Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ajeng Dyah Aprilia

NPM : 230110170022
Kelas : Perikanan A
Kelompok : 10 (Kepiting Raja)

Peran Mahasiswa Perikanan Terkait Isu Sungai Citarum

Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di propinsi Jawa


Barat. Panjang sungai citarum sekitar 269 km yang mengaliri area irigasi untuk
pertanian seluas 420.000 hektar. Arah aliran sungai citarum dari hulunya yang
berada di Gunang Wayang Selatan Kota Bandung mengalir ke utara dan bermuara
di laut jawa. Citarum mengaliri 12 wilayah administrasi kabupaten/kota dan
menyuplai air untuk kebutuhan penghidupan 28 juta masyarakat. Citarum
merupakan sumber dari denyut nadi perekonomian Indonesia sebesar 20% GDP
(Griss Domestic Product).
Dengan keberadaan sungai yang memiliki segudang manfaat yang
didapatkan. Berbanding terbalik dengan kondisi sungai citarum saat ini yang
sedang mengalami krisis. Semakin lama kondisi sungai citarum yang indah dan
bersih secara perlahan mulai tercemar. Karena kondisi sungai yang sangat
tercemar sehingga pada tahun 2013, Sungai Citarum dianugerahi predikat sebagai
sungai terkotor di dunia. Diberikan oleh Blacksmith Institute yaitu sebuah
organisasi nirlaba yang berbasis di New York dan Green Cross, Swiss.
Penghargaan yang diberikan ini bukannya menjadi tolak ukur akan menjadikan
sungai citarum lebih bersih tetapi menjadikannya semakin memburuk.
Saat ini daerah hulu Citarum, sekitar 500 pabrik berdiri dan hanya 20% saja
yang mengelola limbah dari industri dan sisanya membuang langsung limbah
mereka tanpa pengawasan dan tindakan dari pihak yang berwenang ke anak
sungai. Di akhir tahun 2017, Tim Survei Kodam III Siliwangi mencatat sebanyak
20.462 ton sampah organik dan anorganik dibuang ke Sungai Citarum. Sungai
Citarum telah berubah menjadi kakus raksasa dikarenakan pembuangan 35,5 ton
per hari tinja manusia dan 56 ton per hari kotoran ternak. Selain kotor air Sungai
Citarum juga sangat beracun. Hasil uji klinis Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan (BBPOM) Bandung pada air dan ikan ditemukan berbagai zat yang
berbahaya, seperti merkuri, Besi, Coliform, Mangan, Timbal, Sulfur, dan Klor.
Lebih parah lagi ditemukan bakteri yang sangat berbahaya yaitu Pseudomonas
aeroginosa yang bila menginfeksi manusia akan menimbulkan penyakit
meningitis, radang selaput mata, dan radang saluran kemih. Bakteri tersebut
diduga dibawa limbah medis yang dibuang ke Sungai Citarum yaitu kantong
darah HIV Aids, potongan tubuh manusia, dan alat medis bekas pakai.
Dengan kondisi Sungai Citarum yang masih tercemar berat mendorong
Presiden Joko Widodo turun tangan langsung. Jokowi menilai bahwa persoalan
Sungai Citarum belum berhasil dikarenakan belum terintergrasinya antara
lembaga, pemda, dan pemerintah pusat. Kemudian Jokowi memerintahkan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia untuk memimpin program
revitalisasi Sungai Citarum yang diharapkan 5 tahun kedepan air sungai sudah
makin baik, industri sudah punya IPAL-nya, dan setiap orang sudah mempunyai
MCK. Seluruh elemen masyarakat diikutsertakan untuk membantu program ini
seperti tokoh adat, budayawan, ahli hukum, aktivis dan relawan serta mahasiswa
dan akademis.
Mahasiswa sebagai agen perubahan sudah seharusnya untuk mengetahui
dan memberikan solusi terkait isu-isu permasalah yang sedang terjadi di
masyarakat Indonesia. Karena dengan adanya ide kreatif dari mahasiswa itu
sendiri, perubahan yang besar dapat terjadi. Berbagai jurusan yang berada di
perguruan tinggi dapat saling berkontribusi untuk membantu penyelesaian terkait
isu sungai citarum dari ilmu yang dipelajari.
Peran mahasiswa perikanan terkait isu Sungai Citarum ini dapat dilakukan
dengan cara memberi upaya untuk menurunkan pencemaran dimulai dari sumber
pencemar. Parameter yang menjadi dasar penurunan pencemaran yaitu BOD
(Biologycal Oxygen Demand) yaitu jumlah oksigen yang ada dalam perairan.
Semakin besar BOD maka semakin buruk kualitas air tersebut. Yang kedua Total
Fosfat, semakin tinggi Total fosfat maka pencemaran semakin tinggi. Penurunan
kadar tersebut dapat digunakan dengan Aerasi dan melalui mekanisme enchanced
biological phosphorus removal (EBPR) yang melibatkan organisme
pengakumulasi polifosfat. Teknologi yang ramah lingkungan juga perlu
dikembangkan untuk mengurangi pencemaran air. Mahasiswa perikanan dapat
berkolaborasi dengan masyarakat ataupun lembaga untuk menormalisasi alur
Sungai Citarum, merehabilitasi dan reboisasi atas lahan kritis, memberikan
edukasi kepada masyarakat secara konsisten dan terus-menerus agar lebih peduli
terhadap lingkungan, pengelolaan dan optimalisasi DAS Citarum yang lebih
efektif.
Diharapkan dengan terciptanya hubungan yang baik dan harmonis baik
masyarakat, mahasiswa, ataupun pimpinan negara untuk menjadikan Sungai
Citarum lebih baik dan bersih dapat memberikan hasil nyata yang dapat
dimanfaatkan kembali bagi masyarakat sekitar Sungai Citarum.

Anda mungkin juga menyukai