KEBIJAKAN Aki & AKB
KEBIJAKAN Aki & AKB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan AKI melahirkan
menunjukan peningkatan berjumlah 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Hal tersebut
sangat jauh dari target pemerintah dalam percepatan pencapaian target Millenium
Development Goal (MDGs), yakni menurunkan AKI menjadi 102 per 100 ribu
kelahiran hidup pada tahun 2015.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab
langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera
setelah persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat
adanya faktor keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu.
Ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk
(termasuk terlambat mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan
pada saat keadaan darurat dan terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh
tenaga kesehatan. Sedangkan pada bayi, dua pertiga kematian terjadi pada masa
neonatal (28 hari pertama kehidupan). Penyebabnya terbanyak adalah bayi berat
lahir rendah dan prematuritas, asfiksia (kegagalan bernapas spontan) dan infeksi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis kebijakan pemerintah tentang akselerasi penurunan AKI dan
AKB untuk mencapai tujuan MDGs 4 dan 5 di Provinsi Riau.
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat Penulisan
1. Dapat dijadikan sebagai masukan dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan
angka kematian bayi
3
BAB II
A. Kondisi Georafis
Provinsi Riau secara geografis terletak pada jalur yang sangat strategis baik
pada masa kini maupun pada masa yang akan datang karena terletak pada jalur
perdagangan Regional dan Internasional. Provinsi Riau memiliki luas area sebesar
8.915.016 Hektar. Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan
sampai dengan Selat Malaka, terletak antara 01o05'00’’ Lintang Selatan
sampai 02o25'00’’ Lintang Utara atau antara 100 o00'00’’Bujur Timur-
105o05'00’’ Bujur Timur. Batas-batas daerah Riau adalah:
B. Kependudukan
4
1.524 jiwa/km serta kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Pelalawan
24 jiwa/km.
Tingginya persentase penduduk usia produktif merupakan potensi sumber
daya manusia bagi Provinsi Riau. Perbandingan jumlah penduduk usia tidak
produktif terhadap jumlah penduduk usia produktif ini menunjukkan rasio beban
tanggungan. Rasio beban tanggungan di Provinsi Riau Tahun 2012 sebesar 62.
Rasio beban tanggungan terendah di Kota Pekanbaru (52) dan tertinggi di
Kabupaten Rokan Hulu (72) yang berarti di Rokan Hulu setiap 100 orang usia
produktif menanggung 72 orang usia tidak produktif sedangkan di Kota
Pekanbaru setiap 100 orang usia produktif menanggung 52 orang usia tidak
produktif.
5
2. Misi :
6
BAB III
ANALISA PERMASALAHAN
Salah satu upaya yang dilakukan dalam penurunan kematian bayi dan balita
adalah melalui penerapan Audit Maternal Perinatal (AMP) dan Autopsi Verbal
kemat ian balita. AMP merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal untuk mencegah terulangnya
kejadian yang sama.
Gambar 3.2
Persentase penyebab kematian perinatal Provinsi Riau tahun 2011 dan 2012
8
Proporsi kasus Perinatal yang terbesar tahun 2012 hampir sama dengan
tahun 2011. Pada Tahun 2012 proporsi penyebab kematian terbanyak karena
faktor lain-lain yaitu 40 %, kematian akibat BBLR 36 %, kematian akibat
asfiksia 22 %, kematian akibat kelaian kongenital 1 %, kematian karena tetanus
neonatorum 1 %.
Kematian balita adalah kematian yang terjadi pada balita sebelum usia
lima tahun (bayi + anak balita). AKABA menggambarkan tingkat
permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit infek si dan
kecelakaan. Angka Kematian Balita di Provinsi Riau dapat dilihat pada tabel
berikut:
9
Grafik 3.1
Angka Kematian Balita (AKABA) Per 1.000 Kelahiran Hidup Riau
Dibandingkan dengan nasional Tahun 1997, 2002/2003, 2007 dan 2012
AKABA Sumber Data
Tahun
RIAU Indonesia
Dari gambar tersebut diatas angka kematian ibu di Provinsi Riau dari
tahun 2006 s/d 2011 fluktuatif , dari tahun 2006 sebesar 167,8 per 1000
kelahiran hidup naik menjadi 193,4 di tahun 2007 , turun lagi menjadi 165,8 per
1000 kelahiran hidup tahun 2008, naik lagi cukup signifikan di tahun 2009
menjadi 195,4 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2010 menurun lagi secara
signifikan menjadi 109,9 per 1000 kelahiran hidup dan naik lagi tahun 2011
menjadi 122,1 per 1000 kelahiran hidup. Dan menurun menjadi 112.7 pada
tahun 2012 .
11
5. Penyebab Kematian Ibu Di Provinsi Riau
Penyebab angka kemantian ibu di provinsi riau tergambar pada gambar berikut:
Gambar 3.5
Berdasarkan gambar diatas Penyebab kematian ibu di Provinsi Riau Tahun 2012,
adalah perdarahan sebanyak 39 %, diikuti dengan Hipertensi dalam kehamilan
sebesar 20% dan penyakit lain lain seperti penyakit jantung, diabetes dan
lain-lain.
12
Gambar 3.6
Dari gambar garafik diatas terlihat cakupan k1 dan k4 dari tahu 2008
sampai 2012 cendrung meningkat hanya tahun 2011 terjadi penurunan.
Meskipun akupan K4 meningkat namun masih dibawah target MDGs tahun
2015 (90 %) dan target pada Renstra untuk tahun 2012 (93 %) belum tercapai.
13
Gambar 3.7
14
tenaga kesehatan di Provinsi Riau selama 5 tahun (2008 -2012)
Meskipun secara Provinsi target persalinan tenaga kesehatan telah tercapai,
namun bila diperhatikan hasil pencapaian berdasarkan Kabupaten/kota maka
masih banyak kabupaten/kota yang belum mencapai target, ini artinya
dibeberapa kabupaten/kota di Provinsi Riau masih banyak persalinan yang
dilakukan bukan dengan tenaga kesehatan. Hal ini dapat terlihat pada gambar
berikut:
Gambar 3.9
15
Pelayanan Ibu Nifas meliputi pemberian Vitamin A dosis tinggi ibu nifas
yang kedua dan pemeriksaan kesehatan pasca persalinan untuk mengetahui
apakan terjadi perdarahan pasca persalinan, keluar cairan berbau dari jalan lahir,
demam lebih dari 2 (dua) hari, payudara bengkak kemerahan disertai rasa sakit
dan lain-lain. Kunjungan terhadap ibu nifas yang dilakukan petugas kesehatan
biasanya bersamaan dengan kunjungan neonatus.
Gambar 3.10
Pada gambar diatas terlihat cakupan pelayanan ibu nifas di Provinsi Riau
Pada tahun 2012 ssebesar 82%, j ika dibandi ngkan dengan t ahun
2011 m engal ami penurunanan (88%) . Terdapat 5 kabupaten yang
telah mencapai target (85%) yaitu kabupaten kota pekanbaru, kabupaten siak,
kabupaten kampar, kabupaten rokan hulu dan kabupaten dumai.
16
Gambar 3.11
17
sebesar 93,4 % dan capaian terendah Kabupaten Rokan Hilir sebesar 75,2 %,
Kabupaten Pelalawan sebesar 74,7 %, Kabupaten Bengkalis sebesar 76,9%.
Terlihat p e n capaian KN Lengkap secara Provinsi Tahun 2012 mencapai
85,4% yang belum mencapai target renstra sebesar 90%.
18
2500 gr), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan congenital maupun yang
termasuk klasifikasi kuning pada Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Neonatus dengan komplikasi yang ditangani merupakan neonatus komplikasi
yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter dan
bidan di sarana pelayanan kesehatan. Perhitungan sasaran neonatus dengan
komplikasi dihitung berdasarkan 15% dari jumlah bayi baru lahir.
Gambar 3.14
19
Gambar 3.15
Presentase Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah
20
SPM (70%). Cakupan pemberian ASI Eksklusif menurut Kabupaten/kota
tertinggi adalah cakupan Kota Dumai sebesar 61,3%, Kabupaten Pelalawan
sebesar 54,5% dan Kota Pekanbaru sebesar 54,2%. Capaian terendah adalah
Kabupaten Kampar 39,0%, Kabupaten Siak sebesar 39,5% dan Kabupaten
Bengkalis sebesar 40,9 %. Untuk cakupan pemberian ASI Eksklusif ini baik
secara Provinsi maupun kabupaten/kota masih dibawah target renstra sebesar
70%.
21
BAB IV
IMPLEMENTASI UPAYA PENURUNAN AKI DAN AKB BERDASARKAN
LIMA STRATEGI AKSELERASI
A. SUPPLY SIDE
Strategi yang pertama adalah tersediaanya fasilitas pelayanan kesehatan yang
merata, terjangkau, dan berkualitas. Dalam strategi pertama ini akan dijelaskan
mengenai implementasi dari fasilitas kesehatan yang ada di Provinsi Riau meliputi:
1. Puskesmas
23
wilayah kerjanya. Gambaran rasio Puskesmas per 100.000 penduduk menurut
kabupten/kota pada tahun 2012 terdapat pada gambar berikut:
Gambar 4.3
2. Rumah Sakit
24
Gambar 4.4
27
telah memiliki sekurang–kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)
yang dikelola oleh seorang bidan dan 2 (dua) orang kader (minimal),
diadakannya pelatihan bagi bidan kader dan tokoh masyarakat (toma) dan
fasilitator kecamatan. Untuk jumlah desa siaga tahun 2012 sebanyak 1.566
desa dengan desa siaga yang aktif 42.15 %, ini meningkat dibandingkan
dengan tahun 2011 berjumlah 475 buah, desa yang aktif baru 23,31 %.
d. Poskesdes
Poskesdes adalah Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/menyediakan
pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Kegiatan Poskesdes antara
lain melakukan pengamatan epidemiologi penyakit menular berpotensi KLB,
penanggulangan penyakit menular, pengamatan balita kurang gizi,
kesiapsiagaan penanggulangan bencana dan pelayanan kesehatan dasar.
Jumlah Poskesdes tahun 2012 sebanyak 724 unit, dimana terjadi
penurunan dibandingkan dengan tahun 2011 dengan jumlah Poskesdes
sebanyak 852 unit.
4. Tenaga Kesehatan
Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan kesehatan
adalah tenaga kesehatan yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan di
masyara kat. Tenaga kesehatan di Provinsi Riau tahun 2012 sejumlah 15.052
tenaga yang terdiri dari tenaga medis, perawat, bidan, tenaga farmasi, gizi,
sanitasi, dan kesehatan masyarakat, teknis medis, fisioterapi. Jumlah tenaga
kesehatan tersebut meningkat bila dibandingkan dengan jumlah tenaga kesehatan
tahun 2011 sejumlah 13.539 tenaga. Peningkatan jumlah tenaga kesehatan
sebanyak 11,18%, berpengaruh terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan
yang semakin tinggi.
Kebutuhan tenaga kesehatan belum dapat terpenuhi, khususnya di tingkat
kabupaten/kota dikarenakan beban terhadap penganggaran pegawai serta belum
berjalannya kegiatan mobilisasi tenaga kesehatan yang sesuai dengan
penempatan tugas tenaga tersebut. Sehingga menyebabkan sulitnya dalam
menentukan kebutuhan tenaga kesehatan di tingkat kabupaten/kota. Kekurangan
lain disebabkan belum adanya formasi pengganti bagi tenaga yang pensiun, baik
di pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dan makin kompleksnya
28
masalah-masalah yang ditangani oleh tenaga kesehatan
a. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis di Sarana Kesehatan
1) Dokter Spesialis
Pada Tahun 2012 rasio tenaga dokter spesialis di Provinsi Riau
adalah 9,4 per 100.000 penduduk. Meskipun rasio dokter spesialis ini
telah melampui target renstra (9 per 100.000 penduduk), namun
penyebarannya di Kabupaten/kota di Provinsi Riau belum merata. Hal ini
terlihat pada gambar berikut:
Gambar 4.8
30
ada yang mencapai target renstra (95,0). Untuk kabupaten/kota rasio
bidan yang telah mencapai target renstra adalah Kabupaten Kuantan
Singingi (144,8), Kabupaten Indragiri Hulu (130,4) dan Kota Dumai
(101,6) sedangkan rasio bidan yang terendah adalah Kabuapten indragiri
Hilir 39,1. Rasio bidan terhadap terhadap per 100.000 penduduk tahun
(2008-2012) terlihat pada gambar berikut:
Gambar 4.10
B. Demand Side
C. Financial side
1. Pembiayaan Kesehatan
34
berarti menyalahi peraturan perundang-undangan. Namun demikian besaran
anggaran kesehatan yang diprioritaskan untuk pelayanan publik bidang kesehatan
sudah mencapai 2/3 dari anggaran kesehatan pada APBD Riau saat ini.
2. Program Jampersal
37
E. Partnership
Strategi yang kelima adalah kemitraan dan kerjasama lintas sektor. Dalam
strategi ini akan dijelaskan mengenai implementasi dari kemitraan dan kerjasama
lintas sektor guna mendukung penuruanan AKI dan AKB.
1. Kemitraan Bidan-Dukun
Kemitraan bidan dengan dukun adalah suatu bentuk kerjasama bidan dengan
dukun yang saling menguntungkan dengan prinsip keterbukaaan, kesetaraan, dan
kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dengan
menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan mengalihfungsikan dukun
dari penolong persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa
nifas, dengan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dengan
dukun, serta melibatkan seluruh unsur/elemen masyarakat yang ada. Keberhasilan
dari kegiatan kemitraan Bidan–Dukun adalah ditandai dengan adanya kesepakatan
antara Bidan dan dukun dimana dukun akan selalu merujuk setiap ibu hamil dan
bersalin yang datang. serta akan membantu bidan dalam merawat ibu setelah
bersalin dan bayinya. Sementara Bidan sepakat untuk memberikan sebagian
penghasilan dari menolong persalinan yang dirujuk oleh dukun kepada dukun
yang merujuk dengan besar yang bervariasi. Kesepakatan tersebut dituangkan
dalam peraturan tertulis disaksikan oleh pempinan daerah setempat (Kepala Desa,
Camat).
Siak Provinsi Riau telah berhasil melaksanakan program kemitraan bidan
dan dukun sebagai best practise DHS1-ADB. Dimana program tersebut
memadukan kedua bagian yang berbeda antara bidan dan dukun dipadukan untuk
mensukseskan kelahiran sang bayi. Program tersebut sesuai dengan kebijakan
Depkes dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB). Progaram itu telah dicanangkan Diskes Siak sejak
tahun 2004. Namun akhir tahun 2007 barulah program itu benar-benar berjalan
Saat ini jumlah dukun yang bermitra sebanyak 344 orang dan bidan desa sebanyak
98 orang. Dari program itu, didapatkan peningkatan pelayanan kesehatan bagi ibu
hamil dari tahun ke tahun. kemitraan dengan para dukun bayi diharapkan untuk
membawa proses persalinan kepada bidan yang ada. Bahkan, selama proses hamil
hingga pasca melahirkan tetap akan diberikan wewenang kepada dukun bayi.
Setiap dukun bayi yang membawa ibu bersalin ke bidan akan diberikan uang
38
cuma-cuma sebesar Rp100 ribu melalui program Jampersal. Sesuai rencana dinas
kesehatan Provinsi Riau, pelaksanaan kemitraan bidan dengan dukun bayi telah
dilaksanakan dengan mengundang dukun bayi pada pelaksanaan Hari Kesehatan
Nasional (HKN) pada Nopember 2013, para dukun bayi diundang dengan
berpakaian seragam. Para dukun bayi memegang nomor identitas tersebut diundi
dengan hadia umroh. Harapan dari kegiatan tersebut adalah dapat menurunkan
angka kematian ibu dan bayi dapat terwujud.
39
BAB V
Kebijakan strategis yang bisa dilakukan oleh dinas kesehatan provinsi Riau
untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi dapat dilihat dengan melakukan
analisis SWOT dengan langkah mengidentifikasi berbagai faktor internal dan faktor
eksternal. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaximalkan kekuatan
(strengths) dan peluang (oppoertunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Tabel. 5.1
Inventarisasi SWOT
(Identifikasi Lingkungan Strategik)
Internal Eksternal
Kekuatan (Strengths) Peluang (Oppoertunities)
1. Dinas kesehatan Provinsi Riau 1. Adanya kebijakan dari pemerintah
Mempunyai Visi dan Misi Yang Jelas pusat dan daerah terkait upaya
2. Dinas kesehatan Provinsi Riau akselerasi penurunan AKI dan AKB
mempunyai struktur organisasi dan 2. Adanya pelatihan bagi bidan
tupoksi yang jelas dan terarah dalam 3. Adanya kerja sama lintas sektor
upaya penurunan AKI dan AKB dengan instasi terkait seperti
3. Dinas kesehatan mempunyai ratio BKKBN, PKK, dsb
tenaga kesehatan yang cukup 4. Adanya program desa siaga yang
memadai terutama tenaga bidan yang salah satu tujuan nya adalah untuk
di tempat di setiap desa yang ada di menurunkan AKI dan AKB.
Provinsi Riau, fasiltas kesehatan yang 5. Semua organisasi profesi baik IDI,
hampir merata di seluruh pelosok IBI, IDAI dan organisasi lainnya
4. Program pelayanan kesehatan yang mendukung upaya penurunan AKI
yang mendukung upaya penurunan dan AKB.
AKI dan AKB cukup banyak seperti 6. Tersedianya fasilitas media massa
GSI, , serta fasilitas dan akses yang yang dapat digunakan untuk
40
mudah dijangkau oleh masyarakat memperoleh informasi kesehatan
yang ada di Provinsi Riau 7. Adanya Upaya Kesehatan Berbasis
5. Kemitraan bidan dengan dukun adalah Masyarakat seperti, Posyandu,
suatu bentuk kerjasama bidan dengan Poskesdes, Polindes
dukun yang saling menguntungkan 8. Pemerintahan provinsi Riau
dengan prinsip keterbukaaan, mengalokasikan anggaran 8,08 persen
kesetaraan, dan kepercayaan dalam untuk kesehatan dari APBD
upaya untuk menyelamatkan ibu dan 9. Adanya JKN yang sudah diluncurkan
bayi. sejak awal tahu 2014 sebagai
6. Pertolongan pesalinan kesehatan oleh pengganti Jampersal untuk
tenaga kesehatan mengalami masyarakat miskin
peningkatan.
41
pentingnya kesehatan ibu
7. sosial ekonomi masyarakat masih
rendah
Tabel 5.2
Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI)
(3x4) (Prioritas)
1 2 3 4 5 6
Kekuatan (Strengths) :
3 8 4 32 IV
Dinas kesehatan mempunyai ratio
tenaga kesehatan yang cukup
memadai terutama tenaga bidan yang
di tempat di setiap desa yang ada di
Provinsi Riau, fasiltas kesehatan yang
42
hampir merata di seluruh pelosok
4
Program pelayanan kesehatan yang
yang mendukung upaya penurunan 9 4 36 III
AKI dan AKB cukup banyak seperti
GSI, , serta fasilitas dan akses yang
mudah dijangkau oleh masyarakat
yang ada di Provinsi Riau
Kelemahan (Weaknesses) :
43
4
Penyebaran sarana dan prasarana
kesehatan yang belum merata dan 10 3 30 V
kurangnya dukungan logistik serta
biaya operasional
5 Fasilitas pelayanan kesehatan yang 9 4 36 II
kurang memadai di daerah terpencil
102 370
Tabel 5.3
Kesimpulan Analisis Faktor Eksternal (KAFE)
(3x4) (Prioritas)
1 2 3 4 5 6
Peluang (Oppoertunities) :
44
5 Semua organisasi profesi baik IDI, 8 4 32 V
IBI, IDAI dan organisasi lainnya
mendukung upaya penurunan AKI dan
AKB.
Ancaman (Threats) :
45
3 Keadaan geografis yang sulit di 9 3 27 V
jangkau
144 210
46
3. Matrik KAFI dan KAFE
Dalam melakukan strategi pemecahan masalah, maka digunakan matrik KAFI dan
KAFE sebagai alat formulasi strategi dengan menggunakan prioritas I dan
prioritas II dari masing-masing KAFI dan KAFE.
Tabel 5.4
Matrik KAFI dan KAFE
47
kebijakan dari pusat upaya Peningkatan
dapat menjadi acuan dan ketersediaan tenaga
kebijakan lanjut di medis dan paramedis
tingkat bawah dalam terutama untuk
upaya menurunkan AKI pelayanan kesehatan
dan AKB dasar di daerah
4. Meningkatkan dan terpencil dan
mempertahankan peran tertinggal
serta masyarakat dengan 3. Dalam membuat
mengadakan kerjasama suatu kebijakan
lintas sektor dengan sebaiknya bottom up
instasi terkait dan sehingga pemerintahan
pemerintahan daerah daerah merasa ikut
5. Memberikan kompensasi bertanggung jawab
kepada masyarakat untuk mengatasi
terhadap partisipasinya masalah yang ada di
dan peran serta dalam daerahnya
upaya menurunkan AKI 4. Memanfaatkan dana
dan AKB APBD untuk
6. Menganggarkan pembangunan fasilitas
pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan
pelayanan, dan tenaga terutama didaerah
kesehatan terutama di terpecil dan sulit
daerah terpencil yang dijangkau
sulit untuk di jangkau
Ancaman (Threats) Strategi ST Strategi WT
Berdasarkan analisa SWOT yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan kebijakan
strategis yang dapat diterapkan pada upaya penurunan AKI dan AKB di dinas
kesehatan Provinsi Riau adalah sebagai berikut:
49
5. Merencanakan langkah strategis untuk meningkatkan kesadaran pemerintahan
daerah, tokoh masyarakat yang ada di provinsi Riau
6. Meningkatan pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaan program
7. Kerja sama lintas sektor dengan instasi yang terkait
50
BAB VI
ARAH KEBIJAKAN
A. Arah Kebijakan
Arah kebijakan ini adalah untuk mengoptimalkan upaya penurunan Angka Kematian
Ibu dan Angka Kematian bayi agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien dengan
melibatkan berbagai pihak melalui system menajemen pelayanan yang baik mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dengan melibatkan pemerintahan daerah
dan instasi yang terkait sehingga AKI dan AKB dapat ditekan semaksimal mungkin.
B. Sasaran Program
Program yang akan dilaksanakan di buat dalam bentuk Rencana Aksi Penurunan
AKI dan AKB di Provinsi Riau dengan sasaran program sebagai berikut:
1. Memastikan setiap komplikasi maternal dan neonatal mendapatkan penangan
secara adekuat dan tepat waktu melalui pemantapan jejaring rujukan
2. Memastikan semua ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
3. Mengupayakan setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan
4. Memberikan pelayanan KB sesuai standar untuk mecegah kehamilan terlalu
muda/terlalu tua, terlalu banyak anak dan terlalu dekat jarak anak.
5. Meningkatkan pemberdayaan suami, keluarga dan masyarakat dalam kesehatan
reproduksi
6. Mengoptimalkan manajemen kesehatan ibu dan anak di setiap tingkatan
7. Memastikan dukungan pembiayaan program kesehatan ibu dan anak.
C. Target Pencapaian
1. Menurunkan AKI sebesar 102 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2015
2. Menurunkan AKB sebesar 23 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2015
3. Mendorong perbaikan sistem pelayanan kesehatan ibu da anak di daerah-daerah
serta serta memperkuat kebijakan fiskal untuk program kesehatan ibu dan anak di
level daerah
4. Menyediakan pelayanan KIA di pusat-pusat pelayanan terutama didesa-desa
sesuai dengan standar pelayanan minimum
5. Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan KIA
51
6. Revitalisasi program KB dengan memperkuat sistem kelembagaan BKKBN dan
BKKBD
D. Komitmen
52
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Riau tahun 2012 sebesar 112,7/100.000
kelahiran hidup, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan AKI pada
tahun 2011 yang sebesar 122, 1/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan cakupan
KIA yang belum mencapai target SPM yaitu: Cakupan K4 di provinsi riau 90%
belum mencapai target renstra (93%), Cakupan pemberian ASI Ekslusif di
provinsi Riau 46,2% masih dibawah target SPM (70%).
2. Implementasi berdasarkan strategi Supply Side, tahun 2012 di Provinsi Riau
masalah sarana kesehatan Puskesmas sudah tercukupi. Rasio tenaga perawat per
100.000 penduduk adalah 10,3. Sedangkan rasio bidan per 100.000 penduduk
adalah 76,0. Demand Side, berkenaan dengan jumlah penduduk miskin, cakupan
pemeliharaan kesehatan pra bayar di Provinsi Riau tahun 2012 sebesar 31,1%,
sedangkan cakupan pelayanan rawat jalan masyarakat miskin (dan hampir miskin)
14,8%. Peran serta Masyarakat dalam akselerasi penurunan AKI/AKB masih
dalam bentuk pelaksanaan kegiatan yang sudah di siapkan tapi masyarakat belum
manpu mengenali dan merencanakan masalah kesehatan. Financial Side,
persentase APBD kesehatan terhadap total APBD Provinsi Riau sebesar 8,08%.
Persentase ini belum sesuai dengan UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 bahwa
anggaran kesehatan minimal 10% dari APBD. Program Jampersal Di Provinsi
Riau cukup tinggi dibanding rata-rata nasional atau tercatat sebesar 55,4 persen
dari alokasi anggaran 2011 sebesar Rp19,1 miliar, Behaviour-Changed Side,
jumlah rumah tangga ber-PHBS 51,1%). Hal ini menunjukkan bahwa rumah
tangga yang ber-PHBS di Provinsi Riau masih rendah. Partnership, kemitraan
yang telah dilakukan di Provinsi Riau yaitu kemitraan bidan-dukun. Kerja sama
lintas sektor melalui kerjasama dengan Bappeda, Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Penggerak Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga (PKK).
3. Berdasarkan analisa SWOT strategi kebijakan yang dapat laksanakan dalam upaya
akselerasi penurunan AKI dan AKB adalah: Menganggarkan pembangunan
fasilitas pelayanan, dan tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil yang sulit
53
untuk di jangkau, Melakukan pelatihan dan bimbingan teknis secara berkala
dalam upaya meningkatkan keterampilan bidan dan tenaga kesehatan lainnya
yang terlibat dalam melakukan deteksi dini resiko kehamilan persalinan dan
nifas, Meningkatkan kemitraan bidan dan dukun dengan prinsip keterbukaan dan
saling menghargai, Membuat perencanaan peningkatan kinerja program yang
berhubungan dengan upaya penurunan AKI dan AKB di provinsi Riau,
Merencanakan langkah strategis untuk meningkatkan kesadaran pemerintahan
daerah, tokoh masyarakat yang ada di provinsi Riau, Meningkatan pengawasan
dan pengendalian dalam pelaksanaan program, Kerja sama lintas sektor dengan
instasi yang terkait
B. SARAN
2. Diharapkan dari analisis kebijakan penurunan AKI dan AKB berdasarkan strategi
akselerasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan di
Dinas Kesehatan Provinsi Riau
54