Anda di halaman 1dari 48

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka
1. Peningkatan Pembelajaran Bilangan Bulat pada Siswa Kelas IV SD
a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD
Pada umumnya anak masuk Sekolah Dasar pada usia 7 tahun,
sehingga siswa kelas IV SD berusia antara 9-10 tahun. Menurut Sumantri
(2012: 2.3-2.35), Karakteristik anak usia SD dapat terlihat dari berbagai
pertumbuhan dan perkembangan, yaitu:
1) Pertumbuhan fisik atau jasmani
Pertumbuhan fisik anak usia sekolah dasar pada setiap
individu berbeda dengan individu lain. Pada anak usia 10 tahun baik
laki-laki maupun perempuan, badannya bertambah berat kurang
lebih 3,5 kg dan tingginya bertambah. Namun setelah remaja anak
perempuan pada usia 12-13 tahun berkembang lebih cepat daripada
anak laki-laki. Menurut Tanner (Sumantri, 1973: 2.3), anak berusia 7
tahun tidak akan banyak berubah sampai berusia 9 tahun, hal ini
dalam keadaan normal.
2) Pertumbuhan intelektual dan emosional
Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada
berbagai faktor utama, antara lain kesehatan, gizi, kebugaran
jasmani, pergaulan, dan pembinaan orang tua. Akibat terganggunya
perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir
operasional, tidak memiliki kemampuan mental dan kurang aktif
dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan teman-
temannya. Selain itu perkembangan emosional juga dapat
dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut, dan
faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya
oleh anak yang sedang tumbuh.

9
10

3) Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa selalu meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia anak. Orang tua sebaiknya selalu memperhatikan
perkembangan tersebut, sebab pada masa ini, sangat menentukan
proses belajar. Bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai
dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua
membimbing anaknya.
4) Perkembangan sosial, moral, dan sikap
Perkembangan sosial anak, berkaitan dengan
pengembangan keterampilan bergaul anak. Sedangkan
perkembangan moral dan sikap anak ditandai dengan imitasi yaitu
peniruan sikap serta tingkah laku orang lain yang disengaja maupun
tidak oleh anak. Kemudian terjadi proses internalisasi karena
pengaruh sosial yang mendalam. Sehingga muncul kecenderungan
untuk menarik diri dari lingkungan sosial, minat, sikap atau
mengarahkan perhatian terhadap lingkungan sosial, minat, sikap
dalam kehidupan sosial.
Menurut Piaget (Sumantri, 2012: 1.16), perkembangan anak usia
7 – 11 tahun berada pada tahap operasional konkret, yaitu kemampuan
berpikir logis muncul pada tahap ini. Mereka dapat berpikir secara
sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini
permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan yang konkret.
Karakteristik kognitif periode operasional konkret menurut
Budiman (2006: 45), adalah dengan ciri-ciri:
1) Pemikiran yang reversibel, artinya dapat dipahami dalam dua arah.
Dengan berpikir reversibel, anak mampu berpikir logis yang dapat
digunakan dalam memcahkan masalah yang dihadapinya.
2) Mulai mengkonversi pemikiran tertentu. Anak usia 7-12 tahun sudah
mengerti adanya konsep kekekalan suatu objek, baik kekekalan
bilangan, substansi, panjang, luas, berat, maupun volume.
11

3) Adaptasi gambaran secara menyeluruh, mampu menjelaskan


perjalanan baik gambar maupun cerita.
4) Melihat suatu objek dari berbagai sudut pandang, ia memiliki
pemikiran yang bukan dari sudut pandang dirinya saja.
5) Mampu melakukan seriasi, yakni kemampuan mengatur unsur-unsur
menurut semakin besar atau semakin kecil.
6) Berpikir kausalitas, yakni pemahaman anak terhadap penyebab suatu
peristiwa atau kejadian yang senantiasa mempertanyakan mengapa
sesuatu terjadi.
Berdasarkan uraian beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa siswa kelas IV SD berusia 9-11 tahun berada pada
tahap operasional konkret, yaitu kemampuan berpikir logis dalam
pemecahan masalah menggunakan benda-benda konkret atau
menyerupai aslinya. Pada tahap ini anak sudah mampu memecahkan
masalah secara sistematis atau urut yang berawal dari rasa keingintahuan
yang kuat untuk melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang serta
senantiasa mempertanyakan mengapa sesuatu terjadi. Dalam melakukan
hal tersebut anak terbiasa untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dengan membentuk kelompok dalam melaksanakan dan
membagi tugasnya.
Dalam hal ini, guru dituntut dapat mengemas pembelajaran
dengan baik. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan aktif agar
memperoleh pengalaman langsung, baik secara individual maupun
dalam kelompok. Oleh karena itu, dibutuhkan model pembelajaran serta
media yang sesuai dengan perkembangan mereka. Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)
dengan media model tepat digunakan pada pembelajaran siswa kelas IV
SD untuk meningkatkan pembelajaran bilangan bulat karena dengan
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan media
model, siswa akan memperoleh pengalaman belajar secara bermakna
dengan mengkombinasikan pembelajaran individu maupun kelompok
12

serta lebih mudah memahami materi pelajaran menggunakan media


model.
b. Belajar dan Pembelajaran
1) Belajar
a) Pengertian Belajar
Dalam pengajaran, proses belajar memegang peranan
yang penting. Mengajar adalah proses membimbing kegiatan
belajar, dan kegiatan akan menjadi bermakna apabila terjadi
kegiatan belajar. Oleh karena itu peranan guru penting dalam
memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar
yang tepat bagi siswa.
Menurut Hamalik (2012: 36), belajar merupakan
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
Berdasarkan pengertian tersebut belajar adalah suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan
mengingat, akan tetapi mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan yang
lebih baik dari sebelumnya.
Menurut Sagala (2014: 11), belajar adalah kegiatan
individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan
dengan cara mengolah bahan ajar. Kegiatan mempelajari dalam
arti memahami fakta-fakta bukan sekedar menghafal fakta-fakta.
Proses belajar untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka
setiap individu menggunakan kemampuan pada ranah : (1)
kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan,
penalaran, atau pikiran (2) afektif yaitu kemampuan yang
mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi penerimaan, dan (3)
psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan
keterampilan jasmani berupa persepsi, kesiapan, gerakan dan
kreativitas.
13

Inti dari belajar menurut Bruner (Sagala, 2014: 35)


adalah suatu cara bagaimana orang memilih, mempertahankan,
dan mentransformasi informasi secara efektif. Dalam proses
belajar dapat dibedakan pada tiga fase yaitu: (1) informasi,
setiap belajar kita memperoleh informasi untuk menambah
pengetahuan, (2) transformasi, informasi yang telah diperoleh
dianalisis, diubah kedalam bentuk yang lebih abstrak atau
konseptual menjadi hal-hal yang lebih luas, (3) evaluasi, menilai
pengetahuan yang didapat kemudian dimanfaatkan untuk
memahami gejala-gejala yang terjadi dalam kehidupan.
Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengertian belajar adalah proses kegiatan memperoleh
informasi dengan mengolah bahan ajar berdasarkan pengalaman
kemudian dianalisis menjadi pengetahuan yang lebih bermakna.
Kegiatan belajar dilakukan dengan cara memahami isi atau
pesan belajar bukan sekedar menghafal. Hasil belajar yang
bermakna ditunjukkan oleh perubahan kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotor yang lebih baik dari sebelumnya.
b) Ciri-ciri Belajar
Kegiatan belajar yang dilakukan secara rutin dan teratur
akan ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik baik dari
aspek keterampilan maupun kepribadian. Perubahan yang
menyeluruh dan bersifat tetap akan berpengaruh terhadap hasil
dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Ciri-ciri belajar menurut Hamalik (2012: 49), meliputi
beberapa karakteristik, yaitu: (1) belajar berbeda dengan
kematangan, artinya perubahan tingkah laku dapat disebabkan
karena kematangan atau melalui proses interaksi antara
kematangan dan belajar, (2) belajar dibedakan dari perubahan
fisik dan mental, karena melakukan perbuatan berulangkali akan
mengakibatkan badan menjadi lelah, (3) ciri belajar yang
14

hasilnya relatif menetap, sehingga hasil belajar berupa


perubahan tingkah laku yang nyata, dapat diamati dan dikuasai
secara mantap.
Ciri khas belajar menurut Sagala (2014: 53), adalah
adanya perubahan, yaitu menghasilkan perubahan perilaku
dalam diri peserta didik. Belajar menghasilkan perubahan
perilaku yang secara relatif tetap dalam berpikir, merasa, dan
melakukan pada diri peserta didik. Perubahan tersebut terjadi
sebagai hasil latihan, pengalaman, dan pengembangan yang
hasilnya tidak dapat diamati secara langsung.
Beberapa ciri belajar menurut Darsono (Hamdani,
2011: 22), adalah sebagai berikut: (1) belajar dilakukan dengan
sadar dan mempunyai tujuan, (2) belajar merupakan pengalaman
sendiri, (3) belajar merupakan proses interaksi antara individu
dengan lingkungan, (4) belajar mengakibatkan terjadinya
perubahan pada diri orang yang belajar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
belajar memiliki ciri-ciri yaitu (1) belajar berbeda dengan
kematangan, (2) belajar merupakan perubahan fisik dan mental
yang menyebabkan rasa lelah, (3) belajar memiliki tujuan
berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
yang hasilnya relatif tetap dan dapat diamati sebagai hasil latian
berdasarkan pengalaman, (4) belajar merupakan interaksi
individu dengan lingkungan.
2) Pembelajaran
a) Pengertian Pembelajaran
Kegiatan yang mendasar dalam aktivitas pendidikan
adalah adanya proses pembelajaran di sekolah. Proses
pembelajaran dilaksanakan oleh guru, siswa, dan lingkungan
belajar untuk memperoleh hasil belajar.
15

Menurut Sagala (2014: 61), pembelajaran ialah


membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun
teori belajar sebagai penentu utama keberhasilan pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik.
Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala,
2014: 62) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Pendapat lain Hamalik (2012: 57), pembelajaran adalah
suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pendidikan. Unsur
manusiawi terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material,
meliputi buku, papan tulis, kapur. Fasilitas dan perlengakapan,
terdiri dari ruangan kelas, komputer. Prosedur, meliputi jadwal
dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan
sebagainya.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian pembelajaran adalah kegiatan yang berupa interaksi
belajar antara guru, siswa, dan sumber belajar dalam rangka
mempelajari materi pelajaran melalui metode, model, dan media
yang tepat sehingga memperoleh hasil belajar sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
b) Ciri-ciri Pembelajaran
Proses pembelajaran bersifat kompleks dan melibatkan
beberapa elemen pendidikan, meliputi guru, siswa, sumber
belajar, model, metode, media, kurikulum, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu dalam pembelajaran guru harus memahami
hakikat materi pelajaran dan model pembelajaran yang dapat
16

merangsang kemampuan siswa sesuai dengan kurikulum yang


ditentukan.
Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem
pembelajaran, yaitu (1) rencana, ialah penataan ketenagaan,
material, dan prosedural yang merupakan unsur-unsur sistem
pembelajaran dalam suatu rencana khusus, (2) saling
ketergantungan, antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang
serasi dalam suatu keseluruhan, (3) tujuan, sistem pembelajaran
harus mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai yaitu agar
siswa belajar (Hamalik, 2012: 66).
Menurut Sagala (2014: 63), pembelajaran mempunyai
dua karakteristik yaitu: (1) proses pembelajaran melibatkan
proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut
siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki
aktivitas siswa dalam proses berpikir, (2) pembelajaran
membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus
menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan berpikir siswa yang dapat membantu siswa
memperoleh pengetahuan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri pembelajaran yaitu terdapat rencana yang sistematis,
adanya saling ketergantungan antara aspek (motivasi, bahan
belajar, alat bantu, dan fasilitas lain) yang terdapat dalam
pembelajaran, adanya tujuan yang ingin dicapai dalam
pembelajaran, melibatkan proses mental siswa secara maksimal,
dan diarahkan untuk memperbaiki kemampuan berpikir siswa
dalam memperoleh pengetahuan, menekankan keaktifan siswa
serta menumbuhkan motivasi sehingga dapat menciptakan
suasana pembelajaran menyenangkan.
17

c. Pembelajaran Matematika tentang Bilangan Bulat pada Siswa Kelas


IV SD
1) Matematika
a) Pengertian Matematika
Menurut Depdiknas (2001: 7), menyatakan bahwa:
Kata Matematika berasal dari bahasa latin, manthanein
atau mathema yang berarti “ belajar atau hal yang
dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, Matematika
disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya
berkaitan dengan penalaran (Susanto, 2013: 184).

Menurut Susanto (2013: 185), Matematika merupakan


salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam
penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta
memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2014: 1)
adalah simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian
secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur
yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke
dalil.
Menurut Wahyudi (2015: 68), mengemukakan bahwa:
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang
memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses
penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep yang
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran
antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan
jelas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa


Matematika adalah suatu ilmu pasti yang memiliki objek abstrak
dan mengkaji kebenaran melalui penalaran deduktif,
18

kebenarannya bersifat jelas serta dapat meningkatkan


kemampuan berpikir dan berargumentasi terhadap permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan uraian tersebut,
dalam penelitian ini objek khusus yang diteliti yaitu tentang
bilangan bulat.
b) Tujuan Matematika
Menurut Wahyudi (2015: 68), tujuan pembelajaran
Matematika adalah melatih cara berpikir secara sistematis, logis,
kritis, kreatif, dan konsisten.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan
(2006: 148), mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami
konsep Matematika dengan menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
Matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan masalah, merancang model Matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh,
(4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5)
memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa
tujuan Matematika yaitu melatih cara berpikir secara sistematis,
logis, kritis, kreatif, dan konsisten untuk menyelesaikan dan
19

memecahkan persoalan Matematika dengan sikap ulet dan


percaya diri.
c) Ruang Lingkup Matematika
Wahyudi (2015: 70) mengemukakan bahwa:
Standar kompetensi Matematika merupakan seperangkat
kompetensi Matematika yang dibakukan dan harus
dicapai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran.
Standar ini dikelompokkan dalam kemahiran
Matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar,
statistika, peluang, trigonometri, dan kalkulus.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 148),


menyatakan bahwa mata pelajaran Matematika pada satuan
pendidikan SD/MI meliputi aspek sebagai berikut: (1) bilangan,
(2) geometri dan pengukuran, (3) pengolahan data. Salah satu
bidang kajian bilangan di kelas IV SD adalah bilangan bulat.
Berdasar dari ruang lingkup di atas, penelitian ini
berkaitan tentang pokok bahasan bilangan bulat yang merupakan
ruang lingkup dari bilangan.
2) Pembelajaran Matematika tentang Bilangan Bulat Kelas IV SD
Tujuan akhir dari pembelajaran Matematika di SD yaitu
agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep
Matematika dalam kehidupan sehari-hari. Agar dapat mencapai
tahap keterampilan tersebut, maka dalam mengajarkan Matematika
di sekolah dasar harus melalui langkah-langkah yang benar sesuai
dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Heruman (2014: 3),
memaparkan langkah-langkah pembelajaran Matematika di SD
sebagai berikut: (1) penanaman konsep dasar (penanaman konsep),
yaitu pembelajaran suatu konsep baru Matematika, ketika siswa
belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui
konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata
“mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan
jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif
20

siswa yang konkret dengan konsep baru Matematika yang abstrak.


Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat
peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan
pola pikir siswa, (2) pemahaman konsep, yaitu pembelajaran
lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih
memahami suatu konsep Matematika. Pemahaman konsep terdiri
atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari
pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan
kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan
yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman
konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap
sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, (3) pembinaan
keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep
dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan
bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai
konsep Matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep,
pembinaan keterampilan juga terdiri dari dua pengertian. Pertama,
merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konnsep dan
pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua,
pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan
yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan
pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan
pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan
sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah pembelajaran Matematika di sekolah dasar adalah
penanaman konsep, pemahaman konsep serta pembinaan
keterampilan.
Standar Kompetensi (SK) serta Kompetensi Dasar (KD)
mata pelajaran Matematika di SD merupakan standar minimum yang
secara nasional harus dicapai peserta didik dalam pembelajaran dan
21

menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan


pendidikan.
Berikut ini adalah Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar,
dan Indikator mata pelajaran Matematika di kelas IV SD semester II
(Silabus KTSP, 2006: 10):

Tabel 2.1 Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator


Mata Pelajaran Matematika Kelas IV Semester II
Standar
Kompetensi Dasar Indikator
Kompetensi
5. Menjumlahkan 5.2 Menjumlahkan 5.2.1Menjumlahkan
dan mengurang- bilangan bulat bilangan positif
kan bilangan bulat dengan positif
5.2.2Menjumlahkan
bilangan positif
dengan negatif
5.2.3Menjumlahkan
bilangan negatif
dengan positif
5.2.4Menjumlahkan
bilangan negatif
dengan negatif
5.3 Mengurangkan 5.3.1Mengurangkan
bilangan bulat bilangan positif
dengan positif
5.3.2Mengurangkan
bilangan positif
dengan negatif
5.3.3Mengurangkan
bilangan negatif
dengan positif
5.3.4Mengurangkan
bilangan negatif
dengan negatif
5.4Melakukan 5.4.1Menghitung
operasi hitung operasi
campuran campuran
bilangan bulat

Ruang lingkup materi pada penelitian ini yaitu aspek


bilangan bulat dengan standar kompetensi menjumlahkan dan
mengurangkan bilangan bulat. Kompetensi dasar beserta
22

indikator meliputi: menjumlahkan bilangan bulat baik positif


maupun negatif dan mengurangkan bilangan bulat baik positif
maupun negatif, dan operasi hitung campuran bilangan bulat.
Berikut ini materi pembelajaran bilangan bulat kelas IV
SD semester II:
(1) Pengertian Bilangan
Menurut Wahyudi (2015: 142), bilangan adalah
suatu ide yang bersifat abstrak. Bilangan itu bukan simbol
atau lambang dan bukan pula lambang bilangan. Bilangan
merupakan sesuatu yang bersifat abstrak yang memberikan
keterangan mengenai banyaknya anggota suatu himpunan.
Macam-macam bilangan diantaranya bilangan asli, bilangan
cacah, dan bilangan bulat, dan lain sebagainya.
(2) Pengertian Bilangan Bulat
Bilangan bulat menurut Wahyudi (2015: 204),
merupakan gabungan antara bilangan asli dengan bilangan-
bilangan negatifnya serta bilangan nol. Bilangan bulat juga
dapat diartikan sebagai gabungan antara bilangan negatif
dan bilangan cacah. Bilangan bulat anggotanya terdiri dari
bilangan positif, bilangan negatif, dan bilangan nol.
Himpunan bilangan asli = {1, 2, 3, 3, 4, ....}
Himpunan bilangan cacah = {0, 1, 2, 3, 4, ......}
Himpunan bilangan bulat = {......, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3,.....}
Bilangan bulat jika ditunjukkan pada garis bilangan sebagai
berikut.

..... -3 -2 -1 0 1 2 3 .....

Jadi bilangan bulat itu terdiri dari bilangan bulat postif {1,
2, 3, ....}, bilangan nol {0}, dan bilangan bulat negatif {-1, -
2, -3, .....}.
23

(a) Pengertian negatif satu (-1) harus dibedakan dengan


pengertian tanda “-“ pada operasi 3-1. Pengertian -1
dibaca “negatif 1” adalah menunjukkan kedudukan
bilangan -1 pada garis bilangan di sebelah kiri titik
pangkal nol (0). Sedangkan pada 3-1, tanda “-“ berarti
operasi, dibaca “tiga dikurangi satu”.
(b) Perhatikan garis bilangan pada bilangan bulat di atas.
Terlihat bahwa 2 lawan bilangannya -2, sedangkan -1
lawan bilangannya 1, kemudian 4 lawan bilangannya -
4, dan seterusnya. Dua bilangan dikatakan saling
berlawanan apabila da bilangan itu dijumlahkan
menghasilkan 0.
(3) Materi Bilangan Bulat Kelas IV SD
(a) Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat
Menurut Saepudin, A, dkk (2009: 109),
operasi penjumlahan bilangan bulat dijelaskan sebagai
berikut:
- Penjumlahan bilangan positif dengan positif
Contoh: 3 + 2 = ....

Langkah-langkah untuk menjumlahkan:


 Gambarlah garis bilangan.
 Melangkah dimulai dari titik 0 ke kanan 3
satuan, sampai di angka 3.
 Lalu melangkah 2 satuan ke kanan dari angka
3.
 Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka 5.
24

 Jadi, 3 + 2 = 5
- Penjumlahan bilangan positif dengan negatif
Contoh: 4 + (-3) = ....

Langkah-langkah untuk menjumlah:


 Gambarlah garis bilangan.
 Melangkah dimulai dari titik 0 ke kanan 4
satuan sampai di angka 4.
 Lalu melangkah 3 satuan ke kiri dari angka 4.
 Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka 1.
 Jadi, 4 + (- 3) = 1
- Penjumlahan bilangan negatif dengan positif
Contoh: -5 + 4 = ....

Langkah-langkah untuk menjumlahkan:


 Gambarlah garis bilangan.
 Melangkah dimulai dari titik 0 ke kiri 5 satuan
sampai di angka -5.
 Lalu melangkah 4 satuan ke kanan dari angka -
5.
 Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka - 1.
 Jadi, (- 5) + 4 = - 1
- Penjumlahan bilangan negatif dengan negatif
Contoh: -2 + (-4) = .....
25

Langkah-langkah untuk menjumlahkan:


 Gambarlah garis bilangan.
 Melangkah dimulai dari titik 0 ke kiri 2 satuan
sampai di angka -2.
 Lalu melangkah 4 satuan ke kiri dari -2.
 Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka -6.
 Jadi, - 2 + (- 4) = - 6
(b) Operasi Pengurangan Bilangan Bulat
Menurut Saepudin, A, dkk (2009: 113),
operasi penjumlahan bilangan bulat dijelaskan sebagai
berikut:
- Penjumlahan bilangan positif dengan positif
Contoh: 6 – 2 = .....

Langkah-langkah untuk pengurangan:


 Gambarlah garis bilangan.
 Melangkah dimulai dari titik 0 ke kanan 6
satuan sampai di angka 6.
 Lalu melangkah 2 satuan ke kiri dari angka 6.
 Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka 4.
 Jadi, 6 – 2 = 4
- Penjumlahan bilangan positif dengan negatif
Mengurangi suatu bilangan sama dengan
menambah dengan lawannya.
26

Jadi: a – (–b) = a + b
Contoh: 2 – (-3) = .....

Langkah-langkah untuk pengurangan:


 Gambarlah garis bilangan.
 Melangkah dimulai dari titik 0 ke kanan 2
satuan sampai di angka 2.
 Lalu melangkah 3 satuan ke kanan dari angka 2.
 Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka 5.
 Jadi, 2 – (- 3) = 5
- Penjumlahan bilangan negatif dengan positif
Contoh: (-2) – 3 = .....

 Gambarlah garis bilangan.


 Melangkah dimulai dari titik 0 ke kiri 2 satuan
sampai di angka 2.
 Lalu melangkah 3 satuan ke kiri dari angka -2.
 Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir
panah, ternyata angka - 5.
 Jadi, (- 2) – 3 = - 5
- Penjumlahan bilangan negatif dengan negatif
Mengurangi suatu bilangan sama dengan
menambah dengan lawannya.
Jadi : –a – (–b) = –a + b
Contoh: -5 – (-2) = ....
27

Langkah-langkah pengurangan:
 Gambarlah garis bilangan.
 Melangkah dimulai dari titik 0 ke kiri 5 satuan
sampai di angka -5.
 Lalu melangkah 2 satuan ke kanan.
 Lihatlah angka lurus dengan posisi terakhir panah,
ternyata angka -3.
 Jadi, -5 – (-2) = -3
(c) Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat
Menurut Mustaqim dan Astuty (2008: 154),
operasi hitung campuran pada bilangan bulat
dijelaskan sebagai berikut:
Operasi hitung campuran adalah antara
penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat.
Contoh:
1. -4 + 12 – 3 = ......

2. 6 – (-4) + (-15) = .....


28

d. Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Bilangan Bulat


pada Siswa Kelas IV SD
Menurut Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional (2014:
1470), peningkatan merupakan proses, cara, perbuatan meningkatkan
(usaha, kegiatan, dsb).
Pembelajaran Matematika adalah kegiatan yang berupa proses
interaksi belajar antara guru, siswa, dan sumber belajar dalam rangka
mempelajari materi pelajaran Matematika tentang bilangan bulat melalui
metode, model, dan media yang tepat sehingga memperoleh hasil belajar
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Jadi, peningkatan pembelajaran Matematika tentang bilangan
bulat pada siswa kelas IV SD adalah suatu upaya untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang efektif dalam
pembelajaran Matematika tentang konsep bilangan bulat yang meliputi
penjumlahan, pengurangan, dan operasi hitung campuran pada siswa
kelas IV SD yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, berpikir
konkret, dan senang membentuk kelompok kecil dalam pembelajaran.
2. Media Model
a. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah
berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa arab, media
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima
pesan. Menurut Gerlach & Ely (Arsyad, 2015: 3), bahwa media apabila
dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang
membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku
teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus,
pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan
sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap,
memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
29

Pendapat dari Sundayana (2015: 6), media diposisikan sebagai


suatu alat atau sejenisnya yang dapat dipergunakan sebagai pembawa
pesan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Pesan yang dimaksud adalah
materi pelajaran dan keberadaan media tersebut dimaksudkan agar pesan
dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa. Apabila media
adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan
manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan menurut Sudjana & Rivai (2013: 1), kedudukan
media adalah sebagai alat bantu mengajar dalam komponen metodologi,
sebagai salah satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
media pembelajaran adalah alat bantu yang berasal dari lingkungan
sekitar siswa untuk membantu proses belajar mengajar, sehingga siswa
lebih mudah menangkap pesan belajar yang disampaikan oleh guru.
b. Fungsi Media Pembelajaran
Keberadaan media pembelajaran mempunyai peranan penting
dalam proses belajar mengajar. Sadiman (Sundayana, 2015: 7),
menyatakan bahwa media mempunyai fungsi: (1) memperjelas pesan
agar tidak terlalu verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu,
tenaga, dan daya indra, (3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih
langsung antara siswa dengan sumber belajar, (4) memungkinkan anak
belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori &
kinestetiknya, (5) memberi rangsangan yang sama, mempersamakan
pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama, (6) penyampaian
pesan pembelajaran lebih terstandar, (7) pembelajaran dapat lebih
menarik, (8) pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan
teori belajar, (9) waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek,
(10) kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, (11) proses pembelajaran
dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun, (12) sikap positif siswa
30

terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat


ditingkatkan.
Peranan media menurut Sudjana & Rivai (2013: 6), adalah
ditempatkan sebagai:
1) Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru
menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini media digunakan guru
sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran.
2) Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji
lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya.
Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber
pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.
3) Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-
bahan yang harus dipelajari siswa baik individual maupun kelompok.
Dengan demikian akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan
mengajar.
Menurut Arsyad (2015: 29), manfaat praktis dari penggunaan
media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
(1) media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan
informasi, (2) media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan
perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi
lansung antara siswa dengan lingkungan, dan kemungkinan siswa untuk
belajar sendiri, (3) media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan
indera, ruang, dan waktu, (4) media pembelajaran dapat memberikan
kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa di lingkungan
serta memungkinkan interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan
lingkungan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi
media pembelajaran yaitu: (1) sebagai sumber belajar, (2) memperjelas
pesan yang disampaikan pada siswa, (3) meningkatkan motivasi belajar
siswa, (4) mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, (5)
memberikan kesamaan pengalaman pada siswa.
31

c. Jenis- jenis Media Pembelajaran


Pengelompokkan terhadap beberapa media pembelajaran
dilakukan mengingat banyaknya media yang digunakan dalam
pembelajaran. Pengelompokan ini secara praktis dimaksudkan agar
memudahkan kita sebagai pengguna dalam memahami prinsip
penggunaan, perawatan, dan pemilihan media dalam proses
pembelajaran.
Menurut Sanjaya (Sundayana, 2015: 13), media pembelajaran
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari
beberapa sudut, yaitu:
1) Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam: (a) media auditif,
media yang dapat didengar saja, seperti radio dan rekaman suara, (b)
media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, seperti film,
slide, foto, dan lain sebagainya, (c) media audiovisual, yaitu jenis
media yang mengandung unsur suara dan gambar, seperti rekaman
video, slide suara, film, dan lain sebagainya.
2) Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke
dalam: (a) media yang memiliki daya liput luas dan serentak seperti
radio dan televisi, (b) media yang mempunyai daya liput terbatas
oleh ruang dan waktu, seperti film slide, video, dan lain sebagainya.
3) Dilihat dari teknik pemakaiannya, media dapat dibagi (a) media yang
diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, dan lain sebagainya, (b)
media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio,
dan lain sebagainya.
Taksonomi menurut Briggs (Sadiman, dkk, 2011: 23)
mengidentifikasikan 13 macam media yang dipergunakan dalam proses
belajar mengajar, yaitu objek, model, suara langsung, rekaman audio,
media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi,
film rangkai, film bingkai, film, televisi, dan gambar.
Menurut Seels & Glasglow (Arsyad, 2015: 35), media dibagi ke
dalam dua katergori luas, yaitu media tradisional antara lain visual diam
32

yang diproyeksikan, visual yang tidak diproyeksikan, audio, penyajian


multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, cetak, permainan, realia
(model) dan media teknologi mutakhir antara lain media berbasis
telekomunikasi (telekonferen, kuliah jarak jauh), media berbasis
mikroprosesor.
Menurut Sudjana & Rivai (2013: 3), ada beberapa jenis media
pembelajaran, yaitu pertama media grafis, seperti gambar, foto, grafik,
bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain. Kedua media
tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat, model
penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama, dan lain-lain.
Ketiga, media proyeksi seperti slide, file strips, dan penggunaan OHP.
Keempat penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa jenis-jenis media pembelajaran yaitu (a) media dua dimensi,
seperti gambar, foto, lukisan, poster, komik, kartun, dan lain sebagainya,
(b) media tiga dimensi, seperti model, mock up, diorama, dan lain
sebagainya, (c) media proyeksi seperti slide, film strips, film, OHP, (d)
media pembelajaran komputer, dan (e) media lingkungan. Dalam
penelitian ini, jenis media yang digunakan adalah media tiga dimensi
yaitu model.
d. Media Model
1) Pengertian Media Model
Model adalah bentuk tiruan dalam wujud tiga dimensi yang
merupakan representasi atau pengganti dari benda yang
sesungguhnya (Asyhar, 2011: 56).
Sudjana dan Rivai (2013: 156), mengemukakan model
merupakan tiruan tiga dimensional dari beberapa objek nyata yang
terlalu besar, terlalu jauh, terlalu kecil, terlalu mahal, terlalu jarang,
atau terlalu ruwet untuk dibawa ke dalam kelas dan dipelajari siswa
dalam wujud aslinya.
33

Pendapat lain Daryanto (2013: 30), model disebut media


tiruan. Belajar melalui model dilakukan untuk pokok bahasan
tertentu yang tidak mungkin dapat dilakukan melalui pengamatan
langsung atau melalui benda sebenarnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian
model adalah media tiga dimensi yang mewakili benda aslinya
(benda tiruan) untuk mempermudah pemahaman siswa.
2) Macam-macam Media Model
Sudjana dan Rivai (2013: 156), mengelompokkan model ke
dalam enam kategori yaitu sebagai berikut:
a) Model padat (solid model), suatu model yang memperlihatkan
bagian permukaan luar daripada objek dan sering membuang
bagian-bagian yang membingungkan gagasan-gagasan
utamanya dari bentuk, warna, dan susunannya. Contohnya
antara lain bentuk boneka, berbagai bendera, macam-macam
makanan, bentuk geometri, anatomi manusia dan binatang,
lapisan tanah, dan lain sebagainya.
b) Model penampang (cutaway model), model yang
memperlihatkan bagaimana sebuah objek itu tampak, apabila
bagian permukaannya diangkat untuk mengetahui susunan
bagian dalamnya. Model ini dinamanakn model X-Ray atau
Crossection. Model ini sangat berguna untuk mata pelajaran
IPS, khususnya biologi. Model ini biasanya dibubuhi dengan
warna-warna yang kontras.
c) Model susun (build-up model), terdiri dari beberapa bagian
objek yang lengkap, atau sedikitnya suatu bagian penting dari
objek itu. Contoh model ini yang paling dikenal adalah torso.
d) Model kerja (working model), tiruan dari suatu objek yang
memperlihatkan bagian luar dari objek asli, dan mempunyai
beberapa bagian dari benda yang sesungguhnya. Contohnya alat
34

Matematika, mesin angkutan, peralatan musik, dan lain


sebagainya.
e) Mocks up, penyederhanaan susunan bagian pokok dari suatu
proses atau sistem yang lebih rumit. Contohnya drivotrainer,
tenaga dorong jet, sistem telepon, dan lain sebagainya.
f) Diorama, pemandangan tiga dimensi mini untuk mengambarkan
pemandangan yang sebenarnya. Contohnya adegan cerita,
perindustrian, peristiwa bersejarah, dan lain sebagainya.
Pendapat lain dari Daryanto (2013: 31), model dibedakan
atas: model perbandingan (misalnya globe), model yang
disederhanakan, model irisan, model susunan, model terbuka, model
utuh, boneka, dan topeng. Ada beberapa tujuan belajar menggunakan
model yaitu: (1) mengatasi kesulitan yang muncul ketika
mempelajari objek yang terlalu besar, (2) untuk mempelajari objek
yang telah menjadi sejarah di masa lampau, (3) untuk mempelajari
objek-objek yang tak terjangkau secara fisik, (4) untuk mempelajari
objek yang mudah dijangkau tetapi tidak memberikan keterangan
yang memadai (misalnya mata manusia, telinga), (5) untuk
mempelajari konstruksi-konstruksi yang abstrak, untuk
memperlihatkan proses dari objek yang luas.
Berdasarkan uraian tentang macam-macam model di atas,
dapat disimpulkan bahwa media model dibagi menjadi: (1) model
padat (solid model), (2) model penampang (cutaway model), (3)
model susun (build-up model), (4) model kerja (working model), (5)
muck-up, dan (6) diorama.
Merujuk pada macam-macam model di atas, dalam
penelitian ini model yang digunakan adalah model kerja (working
model) untuk mengajarkan konsep bilangan bulat. Mengingat
pentingnya model kerja yaitu untuk mendorong keingintahuan siswa,
bagaimana cara kerja model tersebut dalam membantu memahami
35

materi pembelajaran. Contoh model kerja yang digunakan adalah


mainan anak yaitu mobil-mobilan.
3) Kelebihan dan Kelemahan Media Model
Kelebihan menggunakan media model menurut Daryanto
(2013: 31), yaitu: (1) belajar difokuskan pada bagian yang penting-
penting saja, (2) dapat menunjukkan struktur dalam suatu objek, (3)
siswa memperoleh pengalaman yang konkret.
Menurut Moedjiono (Daryanto, 2013: 29), media model
memiliki beberapa kelebihan yaitu (1) memberikan pengalaman
secara langsung, (2) penyajian secara konkret dan menghindari
verbalisme, (3) dapat menunjukkan objek secara utuh baik
konstruksi maupun cara kerjanya, (4) dapat memperlihatkan struktur
organisasi secara jelas, (5) dapat menunjukkan alur suatu proses
secara jelas. Sedangkan kelemahan media model adalah tidak bisa
menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, bagi yang
berkebutuhan khusus sulit menggunakan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa media
model memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan media model
yaitu: (1) mewakili benda aslinya secara konkret, (2) membuat siswa
lebih tertarik mengikuti pembelajaran, (3) memperlihatkan objek
secara utuh beserta cara kerjanya.Sedangkan kelemahan media
model yaitu: (1) tidak bisa dijangkau dalam sasaran jumlah, (2) anak
yang berkebutuhan khusus sulit membandingkan.
4) Pembelajaran Bilangan Bulat dengan Menggunakan Media
Model
Secara umum menurut Sadiman, dkk (2011: 198), terdapat
tiga langkah utama dalam penggunaan media model, yaitu:
a) Persiapan sebelum menggunakan media
Pada langkah persiapan guru pertama-tama mempelajari buku
penunjuk atau bahan ajar yang sesuai, kemudian mempersiapkan
peralatan yang diperlukan dalam penggunaan media. Setelah itu,
36

guru perlu mengatur penempatan media dan peralatan yang lain


dengan baik sehingga tiap siswa atau kelompok memiliki
kesempatan yang sama untuk melihat media tersebut.
b) Kegiatan selama penggunaan media
Pada langkah kedua ini, yang harus guru lakukan adalah
menjaga suasana atau ketenangan kelas, menghindari gangguan
yang dimungkinkan dapat menghambat atau menganggu
konsentrasi siswa dalam belajar.
c) Kegiatan tindak lanjut
Sedangkan langkah terakhir, guru hendaknya menjajagi apakah
tujuan pembelajaran telah tercapai atau belum.
Media model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mobil-mobilan. Menurut (Wahyudi, 2014: 142), Langkah-langkah
penggunaan media model antara lain:
a) Setiap akan melakukan peragaan, posisi awal model harus
dimulai dari bilangan 0 (nol) dan model menghadap ke depan
(ke kanan).
b) Bilangan
(1) untuk bilangan positif, model digerakkan maju (ke kanan)
(2) untuk bilangan negatif, model digerakkan mundur (ke kiri)
(3) bilangan nol, model diam (tidak bergerak)
c) Operasi
(1) penjumlahan (+), model digerakkan maju (ke kanan) terus
sesuai bilangan penjumlahnya.
(2) pengurangan (-), model berbalik arah.
(1) Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat
Tanda “+” merupakan operasi tambah atau
penjumlahan. Terdapat beberapa kemungkinan bentuk pasangan
operasi biner pada bilangan bulat, yaitu:
- Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif
- Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif
37

- Bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif


- Bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif
Operasi penjumlahan pada bilangan bulat dapat
diperagakan dengan gerakan suatu model, yaitu dengan gerakan
maju atau mundur dari suatu model, misalnya menggunakan
gerakan mobil dengan ketentuan sebagai berikut:
Contoh: a + b = c ; a, b, c merupakan bilangan bulat
a. Model mula-mula menghadap ke kanan di titik 0.
b. Jika a bilangan positif, model menghadap ke kanan dan
maju sejauh a.
c. Jika a bilangan negatif, model mundur (ke kiri) sejauh –a.
d. Operasi penjumlahan, berarti gerakan model dilanjutkan.
e. Jika b bilangan positif, model dilanjutkan bergerak maju (ke
kanan) sejauh b.
f. Jika b bilangan negatif, model dilanjutkan bergerak mundur
(ke kiri) sejauh –b.
g. c adalah tempat gerakan terakhir dari model, merupakan
hasil penjumlahan.
(2) Operasi Pengurangan Bilangan Bulat
Tanda “-“ pada kalimat Matematika 4-6 merupakan
operasi pengurangan/selisih. Pengurangan pada bilangan
bulat juga dapat diperagakan dengan gerakan model, yaitu
dengan gerakan suatu model, yaitu dengan gerakan maju
atau mundur dari suatu model, misalnya menggunakan
gerakan sebuah mobil dengan ketentuan sebagai berikut:
Misalnya: a – b = c ; a, b, c merupakan bilangan bulat
a. Model mula-mula menghadap ke kanan di titik 0.
b. Jika a bilangan positif, maka model menghadap ke
kanan dan maju (ke kanan) sejauh a.
c. Jika a bilangan negatif, maka model mundur (ke kiri)
sejauh –a.
38

d. Operasi pengurangan diartikan pada model dengan cara


berbalik arah.
e. Jika b bilangan positif, maka model dilanjutkan
bergerak maju (setelah berbalik) sejauh b.
f. Jika bilangan negatif, maka model dilanjutkan bergerak
mundur (setelah berbalik) sejauh –b.
g. c adalah tempat gerakan terakhir dari model,
merupakan hasil pengurangan.
(3) Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat
Operasi hitung campuran terdiri dari penjumlahan
dan pengurangan. Operasi hitung campuran pada bilangan
bulat dapat diperagakan dengan gerakan suatu model, yaitu
dengan gerakan maju atau mundur dari suatu model,
misalnya menggunakan gerakan mobil. Untuk ketentuan
peragaan model sama seperti operasi penjumlahan dan
pengurangan pada bilangan bulat di atas.

Tabel 2.2 Contoh Penggunaan Media Model pada Pembelajaran Bilangan


Bulat
No Contoh Soal Penyelesaian dengan Media Model
1. 3+3

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka


0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan)
sejauh 3 langkah, selanjutnya mobil bergerak
maju 3 langkah (3). Posisi akhir mobil adalah di
angka 6. Jadi 3 + 3 = 6.
39

2. 3 + (-5)

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka


0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan)
sejauh 3 langkah, selanjutnya mobil mundur
sejauh 5 langkah (-5). Posisi akhir mobil adalah
di angka -2. Jadi 3 + (-5) = -2.
3. -5 + 1

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka


0, kemudian mobil bergerak mundur (ke kiri)
sejauh 5 langkah (-5), selanjutnya mobil bergerak
maju (ke kanan) sejauh 1 langkah (+1) Posisi
akhir mobil adalah di angka -4. Jadi -5 + 1 = -4.

4. -2 + (-2)

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka


0, kemudian mobil bergerak mundur (ke kiri)
sejauh 2 langkah (-2), selanjutnya mobil bergerak
mundur (ke kiri) sejauh 2 langkah (-2) Posisi
akhir mobil adalah di angka -4. Jadi -2 + (-2)= -4.
40

5. 3–4

4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka


0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan)
sejauh 3 langkah (3), karena operasi pengurangan
maka mobil berbalik arah, selanjutnya mobil
bergerak maju (setelah berbalik) sejauh 4
langkah.
Posisi akhir mobil adalah di angka -1.
Jadi 3 – 4 = -1.

6. 2 - (-4)

4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka


0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan)
sejauh 2 langkah (2), karena operasi pengurangan
maka mobil berbalik arah, selanjutnya mobil
bergerak mundur (setelah berbalik) sejauh 4
langkah (-4)
Posisi akhir mobil adalah di angka 6.
Jadi 2 – (-4) = 6.
7. (-3) – 2

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
41

Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka


0, kemudian mobil bergerak mundur (ke kiri)
sejauh 3 langkah (-3), karena operasi
pengurangan maka mobil berbalik arah,
selanjutnya mobil bergerak maju (setelah
berbalik) sejauh 2 langkah (2)
Posisi akhir mobil adalah di angka -5.
Jadi (-3) – 2 = -5
8. -3 - (-5)

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka


0, kemudian mobil bergerak mundur (ke kiri)
sejauh 3 langkah (-3), karena operasi
pengurangan maka mobil berbalik arah,
selanjutnya mobil bergerak mundur (setelah
berbalik) sejauh 5 langkah (-5)
Posisi akhir mobil adalah di angka 2.
Jadi (-3) – (-5) = 2.
9. 4 + (-2) -3

4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

Posisi awal mobil menghadap ke kanan di angka


0, kemudian mobil bergerak maju (ke kanan)
sejauh 4 langkah, kemudian mobil bergerak
mundur sejauh 2 langkah (-2), selanjutnya karena
operasi pengurangan maka mobil berbalik arah,
selanjutnya mobil bergerak maju (setelah
berbalik) sejauh 3 langkah.
Posisi akhir mobil adalah di angka -1.
Jadi 4 + (-2) -3= -1.
42

3. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization


(TAI)
a. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Suprijono (2015: 64), model pembelajaran merupakan
landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi
pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis
terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat
operasional di kelas.
Sedangkan model pembelajaran menurut Arends (Suprijono,
2015: 65), adalah mengacu pada pendekatan yang digunakan termasuk di
dalamnya tujuan pembelajaran, tahap pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar.
Pendapat lain Joyce (Suprijono, 2015: 65), bahwa model
pembelajaran memiliki fungsi membantu peserta didik mendapatkan
informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.
Selain itu berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa model
pembelajaran adalah landasan praktik pembelajaran melalui prosedur
pengorganisasian pengalaman belajar yang disusun sistematis untuk
mencapai tujuan belajar.
b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2010: 22), pembelajaran kooperatif berasal dari
kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama
dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau
satu tim. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang
saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar
43

yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi


permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang
tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak
peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat
dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Hamdani (2011: 30) berpendapat bahwa model pembelajaran
kooperatif adalah “Rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok
tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan pada paham konstruktivis”.
Pendapat lain, Slavin (2005: 4) mengatakan bahwa
pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode
pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi
pelajaran.
Selanjutnya Suprijono (2015: 80) menyebutkan bahwa model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan
pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu
model pembelajaraan kooperatif menuntut kerja sama dan
interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan
struktur penghargaan. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana
tugas diorganisir. Struktur tujuan dan penghargaan mengacu pada derajat
kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
maupun penghargaan.
Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
yang memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dan
berinteraksi secara kelompok dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6
siswa melalui metode diskusi dan penemuan untuk meningkatkan
kemampuan berfikir, memecahkan masalah, mengaplikasikan
44

kemampuan dan pengetahuan, serta meningkatkan hasil belajar siswa.


Dalam penelitian ini akan digunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Team Assisted Indiviualization (TAI).
c. Tipe - Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Shoimin (2014: 11), model pembelajaran kooperatif
memiliki bermacam-macam tipe, di antaranya (1) Problem Based
Learning (PBL), (2) Picture dan Picture, (3) Number Head Together
(NHT), (4) Mind Mapping, (5) Group Investigation, (6) Take dan Give,
(7) Team Assisted Individualization (TAI), (8) Team Game Tournament
(TGT), (9) Visual, Auditory, Kinestethic (VAK), (10) Jigsaw, (11) Role
Playing, (12) Think Pair Share, (13), Student Teams Achievement
Division (STAD), (14) Snowball Throwing, (15) Course Review Horay,
dan lain sebagainya.
Berdasarkan tipe-tipe model pembelajaran kooperatif di atas,
salah satu model yang tepat digunakan dalam pembelajaran Matematika
di sekolah dasar adalah Team Assisted Individualization (TAI). Oleh
karena itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan model
pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dengan media model
dalam peningkatan pembelajaran bilangan bulat pada siswa kelas IV SD.
d. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization
(TAI)
1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization (TAI)
Menurut Slavin (2005: 187), dasar pemikiran Team Assisted
Individualization adalah untuk mengadaptasi terhadap perbedaan
individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian
prestasi siswa. Perlunya semacam individualisasi telah dipandang
penting khususnya dalam pelajaran Matematika, pembelajaran dari
tiap kemampuan yang diajarkan sebagian besar tergantung pada
penguasaan kemampuan yang dipersyaratkan.
45

Dasar pemikiran dibalik individualisasi pengajaran


pelajaran Matematika adalah bahwa siswa memasuki kelas dengan
pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam.
Ketika guru menyampaikan sebuah pelajaran kepada bermacam-
macam kelompok, besar kemungkinan ada sebagian siswa yang tidak
memiliki syarat kemampuan untuk mempelajari pelajaran tersebut,
dan akan gagal memperoleh manfaat dari model tersebut. Siswa
lainnya mungkin sudah tahu materi itu, atau bisa mempelajarinya
dengan sangat cepat sehingga waktu mengajar yang dihabiskan bagi
mereka hanya membuang waktu (Slavin, 2005: 187).
Slavin (2005: 189), juga menambahkan bahwa Matematika
TAI diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran
individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat
metode pengajaran individual menjadi tidak efektif. Dengan
membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif
dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara
rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah,
dan saling memberi dorongan untuk maju, maka guru dapat
membebaskan diri mereka dari memberikan pengajaran langsung
kepada sekelompok kecil siswa yang homogen yang berasal dari
tim-tim heterogen. TAI dirancang untuk memperoleh manfaat yang
sangat besar dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam
pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualizaton (TAI)
merupakan model pembelajaran yaitu siswa ditempatkan dalam
kelompok kecil (5-6 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti
dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang
memerlukannya. Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe Team
Assisted Individualizaton (TAI) mengkombinasikan pembelajaran
kooperatif dengan pengajaran individual yang sesuai dengan
46

karakteristik siswa kelas IV SD yang berada pada tahap operasional


konkret dan senang berkelompok.
2) Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team
Assisted Individualization (TAI)
Menurut Shoimin (2014: 200), model pembelajaran tipe TAI
memiliki 8 tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu (1) placement test,
(2) teams, (3) teaching group, (4), team study (5) student creative,
(6) fact test, (7) team score and team recognition, (8) whole-class
unit. Berikut ini penjelasannya.
a) Placement Test. Pada langkah ini guru memberikan tes awal
(pre-test) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan dengan
mencermati rata-rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya
yang diperoleh yang diperoleh siswa sehingga guru dapat
mengetahui kekurangan siswa pada bidang tertentu.
b) Teams. Langkah ini cukup penting dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif TAI. Pada tahap ini guru membentuk
kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang terdiri dari 4-
5 siswa.
c) Teaching group. Guru memberikan materi secara singkat
menjelang pemberian tugas kelompok.
d) Student creative. Guru perlu menekankan dan menciptakan
persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu) ditentukan
oleh keberhasilan kelompoknya.
e) Team study. Pada tahapan ini, siswa belajar bersama dengan
mengerjakan tugas-tugas dari LKS yang diberikan dalam
kelompoknya. Guru juga memberikan bantuan secara individual
kepada siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus di
dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring
(teman sebaya).
47

f) Fact test. Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang


diperoleh siswa, misalnya dengan memberikan kuis, dan lain
sebagainya.
g) Team Score dan Team Recognition. Selanjutnya guru
memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan
“gelar” penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara
cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam
menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka
sebagai “kelompok OK”, “kelompok LUAR BIASA”, dan
sebagainya.
h) Whole-class units. Langkah terakhir, guru menyajikan kembali
materi di akhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk
seluruh siswa di kelasnya.
Sedangkan sintaks pembelajaran TAI menurut Slavin (2015:
195), adalah sebagai berikut.
a) Teams. Para siswa dalam TAI dibagi ke dalam tim-tim yang
beranggotakan 4 sampai 5 orang.
b) Tes penempatan. Para siswa diberikan tes pra-program dalam
bidang operasi Matematika pada permulaan pelaksanaan
program. Mereka ditempatkan pada tingkat yang sesuai dengan
program individual berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini.
c) Materi kurikulum. Siswa mempelajari materi secara individual
yang mencakup penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian angka, pecahan, desimal, rasio, persen, statistik, dan
aljabar. Masalah kata dan strategi penyelesaian masalah
ditekankan pada seluruh materi.
d) Belajar kelompok. Langkah berikutnya yang mengikuti tes
penempatan adalah guru mengajar pelajaran pertama.
Selanjutnya siswa diberikan tempat untuk memulai dalam unit
Matematika individual. Para siswa mengerjakan unit-unit
mereka dalam kelompok.
48

e) Skor tim dan rekognisi tim. Pada tiap akhir minggu, guru
menghitung jumlah skor tim. Skor ini didasarkan pada jumlah
rata-rata unit yang bisa dicakupi oleh tiap anggota tim dan
jumlah tes unit yang berhasil diselesaikan dengan akurat.
Kriteria dibangun dari kinerja tim. Kriteria tinggi ditetapkan
bagi sebuah tim untuk menjadi Tim Super.
f) Kelompok pengajaran. Setiap guru memberikan pengajaran
selama sekitar sepuluh sampai lima belas menit kepada dua atau
tiga kelompok kecil siswa yang terdiri dari siswa-siswa dari tim
berbeda yang tingkat pencapaian kurikulumnya sama. Tujuan
dari sesi ini adalah untuk mengenalkan konsep utama kepada
para siswa.
g) Tes fakta. Seminggu dua kali, para siswa diminta mengerjakan
tes-tes fakta selama tiga menit. Siswa diberikan lembar fakta
untuk dipelajari di rumah untuk persiapan menghadapi tes ini.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
Individualization adalah sebagai berikut: (1) guru memberikan tes
awal kepada siswa (placement test), (2) guru membentuk kelompok
(teams), (3) guru menjelaskan materi (teaching group), (4) Siswa
berdiskusi mengerjakan LKS (team study), (5) guru dan siswa
membahas hasil diskusi dengan presentasi (student creative), (6)
guru memberikan penghargaan pada kelompok (team scored and
team recognition), (7) siswa mengerjakan evaluasi secara individual
(fact test), (8) guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan
tentang materi yang diajarkan (whole class unit).
3) Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe
Team Assisted Individualization (TAI)
a) Kelebihan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted
Individualization (TAI) menurut Shoimin (2014: 202), memiliki
49

beberapa kelebihan, antara lain (1) siswa yang lemah dapat


terbantu dalam menyelesaikan masalahnya, (2) siswa yang
pandai dapat mengembangkan kemampuannya, (3) adanya
tanggung jawab dalam kelompok, (4) siswa diajarkan
bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok, (5) mengurangi
kecemasan, (6) menghilangkan perasaan terisolasi dan panik, (7)
menggantikan bentuk persaingan dengan saling kerjasama, (8)
melibatkan siswa untuk aktif dalam proses belajar, (9) mereka
dapat berdiskusi, berdebat, atau menyampaikan gagasan,
konsep, dan keahlian sampai benar-benar memahaminya, (10)
mereka memiliki rasa peduli, tanggung jawab terhadap teman
lain dalam proses belajar, (11) mereka dapat menghargai
perbedaan etnik, tingkat kemampuan, dan cacat fisik.
Pendapat lain dari Slavin (2005: 190), TAI dirancang untuk
memuaskan kriteria berikut ini untuk menyelesaikan masalah-
masalah teoretis dan praktis dari sistem pengajaran individual:
(1) Dapat meminimalisasi keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan
pengelolaan rutin.
(2) Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya
untuk mengajar kelompok kecil.
(3) Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi
yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa
berbuat curang atau menemukan jalan pintas.
(4) Tersedianya banyak cara pengecekan penguasaan supaya siswa
jarang menghabiskan waktu mempelajari kembali materi yang
sudah mereka kuasai atau menghadapi kesulitan serius yang
membutuhkan bantuan guru.
(5) Para siswa akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain.
(6) Programnya mudah dipelajari oleh guru maupun siswa, tidak
mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan atau
tim guru.
50

(7) Membangun kondisi terbentuknya sikap positif terhadap siswa


yang cacat secara akademik dan di antara siswa dari latar
belakang ras atau etnik berbeda.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualization memiliki
beberapa kelebihan yaitu : (a) melatih sikap tanggung jawab
dalam menyelesaikan masalah, (b) membantu siswa yang
kurang pandai, (c) melatih kerjasama kelompok, (d) menghargai
perbedaan tingkat kemampuan antar kelompok, (e) memotivasi
belajar siswa, (f) dilakukan pengecekan penguasaan kemampuan
secara intensif.
b) Kelemahan
Menurut Shoimin (2014: 203), terdapat beberapa
kekurangan dalam model pembelajaran tipe Team Assisted
Individualization, yaitu (1) tidak ada persaingan antar kelompok,
(2) siswa yang lemah dimungkinkan menggantungkan pada
siswa yang pandai, (3) terhambatnya cara berpikir siswa yang
mempunyai kemampuan lebih terhadap siswa yang kurang, (4)
memerlukan periode lama, (5) sesuatu yang harus dipelajari dan
dipahami belum seluruhnya dicapai siswa, (6) hanyalah
beberapa murid yang pintar dan yang aktif saja, (7) siswa yang
pintar akan merasa keberatan karena nilai yang diperoleh
ditentukan oleh prestasi atau pencapaian kelompok.
Pendapat lain dari Slavin (2005: 191), kelemahan
model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
Individualization antara lain, penilaian berdasarkan kinerja
individual atau subjektif, sulit memastikan para siswa sudah
mengetahui konsepnya atau belum, kinerja tim dibatasi karena
adanya sifat individualisasi.
Jadi, dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif
tipe Team Assisted Individualization memiliki beberapa
51

kelemahan yaitu: (a) tidak terjadi persaingan kelompok


(individualisasi), (b) kemampuan siswa yang rendah akan
ketinggalan dengan kemampuan siswa yang tinggi, (c) hanya
beberapa saja siswa yang aktif, (d) membutuhkan waktu yang
lama.
e. Penggunaan Model Tipe Team Assisted Individualization (TAI)
dengan Media Model
Penggunaan model tipe Team Assisted Individualization (TAI)
dengan media model dalam pembelajaran bilangan bulat kelas IV SD
Negeri 2 Tamanwinangun bertujuan untuk memudahkan siswa dalam
memahami konsep bilangan bulat secara mendalam. Adapun langkah-
langkah model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization (TAI)
dengan media model adalah sebagai berikut: (1) guru memberikan tes
awal kepada siswa (placement test), (2) guru membentuk kelompok
(teams) masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa, (3) guru
menjelaskan materi (teaching group) tentang bilangan bulat
menggunakan media model, (4) Siswa mengerjakan LKS (team study)
menggunakan media model dengan metode tutor sebaya, (5) guru dan
siswa membahas hasil diskusi dengan presentasi menggunakan media
model (creative student), (6) guru memberikan penghargaan pada
kelompok yang aktif dan menjawab dengan tepat (team scored and team
recognition), (7) siswa mengerjakan evaluasi secara individual dengan
media model (fact test), (8) guru memberikan kesimpulan secara
keseluruhan tentang materi yang diajarkan (whole class unit).
4. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tofiyah (2012: 1) tentang
“Penerapan Model Team Assisted Indvidualization (TAI) dengan Media
Visual dalam Peningkatan Pembelajaran Pecahan Kelas IV SD Negeri 1
Jintung Tahun Ajaran 2012/2013”. Kesimpulan penelitian tersebut adalah
penerapan model Team Assisted Individualization (TAI) dengan media visual
dapat meningkatkan pembelajaran pecahan kelas IV SD Negeri 1 Jintung
52

Tahun Ajaran 2012/2013. Hal tersebut ditandai dengan nilai rata-rata


pembelajaran Matematika tentang pecahan yang mengalami peningkatan pada
tiap siklusnya yaitu siklus I 70%, siklus II 80,8%, siklus III 87,1%. .
Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada variabel
bebasnya yaitu tentang penerapan model kooperatif tipe Team Assisted
Individualization (TAI). Perbedaannya terletak pada aspek yang diamati yaitu
mengenai peningkatan pembelajaran bilangan bulat, serta penggunaan media
model.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yoyok Febri Anggoro (2011:1),
tentang “Penggunaan Media Tiga Dimensi dalam Peningkatan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas IV Materi Bangun Ruang”. Kesimpulan penelitian
ini adalah penggunaan media tiga dimensi dapat meningkatkan hasil belajar
Matematika siswa kelas IV materi bangun ruang. Persamaan dengan
penelitian yang peneliti lakukan adalah pada penggunaan media tiga dimensi
atau model. Perbedaannya adalah dalam penelitian ini tidak menggunakan
model pembelajaran.
Penelitan yang relevan selanjutnya dilakukan oleh Dr. Love Nneji
(2011:1), tentang “Impact of Framing and Team Assisted Individualized
Instructional Strategies Students’ Achievement in Basic Science in The North
Central Zone of Nigeria”. Kesimpulan penelitian ini adalah Team Assisted
Individualized dapat mempengaruhi hasil belajar siswa di wilayah utara
Nigeria. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada
variabel bebasnya yaitu model Team Assisted Individualized. Perbedaan
penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah tidak
menggunakan media pembelajaran dan subjeknya klasikal yaitu siswa di
wilayah Nigeria.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kamuran Tarim & Fikri
Akdeniz (2007: 77), tentang “The effects of cooperative learning on Turkish
elementary students’ mathematics achievement and attitude towards
mathematics using TAI and STAD methods”. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah TAI dan STAD dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada
53

siswa sekolah dasar di Turki. Persamaan dengan penelitian yang peneliti


lakukan adalah penggunaan TAI dalam pembelajaran Matematika. Sedangkan
perbedaannya adalah tidak menggunakan media pembelajaran.

B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelititan ini, diketahui hasil
pembelajaran Matematika siswa kelas IV SD Negeri 2 Tamanwinangun masih
rendah yakni sebagian besar siswa belum mencapai nilai sesuai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Pelaksanaan pembelajaran Matematika
belum menggunakan model pembelajaran inovatif sehingga pembelajaran masih
berpusat pada guru. Selain itu tidak ada media konkret yang digunakan sehingga
siswa tidak tertarik terhadap pelajaran. Pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran inovatif akan membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) sesuai
apabila diterapkan untuk pembelajaran Matematika. Media model juga tepat
digunakan untuk pembelajaran Matematika, karena karakteristik siswa kelas IV
SD berada pada tahap operasional konkret.
Proses pembelajaran Matematika tentang bilangan bulat menggunakan
model tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan media model bertujuan
agar siswa dapat meningkatkan pemikiran kritis, kreatif, dan menumbuhkan rasa
sosial yang tinggi dalam suatu kelompok. Langkah-langkah model tipe Team
Assisted Individualization (TAI) dengan media model adalah (1) guru memberikan
tes awal kepada siswa (placement test), (2) guru membentuk kelompok (teams)
masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa, (3) guru menjelaskan materi
(teaching group) materi tentang bilangan bulat menggunakan media model, (4)
Siswa mengerjakan LKS (team study) menggunakan media model dengan metode
tutor sebaya, (5) guru dan siswa membahas hasil diskusi dengan presentasi
menggunakan media model (creative student) (6) guru memberikan penghargaan
pada kelompok yang aktif dan menjawab dengan tepat (team scored and team
recognition), (7) siswa mengerjakan evaluasi secara individual dengan media
54

model (fact test), (8) guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan tentang
materi yang diajarkan (whole class unit).
Penggunaan media model dalam pembelajaran Matematika tentang
bilangan bulat bertujuan agar siswa tidak mengalami kesulitan terhadap materi
bilangan yang diajarkan. Media model digunakan bersama dengan garis bilangan
untuk mempermudah siswa memecahkan masalah operasi penjumlahan
pengurangan, hitung campuran bilangan bulat. Dengan demikian media model
dapat meningkatkan minat belajar siswa untuk mempelajari bilangan bulat.
Sehingga hasil pembelajaran Matematika dapat meningkat.
Pada penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan 3 siklus, setiap siklus
terdiri dari 2 pertemuan. Adapun materi yang akan diajarkan pada penelitian ini
berkaitan dengan materi operasi penjumlahan bilangan bulat, operasi pengurangan
bilangan bulat, dan operasi hitung campuran bilangan bulat. Pada siklus I akan
diajarkan operasi penjumlahan bilangan bulat. Siklus II akan diajarkan operasi
pengurangan bilangan bulat. Sedangkan siklus III akan diajarkan operasi hitung
campuran bilangan bulat.
Penggunaan model kooperatif tipe TAI dengan media model dalam
peningkatan pembelajaran bilangan bulat pada siswa kelas IV SD, dikemas
melalui skenario yang tepat agar terjadi peningkatan pembelajaran Matematika
tentang bilangan bulat, mencapai KKM sebesar nilai 70 atau 85% dapat diuraikan
melalui bagan 2.3 Kerangka Berpikir di bawah ini.
55

KONDISI Guru: Siswa:


AWAL Pembelajaran Siswa kurang aktif dan cepat
masih berpusat bosan. Hasil belajar
pada guru matematika masih rendah,
(konvensional), dibawah Kriteria Ketuntasan
belum Minimal
menggunakan
model dan media
yang tepat sesuai Siklus I:
dengan Pembelajaran akan
karakteristik dilaksanakan sebanyak
siswa dua kali pertemuan
dengan menggunakan
model kooperatif tipe TAI
dengan media model
Guru tentang operasi
menggunakan penjumlahan bilangan
model bulat
pembelajaran Siklus II:
kooperatif tipe Pembelajaran akan
TINDAKAN Team Assisted dilaksanakan sebanyak
Individualization dua kali pertemuan
(TAI) dengan dengan menggunakan
media model model kooperatif tipe TAI
dalam dengan media model
peningkatan tentang operasi
pembelajaran pengurangan bilangan
bilangan bulat bulat

Siklus III:
Pembelajaran akan
dilaksanakan sebanyak
dua kali pertemuan
dengan menggunakan
Diharapkan melalui model kooperatif tipe TAI
KONDISI penggunaan tipe TAI dengan media model
AKHIR dapat meningkatkan tentang operasi hitung
pembelajaran campuran bilangan bulat
bilangan bulat secara
optimal dengan 85%
siswa mencapai nilai
KKM yaitu 70

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir


56

C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, hasil penelitian yang
relevan, dan kerangka bepikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam
penelitian tindakan kelas ini yaitu “Jika penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan media model
dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan
pembelajaran bilangan bulat pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Tamanwinangun
tahun ajaran 2015/2016”.

Anda mungkin juga menyukai