanWilayahdenganPolaPerubahan
Struktur PenggunaanLahan.ForumPascsarjana.24: 159-162

VirdinJ.W.2001.UnderstandingtheSynergiesbetweenClimateChangeand

Desertification. UNDP

Zain,A.F.M.2002.Distribution,Structure danFunctionof UrbanGreenSpacein


Southeast Asian Mega-Cities with Special Reference to Jakarta
MetropolitanRegion (JABOTABEK). Doctoral Degree Program.
DepartmentofAgriculturalandEnvironmentalBiology
GraduateSchoolof Agricultural andLife Sciences. The Universityof

Anda mungkin juga menyukai