Anda di halaman 1dari 17

Clinical Science Session

Miopia

Oleh :
Feby Rahma Astri 1210313105
Rayhan Abi Mayzan 1210313063
Yolanda Juni Ardi 1310311150
Rendi Deva Andra 1310312048
Aulia Rahmi 1310312078
Ihsanul Fikri 1310312084
Wulandari Ridwan Mas 1310311026
Raihandi Putra 1310311011
Uci Rama Saputri 1310311166
Rizkha Amaliya 1310312031
Heniza Indri 1310312119
M. Asyrof Habibie 1310312077

Preseptor :
dr. Getry Sukmawati, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL
PADANG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang memasuki

mata secara keseluruhan dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia, yang umum disebut

sebagai kabur jauh / terang dekat (shortsightedness), merupakan salah satu dari lima besar

penyebab kebutaan di seluruh dunia. Dikatakan bahwa pada penderita miopia, tekanan

intraokular mempunyai keterkaitan yang cenderung meninggi pada tingkat keparahan

miopia.1

Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai

70-90% di beberapa negara Asia. Di Jepang diperkirakan lebih dari satu juta penduduk

mengalami gangguan penglihatan yang terkait dengan miopia tinggi. Berdasar bukti

epidemiologis, prevalensi miopia terus meningkat khususnya pada penduduk Asia. Selain

pengaruh gangguan penglihatan, juga membebani secara ekonomi. Sebagai contoh di

Amerika Serikat, biaya terapi miopia mencapai sekitar $ 250 juta per tahun. Di saat

prevalensi miopia simpel meningkat, insidens miopia patologis turut meningkat. Karena tidak

ada terapi yang dapat membalikkan perubahan struktural pada miopia patologis, pencegahan

miopia telah lama menjadi tujuan dari penelitian para ahli. Pengertian terhadap mekanisme

dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mata merupakan prasyarat

mengembangkan strategi terapi tadi.2

1.2 Rumusan Masalah

Clinical Science Section ini membahas mengenai anatomi fisiologi sistem refraksi mata,

definisi, epidimiologi, klasifikasi, etiologi, faktor resiko, patogenesis, gejala klinis, diagnosis,

penatalaksanaan, dan prognosis Miopia.

1
1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan Cinical Science Section ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis tentang

Miopia.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa literature

berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Fisiologi Sistem Refraksi Mata


1.1 Susunan optik mata
Secara optik, sistem refraksi/ sistem lensa pada mata terdiri dari empat perbatasan
refraksi, antara lain sebagai berikut1:
1) Perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara
2) Perbatasan antara permukaan posterior kornea dan aquous humor
3) Perbatasan antara aquous humor den permukaan anterior lensa mata
4) Perbatasan antara permukaan posterior lensa dan vitrous humor
Susunan optik pada mata memiliki indeks bias antara lain sebagai berikut: 2
1) Udara : 1
2) Kornea: 1,376
3) Aquous Humor: 1,336
4) Lensa: 1,386
5) Vitrous Humor: 1,336

(Gambar 1. Susunan optik mata dan indeks biasnya) 1

Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan dibayangkan
sebagai sebuah lensa, susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan ditampilkan
secara skematis sebagai reduced eye. Skema ini amat berguna untuk perhitungan sederhana.
Pada reduced eye dibayangkan hanya terdapat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan

3
retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata berakomodasi untuk melihat
jauh. 1
Sekitar dua pertiga dari daya bias mata 59 dioptri dihasilkan oleh permukaan anterior
kornea, bukan oleh lensa mata. Alasan utama pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea
sengat berbeda dari indeks bias udara, sementara indeks bias lensa mata tidak jauh berbeda
dengan indeks bias aquous humor dan vitreous humor. 1
Lensa internal mata, yang secara normal bersinggungan dengan cairan di setiap
permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20 dioptri, kira-kira sepertiga dari daya bias
total mata. Namun lensa internal ini penting karena sebgai respons terhadap sinyal saraf dari
otak, lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya
“akomodasi”. 1
Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda
aslinya. Namun demikian persepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak
terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap
bayangan yang tebalik itu sebagai keadaan normal. 1
Hasil pembiasan sinar pada mata juga ditentukan panjangnya bola mata. Pada orang
normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata seimbang
sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah macula
lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retina pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi. 1

1.2 Mekanisme Akomodasi


Pada keadaan normal, cahaya dari jarak yang tak terhingga akan difokuskan tepat
pada retina oleh mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi), demikian pula bila benda
jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi, benda dapat difokuskan pada retina
atau macula lutea. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi
akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat.
Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda maka
makin kuat mata harus berakomodasi. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi.
Refleks akomodasi akan bangkit jika mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi
(melihat dekat).4
Mekanisme akomodasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1
Pada orang muda, lensa terdiri atas kapsul elastik yang kuat dan berisi cairan kental
yang mengandung banyak protein namun transparan. Bila berada dalam keadaan relaksasi
4
tanpa tarikan terhadap kapsulnya, lensa dianggap berbentuk hampir sferis, terutama akibat
retraksi elastik dari kapsul lensa. Namun, disekeliling lensa terdapat kira-kira 70 ligamen
suspensorium yang melekat dan menarik tepi lensa ke arah lingkar luar bola mata. Ligamen
ini secara konstan diregangkan oleh perlekatannya pada tepi anterior koroid dan retina.
Regangan pada ligamen ini menyebabkan lensa tetap relatif datar dalam keadaan mata
istirahat.
Walaupun demikian, tempat perlekatan lateral ligamen lensa pada bola mata juga
dilekati oleh muskulus siliaris, yang memiliki dua set serabut otot polos yang terpisah, yakni
serabut meridional dan serabut sirkular. Serabut meridional membentang dari ujung perifer
ligamen suspensorium sampai peralihan kornea-skleara. Kalau serabut otot ini berkontraksi,
bagian perifer dari ligamen lensa tadi akan tertarik secara medial ke arah tepi kornea,
sehingga regangan ligamen terhadap lensa akan berkurang. Serabut sirkular tersusun
melingkar mengelilingi perlekatan ligamen, sehingga pada waktu berkontraksi terjadi gerak
seperti sfingter, mengurangi diameter lingkar perlekatan ligamen; hal ini juga menyebabkan
regangan ligamen terhadap kapsul lensa berkurang.
Jadi, kontraksi salah satu set serabut otot polos dalam muskulus siliaris akan
mengendurkan ligamen kapsul lensa, dan lensa akan berbentuk lebih cembung, seperti balon,
akibat sifat elastisitas alami kapsul lensa.

(Gambar 2. Mekanisme Akomodasi) 1

5
Muskulus siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpatis yang
dijalarkan ke mata melalui saraf kranial III dari nukleus saraf III pada batang otak.
Perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan kontraksi kedua set serabut muskulus siliaris,
yang akan mengendurkan ligamen lensa, sehingga menyebabkan lensa menjadi semakin tebal
dan meningkatkan daya biasnya. Dengan meningkatnya daya bias, mata mampu melihat
objek lebih dekat dibanding waktu daya biasnya rendah. Akibatnya, dengan mendekatnya
objek ke arah mata, jumlah impuls parasimpatis ke muskulus siliaris harus ditngkatkan secara
progresif agar objek tetap dapat dilihat dengan jelas.

1.3 Diameter Pupil1


Fungsi utama iris adalah untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk ke dalam
mata pada waktu gelap, dan untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata
pada waktu terang. Jumlah cahaya yang memasuki mata melalui pupil sebanding dengan luas
pupil atau kuadrat diameter pupil. Diameter pupil manusia dapat mengecil sampai 1,5 mm
dan membesar sampai 8 mm. Jumlah cahaya yang memasuki mata dapat berubah sekitar 30
kali lipat sebagai akibat dari perubahan diameter pupil.
“Kedalaman fokus” sistem lensa meningkat dengan menurunnya diameter pupil,
dengan kata lain, kedalaman fokus terbesar bisa tercapai bila pupil sangat kecil. Alasannya
ialah dengan lubang pupil yang sangat kecil, hampir seluruh berkas cahaya akan melalui
bagian tengah lensa, dan cahaya bagian paling tengah selalu terfokus baik pada retina.

(Gambar 3. Pengaruh lubang pupil yang kecil (atas) dan besar (bawah) terhadap “kedalaman
fokus”; tampak bahwa semakin kecil berkas cahaya yang melewati lubang pupil dan lensa
maka kedalaman fokus di retina semakin meningkat) 1

6
2. Definisi Miopia
Miopia berasal dari bahasa Yunani yaitu “muopia” yang berarti menutup mata.
Miopia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga difokuskan di depan retina pada saat mata tidak berakomodasi/ relaksasi.3

A B
(Gambar 4. Ilustrasi Miopia: (A) sinar sejajar yang datang dari jauh pada mata normal
tanpa berakomodasi difokuskan tepat di retina, (B) sinar sejajar yang datang dari jauh pada
mata miopia tanpa berakomodasi difokuskan di depan retina) 2

3. Klasifikasi Miopia
Miopia dapat diklasifikasikan berdasarkan klinis, derajat tinggi dioptri, berdasarkan
onset munculnya miopi dan berdasarkan perjalanan penyakitnya.
3.1 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Klinis 3
Berdasarkan klinisnya, miopia terbagi menjadi lima jenis:
1) Miopia Sederhana
Status refraksi mata dengan miopia sederhana bersandar kepada kekuatan optik
kornea dan lensa kristalina serta panjang aksial. Miopia sederhana merupakan tipe
yang tersering dari seluruh tipe miopia, dan biasanya kurang dari 6 dioptri 3.
2) Miopia Nokturnal
Miopia nokturnal terjadi hanya dalam pencahayaan yang redup, disebabkan oleh
peningkatan respon akomodasi yang berkaitan dengan rendahnya level cahaya.
3) Pseudomiopia
Pseudomiopia adalah hasil dari peningkatan kekuatan refraksi mata akibat
stimulasi yang berlebihan pada mekanisme akomodasi mata atau spasme
muskulus siliaris. Pasien hanya akan mengalami miopi akibat respon akomodasi
yang tidak seharusnya (inappropriate).
4) Miopia Degeneratif
Miopia degeneratif atau patologis adalah miopi yang disebabkan akibat perubahan
degeneratif pada segmen posterior mata.

7
5) Induced Myopia
Induced atau Acquired myopia adalah miopia yang disebabkan oleh paparan agen-
agen farmakologi, variasi level gula darah, nuclear sclerosis pada lensa kristalina,
atau kondisi-kondisi tidak normal lainnya. Miopia ini biasanya bersifat sementara
dan reversibel.

3.2 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Derajatnya 3


Berdasarkan derajat dioptrinya, miopi terbagi menjadi 3 tingkatan:
1) Miopia Ringan (<3,00 D)
2) Miopia Sedang (3,00 – 6,00 D)
3) Miopia Tinggi (>6,00 D)

3.3 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Onsetnya 3


Berdasarkan onset usianya, miopia terbagi menjadi 4:
1) Congenital Myopia: muncul saat lahir dan bertahan selama masa bayi
2) Youth-onset myopia: muncul pada usia <20 tahun
3) Early adult-onset myopia: muncul saat usia 20 - 40 tahun
4) Late adult-onset myopia: muncul saat usia >40 tahun

3.4 Klasifikasi Miopia Berdasarkan Perjalanan Penyakit 4


1) Miopia stasioner: miopia yang menetap setelah dewasa
2) Miopia progresif: miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambahnya panjang bola mata
3) Miopia maligna: miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi
retina dan kebutaan, biasanya lebih dari 6 dioptri diserta kelainan pada fundus
okuli.

4. Epidemiologi Miopia
Prevalensi miopia bervariasi berdasarkan usia dan faktor-faktor lainnya. Prevalensi
terendah adalah pada populasi dibawah usia 5 tahun yakni <5%. Prevalensi miopia meningkat
pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25% pada populasi usia remaja akhir dan
25-35% pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negara-negara berkembang. Angka ini
ditemukan lebih tinggi pada beberapa daerah di Asia. Prevalensi miopia menurun pada
populasi usia diatas 45 tahun, hingga mencapai 20% pada usia 65 tahun, dan menurun hingga
8
14% pada usia 70 tahun. Beberapa penelitian menemukan prevalensi yang sedikit lebih tinggi
pada perempuan dibandingkan laki-laki. Prevalensi miopia juga meningkat sesuai dengan
penghasilan dan tingkat pendidikan, dan angkanya lebih tinggi pada orang-orang yang biasa
bekerja dalam jarak dekat. 3

5. Etiologi Miopia5
Berdasarkan etiologinya, miopia dapat dibagi menjadi dua:
5.1 Miopia Refraktif, yakni miopia yang disebabkan oleh kekuatan refraksi mata yang
terlalu kuat.
5.2 Miopia Aksial, yakni miopi yang disebabkan karena panjang aksial bola mata terlalu
panjang. Untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih
miopik 3 dioptri.

6. Patogenesis Miopia
Pada miopia atau “penglihatan dekat” (nearsightedness), sewaktu otot siliaris
relaksasi total, cahaya dari objek jauh difokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya
akibat bola mata yang terlalu panjang, atau kadang-kadang karena daya bias sistem lensa
terlalu kuat.
Tidak ada mekanisme bagi pasien miopi untuk mengurangi kekuatan lensanya karena
memang otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna. Pasien miopia tidak mempunyai
mekanisme untuk memfokuskan bayangan dari objek jauh dengan tegas di retina. Namun,
bila objek didekatkan ke mata, bayangan akhirnya akan menjadi cukup dekat sehingga dapat
difokuskan di retina. Kemudian, bila objek terus didekatkan ke mata, pasien miopia dapat
menggunakan mekanisme akomodasi agar bayangan yang terbentuk tetap terfokus secara
jelas. Seorang pasien miopi mempunyai “titik jauh” yang terbatas untuk penglihatan jelas.1
Pada miopia degeneratif atau miopia maligna, biasanya bila miopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sclera dan kadang-
kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsngan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen
epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan dwasa akan terjadi degenerasi
papil saraf optik. 4

9
7. Faktor Risiko Miopia 3
Faktor risiko seseorang dapat menderita miopia antara lain sebagai berikut:
1) Riwayat keluarga menderita miopia. Faktor keluarga merupakan faktor risiko
miopia yang penting. Penelitian menunjukkan 33 – 60% prevalensi miopia pada
anak-anak adalah mereka yang kedua orang tuanya menderita miopia, dan 23-40%
pada anak-anak yang salah satu orang tuanya menderita miopia.
2) Sering melakukan banyak pekerjaan dalam jarak dekat secara rutin.
3) Kurvatura kornea yang lebih curam dan rasio panjang aksial bola mata dengan
radius kornea yang lebih dari 3,00..

8. Manifestasi Klinis 3
Gejala klinis pada pasien miopia antara lain:
8.1 Miopia sederhana
- Gejala utama: penglihatan kabur saat melihat jauh, namun terlihat jelas bila dekat
- Penglihatan jauh yang kabur bersifat konstan (menetap)
- Sakit kepala, sering disertai juling dan celah kelopak yang sempit
- Kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk
mendapatkan efek pinhole (lubang kecil)
- Tanda klinis primer: adalah penurunan ketajaman penglihatan jauh yang dapat
dikoreksi dengan lensa negatif yang sesuai (appropriate).
- Pemeriksaan funduskopi: dapat normal atau terlihat myopic crescent yaitu
gambaran bulan sabit yang terlihat pada temporal diskus oleh karena tidak
tertutupnya sklera oleh koroid akibat peregangan bola mata.
8.2 Miopia noktunal
- Penglihatan jauh yang kabur hanya jika dalam pencahayaan yang kurang atau
kondisi gelap
- Pasien biasanya mengeluhkan kesulitan mengemudi saat malam hari atau
penglihatan kabur ketika malam.
- Hasil retinoskopi pada ruangan gelap bergeser ke arah negatif, dibandingkan
dengan manifestasi refraksi standar.
8.3 Pseudomiopia
- Penglihatan jauh yang kabur dapat konstan atau intermiten, dengan penglihatan
yang lebih kabur setelah melakukan pekerjaan jarak dekat.

10
- Ketajaman visus yang berfluktuasi tergantung fluktuasi akomodasi. Fluktuasi
akomodasi ini dapat diobservasi sebagai ketajaman visus dan refleks retinoskopi
yang berubah-ubah, kadang-kadang terjadi perubahan pada diameter pupil.
8.4 Miopia degeneratif/ patologis
- Miopia biasanya tinggi, akibat kongenital atau onsetnya yang sangat dini.
- Penglihatan jauh yang kabur bersifat konstan (menetap).
8.5 Induced myopia
- Penglihatan jauh kabur dapat bervariasi dari sementara (bertahan dalam beberapa
jam) hingga konstan, tergantung pada agen penyebab atau kondisi yang
menyebabkannya.

9. Diagnosis 3
Diagnosis miopia ditegakkan melalui anamnesis berdasarkan riwayat manifestasi
klinis dan pemeriksaan mata. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Pemeriksaan visus, baik pemeriksaan jarak jauh (Snellen Chart) maupun jarak dekat
(Jaeger). Pasien dengan miopi akan mudah membaca Jaeger chart dan sulit membaca
Snellen Chart.
2) Tes refraksi, untuk menentukan resep yang cocok untuk lensa kacamata.
3) Pemeriksaan retina dengan funduskopi.

10. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien dengan miopia adalah untuk mencapai penglihatan yang
jernih, nyaman, dan penglihatan binokuler yang efisien. Pilihan pengobatan miopia antara
lain sebagai berikut:
1) Koreksi optikal3
Koreksi optikal dalam bentuk pemberian kacamata dan lensa kontak
 Penggunaan Kacamata
- Pengobatan pasien miopi dengan kacamata adalah dengan memberikan
kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan S-3,0 memberikan
tajam penglihatan 6/6, demikian juga dengan bila diberi S-3,25, maka
sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi. 4
- Keuntungan memakai kacamata: 3
11
o Dapat melindungi mata.
o Dapat digunakan untuk mengobati kelainan refraksi lainnya jika
bersamaan dengan miopia.
o Harga ekonomis yang lebih murah.
 Penggunaan Lensa Kontak
- Keuntungan memakai lensa kontak
o Memberikan manfaat kosmetik lebih baik.
o Memberikan ukuran image retina yang lebih besar dan ketajaman
penglihatan yang sedikit lebih baik pada miopia tinggi.
o Mengurangi masalah berat, terhalangnya lapangan pandang dan
menurunkan masalah ketidakseimbangan prisma yang biasanya
ditimbulkan kacamata.
2) Terapi medikamentosa
Pemberian agen sikloplegik kadang-kadang digunakan untuk mengurangi
respon akomodasi pada pseudomiopia. Beberapa penelitian pemberian atropine dan
siklopentolat topikal menurunkan progresifitas miopi pada anak-anak dengan youth-
onset miopia. 3
3) Bedah refraksi 6
Laser excimer, terutama laser argon fluorida dengan panjang gelombang 193 nm,
dapat menguapkan jaringan dengan sangat bersih, nyaris tanpa merusak sel-sel di
sekitar atau di bawah potongan. Dengan menggunakan pulsasi multipel dan ukuran
titik (-penembak) yang berubah secara progresif untuk menguapkan lapis demi lapis
lapisan kornea yang tipis, pembentukan ulang kontur retina dengan bantuan komputer
(fotorefraktif keratektomi) dapat memperbaiki kelainanan refraksi astigmatisme dan
miopia-sedang dengan tepat dan tampaknya secara permanen. Kesulitan-kesulitan
awal berupa terbentuknya perkabutan superfisial di kornea tampaknya telah berhasil
diatasi. Kelainan miopia berat (lebih dari 6 dioptri) tidak berespons sebaik itu dengan
fotorefraktif keratektomi. Terapi ini telah berhasil menyembuhkan ribuan mata miopia
di Eropa, Asia dan Amerika Serikat. Di tempat-tempat yang tersedia, fotorefraktif
keratektomi telah sangat menggantikan ketatotomi radial bedah, yang kurang dapat
diprediksi dan menimbulkan berbagai komplikasi misalnya pembentukan jaringan
parut dalam, perforasi mata, infeksi intraokular, dan pergeseran hiperopia di kemudian
hari yang tidak timbul dengan tindakan laser. Fotorefraktif keratektomi
menghilangkan membran bowman, lapisan tempat epitel kornea melekat; kadang-
12
kadang hal ini menyebabkan kekeruhan kornea. Untuk mempertahankan membran ini,
dilakukan suatu prosedur alternatif yang banyak dikenal sebagai LASIK (laser in situ
keratomileus), yang terdiri atas pembuatan flap lamelar “berengsel” pada kornea
dengan suatu keratom mekanis, ablasi refraktif dasar kornea dengan laser, dan
pengembalian flap yang telah dibuat. LASIK menghasilkan perbaikan penglihatan
yang lebih cepat dan terasa lebih nyaman dibandingkan fotorefraktif keratektomi,
tetapi menimbulkan risiko komplikasi jangka panjang yang sedikit lebih tinggi. Secara
teori, laser subepithelial keratomileusis (LASEK) menggabungkan keuntungan-
keuntungan fotorefraktif keratektomi dan LASIK.
Laser excimer modern memiliki ukuran titik yang lebih kecil, sistem penelusur mata,
dan ablasi dengan penyesuaian muka-gelombang (wavefront custom ablation).
Kelebihan-kelebihan ini meningkatkan ketepatan terapi dan mengurangi penambahan
aberasi sferis yang disebabkan oleh pembuatan flap kornea. Wavefront custom
ablation diyakini menimbulkan lebih sedikit masalah penglihatan malam
pascaoperasi.
Laser excimer dapat juga digunakan secara terapeutik untuk menghilangkan
kekeruhan kornea superfisial, seperti yang terdapat pada keratopati pita dan untuk
mengobati penyakit kornea superfisial, misal erosi kornea rekuren.

11. Prognosis
Prognosis untuk miopia sederhana yang dikoreksi adalah sangat baik. Pasien dapat
mencapai tajam penglihatan terbaik dengan koreksi. Hal tersebut tergantung pada derajat
miopi, silindris, anisometropia, dan akomodasi pasien. Anak-anak dengan miopia sederhana
harus diperiksa setiap tahun. Follow up dengan Interval 6 bulan dilakukan untuk anak-anak
yang memiliki tingkat perkembangan miopia yang tinggi. Orang dewasa dengan miopia
sederhana harus diperiksa setidaknya setiap 2 tahun. Pemeriksaan follow up harus lebih
sering ketika miopia disertai kondisi penyerta. Pengguna lensa kontak umumnya memerlukan
lebih sering follow up untuk evaluasi kesesuaian lensa dan fisiologi kornea. Pada miopia
ringan yang tidak ditatalaksana (misalnya pada anak dengan miopia -0.5 s.d -0.75), pasien
diwajibkan kontrol tiap 6 bulan sekali. 3
Pasien dengan miopia nokturnal harus dievaluasi 3-4 minggu setelah menerima
koreksi untuk melihat malam hari, untuk menentukan apakah koreksi telah menghilangkan
gejala gangguan penglihatan pada kondisi gelap. Selanjutnya pasien harus di follow up setiap
tahun. Prognosis untuk miopi nokturnal yang dikoreksi adalah baik. 3
13
Pengobatan untuk pseudomiopia biasanya berhasil, tapi jalannya pengobatan mungkin
lambat dan mungkin memerlukan beberapa minggu. Follow up harus dilakukan pada interval
yang sering (misalnya, setiap 1-4minggu) sampai kelebihan akomodatif dan gejala telah
dieliminasi. Setelah akomodasi telah normal, pemeriksaan harus dilakukan secara tahunan.
Prognosis untuk pasien dengan miopia degeneratif bervariasi dengan perubahan
retina dan mata yang terjadi. Pemeriksaan harus dilakukan secara tahunan atau lebih sering,
tergantung pada sifat dan keparahan perubahan retina dan okular. Pemeriksaan retina reguler,
bidang visual yang pengujian, dan pengukuran tekanan intraokular adalah aspek penting dari
perawatan tindak lanjut. 3

14
BAB III

KESIMPULAN

Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang memasuki

mata secara keseluruhan dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia, yang umum disebut

sebagai kabur jauh / terang dekat (shortsightedness), merupakan salah satu dari lima besar

penyebab kebutaan di seluruh dunia. Dikatakan bahwa pada penderita miopia, tekanan

intraokular mempunyai keterkaitan yang cenderung meninggi pada tingkat keparahan miopia.

Miopia disebabkan oleh kebiasaan melihat pada jarak yang dekat secara rutin. Selain

itu, kejadian miopia juga berkaitan dengan adanya anggota keluarga yang menderita miopia.

Prevalensi miopia bervariasi berdasarkan usia dan faktor-faktor lainnya.

Diagnosis Miopia dilakukan melalui anamnesis yang akurat. Kemudian ditunjang

dengan pemeriksaan visus, tes refraksi, dan pemeriksaan fundoskopi. Secara umum prognosis

Miopia adalah baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton & Hall, 2008. Textbook of Medical Physiology. Eleventh Edition. Philadelphia:
Elsevier Inc. PP: 645 – 647.
2. American Academy of Ophtalmology, 2011. Clinical Optics. Section 3. San Francisco:
American Academy of Ophtalmology. PP: 103 – 120.
3. American Ophtical Association. 2006. Care of the patient with Myopia.
4. Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal:
72 – 78.
5. Eva PR, 2010. Optik & Refraksi. Dalam: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum ; alih
bahasa, Brahm U.Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Diana Susanto. Ed 17. Jakarta:
EGC.PP: 393.
6. Victor NH, 2010. Laser dalam Oftalmologi. Dalam: Vaughan & Asbury Oftalmologi
Umum ; alih bahasa, Brahm U.Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Diana Susanto. Ed
17. Jakarta: EGC.PP: 431.

16

Anda mungkin juga menyukai