Anda di halaman 1dari 35

Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

REFERAT

SEPSIS NEONATORUM
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

ILMU PENYAKIT ANAK RSUD KOTA SEMARANG

DISUSUN OLEH :
CLEMENT DREW
406107045

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 30 MEI 2011 – 6 AGUSTUS 2011

SEMARANG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
i
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih
karunia-Nya,
i bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan karena kemampuan dan
pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan
saran yang bermanfaat untuk mencapai referat yang sempurna.
Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, Juli 2011

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
ii
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II. EPIDEMIOLOGI....................................................................................2
BAB III. ETIOLOGI.............................................................................................5
BAB IV. PATOFISIOLOGI....................................................................................7
BAB V. MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS.....................................................15
BAB VI. PEMERIKSAAN...................................................................................18
BAB VII. DIAGNOSIS.........................................................................................22
BAB X. PENATALAKSANAAN..........................................................................27
BAB XI. PROGNOSIS........................................................................................30
BAB XII. RINGKASAN........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................32

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
iii
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum terpecahkan dalam
pelayanan dan perawatan neonatus. Di Negara berkembang hampir sebagian besar
neonatus yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis dan di negara
berkembangpun sepsis tetap merupakan sebuah masalah. Selain itu sepsis memiliki tingkat
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health
Research Project Special Report : Reducing Perinatal and Neonatal Mortality ( 1999 ),
dikemukakan bahwa 42% kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti
infeksi saluran pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis, dan infeksi gastrointestinal. Setelah
tetanus neonatorum, sepsis neonatorum merupakan penyakit dengan case fatality rate
tertinggi. Hal ini terjadi karena banyak faktor resiko infeksi pada masa perinatal yang belum
dapat dicegah dan ditanggulangi. 1

Angka Kejadian/insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup


tinggi ( 1.8 – 18 / 1000 ) dibandingkan dengan negara maju ( 1 – 5 / 1000 ). Pada bayi laki-
laki resiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat
pada Bayi Kurang Bulan dan Bayi Berat Lahir rendah. Pada bati berat lahir amat rendah ( <
1000 gram ) kejadian sepsis terjadi pada 26 / 1000 kelahiran dan keadaan ini berbeda
bermakna dengan bayi berat lahir antara 1000 – 2000 g yanbg angka kejadiannya antara 8 –
9 perseribu kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila
dibandingkan bayi cukup bulan.1

Sepsis merupakan respon inflamasi tubuh terhadap suatu infeksi. Infeksi tersebut
bisa berupa infeksi lokal maupun sistemik dan dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit,
ataupun jamur. Respon inflamasi yang ditimbulkan dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan organ yang merupakan penyebab kematian dari sepsis. 2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
1
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB II

EPIDEMIOLOGI

II. 1. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian/insidens sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,818 per
1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68%, sedangkan di negara maju
angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian
10,3%. Di Indonesia, angka tersebut belum terdata. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam periode Januari - September 2005, angka kejadian
sepsis neonatorum sebesar 13,68% dengan angka kematian sebesar 14,18%. 3

II. 2. FAKTOR RESIKO

Kriteria sepsis neonatorum baik berdasarkan anamnesis (termasuk adanya faktor


resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang
berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Terjadinya sepsis neonatorum
dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu dan bayi.

Faktor risiko ibu:


 Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih
dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai
korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.
 Infeksi dan demam (>38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi
saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal
oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.
 Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.
 Kehamilan multipel.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
2
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

 Persalinan dan kehamilan kurang bulan.


 Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu.
Faktor risiko pada bayi: 6
 Prematuritas dan berat lahir rendah.
 Dirawat di Rumah Sakit.
 Trauma pada proses persalinan.
 Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter,
infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal
 Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun,atau
asplenia.
 Asfiksia neonatorum.
 Cacat bawaan.
 Tidak diberi ASI
 Pemberian nutrisi parenteral.
 Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama.
 Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded
 Buruknya kebersihan di NICU.
Divisi Perinatologi FKUI/RSCM mencoba melakukan pendekatan diagnosis dengan
menggunakan faktor risiko dan mengelompokkan faktor risiko tersebut dalam risiko mayor
dan risiko minor.4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
3
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua risiko minor maka pendekatan diagnosis
dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan penunjang (septicwork-up) sesegera
mungkin. Pendekatan khusus ini diharapkan dapat meningkatkan identifikasi pasien secara
dini dan tata laksana yang lebih efisien sehingga mortalitas dan morbiditas pasien
diharapkan dapat membaik.5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
4
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB III

ETIOLOGI

Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Dalam kajian ini, hanya
dibahas sepsis yang disebabkan oleh bakteri. Pola kuman penyebab sepsis pun berbeda-
beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara berkembang
sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri Gram negatif rata-rata menjadi
penyebab utama dari sepsis neonatorum. Oleh karena itu pemeriksaan pola kuman secara
berkala pada masing-masing klinik dan rumah sakit memegang peranan yang sangat
penting.1,2

Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh
World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara
berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Dalampenelitian
tersebut mengemukakan bahwa isolate yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah
Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Pada cairan
serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri
Gram negatif terutama Klebsiella sp dan E.Coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri
Gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan
pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada usap vagina wanita-wanita di
daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di
rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah
Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus aureus.1,3

Di RSCM telah terjadi 3 kali perubahan pola kuman dalam 30 tahun terakhir. Di Divisi
Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM pada tahun 2003, kuman
terbanyak yang ditemukan berturut-turut adalah Acinetobacter sp,Enterobacter sp,
Pseudomonas sp. Data terakhir bulan Juli 2004-Mei 2005 menunjukkan Acinetobacter

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
5
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

calcoacetius paling sering (35,67%), diikuti Enterobacter sp (7,01%), dan Staphylococcus sp


(6,81%). 5

Tabel perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum berdasarkan kurun waktu :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
6
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB IV

PATOFISIOLOGI

Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah
(bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan mulai dari infeksi ke
SIRS, sepsis, sepsis berat, syok septik, kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian. 1

Kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) :

Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat, syok septik :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
7
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

International Consensus Definitions for Pediatric Sepsis


Infeksi : infeksi yang dicurigai atau yang sudah terbukti, atau sebuah sindrom klinis yang
terkait dengan kemungkinan infeksi yang tinggi
SIRS : memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut dengan salah satunya harus suhu abnormal atau
jumlah leukosit yang abnormal
1. Suhu core > 38.5 °C atau < 36 °C
2. Takikardi : mean heart rate > 2 SD diatas normal untuk umur tanpa stimuli dari luar,
obat – obatan, ataupun stimuli nyeri; ATAU elevasi yang menetap tanpa penjelasan
selama 0.5 – 4 jam; ATAU pada anak –anak < 1 tahun terdapat bradikardi persisten
lebih dari 0.5 jam ( mean heart rate < persentil 10 tanpa rangsangan vagal, obat-
obatan, ataupun penyakit jantung kongenital )
3. Takipneu > 2 SD diatas normal atau perlunya ventilator mekanik yang tidak terkait
dengan kelainan neuromuskular atau anestesi umum
4. Leukositosis atau leukopeni; atau leukosit imatur > 10%
Sepsis : SIRS dengan infeksi yang terbukti
Sepsis berat : Sepsis yang disertai dengan 1 dari hal berikut :
1. Disfungsi kardiovaskuler
Meskipun diberikan IV fluid sebanyak > 40 mL/kg dalam satu jam, terdapat
hipotensi < persentil ke 5 untuk umur, tekanan darah sistolik < 2 SD dibawah normal
untuk umur.
ATAU
Perlunya obat-obatan vasoaktif untuk mempertahankan tekanan darah
ATAU
2 dari hal berikut :
 Asidosis metabolik yang tidak diketahui sebabnya > 5 mEq/L
 Peningkatan kadar laktat arteri > 2 x batas atas normal
 Oliguri < 0.5 mL/kg/jam
 Capillary Refill Time yang menurun > 5 detik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
8
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

 Beda suhu akral dan tubuh > 3 °C


2. Acute respiratory distress syndrome yang didefinisikan dengan terdapatnya rasio
PaO2/FiO2 ≤ 300 mm Hg, infiltrat bilateral pada foto thoraks, dan tidak terbuktinya
gagal jantung kiri
ATAU
Sepsis disertai dengan kegagalan organ 2 atau lebih ( Respirasi, Renal, Neurologi,
hematologi, atau hepar )
Syok Sepsis : Sepsis yang disertai dengan kegagalan organ kardiovaskuler
Multiple Organ Dysfunction Syndrome : Kegagalan organ yang tidak bisa dipertahankan
homeostasis tubuh tanpa bantuan obat-obatan.1,3,5

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi


dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis
neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis). Sepsis awitan dini (SAD)
merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72
jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. Di negara maju,
kuman tersering yang ditemukan pada kasus SAD adalah Streptokokus Grup B (>40% kasus),
Escherichia coli ,Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa Haemophilus influenza, dan
Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia,
mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gram negatif. 5
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang
diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Angka mortalitas
SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%. Di negara maju, Coagulase-negative
Staphilococcus (CoNS) dan Candida albicans merupakan penyebab utama SAL. 5

Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas karena sebagian besar
bayi tidak dilahirkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi tidak dapat diketahui
apakah berasal dari jalan lahir (SAD) atau diperoleh dari lingkungan sekitar (SAL). 5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
9
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan
beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan
kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu :1,2,5
 Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui
aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini
ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria dll.
 Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor a/antisepsis misalnya saat
pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosentesis. Paparan
kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis
dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.
 Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih
berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam
rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan
ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan
meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam.
 Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi
silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat prosedur
neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang
memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat inap yang terlalu lama dan hunian
terlalu padat, dll.

Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah,
akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai
reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada
pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
10
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

Patofisiologi sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi, dan gangguan
fibrinolisis. Hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme prokoagulasi dan
antikoagulasi.

1. Respon inflamasi

Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan


lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida merupakan
komponen penting pada membran luar bakteri Gram negatif dan memiliki peranan penting
dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu
lipoprotein binding protein (LPB). Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14,
yaitu reseptor pada membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like
receptor 4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.
Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme, yakni
dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan dengan
melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan
sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat
banyak. Bakteri Gram positif yang tidak mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi syok
dengan merangsang respon imun non spesifik melalui mekanisme yang sama dengan
bakteri Gram negatif. Kedua kelompok organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang
dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan
dari sel-sel akibat aktivasi makrofag. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada
endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan
mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Aktivasi endotel akan meningkatkan
jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat
yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini juga berkaitan dengan gangguan
fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor pada permukaan sel untuk
sintesis dan ekspresi molekul antitrombik. Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan
menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
11
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

2. Aktivasi Inflamasi dan Koagulasi

Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi. Mediator
inflamasi menyebabkan ekspresi faktor jaringan atau Tissue Factor (TF). Ekspresi TF secara
langsung akan mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik dan melalui lengkung umpan balik
secara tidak langsung juga akan mengaktifkan jalur instrinsik.1,3,5
Pada sepsis, aktivasi kaskade koagulasi umumnya diawali pada jalur ekstrinsik yang
terjadi akibat ekspresi TF yang meningkat akibat rangsangan dari mediator inflamasi. Selain
itu, secara tidak langsung TF juga akan megaktifkan jalur intrinsik melalui lengkung jalur
umpan balik. Terdapat kaitan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik dan hasil akhir aktivasi
kedua jalur tersebut adalah pembentukan fibrin.1,3,5
3. Gangguan Fibrinolisis

Fibrinolisis adalah respons homeostasis tubuh terhadap aktivasi sistem koagulasi.


Penghancuran fibrin penting bagi angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru),
rekanalisasi pembuluh darah dan penyembuhan luka.1,3,5
Aktivator fibrinolisis [tissue-type plasminogen activator (t-PA) dan urokinasetype
plasminogen activator (u-PA)] akan dilepaskan dari endotel untuk merubah plasminogen
menjadi plasmin. Jika plasmin terbentuk, akan terjadi proteolisisfibrin. 1,3,5
Tubuh juga memiliki inhibitor fibrinolisis alamiah yaitu plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1) dan trombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI). Aktivator dan
inhibitor diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan. 1,3,5
Sepsis mengganggu respons fibrinolisis normal dan menyebabkan tubuh tidak
mampu menghancurkan mikrotrombi. TNF-α menyebabkan supresi fibrinolisis akibat
tingginya kadar PAI-1 dan menghambat penghancuran fibrin. Hasil pemecahan fibrin dikenal
sebagai fibrin degradation product (FDP) yang mencakup D-dimer, dan sering diperiksa pada
tes koagulasi klinis. Mediator proinflamasi (TNF-α dan IL-6) bekerja secara sinergis
meningkatkan kadar fibrin, sehingga menyebabkan trombosis pada pembuluh darah kecil
hingga sedang dan selanjutnya menyebabkan disfungsi multi organ. Secara klinis, disfungsi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
12
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

organ dapat bermanifestasi sebagai gangguan napas, hipotensi, gagal ginjal dan pada kasus
yang berat dapat menyebabkan kematian. 1,3,5
Pada sepsis, saat aktivasi koagulasi maksimal, sistem fibrinolisis akan tertekan.
Respon akut sistem fibrinolisis adalah pelepasan aktivator plasminogen khususnya t-PA dan
u-PA dari tempat penyimpanannya dalam endotel. Namun, aktivasi plasminogen ini
dihambat oleh peningkatan PAI-1 sehingga pembersihan fibrin menjadi tidak adekuat, dan
mengakibatkan pembentukan trombus dalam mikrovaskular. Disseminated intravascular
coagulation (DIC) atau Pembekuan intravaskular menyeluruh ( PIM ) merupakan komplikasi
tersering pada sepsis. Konsumsi faktor pembekuan dan trombosit akan menginduksi
komplikasi perdarahan berat. PIM secara bersamaan akan menyebabkan trombosis
mikrovaskular dan perdarahan. Pada pasien PIM, kadar PAI-1 yang tinggi dihubungkan
dengan prognosis buruk. 1,3,5
Efek kumulatif kaskade sepsis menyebabkan ketidakseimbangan mekanisme
inflamasi dan homeostasis. Inflamasi yang lebih dominan terhadap anti inflamasi dan
koagulasi yang lebih dominan terhadap fibrinolisis, memudahkan terjadinya trombosis
mikrovaskular, hipoperfusi, iskemia dan kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, dapat
menyebabkan kegagalan multi organ, dan berakhir dengan kematian. 1,3,5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
13
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

Infeksi fokal Superantigen atau toksin

Sel – sel inflammasi teraktivasi Aktivasi pertahanan inang

Aktivasi sistem komplemen Aktivasi sistem koagulasi

Aktivasi endotel
Peningkatan ekspresi molekul- Pelepasan mediator inflamasi endogen
molekul adhesi endotel Sitokin pro-inflammasi
Sitokin anti-inflammasi
Platelet activating factor
Penurunan trombomodulin Arachidonic acid metabolites
Peningkatan plasminogen activator inhibitor Substansi depresi miocardium
Trombosis dan antifibrinolisis Opiat endogen

Hipovolemia
Kegagalan jantung dan vaskularisasi
Kebocoran plasma / cedera endotel
Acute Respiratory Distress Syndrome
Disseminated intravascular coagulation
Penurunan sintesis steroid

Syok

MODS

Kematian

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
14
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB V

MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS

Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang
ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam
menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat
sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap
masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan
asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir bayi akan
tampak lemah. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ
tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk,
menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat
disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis,akral dingin). Bayi dapat
pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi
(perdarahan,ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu
pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi). 7

Selain itu, menurut Buku Pedoman Integrated Management of Childhood Illnesses


tahun 2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis sepsis neonatorum berat bila ditemukan
satu atau lebih dari gejala-gejala berikut : 7

• Laju napas > 60 kali per menit


• Retraksi dada yang dalam
• Cuping hidung kembang kempis
• Merintih
• Ubun ubun besar membonjol
• Kejang
• Keluar pus dari telinga
• Kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke kulit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
15
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

• Suhu >37,7°C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5°C (atau akral teraba dingin)
• Letargi atau tidak sadar
• Penurunan aktivitas /gerakan
• Tidak dapat minum
• Tidak dapat melekat pada payudara ibu
• Tidak mau menetek.
Beberapa rumah sakit di Indonesia mengacu pada buku Panduan Manajemen
Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah Sakit tahun 2003 untuk
menentukan kriteria sepsis neonatorum. Pada buku ini gambaran klinis pada sepsis dibagi
menjadi dua kategori. Penegakan diagnosis ditentukan berdasarkan usia pasien dan
gambaran klinis sesuai dengan kategori : 5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
16
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

Neonatus diduga mengalami sepsis (tersangka sepsis) bila ditemukan tanda- tanda
dan gejala yang akan dijelaskan sebagai berikut : 5

 Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai sebagai infeksi
berat atau KPD (ketuban pecah dini).
 Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A (tabel), atau tiga tanda
atau lebih pada Kategori B (tabel).
 Bila mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori B, atau
dua tanda pada Kategori B.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
17
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB VI

PEMERIKSAAN

1. LABORATORIUM

A. Pemeriksaan kuman dengan kultur darah


Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan
baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu dipertimbangkan
secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari jenis kuman yang biasa
ditemukan di masing- masing klinik. Kultur darah dapat dilakukan baik pada kasus sepsis
neonatorum onset dini maupun lanjut. 7

B. Pungsi lumbal

Kemungkinan terjadinya meningitis pada sepsis neonatorum sangat tinggi. Bayi


dengan meningitis mungkin saja tidak menunjukkan gejala spesifik. Punksi lumbal dilakukan
untuk mendiagnosis atau menyingkirkan sepsis neonatorum bila dicurigai terdapat
meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan baik pada sepsis neonatorum dini maupun lanjut.
Kemudian dilakukan pemeriksaan kultur dari cairan serebrospinal (LCS). Apabila hasil kultur
positif, punksi lumbal diulang 24-36 jam setelah pemberian antibiotikuntuk menilai apakah
pengobatan cukup efektif. Apabila pada pengulangan pemeriksaan masih didapatkan kuman
pada LCS, diperlukan modifikasi tipe antibiotikdan dosis. Dari penelitian, terdapat 15% bayi
dengan meningitis yang menunjukkan kultur darah negatif. 7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
18
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

C. Pewarnaan Gram

Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan sampai saat ini
masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi kuman. Pemeriksaan
dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah bakteri penyebab
termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram negatif. Walaupun dilaporkan terdapat
kesalahan baca pada 0,7% kasus, pemeriksaan untuk identifikasi awal kuman ini dapat
dilaksanakan pada rumah sakit dengan fasilitas laboratorium yang terbatas dan bermanfaat
dalam menentukan penggunaan antibiotik pada awal pengobatan sebelum didapatkan hasil
pemeriksaan kultur bakteri. 7

D. Pemeriksaan Hematologi

Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang diagnosis


sepsis neonatorum adalah sebagai berikut : 7

 Hitung trombosit

Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/µL jarang ditemukan
pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum dapat terjadi
trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.0000/µL), MPV (mean platelet volume)
dan PDW (platelet distribution width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama
kehidupan.

 Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit

Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun, walaupun
jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus sepsis dengan kultur
bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang tidak terinfeksi pun dapat
memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan dengan stress saat proses persalinan.
Jumlah total neutrofil (sel-sel PMN dan bentuk imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
19
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

jumlah total leukosit (basofil, eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil
abnormal yang terjadi pada saat mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi. Walaupun
begitu, jumlah neutrofil tidak dapat memberikan konfirmasi yang adekuat untuk diagnosis
sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu penderita hipertensi,
asfiksia perinatal berat, serta perdarahan periventrikular dan intraventrikular.

 Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T)

Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatorum.


Semua bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum yang dapat diterima untuk
menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24 jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada
kebanyakan neonatus, rasio turun menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan.
Sensitivitas rasio I/T berkisar antara 60-90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang
disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan
gejala-gejala lainnya agar diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan.

 Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)

C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan muncul
pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Protein ini diregulasi oleh IL6 dan IL-8 yang
dapat mengaktifkan komplemen. Sintesis ekstrahepatik terjadi di neuron, plak
aterosklerotik, monosit dan limfosit. CRP meningkat pada 50-90% bayi yang menderita
infeksi bakteri sistemik. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam setelah stimulasi dan mencapai puncak
dalam waktu 36-48 jam dan terus meningkat sampai proses inflamasinya teratasi. Nilai
normal yang biasa dipakai adalah < 5 mg/L. CRP sebagai suatu pemeriksaan serial selama
proses infeksi untuk mengetahui respon antibiotika, lama pengobatan, dan/atau relapsnya
infeksi. Faktor yang dapat memengaruhi kadar CRP adalah cara melahirkan, umur
kehamilan, jenis organisme penyebab sepsis, granulositopenia, pembedahan, imunisasi dan
infeksi virus berat (seperti HSV,rotavirus, adenovirus, influenza).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
20
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

Untuk diagnosis sepsis neonatorum, CRP mempunyai sensitivitas 60%, spesifisitas


78,94%. Jika CRP dilakukan secara serial, nilai prediksi negatif untuk sepsis awitan dini
adalah 99,7% sedangkan untuk sepsis awitan lanjut adalah 98,7%.

 Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)

Akhir-akhir ini di beberapa negara maju, pemeriksaan biomolekular berupa


Polymerase Chain Reaction (PCR) dikerjakan guna menentukan diagnosis dini pasien sepsis.
Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan mampu lebih cepat
memberikan informasi jenis kuman. Selain bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat
digunakan untuk menentukan prognosis pasien sepsis neonatorum.

2. Pencitraan

Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran, misalnya: 7

 Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola


retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory Distress
Syndrome).

 Efusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini.

 Pneumonia : Penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena ditemukan pada


sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang telah terbukti dengan
kultur.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
21
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB VII

DIAGNOSIS

Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan


prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi
dan memperburuk prognosis pasien. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, diagnosis
sepsis neonatal sulit ditegakkan karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala spesis
klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Tanda dan
gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada
neonatus. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai
pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis.

Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain :

 Faktor Resiko
 Gambaran Klinik
 Pemeriksaan Penunjang

Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu
faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis pasien.
Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada
awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun kelahiran
dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber
infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.

Pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokan menjadi :

1. Faktor ibu :
 Persalinan dan kelahiran kurang bulan
 Ketuban pecah lebih dari 18 – 24 jam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
22
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

 Chorioamnionitis
 Persalinan dengan tindakan
 Demam pada ibu ( > 38,4 °C )
 Infeksi saluran kencing pada ibu
 Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
2. Faktor bayi
 Asfiksia perinatal
 Berat lahir rendah
 Bayi kurang bulan
 Prosedur invasif
 Kelainan bawaan

Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan sampai saat
ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor
penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak mengalami perubahan
dalam dekade terakhir ini.

Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena
sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien. Keadaan ini sering
ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus, bayi kurang bulan yang
mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang bersumber dari
alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga
medik yang merawat bayi. Faktor resiko awitan dini maupun lambat ini walaupun tidak
selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila
disertai gejala klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih
efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan morbiditas pasien.

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, gejala sepsis klasik yang ditemukan
pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Pada sepsis awitan dini janin yang
terinfeksi mungkin menderita takikardim lahir dengan asfiksia, dan memerlukan resusitasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
23
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

karena nilai apgar yang rendah. Setelah lahir bayi terlihat lemah dan tampak gambaran klinis
sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia, dan kadang-kadang hiperglikemia.
Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.

Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat seperti
letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar high pitch cry dan
bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan kardiovaskular seperti
hipotensim pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan
kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi seperti perdarahan,
ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung
yang memanjang, takipneu, apneu, merintih, dan retraksi.

Gambaran Klinis Disfungsi Multiorgan pada Bayi

Gangguan organ Gambaran Klinis

Kardiovaskular  Tekanan darah sistolik < 40 mmHg


 Denyut Jantung < 50 atau > 220/menit
 Terjadi Henti Jantung
 pH darah < 7.2 pada PaCO2 normal
 Kebutuhan akan inotropik untuk
mempertahankan tekanan darah normal

Saluran Napas  Frekuensi napas > 90/menit


 PaCO2 > 65 mmHg
 PaO2 < 40 mmHg
 Memerlukan ventilasi mekanik
 FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung sianotik

Sistem Hematologik  Hb < 5 g/dL


 WBC < 3000 sel/mm3

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
24
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

 Trombosit < 20.000


 D-dimer > 0.5µg/mL pada PTT > 20 detik
atau waktu tromboplastin > 60 detik

SSP Kesadaran menurun disertai dilatasi pupil

Gangguan Ginjal  Ureum > 100 mg/d\


 Creatinin > 20 mg/dL

Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal disertai dengan


penurunan Hb > 2g%, hipotensi, perlu
tranfusi darah atau operasi gastrointestinal

Hepar Bilirubin total > 3 mg%

Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan
kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering dipergunakan dalam
membantu menegakan diagnosis. Upaya inipun tampaknya masih belum dapat diandalkan.
Sampai saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang mempunyai sensitivitas dan
spesifitas tinggi sebagai indikator sepsis, belum ditemukann. Dalam penentuan diagnosis,
interpretasi hasil laboratorium hendaknya memperhatikan faktor resiko dan gejala klinis
yang terjadi.

Seperti diungkapkan sebelumnya, diagnosis infeksi sistemik sulit ditegakkan apabila


hanya berdasarkan riwayat pasien dan gambaran klinik saja. Untuk hal tersebut perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu konfirmasi diagnosis. Pemeriksaan
penunjang tersebut dapat berupa pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan khusus
lainnya. Langkah tadi disbeut Septic work up dan termasuk dalam hal ini pemeriksaan biakan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
25
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

darah yang merupakan gold standard diagnosis sepsis, namun memerlukan waktu 2 – 5 hari
untuk diagnosis pastinya.

Interpretasi hasil kultur perlu pertimbangan dengan hati-hati khususnya bila kuman
yang ditemukan berlainan jenis dari kuman yang biasa ditemukan di klinik tersebut. Selain
itu hasil kultur diperngaruhi pula oleh kemungkinan pemberian antibiotika sebelumnya atau
adanya kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial.

Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi secara lebih cepat dapat
dilakukan pewarnaan gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan jenis kuman secara
lebih spesifik.

Pemeriksaan lain dalam septic work up tersebut adalah pemeriksaan komponen-


komponen darah. Pada sepsis neonatal, trombositopenia dapat ditemukan pada 10 – 60 %
pasien. Jumlah trombosit biasanya kurang dari 100.000 dan terjhadi pada 1 – 3 minggu
setelah diagnosis sepsis ditegakkan.

Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang
hitung trombosit. Enam puluh pasien sepsis biasnya disertai perubahan hitung neutrofil.
Rasio antara neutrofil imatur dan neutrofil total ( rasio I/T ) sering dipakau sebagai
penunjang diagnosis sepsis neonatal. Sensitivitas rasio I/T ini 60 – 90 %, karenanya untuk
diagnosis perlu disertai kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang yang
lain.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
26
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB VIII

PENATALAKSANAAN

Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana sepsis
neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab membutuhkan waktu
dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan
pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan
komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan antibiotik
secara empiris dapat dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab yang
tersering ditemukan di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti apabila sensitifitas
kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga sudah mulai dilakukan,
walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan.

Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini (SAD)


Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas
antimikroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab SAD.
Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.

Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat (SAL)


Pada infeksi nosokomial lebih dipilih pemakaian netilmisin atau amikasin. Amikasin
resisten terhadap proses degradasi yang dilakukan oleh sebagian besar enzim bakteri yang
diperantarai plasmid, begitu juga yang dapat menginaktifkan aminoglikosida lain.
Infeksi bakteri Gram negatif dapat diobati dengan kombinasi turunan penisilin
(ampisilin atau penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida. Sefalosporin generasi ketiga
yang dikombinasikan dengan aminoglikosida atau penisilin spektrum luas dapat digunakan
pada terapi sepsis yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif. Pilihan antibiotik baru untuk

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
27
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik lain adalah karbapenem, aztreonam,
dan isepamisin.

Terapi suportif (adjuvant)


Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau
lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi, gangguan
kardiovaskular dengan manifestasi syok septik, gangguan hematologik seperti koagulasi
intravaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada keadaan tersebut
dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian
komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan
beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara lain pemberian intravenous
immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan komponen darah, granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (GCSF dan GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan
lain-lain.

Pemberian Kortikosteroid pada Sepsis Neonatorum


Pada saat ini pemberian kortikosteroid pada pasien sepsis lebih ditujukan untuk
mengatasi kekurangan kortisol endogen akibat insufisiensi renal. Kortikosteroid dosis
rendah bermanfaat pada pasien syok sepsis karena terbukti memperbaiki status
hemodinamik, memperpendek masa syok, memperbaiki respons terhadap katekolamin, dan
meningkatkan survival. Pada keadaan ini dapat diberikan hidrokortison dengan dosis 2
mg/kgBB/hari. Sebuah meta-analisis memperkuat hal ini dengan menunjukkan penurunan
angka mortalitas 28 hari secara signifikan.

Dukungan Nutrisi
Sepsis merupakan keadaan stress yang dapat mengakibatkan perubahan metabolik
tubuh. Pada sepsis terjadi hipermetabolisme, hiperglikemia, resistensi insulin, lipolisis, dan
katabolisme protein. Pada keadaan sepsis kebutuhan energi meningkat, protein otot
dipergunakan untuk meningkatkan sintesis protein fase akut oleh hati. Beberapa asam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
28
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

amino yang biasanya non-esensial menjadi sangat dibutuhkan, diantaranya glutamin,


sistein, arginin dan taurin pada neonatus. Pada keadaan sepsis, minimal 50% dari energy
expenditure pada bayi sehat harus dipenuhi; atau dengan kata lain minimal sekitar 60
kal/kg/hari harus diberikan pada bayi sepsis. Kebutuhan protein sebesar 2,5-4 g/kg/hari,
karbohidrat 8,5-10 g/kg/hari dan lemak 1g/kg/hari. Pemberian nutrisi pada bayi pada
dasarnya dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu parenteral dan enteral. Pada bayi sepsis,
dianjurkan untuk tidak memberikan nutrisi enteral pada 24-48 jam pertama. Pemberian
nutrisi enteral diberikan setelah bayi lebih stabil.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
29
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB IX

PROGNOSIS

Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi bila tanda
dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka
kematian. Pada meningitis terdapat sequele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio kematian
pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dan bayi cukup bulan.
Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40 % (pada infeksi SBG pada SAD adalah
2 – 30 %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira –
kira 2 %). 5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
30
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

BAB X

KESIMPULAN

Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan
yang karena bersifat multifaktorial, mulai dari faktor ibu, janin, maupun dari pelayanan
rumah sakit. Sepsis neonatorum juga merupakan masalah yang sulit didiagnosa karena pada
neonatus, respon sistem imun tubuhnya tidak selalu menimbulkan gejala seperti sepsis pada
anak yang lebih besar. Umumnya penatalaksanaan yang diberikan bisa terlambat bila tenaga
medis tidak memberikan perhatian yang cukup pada pasien.

Tanda dan gejala klasik sepsis pada neonatus mencakup takikardi, takipneu,
leukositosis atau leukopeni, dan hipertermi atau hipotermi. Selain itu bila didapatkan sepsis
berat dapat ditemukan disfungsi organ-organ tertentu, seperti jantung, hati, paru-paru,
ginjal, dan sebagainya. Ketika kegagalan organ sudah mencapai derajat tertentu, akan
menyebabkan terjadinya septik syok yang dapat segera menyebabkan sindrom disfungsi
multiorgan yang berakhir pada kematian bila tidak mendapatkan penatalaksanaan yang
tepat.

Penatalaksanaan sepsis pada umumnya mencakup eradikasi infeksi dengan


antibiotika selektif, terapi adjuvant untuk mendukung status organ neonatus, terapi
kortikosteroid bila terdapat insufisensi adrenal, dan terapi nutrisi yang adekuat untuk
mempertahankan kesehatan bayi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
31
Sepsis Neonatorum Clement Drew (406107045)

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Textbook of Pediatrics, Ilmu Kesehatan Anak, edisi
ke 18. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Jakarta : EGC, 2004, hal 653-663.
2. John Mersch, MD, FAAP : Neonatal Sepsis ( Sepsis Neonatorum ). Page was last
modified June 20th, 2011. Page available at
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=98247
3. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Rudolph ’s Pediatrics, Buku Ajar Pediatri
Rudolph, edisi ke 20. Sepsis dan Meningitis Pada Neonatus. Jakarta : EGC, 2006, hal
601-610.
4. Mary T. Caserta, MD : Neonatal Sepsis. Page was last modified October 2009. Page
available at
http://www.merckmanuals.com/professional/sec19/ch279/ch279m.html
5. Kosim Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama, cetakan kedua. Sepsis
Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010, hal 170-187.
6. Ann L Anderson-Berry, MD : Neonatal Sepsis. Page was last modified February 23 rd,
2010. Page available at http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview
7. Claudio Chiesa et al : Diagnosis of Neonatal Sepsis : A Clinical and Laboratory
Challenge. Page was last modified July 1st, 2011. Page available at
http://www.clinchem.org/cgi/content/full/50/2/279
8. Carl Kuschel : Antibiotics for Neonatal Sepsis. Page was last modified October 20 th,
2010. Available at http://www.adhb.govt.nz/AntibioticsForNeonatalSepsis.htm

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Juni 2011 – 6 Agustus 2011
32

Anda mungkin juga menyukai