Anda di halaman 1dari 12

REFLEKSI KASUS

HERPES ZOSTER

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

Tahap Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun oleh:

Satrianti Totting (42170175)

Pembimbing:

dr. Trijanto Agoeng Noegroho, M.Kes., Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD WONOSARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Herpes Zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi
vesicular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radicular unilateral yang umumnya
terbatas di suatu dermatom. Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella zoster yang memiliki
kemampuan untuk hidup dalam kondisi dorman di ganglion atau badan sel saraf radik posterior,
bereplikasi minimal dan menunggu kondisi yang tepat untuk menginfeksi pejamu yang pernah
terpapar oleh virus tersebut. Itulah mengapa setiap orang yang pernah terinfeksi varicella
memiliki potensi untuk kembali mengalami reaktivasi dari virus dan terkena penyakit herpes
zoster.
Reaktivasi sering terjadi pada pasien dengan sistem imun yang menurun seperti pada usia
tua, imunokompromais dll. Herpes zoster sendiri meskipun bukan penyakit yang life threatening
namun dapat sangat menganggu pasien sebab dapat timbul rasa nyeri, dan apabila virus
menginfeksi bagian saraf cranialis (facialis, trigeminal, vestibulokoklearis) maka dapat
menganggu aktivitas sehari-hari pasien, sehingga menurunkan kualitas hidup. Keterlibatan infeksi
Nervus fasialis dan vestibulocochlearis disebut Ramsay Hunt Syndrome .Penegakan diagnosis
yang cepat dan tepat serta penanganan yang adekuat tentunya menurunkan angka morbiditas.
Adapun prinsip terapi yaitu mencegah replikasi virus dan terapi simptomatis

II. Rumusan masalah


1. Bagaimana cara mendiagnosis herpes zoster dengan cepat dan tepat?
2. Bagaimana prinsip penatalaksanaan dari infeksi herpes zoster
BAB II

DESKRIPSI KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Bp. K
Alamat : Tegalsari 01/09 Jati Ayu Karangmojo
Umur : 57 tahun
Pekerjaan : Pensiunan PNS
No RM : 4804XX

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pasien masuk IGD pada tanggal 19 April 2018, dengan keluhan sulit makan dan
minum karena timbul plenting-plenting di wajah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sulit makan dan minum karena timbul plenting-plenting di wajah
sudah kurang lebih 5 minggu yang lalu, awalnya pasien mengeluhkan nyeri gigi yang
menjalar hingga ke telinga, pasien kemudian berobat ke puskesmas karena merasa
tidak nyaman, pasien diberikan obat penghilang nyeri, selang berapa hari muncul
kemerahan seperti di gigit nyamuk dan terasa gatal serta panas, beberapa waktu
kemudian muncul plenting-plenting di kepala bagian kanan, pipi, dagu,bibir, serta
lidah bagian kanan semakin lama kemerahan dan plenting-plenting bertambah banyak,
disertai nyeri dan rasa panas seperti terbakar, pasien juga mengeluhkan telinga
berdenging, penurunan pendengaran pada telinga kanan dan terasa pusing berputar,
dan mual. Keluhan hanya dikeluhkan pada bagian kanan wajah. dan tidak dikeluhkan
pada bagian tubuh yang lain. Pasien kemudian berobat pada dokter spesialis THT
diberi obat minum dan tetes telinga, sempat kontrol 3 kali, namun keluhan hanya
berkurang sedikit, hingga pasien memutuskan untuk mengunjungi IGD pada tanggal
19 April. Pasien kemudian dirawat inap di bangsal. Pada pemeriksaan tanggal 23 april
2018 pasien merasa lebih baik, luka di wajah kanan mulai mengering, meskipun
keluhan nyeri telinga, dan berdenging masih dirasakan sedikit, pasien juga sudah dapat
mengkonsumsi makanan dengan tekstur lembut dan berdasarkan assessment dokter
pasien dapat pulang.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal serupa. Pasien memiliki riwayat cacar air saat
masih kecil. Penyakit DM, gagal ginjal disangkal
d. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
e. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien mengkonsumsi obat antinyeri dari puskesmas, obat minum dari
spesialis THT, diminum 5 kali sehari (tidak ingat nama obat) dan obat tetes telinga.
f. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga/orang yang pernah kontak dengan pasien tidak ada yang mengalami keluhan
yang sama
g. Gaya Hidup
Pasien merupakan seorang pensiunan pegawai negeri, dan sehari-hari dirumah. sejak
sakit pasien sulit makan dan makanan terasa hambar.

III. Pemeriksaan Fisik


Kondisi Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : Kesan Cukup
Tanda Vital
TD : 140/80
RR : 20
HR : 86
T : 36,5
Status Generalis
Kepala : Lesi sesuai dekskripsi UKK
Wajah : Lesi sesuai dekskripsi UKK
Leher : Tidak terdapat lesi
Thorax : Tidak terdapat lesi
Abdomen : Tidak terdapat Lesi
Ekstremitas Atas : Tidak terdapat lesi
Ekstremitas bawah : Tidak terdapat lesi

Status Lokalis

UKK
Pada wajah dekstra terdapat vesikel
dengan isi keruh penyebaran
herpetiformis, sesuai dengan
dermatom cervical II atau inervasi
N.V, N.VI, N. VII, konfluens dengan
dasar eritema dan edema, disertai
krusta kehitaman yang mengering
tersusun herpetiform, terdapat erosi,
lesi terdistribusi unilateral tanpa
melewati garis tengah sesuai
dermatom

Px. Neurologis lokalis


Tidak didapatkan ptosis, perot. Pada
pemeriksaan sensoris bagian wajah
kanan ditemukan hipostesia

Px telinga
terdapat erosi multiple dengan dasar
eritema pada daun dan liang telinga,
terdapat krusta mengering diliang
telinga, nyeri tekan (+), MT sulit di
evaluasi
IV. Diagnosis Banding
Hepes zoster (N, V, N.VI, N.VII)/ Ramsay Hunt Syndrome
Varicella zoster
Dermatitis kontak iritan

V. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin 19 April 2018
Hb : 15,0gr% GDS : 137 mg/dl
AL : 8600 u/l Urea : 18 mg/dl
AE : 4,83 jt u/l Creatinine : 1,1 mg/dl
Eosinofil : 0%
Bas : 0%
Stab : 91%
Limp : 7%
Mon : 2%
Trombosit : 148.000
HCT : 42%

VI. Diagnosis kerja


Ramsay Hunt Syndrome

VII. Tatalaksana
Tatalaksana IGD Bangsal

- Infus RL 20 Tpm - Acyclovir 5 x 800 mg

- Inj. Ondansentron 1A - Neurodex 1 x 1

- Inj. Ketorolak 1A - Amitriptilin 25 mg pada malam hari

- Inj. Ranitidin 1A bila sulit tidur


- Kompres antiseptik betadine
BAB III
PEMBAHASAN

I. Diagnosis
Diagnosis herpes zoster yang menyerang (N.VII & VIII) atau lebih dikenal dengan
Ramsay Hunt syndrome, dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang,
pemeriksaan fisik meliputi inspeksi UKK dan pemeriksaan fungsi nervus VII dan VIII.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya infeksi virus, pemeriksaan
darah, lainnya diperlukan untuk melihat penyulit terapi. Berikut perbandingan temuan klinis dan
landasan teori
Anamnesis
Temuan Klinis Landasan Teori
Pasien Berusia 57 tahun Lebih dari setengah jumlah keseluruhan kasus
dilaporkan terjadi pada rentan usia 60-70 tahun,
kasus jarang terjadi pada anak atau dewasa muda
Beberapa hari sebelum lesi zoster Lebih dari 80% pasien diawali dengan gejala
muncul, pasien mengeluhkan sakit prodromal seperti nyeri otot local sesuai dermatom,
gigi, gigi sakit menjalar hingga nyeri tulang, pegal, parestesia, rasa gatal dan
ketelinga terbakar, hingga demam dan malaise.
Awal kemunculan lesi berupa warna Erupsi diawali dengan plak atau papul eritematosa
merah seperti digigit nyamuk dan terlokalisir/difus (24 Jam), kemudian berubah
terasa gatal di kepala bagian kanan, menjadi vesikel (48 jam), pustule (96 jam) dan
kemudian muncul plenting-plenting krusta (7-10 hari)
yang semakin banyak
Luka pada wajah terasa nyeri dan Nyeri radikuler merupakan gejala utama dari lesi
panas herpes zoster. Adanya rasa terbakar merupakan
tanda infeksi pada saraf perifer (neuropatik pain).
Nyeri dapat berkepanjangan yang disebut(Nyeri
persisten atau zoster associated pain (ZAP)
Pasien juga mengeluhkan telinga Infeksi varicella zoster pada N. VIII menyebabkan
berdenging, penurunan pendengaran gejala berupa tinnitus, penurunan pendengaran, dan
dan pusing berputar, sulit makan dan vertigo, apabila N. VII terinfeksi dapat terjadi
makanan terasa hambar paresis fasialis, gangguan lakrimasi dan gangguan
pengecapan 2/3 lidah anterior
Keluhan yang dirasakan pasien sudah Patofisiologi virus varicella zoster
berlangsung kurang lebih 5 minggu - Masa inkubasi 7 – 12 hari
- Masaaktif ku +- 1 minggu
- Masa resolusi 1 – 2 Minggu
Masa resolusi bergantung pada system kekebalan
tubuh dan pengobatan yang adekuat.
Pasien pernah sakit cacar air saat Etiologi varicela zoster adalah reaktivasi virus
masih kecil varicella zoster setelah infeksi primer oleh virus
varicella zoster. Sehingga sebagian besar pasien
Herpes zoster memiliki riwayat penyakit varisela

Pemeriksaan Fisik

Temuan Klinis Landasan Teori

Status DV
Pada wajah dekstra terdapat vesikel dengan Lesi bersifat unilateral pada dermatom yang
isi keruh penyebaran herpetiformis, sesuai sesuai dengan letak saraf yang terinfeksi virus.
dengan dermatom cervical II atau inervasi Selama 7-10 hari dari awal lesi isi vesikel
N.V, N.VI, N. VII, konfluens dengan dasar menjadi keruh dan akhirnya pecah menjadi
eritema dan edema, disertai krusta kehitama krusta
yang mengering tersusun herpetiform,
terdapat erosi, lesi terdistribusi unilateral
tanpa melewati garis tengah sesuai
dermatom.

Px. Neurologis lokalis


Tidak didapatkan ptosis, perot. Pada Infeksi varicella zoster pada N. VIII
menyebabkan gejala berupa tinnitus, penurunan
pemeriksaan sensoris bagian wajah kanan
pendengaran, dan vertigo, apabila N. VII
ditemukan hipostesia terinfeksi dapat terjadi paresis fasialis dan
gangguan pengecapan 2/3 lidah anterior, infeksi
Px telinga pada N. oftalmikus menyebabkan ptosis,dan
Inspeksi : terdapat vesikel multiple dengan gangguan lakrimasi. paralisis motoric dapat
dasar eritema pada daun dan liang telinga, terjadi 2 minggu pasca awitan lesi, hal ini dapat
dengan dasar eritema dan edema, terdapat terjadi akinat penjalaran virus secara
perkontinuitatum dari ganglion sensorik ke
krusta mongering diliang telinga, nyeri
system saraf yang berdekatan
tekan (+), MT sulit di evaluasi
Pemeriksaan penunjang
Temuan Klinis Landasan Teori
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin 19 April 2018 Reaktivasi varicella zoster yang terdapat pada
- Hb : 15,0gr% ganglion saraf sensoris dapat diakibatkan oleh
- AL : 8600 u/l karena daya tahan Tubuh yang menurun atau
- AE : 4,83 jt u/l pada orang dengan imunokompromais (DM,
- Eos :0 HIV, CKD, Anemia, dll) hasil pemeriksaan
- Bas :0 darah pada Herpes zoster tidak spesifik dapat
- Stab : 91 ditemukan leukosit meningkat ringan sebagai
- Limp :7 tanda infeksi.
- Mon :2
- Trombosit : 148.000
- HCT : 42%
- GDS : 137 mg/dl
- Urea : 18 mg/dl
- Creatinine : 1,1 mg/dl

Tzank test : Tidak dilakukan Tzank test : Sel Datia berinti banyak

Diskusi
Dari tabel diatas diketahui bahwa anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjang penegakan
diagnosis herpes zoster (adanya gejala prodromal berupa nyeri local radikuler disertai UKK
vesikel herpetiformis dengan distribusi sesuai dermatom. FR : Usia tua, riwayat infeksi
varicella zoster), dalam kasus ini virus menginfeksi N. V, N.VII, N.VIII (Tinnitus, vertigo,
gangguan pendengaran, gangguan pengecapan, hipoanastesi) sehingga diagnosis Ramsay
Hunt Syndrom dapat ditegakkan. yang menjadi perhatian ialah pasien mencari pertolongan medis
setelah merasakan gejala prodromal yaitu nyeri gigi sebelah kanan yang menjalar hingga ke telinga
kanan, pasien kemudian diberikan antinyeri. Penegakan diagnosis herpes zoster saat gejala
prodromal sangat sulit dilakukan, sehingga penting bagi pemberi layanan kesehatan melakukan
anamnesis serta pemeriksaan menyeluruh terkait keluhan (pada kasus ini nyeri gigi di keluhkan)
jika tidak ditemukan penyebab nyeri gigi yang pasti pada pemeriksaan fisik serta anamnesis , maka
diagnosis herpes zoster sebaiknya tidak dieksklusi (nyeri lokal radikuler merupakan gejala
prodromal yang cukup sering pada HZV), untuk itu pada keadaan diagnosis belum dapat
ditegakkan, pemberian edukasi kepada pasien akan sangat membantu untuk rencana terapi
berikutnya. Edukasi yang dilakukan dapat berupa tanda dan gejala infeksi HZV, apabila
menggunakan analgetik nyeri tidak hilang total, dan dalam beberapa hari timbul kemerahan dan
rasa gatal serta panas pasien dapat dianjurkan untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk di terapi
lebih lanjut. Dengan demikian diharapkan infeksi dapat dikontrol sedini mungkin sehingga
prognosis menjadi lebih baik.

II. Penatalaksanaan
Pada kasus Bp. K pengobatan mulai dilakukan pada gejala prodromal, yaitu pemberian analgesik,
pengobatan analgesik tentunya tidak dapat mencegah berkembangnya penyakit, karena sesuai
dengan perjalanan penyakit, setelah gejala prodromal maka akan muncul erupsi pada kulit yang
sulit dihindari, dan analgetik merupakan pengobatan yang bersifat simptomatik bukan etiologik.
Namun penegakan diagnosis sedini mungkin akan memberikan prognosis yang baik, oleh sebab itu
pada fase prodromal, penatalaksanaan yang tepat ialah memberikan edukasi mengenai perjalanan
penyakit kepada pasien sehingga diharapkan pasien dapat mengenali gejala dan sesegera mungkin
meminta pertolongan medis sehingga dapat menerima terapi sesuai diagnosis yang tepat.
Karena lesi semakin banyak dalam beberapa hari dan pasien mengalami gangguan pendengaran
pasien berinisiatif untuk memeriksakan diri ke Dokter THT, pasien menerima pengobatan obat tetes
telinga dan obat yang diminum (tidak tahu nama obat), pengobatan dilakukan pasien kurang lebih 3
minggu namun keluhan masih ada dan hanya berkurang sedikit, sesuai dengan perjalanan penyakit
herpes zoster, timbulnya erupsi pada kulit menandakan masa aktif replikasi virus varicella zoster
sehingga terapi yang tepat yang diberikan ialah Asiklovir oral 5 x 800 mg/hari atau Valansiklovir 3
x 1000 mg/hari selama 7 sampai 10 hari untuk mencegah timbulnya lesi baru, dan mempercepat
penyembuhan. Jika terapi adekuat dan sistem imun pejamu mendukung proses penyembuhan maka,
masa resolusi dapat dicapai pada minggu ke 2 setelah muncul lesi. Namun pada kasus ini pasien
masih mengeluhkan keluhan pada minggu ke 3 setelah lesi muncul. Kegagalan terapi dapat
dikarenakan kesalahan diagnosis dan penatalaksanaan, ketidakpatuhan pasien minum obat
(asiklovir harus diminum 5 kali sehari dikarenakan bioavaibilitas asiklovir yang sangat rendah),
sistem imun pejamu yang kurang baik ataupun intake nutrisi yang kurang, sehingga tidak
menciptakan lingkungan terapeutik. Pada kasus ini salah satu kegagalan terapi dapat dikarenakan
intake nutrisi yang kurang, karena pasien sulit makan dan minum, dan tidak mendapat nutrisi
parenteral.
Setelah mengunjungi IGD pasien mendapat terapi simptomatis berupa injeksi ondansentron,
ranitidine dan ketorolac untuk keluhan mual dan nyeri pada wajah kanan, dan mendapat rehidrasi
cairan RL 20 tpm, setelah dirawat pasien mendapatkan terapi asiklovir 5 x 800 mg per hari,
neurodex 1 x 1, kompres betadin pada kulit yang lesi, serta amitriptilin 25 mg sebelum tidur jika
sulit tidur serta dirawat bersama dengan dokter spesialis THT. Terapi memberikan respon yang
cukup baik ditandai dengan berkurangnya keluhan dan semakin banyak lesi yang mengering.
Berdasarkan literature pilihan terapi untuk ramsay hunt syndrome adalah asiklovir 5 x 800 mg per
hari selama 7-10 hari sebaiknya diberikan maksimal 72 jam setelah awitan muncul dan dapat
dikombinasikan dengan prednisone 40 mg dengan tapering off selama 1 minggu, pemberian
vitamin B berfungsi untuk melindungi dan memperbaiki fungsi saraf, Antidepresan digunakan
untuk mengurangi nyeri neuropati dan untuk mencegah Neuralgia post herpes biasanya digunakan
amitriptilin 25 mg, antibiotic dapat digunakan untuk mencegah infeksi sekunder pada lesi yang
sudah timbul erosi dan krusta, biasanya diberikan antibiotic spectrum luas seperti kloramfenikol.
Pasien dengan RHS ditangani bersama dengan dokter spesialis THT. Pada kasus ini untuk
mencegah infeksi sekunder diberikan kompres betadin, dan terapi amtriptilin diberikan jika pasien
sulit untuk tidur.
Diskusi : Prinsip terapi pada infeksi herpes zoster ialah menghilangkan nyeri secepat mungkin,
membatasi replikasi virus, meningkatkan perbaikan lesi kulit, mencegah atau mengurangi
keparahan dari neuralgia pasca herpes. Modalitas terapi yang dapat digunakan ialah antivirus,
steroid, analgetik, antidepresan, antibiotic, neurotropik (vitamin B1), terapi simptomatik
disesuaikan dengan kondisi pasien. Terapi non-farmakologik berupa pemberian nutrisi parenteral
juga penting untuk mendukung keberhasilan terapi pada pasien RHS, Edukasi pemakaian obat juga
penting. Asiklovir merupakan obat yag paling sering digunakan karena tersedia dan di cover oleh
BPJS, pada pasien dengan tingkat kepatuhan yang rendah dapat diberikan valansiklovir (obat
diminum 3 kali sehari) namun tetap pertimbangkan cost dan diskusikan dengan pasien.
BAB IV
KESIMPULAN

Herpes Zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi vesicular
berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radicular unilateral yang umumnya terbatas di
suatu dermatom. Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella zoster yang memiliki kemampuan
untuk hidup dalam kondisi dorman di ganglion atau badan sel saraf radik posterior, gejala
prodromal dapat berupa nyeri local radicular, malaise, dan demam. Penegakan diagnosis dapat
dilakukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik adanya berupa nyeri local radikuler disertai UKK
vesikel herpetiformis dengan distribusi sesuai dermatom. Apabila virus menginfeksi N.VII, N.VIII
disebut Ramsay Hunt Syndrom.
Prinsip terapi pada infeksi herpes zoster ialah menghilangkan nyeri secepat mungkin, membatasi
replikasi virus, meningkatkan perbaikan lesi kulit, mencegah atau mengurangi keparahan dari
neuralgia pasca herpes. Modalitas terapi yang dapat digunakan ialah antivirus, steroid, analgetik,
antidepresan, antibiotic, neurotropik (vitamin B1), terapi simptomatik disesuaikan dengan kondisi
pasien. Terapi non-farmakologik berupa pemberian nutrisi parenteral juga penting untuk
mendukung keberhasilan terapi pada pasien RHS, Edukasi pemakaian obat, dan intake nutrisi yang
baik menunjang keberhasilan terapi.

Anda mungkin juga menyukai