Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH PELAKSANAAN SHALAT BERJAMA’AH

TERHADAP PERILAKU SOSIAL

A. LATAR BELAKANG

Shalat adalah tiang agama dan merupakan perbuatan yang pertama kali di
hisab oleh Allah SWT kelak. Secara ma’quli (pandangan akal). Statemen itu dapat
dibenarkan, sebab aktifitas shalat mencerminkan kepribadian secara kafah.1 Shalat
dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar dan sesungguhnya dengan shalat kita
dapat selalu mengingat Allah dan shalat merupakan ibadah yang keutamaannya lebih
besar daripada ibadah yang lainnya. Hal ini dijelaskan dalam QS. al-Ankabut: 45 yang
berbunyi :
‫اا أبككببببرر‬
‫صبلةب تبكنُبهىَ بعان اَكلفبكحبشاَء بواَكلرمنُبكار بولباذككرر ا‬ ‫ب بوأبقاام اَل ا‬
‫صبلةب إاان اَل ا‬ ‫اَكترل بماَ رأواحبي إالبكي ب‬
‫ك امبن اَكلاكبتاَ ا‬
{45/‫صنُبرعوُبن }اَلعنُكبوُت‬ ‫بو ا‬
‫ار يبكعلبرم بماَ تب ك‬
Artinya:
“Bacalah al-Quran yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-kitab(Al-Qur’an) dan
dirikanlah shalat. sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.(QS. al-Ankabut: 45).2
Berdasarkaan Tafsir al-Azhar Juz ke –21, ayat ini menjelaskan akibat atau
kesan yang nyata dan jelas, atau yang positif dari sholat: “Sesungguhnya sembahyang
itu adalah mencegah dari yang keji dan yang mungkar”. Bagian dari ayat ini telah
menjelaskan bahwa sholat itu adalah benteng. Niscaya sholat yang akan dapat jadi
benteng, membentengi diri kita dari perbuatan yang keji, seperti berzina, merampok,
merugikan orang lain, berdusta, menipu dan segala perbuatan mungkar yakni yang
dapat celaan dari masyarakat, ialah sholat yang dikerjakan dengan khusyu’, dengan
ingat bahwa maksud sholat ialah karena melatih diri selalu dzikir, yaitu selalu ingat
kepada Allah3

Shalat merupakan ibadah yang utama disisi Allah, berkali-kali al- Qur’an
menegaskan bahwa Allah memerintahkan manusia agar mengerjakan shalat. Nabi

1 Muhaimin, dkk, Dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hlm. 261.
2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Penerbit J-art, 2004), hlm. 402
3 Syaikh Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar Juzu’ ke –21, (Surabaya: Bina
Ilmu, 1976), hlm. 12-13

1
2

Muhammad SAW juga memberikan pengertian bahwa amal ibadah yang pertama-
tama kali di hisab di hari kiamat adalah shalat, jika shalatnya baik, maka baiklah
semua amal perbuatannya, dan jika rusak shalatnya, maka biasanya amal yang lain
ikut rusak4

Shalat lima waktu dapat dikerjakan sendiri dan dapat diselenggarakan


berjama’ah, tetapi shalat berjama’ah lebih baik (afdhul) dan bermanfaat. Allah
berfirman dalam surat al-Maidah ayat 58 yang berbunyi:

{58/‫ك باأ بناهركم قبكوُمم لا يبكعقارلوُبن }اَلماَئدة‬


‫صلباة اَتابخرذوبهاَ هررزبواَ بولباعبباَ بذلا ب‬
‫بوإابذاَ بناَبدكيتركم إابلىَ اَل ا‬
Artinya :
“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka
menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu karena mereka
benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal”.(Q.S. al-Maidah : 58)5

Shalat berjama’ah merupakan suatu tindakan ibadah shalat yang dikerjakan


bersama-sama, dimana salah seorang di antaranya sebagai imam dan yang lainnya
sebagai makmum.6 Shalat Jama’ah selain sarana ibadah kita kepada Allah SWT juga
terdapat keutamaan dan aspek-aspek psikologis yang dapat memberikan motivasi
sehingga akan membantu membentuk perilaku sosial seseorang.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berpijak dari apa yang telah diuraikan tersebut diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pelaksanaaan Shalat Berjama’ah?
2. Bagaimanakah Perilaku Sosial?
3. Apa Implikasi Shalat Berjama’ah Pada Perilaku Sosial?

C.

4 Mukhlas Asy-Syarkani al-falahi, Rahasia dan Keajaiban Takwa, (Jogjakarta : Ad-Dawa Press, 2003), hlm.
52
5 Departemen Agama RI, Loc. Cit, hlm. 119
6 M. Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 318
3

D. PEMBAHASAN
1. SHALAT BERJAMA’AH
a. Pengertian Shalat Berjama’ah
Menurut bahasa shalat adalah do'a,7. Kata “shalat” pada dasarnya
berakar dari kata “Shalat” ‫ صلة‬yang berasal dari kata َ‫ صلىَ يصلى‬. Kata
“shalat” menurut pengertian bahasa mengandung dua pengertaian, yaitu “
berdo’a” dan “bershalawat”8. Al-Qur’an menyebutkan shalat pada banyak
ayat, tidak kurang dari 90 ayat, kata “ shalat” mempunyai macam-macam arti :
“Do’a”, “ Rahmat” dan “Istighfar” ( minta ampun)9
Shalat dalam arti do’a di jelaskan dalam al-Qur’an surat At- Taubah,
ayat 103 yang memerintahkan Nabi untuk mendo’akan bagi orang-orang yang
membayar zakat harta benda mereka; sebab do’a Nabi membawa ketenangan
hati mereka.

‫ك بسبكمن لاهركم‬ ‫رخكذ امكن أبكمبوُاَلااهكم ب‬


‫صبدقبةب ترطبهلررهركم بوتربزلكياهم بابهاَ بو ب‬
‫صلل بعلبكياهكم إاان ب‬
‫صلبتب ب‬
{103/‫}اَلتوُبة‬ ‫بو ا‬
‫ار بساميمع بعاليمم‬
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(At-Taubah: 103)10
Menurut Sayyid Sabiq, shalat ialah ibadah yang terdiri dari perkataan
dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah Ta’ala dan
diakhiri dengan memberi salam.11

7 M. Ali Hasan, Hikmah Shalat dan Tuntunannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) hlm. 19.
8 Ahmad Tholib Raya dan Siti Musdah, Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam, (Jakarta: Kencana,
2003), Cet I, hlm. 174.
9 Ahmad Azhar Basyir, Falsafah Ibadah Dalam Islam, (Jakarta :Perpustakaan Pusat Universitas Islam
Indonesia, 1988), Cet III, hlm. 29
10 Departemen Agama RI, Loc. Cit, hlm. 204
11 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 1,Terjemahan Mahyudin Syaf(Bandung: Al Ma’arif, 1973), hlm. 205.
4

Dalam istilah ilmu fiqih, shalat adalah salah satu macam atau bentuk
ibadah yang di wujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu
disertai dengan ucapan-ucapan tertentu dan syarat-syarat tertentu pula.12
Sedangkan Jama’ah menurut bahasa adalah Al-jama’ah secara bahasa
berasal dari kata al Jam’u. al Jam’u kebalikan dari al Mutafarruq (perpecahan).
Dengan demikian kalimat ini untuk menyatakan bilangan sesuatu yang
berskala besar. Al Jama’ah menurut istilah fuqaha adalah bilangan manusia
yang berjumlah banyak, Al Kasani berkata:“ Al Jama’ah terambil dari kata al
ijtima”. Jumlah terkecil sebuah jama’ah adalah terdiri atas dua orang yaitu
antara imam dan makmum.13
Dalam fiqh Islam Dikatakan Apabila dua orang shalat bersama-sama
dan salah seorang diantara mereka mengikuti yang lain, keduanya dinamakan
shalat jama’ah.14

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa shalat jama’ah adalah


ikatan makmum dengan imam dalam sholat dengan syarat-syarat yang ditentukan
atau dikhususkan.

b. Fungsi dan Tujuan Shalat Berjama’ah

1.Fungsi Shalat Berjama’ah

a. Sebagai tiang agama


b. Sebagai sumber tumbuhnya unsur-unsur pembentuk akhlak
yang mulia. Ini sesuai dengan makna ayat :

‫صبلةب تبكنُبهىَ بعان اَكلفبكحبشاَء بواَكلرمنُبكار‬ ‫ب بوأبقاام اَل ا‬


‫صبلةب إاان اَل ا‬ ‫ك امبن اَكلاكبتاَ ا‬‫اَكترل بماَ رأواحبي إالبكي ب‬
{45/‫صنُبرعوُبن }اَلعنُكبوُت‬ ‫اا أبككببرر بو ا‬
‫ار يبكعلبرم بماَ تب ك‬ ‫بولباذككرر ا‬

12 Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/ IAIN di Pusat, Ilmu Fiqih Jilid I, ( Jakarta: Pustaka Pelajar,
1983), hlm 79
13 Sholih bin Ghanim bin Abdullah As-Sadlani, terj. M. Nur Abrari, Shalat Berjama’ah Panduan Hukum,
Adab, Hikmah, Sunnah dan Peringatan penting tentang pelaksanaan Shalat berjama’ah , (Solo: Pustaka
Arafah, 2002), Cet. I hlm. 17-18
14 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hlm. 106
5

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab


(Al-Qur’an) dan dirikanlah Shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari pada ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah tahu
apa yang kamu kerjakan”. (Al-Ankabut: 45)15

c. Sebagai satu cara untuk persatuan dan persaudaraan antar


sesama muslim
Dalam shalat berjama’ah dapat merealisasikan persatuan,
kasih sayang dan persamaan yaitu ketika orang-orang yang shalat
berdiri dalam satu shaf (barisan) dalam keadaan saling merapat lagi
sama, tidak ada perbedaan diantara mereka.16
d. Sebagai suatu pelajaran untuk meningkatkan disiplin dan
pengendalian jiwa17
Sebagaimana Sabda Nabi SAW:

َ‫اَنُماَ اَلماَم ليﯝتم بﻪ ﻓاَذ اَﮐبﺭﻓﮐبروُاَول تﮐبروُاَحتىَ يﮐبروُاَ ذ اَ ﺭﮐع فاَ رﮐعوُا‬
.‫وُل تﺭﮐعوُاَحتىَ يﺭﮐع وُاَ ذ اَ ﺴﺠد ﻓاَﺴﺠد وُاَ وُلتﺴﺠدوُاَحتىَ يﺴﺠد‬
“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka janganlah
kalian menyelisihinya. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah. Jika ia
rukuk maka rukuklah.. Jika ia sujud maka sujudlah.

Dalam hadis tersebut jelas bahwa Shalat berjama’ah


mempunyai Fungsi sebagai tempat untuk berlatih disiplin dan
pengendalian jiwa yaitu dengan cara selalu mngikuti imam dalam
semua takbir atau gerakannya dalam shalat, dan tidak
mendahuluinya, memperlambat dari darinya, bersamaan dengan
atau berlomba-lomba dengannya.

2.Tujuan Shalat Berjama’ah

15 Departemen Agama RI, loc. cit, hlm. 402


16 Musnid bin muhsin Al-Qohthoni, "Seindah Sholat Berjama’ah", Terj. Effendi Abu Ahmad (Solo: Al-
Qowam, 2006), hlm. 79
17 Ibid, hlm. 84-85
6

a. Untuk mendapatkan pahala atau derajat yang lebih banyak,


seperti dalam sebuah hadis:

َ‫عناَبنعمرقاَل رﺴوُﻝ اَللﻪ صلىَ اَللﻪ عليﻪ وُﺴلم صلة اَلﺟماَعة تفﺿلعلى‬

‫صلة اَلفذ بﺴبع وُعﺷريندرﺟة‬

“Abdullah bin Umar RA menceritakan bahwa Rasullullah SAW


bersabda, “Shalat berjama’ah itu lebih baik dari pada shalat
sendirian dengan dua puluh tujuh derajat”18
b. Untuk mengingat Allah SWT

Hal ini sebagaimana firman Allah :

‫ار بل إالبﻪب إاال أببناَ بﻓاَ كعبركداني بوأبقاام اَل ا‬


{14/‫صبلةب لااذ ككاريِ }طﻪ‬ ‫إاناانُي أببناَ ا‬

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
(QS. Thaha :14)19
c. Untuk melatih diri supaya disiplin menghadap Allah Dengan
ditetapkannya dan ditentukannya shalat fardhu lima waktu dalam
sehari semalam, serta dianjurkannya shalat berjama’ah, mendidik
manusia agar selalu disiplin menghadapi Allah.

d. Untuk menunjukkan kepada persamaan yang benar,


memperkuat persatuan dan kesatuan

Pada pelaksanaan shalat berjama’ah terlihat adanya suatu


persamaan, yakni persamaan sebagai hamba Allah yang beribadah
kepada Sang Pencipta, dan tidak adanya perbedaan antara seorang
dengan orang lainnya. Mereka masing-masing berhak untuk berdiri
sejajar dalam satu barisan, atau shaff tanpa membedakan usia, baju,
jabatan, dan status.

e. Untuk membentuk sikap dan budi pekerti yang baik serta


akhlak yang mulia20

18 Kahar Mansyur, Terjemah Bulughul Marom Jilid 1, (Jakarta : Rhineka Cipta, 1992), hlm. 170
19 Departemen Agama RI, loc. cit, hlm. 314
20 Ashadi dan Cahyo Yusuf, Ahlak Membentuk pribadi Muslim, (semarang: Aneka Ilmu), hlm. 28
7

Bahwa disyariatkannya ibadah shalat dan di anjurkannya


untuk berjama’ah, agar manusia senantiasa memelihara hubungan
dengan Allah dalam wujud budi pekerti yang baik, akhlak yang
mulia, serta keinsyafan yang sedalam-dalamnya akan kemaha
kuasaan-Nya

c. Dimensi Psikologis Shalat Berjama’ah

Di samping memiliki banyak manfaat dan pahala yang besar, shalat


berjama’ah mempunyai dimensi psikologis tersendiri antara lain : Aspek
demokratis, rasa diperhatikan dan berarti kebersamaan, tidak adanya jarak
personal, terapi lingkungan.21

1. Aspek demokratis

Aspek demokratis dalam shalat berjama’ah terdapat pada aktivitas


sebagai berikut :

a) Memukul kentongan atau bedug

Sebagai tanda memasuki shalat, di masjid atau musholla terutama


di pedesaan ada kentongan atau bedug. Memukul kentongan atau bedug
boleh dilakukan oleh siapa saja, tentunya harus mengerti aturan
kesepakatan di daerah tersebut. Ini berarti Islam sudah menerapkan teori
bahwa manusia itu berkedudukan sama.

b) Mengumandangkan adzan

Adzan merupakan tanda tiba waktu shalat dan harus di


kumandangkan oleh Muadzin. Pada prinsipnya siapa saja boleh
mengumandangkan adzan. Hanya saja karena adzan merupakan bagian
dari syiar Islam, maka lebih baik adzan di kumandangkan oleh seorang
yang mengerti lafal, ucapan atau bacaan yang benar.

c) Melantunkan iqomat

Iqamat merupakan tanda bahwa shalat berjama’ah akan segera


dimulai.
21 Sentot Haryanto, Psikologi Shalat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001) hlm.
8

d) Pemilihan atau pengisian barisan atau shaf

Pada dasarnya siapa saja yang datang lebih dulu untuk mengikuti
shalat berjama’ah, maka boleh menempati barisan/ shaff yang depan
atau utama.

e) Proses pemilihan imam

Imam adalah pemimpin dalam shalat berjama’ah, yang sudah


memiliki kriteria atau syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syara’.

2. Rasa diperhatikan dan berarti

Pada shalat berjama’ah ada unsur-unsur rasa diperhatikan dan rasa


berarti bagi diri sendiri, hal ini terlihat pada beberapa aspek yakni:

a)Memilih dan menempati shaff

Dalam shalat berjama’ah, siapa saja yang datang lebih dulu


berhak untuk menempati barisan atau shaff yang pertama atau terdepan.

b) Setelah shalat, jama’ah memiliki kebiasaan untuk bersalaman


dengan jama’ah lain.

Hal ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kedudukan yang


sama dan berhak untuk menyapa lingkungan di sekitarnya.

c) Pada saat membaca surat Al-Fatihah makmum mengucapkan “Amin


(kabulkanlah do’a kami)”, secara serempak, juga dalam mengikuti
gerakan imam, tidak boleh saling mendahului. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya unsur ketaatan kepada pemimpin.

d) Demikian pula saat mengakhiri shalat, jama’ah mengucapkan salam


ke kanan dan ke kiri. Ini menunjukkan bahwa sesama manusia untuk
saling mendo’akan, saling menyejahterakan lingkungan sekitarnya.

3. Perasaan kebersamaan
9

Shalat berjama’ah selain mempunyai pahala yang lebih banyak dari


shalat, di dalamnya juga terdapat aspek atau unsur kebersamaan yakni
kedudukan yang sama sebagai hamba Allah sehingga dapatmenghindarkan
seseorang dari rasa terisolir, terpencil, dan asing di hadapan manusia lain.

4. Tidak adanya jarak personal

Salah satu kesempurnaan shalat adalah lurus dan rapatnya barisan


shaff. Ini berarti tidak ada jarak personal antara satu dengan yang lainnya.
Karena masing-masing mereka berusaha untuk meluruskan dan merapatkan
barisan, walaupun kepada mereka yang tidak kenal, namun merasa ada
suatu ikatan, yakni ikatan aqidah atau keyakinan.

5. Terapi lingkungan

Sebagai contoh di masjid sering diselenggarakan pembinaan setelah


selesai shalat berjama’ah, kegiatan inilah yang ikut memberikan andil dan
terapi lingkungan.

2. PERILAKU SOSIAL
a. Pengertian Perilaku Sosial
Menurut bahasa perilaku adalah “Tanggapan atau reaksi individual
terhadap rangsangan atau lingkungan.22 Perilaku biasanya juga disamakan
dengan istilah sikap (attitude). Berikut ini beberapa definisi tentang perilaku
yang dikemukakan oleh para ahli:
Menurut ngalim purwanto “Sikap dalam bahasa Inggris disebut
attitude, adalah suatu cara beraksi dengan cara tertentu terhadap suatu
perangsang atau situasi yang dihadapi”.23
Sedangkan menurut pendapat Hendry Clay Lingren dan John. H.
Harvey, dalam bukunya “An Introduction to Social Psychology”

22 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005),
hlm. 859

23 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hlm. 141
10

Mendefinisikan “Attitude can be described as a learned predisposition to


respond in a consistently or described manner with respect to a given object”.
24

Artinya : Sikap dapat dijelaskan sebagai keadaan yang sudah dipelajari untuk
merespon keadaan yang secara konsisten atau yang tergambar dengan
mempertimbangkan objek yang ada.
Dalam kamus psikologi Hafi Anhari mengemukakan bahwa sikap atau
attitude adalah suatu kestabilan relatif dan keadaan yang mudah terpengaruh
untuk berlaku atau bertindak, dalam suatu cara tertentu terhadap pribadi,
lembaga atau kabar.25
Beberapa pengertian di atas merupakan pengertian tentang sikap yang
bentuknya tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi harus ditafsirkan lebih
dulu sebagai tingkah laku. Dengan kata lain sikap adalah kesiapan bertindak
dan bukan sebagai pelaksanaan keinginan atau motif tertentu. Menurut Dr.
Sarlito Wirawan Sarwono yang dimaksud sikap sosial adalah sikap yang ada
pada kelompok orang yang ditujukan kepada suatu objek yang menjadi
perhatian seluruh orang-orang tersebut.26
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
sosial keagamaan adalah suatu perbuatan yang berdasarkan kesadaran untuk
memperhatikan lingkungan sekitarnya.

b. Pembentukan Perilaku Sosial


Manusia merupakan makhluk hidup yang paling sempurna
dibandingkan dengan makhluk hidup yang lainnya. Karena manusia memiliki
akal sebagai pembeda dan merupakan kemampuan yang lebih dibanding
makhluk yang lainnya. Akibat adanya kemampuan inilah manusia mengalami
perkembangan dan perubahan baik dalam psikologis maupun fisiologis.
Perubahan yang terjadi pada manusia akan menimbulkan perubahan pada
perkembangan pada pribadi manusia atau tingkah lakunya. Pembentukan
2424 Henry Clay Lindgren dan John H. Harvey, An Introduction to Social Psychology, (London: Masby
Company, 1981), hlm. 110.
25 H. M. Hafi Anhari, Kamus Psikologi, (Surabaya: Usaha Nasional, 1996), hlm. 81
26 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 163
11

perilaku tidak dapat terjadi dengan sendirinya atau Tanpa adanya proses tetapi
Pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia, dan
berkenan dengan objek tertentu. Menurut Djalaluddin Rakhmat tentang
perkembangan perilaku manusia yaitu “Perilaku manusia bukan sekedar respon
pada stimuli, tetapi produk berbagai gaya yang mempengaruhinya secara
spontan, seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi manusia sebagai ruang
hajat (life space). Ruang hajat terdiri dari tujuan dan kebutuhan individu,
semua faktor yang disadarinya dan kesadaran diri.”27

Menurut DR. W.A. Gerungan, perilaku dapat terbentuk karena


adanya faktor-faktor intern dan faktor-faktor extern individu yang
memegang peranannya. 28 Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam
pribadi manusia itu sendiri, ini dapat berupa selectivity atau daya pilih
seseorang untuk menerima dan mengelola pengaruh-pengaruh yang datang
dari luar. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar
pribadi manusia yang bersangkutan, ini dapat berupa interaksi sosial di luar
kelompok.
Menurut DR. Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya "pengantar
Umum Psikologi" pembentukan perilaku dapat terjadi dengan empat cara,
yaitu:29

a) Adopsi

Adalah kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan


terus menerus, lama kelamaan yang terserap pada individu sehingga
mempengaruhi terbentuknya suatu sikap

b)

27 Jalaluddin Rahkmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 1996), hlm. 27
28 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1986), hlm.155
29 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Ilmu Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm 104
12

c) Deferensial

Berkaitan erat dengan intelegensi, banyaknya pengalaman,


bertambahnya usia, sehingga hal-hal yang dianggapnya sejenis dapat
dipandang tersendiri lepas dari jenisnya.
d) Integrasi

Dalam pembentukan perilaku ini terjadi secara bertahap bermula


dari pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu dan pada
akhirnya terbentuk perilaku mengenai hal tersebut.
e) Trauma

Adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan sehingga


menimbulkan kesan mendalam pada jiwa seseorang yang bersangkutan.

Jadi perilaku terbentuk oleh pengetahuan dan pengalaman seiring


bertambahnya usia. Semakin luas pengetahuan seseorang tentang objek dan
banyaknya pengalaman yang berkaitan dengan objek akan mengarahkan
terbentuknya sikap yang kemudian dilanjutkan pada suatu perilaku tertentu.

c. Aspek-Aspek Perilaku Sosial


1) Toleransi
Selain manusia menjadi mahluk individu, manusia juga merupakan
mahluk sosial yang didalam kehidupan tidak dapat hidup sendirian
melainkan harus bisa hidup berdampingan dengan orang lain secara baik.
Yang termasuk dalam toleransi adalah antara lain:
a) Menghargai pendirian atau pendapat orang lain
Menurut Yusuf al-Qardlawiy dalam bukunya sunnah, ilmu
pengetahuan dan peradapan yang diterjemahkan oleh abad
badruzzaman, bahwa menghargai pendapat orang lain dapat dibedakan
menjadi dua(2) hal yaitu:
1. Perbedaan manusia dalam agama merupakan buah realitas
yang dikehendaki Allah, yang tidak akan terlepas dari hikmah di
baliknya, dan tidak bisa ditampik lagi
13

2. Putusan akhir antara orang-orang yang berbeda pendapat,


dan memberi putusan akan benar atau tidaknya keyakinan yang
selama ini dipedomani, bukanlah dilakukan oleh manusia sekarang
(di dunia ini), tetapi semua berpulang kepada Allah nanti pada hari
kiamat.30
b) Kerukunan
Perdamain dan kerukunan yang didambakan Islam, bukanlah
yang bersifat semu, tetapi yang memberi rasa aman pada jiwa setiap
insan. Karena itu, langkah pertama yang dilakukan adalah mewujudkan
dalam jiwa setiap pribadi. Setelah itu ia melangkah kepada unit terkecil
dalam masyarakat yaitu keluarga. Dari sini beralih ke masyarakat luas,
seterusnya kepada seluruh bangsa dipermukaan bumi ini, dan dengan
demikian dapat tercipta perdamaian dunia, dan dapat terwujud
hubungan harmonis dan toleransi dengan semua pihak.31
2) Kebersamaan
Termasuk dalam aspek kebersamaan dalam perilaku sosial adalah
persatuan atau kekompakan, kerjasama, gotong royong atau tolong
menolong.

a) Persatuan atau kekompakan


Menurut M. Quraish Shihab, persatuan itu tidak hanya terhadap
sesama muslim saja, tetapi juga sebangsa dan sesama manusia pada
umumnya. Namun sesuai al-Qur’an bahwa persatuan diutamakan bagi
sesama agama Islam.32 Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
Anbiya' ayat 92:
{92/‫إاان هباذاه أرامتررككم أرامةب بواَاحبدةب بوأببناَ بﺭبَبرككم بﻓاَكعبرردوان }اَلنبياَء‬
b)

30 Yusuf al-Qardlawiy, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), hlm.
429-430.
31 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung:
Penerbit Mizan, 1996), cet. II, hlm. 379
32 Ibid, hlm. 334.
14

c) Kerjasama
Kerjasama berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan
yang sama. Ia adalah suatu proses sosial yang paling dasar. Biasanya
kerja sama melibatkan pembagian tugas, di mana setiap orang
mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya
demi tercapainya tujuan yang sama.33
d) Tolong menolong
Sebagaimana firman Allah SWT:

‫بوتببعاَبورنوُكاَ بعبلىَ اَكلبلر بواَلتاكقبوُىَ بولب تببعاَبورنوُكاَ بعبلىَ اَالكثام بواَكلرعكدبواَان بواَتارقوُكاَ ا‬
‫اب‬
{2/‫ب }اَلماَئدة‬ ‫اب بﺷاديرد اَكلاعبقاَ ا‬‫إاان ا‬
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksanya”. (QS. al-Maidah: 2).34

3) Persaudaraan
Dalam al-Qur’an, sebagaimana diungkapkan M. Qurasih Shihab
dalam Wawasan al-Qur’an kata akh (saudara) dalam bentuk tunggal
ditemukan sebanyak 52 kali. Kata ini dapat berarti:
1. Saudara kandung atau saudara seketurunan
2. Saudara yang dijalin oleh ikatan keluarga
3. Saudara dalam arti sebangsa, walaupun tidak seagama
4. Saudara semasyarakat, walaupun berselisih paham.

3. PENGARUH SHALAT BERJAMA’AH TERHADAP PERILAKU


SOSIAL
Untuk mengetahui implikasi pelaksanaan shalat berjama’ah terhadap
perilaku sosial, terlebih dahulu memahami bagaimana cara pembentukan perilaku
sosial keagamaan tersebut. Sedangkan berpengaruh dan tidaknya pelaksanaan

33 J.S. Roucek dan R.I. Werren, Pengantar Sosiologi, terj. Sahat Simamora, (Jakarta: Bina Aksara,
1984), hlm. 54-55.

34 Departemen Agama RI, loc. cit, hlm. 107


15

shalat berjama’ah terhadap perilaku, maka perlu diketahui sejauhmana keutamaan


dan aspek-aspek psikologis yang ada dalam shalat berjama’ah sehingga dapat
memberikan motivasi kepada seseorang.
a) Pembentukan perilaku sosial
Perilaku dapat terbentuk melalui empat cara yaitu:Adopsi, deferensial,
intregasi, trauma.35
Dari keempat cara tersebut, pelaksanaan shalat berjama’ah dapat
dikategorikan termasuk sebagai faktor pembentukan perilaku sosial. Cara-cara
pembentukan perilaku sosial diperoleh dari pelaksanaan kedisiplinan shalat
berjama’ah, kecuali trauma
b) Keutamaan dan hikmah shalat berjama’ah
Di antara keutamaan shalat berjama’ah menurut DR. Fadhal Ilahi ialah:
1) Allah SWT telah mengangkat kedudukan bekas-bekas orang yang
berjalan menuju masjid, sehingga malaikat berjejal saling berebutan dalam
menetapkan dan mengangkat kelangit.
2) Shalat berjama’ah salah satu sebab memperoleh jaminan hidup baik
dan mati dalam kebaikan.
3) Mendapat jaminan dari Allah SWT
4) Pahala orang yang keluar shalat berjama’ah dalam keadaan suci
(berwudhu) seperti pahala orang yang berhaji dengan memakai ihram.
Keutamaan berjalan menuju masjid untuk melakukan shalat wajib
berjama’ah Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Abu Umamah RA berkata:
Rasul SAW bersabda yang artinya:
“Barang siapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci (berwudhu)
menuju shalat wajib (dengan berjama’ah) maka pahalanya seperti pahala
orang yang berhaji dengan memakai ihram”.

5) Shalat berjama’ah melindungi seorang hamba dari syaithan.


6) Barang siapa duduk dalam rangka menunggu shalat maka sama
halnya dia dalam shalat, dan para malaikat memintakan ampunan untuknya
serta mendoakan baginya dengan rahmat.

35 Sarlito Wirawan Sarwono, loc. cit, hlm. 104


16

7) Shalat berjama’ah mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan


shalat secara sendirian dengan 27 derajat
8) Keutamaan yang besar bagi yang menempati shaf (barisan)
terdepan antara lain: seperti shafnya para malaikat, Allah SWT dan para
malaikat bershalawat untuk shaf yang paling depan
9) Kekaguman Allah SWT kepada seseorang yang melakukan Shalat
berjama’ah.
10) Diampuni segala dosa-dosa orang yang melakukan shalat
berjama’ah.
Demikian diantara Keutamaan shalat berjama’ah yangmana akan
memberikan motivasi dan spirit bagi orang yang melaksanakannya, dengan
obsesi untuk mendapatkan keutamaan tersebut tentunya ia akan melaksanakan
shalat berjama’ah dengan baik.
Sedangkan di antara hikmah-hikmah yang ada dalam shalat berjama’ah
menurut Hasbi Ash Shiddiqy dan juga Zakiyah Darajat adalah antara lain:

1. Membiasakan bersatu dan tolong menolong


2. Menyempurnakan shalat orang-orang yang kurang ibadatnya
3. Kebaikan dunia. Dengan berkumpulnya orang yang berdekat-
dekatan rumah di dalam masjid selaku rumah Allah SWT, lima kali dalam
satu hari untuk menyembah Allah SWT dan memperbaiki urusan-urusan
dunia, mudahlah berhasilnya kebaikan bagi urusan dunia dan kejayaannya,
karena berkenal-kenalan dan berkasih-kasihan itu membangkitkan rahmah
dan syafaqah (kasih mengasihi) serta cinta mencintai
4. Menghidupkan rasa merdeka, persamaan dan persaudaraan
5. Membiasakan ummat mentaati pemimpin-pemimpinnya
6. Kebaikan agama. Dengan berkumpulnya orang-orang alim dengan
orang-orang yang jahil dalam mengerjakan shalat, menjadilah orang-orang
jahil mengetahui, apa-apa yang tidak diketahuinya baik mengenai soal
dunia, maupun soal akhirat
17

7. Menolong orang-orang yang sama bershalat dengan jalan


menghindarkannya dari kelupaan supaya ia dapat menghasilkan khusyu’
dan kehadiran hati yang menjadi jiwa shalat.36
8. Dapat membantu konsentrasi pikiran. Di samping itu setiap
pekerjaan yang dilakukan dengan bersama-sama akan menambah semangat
orang yang melakukannya, serta timbulnya perasaan bahwa yang
dikerjakan itu penting sehingga dorongan untuk mengerjakannya
meningkat.37

E. KESIMPULAN
Berdasarkan urian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Shalat jama’ah adalah shalat yang dikerjakan dengan berkelompok
sedikitnya terdiri atas dua orang yang mempunyai ikatan yaitu seorang dari mereka
menjadi imam dan yang lain menjadi makmum dengan syarat-syarat yang
ditentukan, dimana makmum wajib mengikuti imam dari mulai takbiratul ihram
sampai salam. Selain shalat berjama’ah beribadah kepada Allah juga terdapat
hikmah dan keutamaan dari shalat tersebut.
2. Fungsi dan Tujuan Shalat berjama’ah
a. Fungsi Shalat berjama’ah
1) Sebagai tiang agama
2) Sebagai sumber tumbuhnya unsure-unsur pembentukan Akhlak
3) Sebagai satu cara untuk persatuan dan persaudaraan antar sesama
muslim
4) Sebagai suatu pelajaran untuk meningkatkan disiplin dan
penguasaan diri
b. Tujuan Shalat berjama’ah
1) Untuk mendapatkan pahala atau derajat lebih banyak
2) Untuk mengingat Allah
3) Untuk melatih diri supaya disiplin menghadap Allah

36 T.M. Hasbi Ash Shiddeqy, Loc.cit., hlm. 559-562


37 Zakiah Daradjat, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1996), hlm. 87
18

4) Untuk menunjukkan kepada persamaan yang benar, memperkuat


perasatuan dan kesatuan.
5) Untuk membentuk sikap dan budi pekerti yang baik serta akhlak
yang mulia
3. Di samping memiliki banyak manfaat dan pahala yang besar, shalat
berjama’ah mempunyai dimensi psikologis tersendiri antara lain : Aspek
demokratis, rasa diperhatikan dan berarti kebersamaan, tidak adanya jarak
personal, terapi lingkungan
4. Perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya, perilaku dapat terbentuk karena
adanya faktor-faktor intern dan faktor-faktor extern individu yang memegang
peranannya. Ada empat cara pembentukan perilaku, yaitu: adopsi, deferensial,
intregasi, dan trauma.
5. Keutamaaan dan hikmah shalat berjama’ah
a. Keutamaan shalat berjama’ah
1) Allah SWT telah mengangkat kedudukan bekas-bekas orang yang
berjalan menuju masjid
2) Shalat berjama’ah salah satu sebab memperoleh jaminan hidup baik
dan mati dalam kebaikan.
3) Pahala orang yang shalat berjama’ah seperti pahala orang yang
berhaji
4) Shalat berjama’ah melindungi seorang hamba dari syaithan.
5) orang yang menunggu shalat maka sama halnya dia dalam shalat,
6) mempunyai pahala atau derajat lebih tinggi yaitu 27 derajat.
7) yang menempati shaf (barisan) terdepan seperti shafnya para
malaikat, Allah SWT dan para malaikat bershalawat untuk shaf yang paling
depan
8) Kekaguman Allah SWT kepada yang melakukan Shalat berjama’ah.
9) Diampuni segala dosa-dosa orang yang melakukan shalat
berjama’ah
b. Hikmah shalat berjama’ah
1) Membiasakan bersatu dan tolong menolong
2) Menyempurnakan shalat orang-orang yang kurang ibadatnya
19

3) Kebaikan dunia.
4) Menghidupkan rasa merdeka, persamaan dan persaudaraan
5) Membiasakan ummat mentaati pemimpin-pemimpinnya
6) Kebaikan agama.
7) Dapat membantu konsentrasi pikiran.
6. Shalat berjamaah yang dilaksanakan secara terus menerus dan khusyu’
dapat membentuk perilaku sosial seseorang sehingga menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa yang mampu bersosialisasi dengan masyarakat sehingga
menjadi masyarakat yang harmonis dan hidup berdampingan.

F. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat penulis sampaikan, disadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam menyusun kata,
landasan teori, pemuatan data dan juga analisisnya. Untuk itu, kritik dan saran
konstruktif sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi para pembaca yang budiman. Amin.
20

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1999. Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta.
al-Qardlawiy, Yusuf. 2001. Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban,
Yogyakarta: Tiara Wacana.

Anhari, M. Hafi. 1996. Kamus Psikologi, Surabaya: Usaha Nasional.


Ashadi dan Yusuf, Cahyo. 2000. Ahlak Membentuk pribadi Muslim, Semarang:
Aneka Ilmu.
Asy-Syarkani al-falahi, Mukhlas. 2003. Rahasia dan Keajaiban Takwa, Jogjakarta :
Ad-Dawa Press.
Azhar Basyir, Ahmad. 1998. Falsafah Ibadah Dalam Islam, Jakarta: Perpustakaan
Pusat Universitas Islam Indonesia.

Clay Lindgre, Henry dan John Harvey, H.1981. An Introduction to Social


Psychology, London: Masby Company.
Daradjat, Zakiah. 1996. Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Penerbit J-
art.
Dewan Redaksi. 1993. Ensiklopedia Islam, Jakarta : Ihtiar Baru Yan Hoeve.
Gerungan, W.A.1986. Psikologi Sosial, Bandung: Eresco.
Haryanto, Sentot. 2002. Psikologis Shalat, Yogyakarta : Mitra Pustaka.
Hasan, Ali. 2000. Hikmah Shalat dan Tuntunannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Hasymi, Ahmad. 1948. Muhtar Al Hadis Al Nawawi, Indonesia, Darul Ihya'.
Mansyur, Kahar. 1992. Terjemah Bulughul Marom Jilid 1, Jakarta : Rhineka Cipta.
Muhaimin, dkk. 1994. Dimensi Studi Islam, Surabaya: Karya Abditama.
Mujib, Abdul. 1999. Kamus Istilah Fiqih, Jakarta : Pustaka Firdaus.
Musnid bin Muhsin Al-Qohthoni. 2006. "Seindah Sholat Berjama’ah", Terjemahan
Effendi Abu Ahmad Solo: Al-Qowam.
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/ IAIN di Pusat. 1983. Ilmu Fiqih Jilid
I, Jakarta: Pustaka Pelajar.
21

Purwadarminta, W.J.S.1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka.

Purwanto, Ngalim. 1996. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.


Rahmat, Jalaluddin. 1996. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset.
Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Roucek, J.S. dan Werren, R.I. 1984. Pengantar Sosiologi, terj. Sahat Simamora,
Jakarta: Bina Aksara.
Sabiq, Sayyid. 1973. Fiqih Sunnah Jilid 1, Terjemahan Mahyudin Syaf Bandung:
Al Ma’arif.
Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: Penerbit Mizan.
Syaikh Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (HAMKA). 1976. Tafsir al-Azhar
Juzu’ ke –21, Surabaya: Bina Ilmu.
Tholib Raya, Ahmad dan Musdah, Siti. 2003. Menyelami Seluk Beluk Ibadah
Dalam Islam, Jakarta: Kencana.
Wirawan Sarwono, Sarlito. 1982. Pengantar Ilmu Psikologi, Jakarta: Bulan
Bintang.

Anda mungkin juga menyukai