Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
SYOK SEPSIS

KELOMPOK 6
Adinda Putri Lestari 1501021008
Ovinda Puji Lestari 1501021015
Eki Fatma Noviani 1501021022

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Syok Sepsis ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya berharap makalah ini dapat berguna dan
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai materi ini terhadap keperawatan.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun masa depan.

Jember, 10 Mei 2017

Penyusun

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa karena respon host teregulasi
terhadap infeksi, dan disfungsi organ didefinisikan sebagai perubahan akut total Sequential
Organ Failure Assessment (SOFA) skor lebih besar dari 2 poin sekunder untuk penyebab infeksi.
Syok septik terjadi pada subset dari pasien dengan sepsis dan terdiri dari kelainan metabolik
yang mendasari peredaran darah dan sel / yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas.
septic shock didefinisikan oleh bertahan hipotensi yang memerlukan vasopresor untuk
mempertahankan tekanan arteri rata-rata 65 mm Hg atau lebih tinggi dan tingkat serum laktat
lebih besar dari 2 mmol / L (18 mg / dL) meskipun resusitasi volume yang memadai.Ini 2016
definisi baru, juga disebut Sepsis-3, menghilangkan kebutuhan untuk kehadiran sindrom respons
inflamasi sistemik (SIRS) untuk menentukan sepsis, dan itu dihapus definisi sepsis berat. Apa
yang sebelumnya disebut sepsis berat sekarang definisi baru dari sepsis.

1.2 Tujuan
a.Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan kritis klien dengan
Syok Sepsis.
b.Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang definisi syok sepsis.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang etiologi syok sepsis.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pathogenesis syok sepsis.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang patofisiologi syok sepsis.
5. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang gejala klinis syok sepsis.
6. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang syok sepsis.
7. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang penatalaksanaan syok sepsis.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Syok Sepsis

Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan perfusi
jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme sel atau jaringan. Syok septik
merupakan keadaan akibat invasi bakteri atau produk toksisnya dimana terjadi penurunan
tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg dari
baseline) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau
perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan,
2007).

Dalam suatu penellitian dimana bakteri disuntikkan pada peritoneal binatang percobaan,
syok sepsis baru teradi setelah 12-24 jam kemudian, dan binatang yang bertahan didapatkan
perbaikan hemodinamik dalam waktu 7-10 hari (Parrillo, 1990). Jadi suatu syok sepsis harus
melewati fase bakterimia, sepsis, sindroma sepsis. Bakteremia adalah suatu keadaan
ditemukannya bakteri dalam kultur darah. Sepsis adalah suatu kejadian infeksi yang disertai
meningkatnya frekwensi nafas lebih dari 20x/m, denyut jantung lebih dari 90x/m, hipertermi
(suhu rectal lebih dari 38,5 C), hipoksemia, peningkatan laktat plasma dan oligouria (urine
<0,5cc/kgBB dalam 1 jam). Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ,
kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi:

1. Asidosis laktat
2. Oliguria
3. Atau perubahan akut pada status mental

2
2.2 Komplikasi
Kegagalan akhir-organ merupakan penyumbang utama untuk kematian pada sepsis dan
syok septik. Komplikasi dengan efek buruk terbesar pada kelangsungan hidup ARDS, DIC, dan
cedera ginjal akut (AKI; sebelumnya disebut gagal ginjal akut [ARF]).
Komplikasi lain dari syok septik meliputi berikut ini:
DIC (juga terjadi pada 40% pasien dengan syok septik)
disfungsi ginjal kronis
iskemia mesenterika
iskemia miokard dan disfungsi
Gagal hati
komplikasi lain yang berhubungan dengan hipotensi berkepanjangan dan disfungsi organ.

2.3 Epidemiologi

Sepsis adalah penyakit yang umum di perawatan intensif dimana hampir 1/3 pasien yang
masuk ICU adalah sepsis. Sepsis merupakan satu di antara sepuluh penyebab kematian di
Amerika Serikat. Angka kejadian sepsis meningkat secara bermakna dalam dekade lalu. Telah
dilaporkan angka kejadian sepsis meningkat dari 82 menjadi 240 pasien per 100.000 populasi
antara tahun 1979 – 2000 di Amerika Serikat dimana kejadian Severe sepsis berkisar antara 51
dan 95 pasien per 100.000 populasi (Hurtado, 2009)

Dalam waktu yang bersamaan angka kematian sepsis turun dari 27,8% menjadi 17,9%.
Jenis kelamin, penyakit kronis, keadaan imunosupresi, infeksi HIV dan keganasan merupakan
faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis. Beberapa kondisi tertentu seperti
gangguan organ secara progresif, infeksi nosokomial dan umur yang lanjut juga berhubungan
dengan meningkatnya risiko kematian. Angka kematian syok septik berkurang dari 61,6%
menjadi 53,1%. Turunnya angka kematian yang diamati selama dekade ini dapat disebabkan
karena adanya kemajuan dalam perawatan dan menghindari komplikasi (Srpinger, 2009).

3
Sejak 2002 The Surviving Sepsis Campaign telah diperkenalkan dengan tujuan awal
meningkatkan kesadaran dokter tentang mortalitas Severe sepsis dan memperbaiki hasil
pengobatan. Hal ini dilanjutkan untuk menghasilkan perubahan dalam standar pelayanan yang
akhirnya dapat menurunkan angka kematian secara bermakna.

2.4 Etiologi

Kebanyakan pasien yang mengembangkan sepsis dan syok septik memiliki keadaan yang
mendasari yang mengganggu mekanisme pertahanan host lokal atau sistemik. Sepsis terlihat
paling sering pada orang tua dan pada mereka dengan kondisi komorbiditas yang mempengaruhi
infeksi, seperti diabetes atau penyakit immunocompromising. Pasien mungkin juga memiliki
kerentanan genetik, membuat mereka lebih rentan untuk mengembangkan syok septik dari
infeksi yang ditoleransi dengan baik pada populasi umum.
Negara-negara penyakit yang paling umum predisposisi sepsis adalah keganasan, diabetes
mellitus, penyakit hati kronis, dan penyakit ginjal kronis. Penggunaan agen imunosupresif juga
merupakan faktor predisposisi umum. Selain itu, sepsis adalah komplikasi umum setelah operasi
besar, trauma, dan luka bakar yang luas. Pasien dengan kateter atau perangkat juga berisiko
tinggi.
Pada kebanyakan pasien dengan sepsis, sumber infeksi dapat diidentifikasi. Pengecualian adalah
pasien yang immunocompromised dengan neutropenia, di antaranya sumber yang jelas sering
tidak ditemukan.

2.5 Mikroorganisme penyebab


Sebelum pengenalan antibiotik, bakteri gram positif adalah organisme utama yang menyebabkan
sepsis. Selanjutnya, bakteri gram negatif menjadi patogen penting yang menyebabkan sepsis
berat dan syok septik. Saat ini, bagaimanapun, tingkat sepsis berat dan syok septik karena
organisme gram positif meningkat lagi karena penggunaan lebih sering prosedur invasif dan
garis pada pasien sakit kritis. Akibatnya, gram positif dan gram negatif mikroorganisme sekarang
tentang sama mungkin patogen penyebab syok septik.
4
saluran pernapasan dan infeksi perut adalah penyebab yang paling sering dari sepsis, diikuti oleh
infeksi saluran kemih dan jaringan lunak. Setiap sistem organ cenderung terinfeksi oleh satu set
tertentu dari patogen (lihat di bawah).
Infeksi saluran pernapasan bawah menyebabkan syok septik di 35-50% pasien. Berikut ini
adalah patogen yang umum:
Streptococcus pneumoniae
Klebsiella pneumoniae
Escherichia coli
Legionella spp
Haemophilus spp
Staphylococcus aureus
Pseudomonas spp
anaerob
bakteri gram negatif
Jamur (lihat gambar di bawah)

5
2.6 Patogenesis

Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin


proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi
adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-γ) yang membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang
menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-
4, IL-10, yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang
berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi,
maka menimbulkan kerugian bagi tubuh.

Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk LPSab
(Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan perantara reseptor
CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian makrofag mengekspresikan
imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif
yang mempunyai LPS pada dindingnya.

Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit oleh
monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC), kemudian
ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari
Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II
akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).

Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai
immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony stimulating factor).
Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ merangsang makrofag
mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ, IL-1β dan TNF-α merupakan sitokin proinflamasi, pada
sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1β dan TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan
TNF-α selain merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang
mekanismenya sampai saat ini belum jelas.

6
IL-1β sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi
oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan
adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3 langkah, yaitu:

1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-


selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif
2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang
mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel
dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel
3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang melisiskan dinding
endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk radikal bebas yang mempengaruhi
oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan
rusak. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan
kerusakan organ multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan
organ multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga
terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.

Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan IL-10 sebagai
sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-α dan fungsi APC. IL-10 juga
memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi,
maka kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah. (Hermawan, 2007).

7
2.7 Patofisiologi Syok Sepsis

Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang
melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai
mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi
keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan
homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses
inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai
organ.

Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan


maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator
juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung.

Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal
sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada
tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan
mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor
humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi
toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen dan
Pohan, 2007).

2.8 Gejala Klinis Sepsis

Tidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala konsitutif seperti lemah,
malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering: paru, tractus digestivus,
tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat
pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan
granulositopenia.

8
2.9 Tanda – tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) :

Peningkatan HR

Penurunan TD

Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi)

Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR

Crakles

Perubahan sensori

Penurunan urine output

Peningkatan temperature

Peningkatan cardiac output dan cardiac index

Penurunan SVR

Penurunan tekanan atrium kanan

Penurunan tekanan arteri pulmonalis

Penurunan curah ventrikel kiri

Penurunan PaO2

Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan PaCO2

Penurunan HCO3

(Hermawan, 2007).

9
2.10 Faktor risiko
Faktor risiko sepsis berat dan syok septik termasuk berikut:
Ekstrem usia (<10 tahun dan> 70 tahun)
penyakit primer (misalnya, sirosis hati, alkoholisme, diabetes mellitus, penyakit
cardiopulmonary, keganasan yang solid, dan hematologi keganasan)
Imunosupresi (misalnya, dari neutropenia, terapi imunosupresif [misalnya, dalam organ dan
transplantasi sumsum tulang penerima], terapi kortikosteroid, injeksi atau IV penggunaan
narkoba [lihat gambar di bawah ini], melengkapi kekurangan, asplenia)
Mayor operasi, trauma, luka bakar
prosedur invasif (misalnya, penempatan kateter, perangkat intravaskular, perangkat palsu,
hemodialisa dan kateter dialisis peritoneal, atau tabung endotrakeal)
Sebelumnya antibiotik pengobatan
rawat inap yang berkepanjangan
kerentanan genetik yang mendasari
Faktor-faktor lain (misalnya, melahirkan, aborsi, dan kekurangan gizi).

2.11 Derajat Syok menurut Kegawatannya

Syok Ringan

1. Kehilangan volume darah <20%,

2. Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot
rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa
adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi
urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

3. Tanda klinis: rasa dingin, hipotensi postural, takikardi, kulit lembab, urine pekat, diuresis
kurang, kesadaran masih normal

10
Syok Sedang

1. Kehilangan cairan 20%-40% dari volume darah total

2. Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini
tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan
ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi
kesadaran relatif masih baik.

3. Tanda klinis: penurunan kesadaran, delirium/agitasi, hipotensi, takikardi, nafas cepat dan
dalam, oliguri, asidosis metabolik.

Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

2.12 Diagnosis

Riwayat

Menentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah pasien
immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:

1. Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi
2. Hipotensi, oliguria, atau anuria
3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas
4. Perdarahan

11
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi dan inflamasi
yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan
genital.

Laboratorium

Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea
darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri,
elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang
terinfeksi harus dilakukan.

Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia,


dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis
respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.

Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan


fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia
lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat
serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat
menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi. (Hermawan, 2007).

12
Penatalaksanaan

Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:

1. Stabilisasi pasien langsung

Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus
dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat.
Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah
arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan
norepinefrin.

2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme

Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini
dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel
didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas
luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan
agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya
antara golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan gentamisin.

A. Golongan penicillin

- Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis


- Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari

B. Golongan penicillinase—resistant penicillin

- Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering


dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat
diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada
(Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).
13
- Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.

C. Gentamycin

Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati


terhadap efek nefrotoksiknya.

Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa
bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan:

Bakteri Antibiotik Dosis

Escherichia coli Ampisilin/sefalotin - Sefalotin: 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya
dilarutkan dalam 50-100 ml cairan,
Klebsiella, Gentamisin diberikan per drip dalam 20-30 menit untuk
Enterobacter menghindari flebitis.

Proteus mirabilis Ampisilin/sefalotin - Kloramfenikol: 6 x 0,5 g/hari iv

Pr. rettgeri, Pr. Gentamisin - Klindamisin: 4 x 0,5 g/hari iv


morgagni, Pr.
vulgaris

Mima-Herellea Gentamisin

Pseudomonas Gentamisin

Bacteroides Kloramfenikol/klindamisin

(Purwadianto dan Sampurna, 2000).

14
3.Fokus infeksi awal harus diobati

Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi


anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang
gangren (Hermawan, 2007).
Penatalaksanaan Syok Septik

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai
sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation;
c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan
dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-
12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.

1. Oksigenasi

Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi
miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah
akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor
oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi
vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang
mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi
oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen
di jaringan.

15
2. Terapi cairan

Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid
maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar
tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat
terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi
nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan
kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan
vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit
(PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada
keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang
akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.

3. Vasopresor dan inotropik

Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan


pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60
mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin
dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8
mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan
adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-
0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).

4. Bikarbonat

Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9
meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.

16
5. Disfungsi renal

Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan
gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi
digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama
perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.

6. Nutrisi

Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan
bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.

7. Kortikosteroid

Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan
diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison dengan
dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
(Chen dan Pohan, 2007).

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya kita dapat lebih spesifik menerapkan
menejemen ABCDE, serta lebih spesifik dalam menganalisa tingkat kritis pasien. Dalam
penanganan syok sepsis, hal ini bertujuan agar kitamampu memberikan pertolongan yang
maksimal, cepat dan tepat dalam pengambilan keputusan dandiagnosa.
3.2 Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa dan perawat untuk
memahami tentang defenisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi serta askep syok sepsis.

18
Daftar Pustaka

Andre K, dkk.2016, Septic Shock Clinical Presentation: medscape

Bone et al. Sepsis and multiple organ failure . The 12th Asia Pacific congress on diseases of the
chest Seul,1992:8-18
Bone et.al. A controlled clinical trial of high dose methylprednisolone in the treatment of severe
sepsisand septic shock. The NEJM 317: 653-658
Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9
Dobb G. Multiple organ failure, words mean what I say they mean, in intensive care word, 1991
8(4):157-159
Glauser et al. Septic Shock: pathogenesis. Lancet 1991, 338: 732-736
Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3
Hurtado FJ, Buroni M, Tenzi J. Sepsis: Clinical approach, evidence-based at the bedside. In:
Gallo A, et al, editors. Intensive and Critical Care Medicine.
Parillo et al. Septic shock in humans. Annals of internal medicine, 1991,113: 227-242
Purwadianto A dan Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta: Bina Aksara.
Pp: 55-6

Springer-Verlag Italia, 2009; p. 299-309. 2. Nguyen B, et al. Severe sepsis and septic shock:
Review of the literature and emergency. Department management guidelines. Annals of
Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-54.

19

Anda mungkin juga menyukai