PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu.
Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan
kesehatan. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita
dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri. Nyeri bersifat subjektif,
tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua
kejadian nyeri yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang
identik pada seorang individu. Nyeri merupakan sumber penyebab frustasi,
baik klien maupun bagi tenaga kesehatan. Asosiasi Internasional untuk
Penelitian Nyeri (International Association for the Study of Pain, IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai “suatu sensori subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadiankejadian
dimana terjadi kerusakan” (Johnson, 2016). Nyeri dapat merupakan faktor
utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih
dari suatu penyakit (Potter & Perry, 2006).
Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien setelah
mengalami suatu tindakan pembedahan. Pembedahan merupakan suatu
peristiwa yang bersifat bifasik terhadap tubuh manusia yang berimplikasi
pada pengelolaan nyeri. Lama waktu pemulihan pasien post operasi
normalnya terjadi hanya dalam satu sampai dua jam (Potter & Perry,
2006). Pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu rata-rata 72,45
menit, sehingga pasien akan merasakan nyeri yang hebat rata-rata pada
dua jam pertama sesudah operasi karena pengaruh obat anastesi sudah
hilang, dan pasien sudah keluar dari kamar sadar (Dinda, 2008). Pasca
pembedahan (pasca operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75%
penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat
1
pengelolaan nyeri yang tidak adekuat. (Dorin,2008). Hal tersebut
merupakan stressor bagi pasien dan akan menambah kecemasan serta
keteganggan yang berarti pula menambah rasa nyeri karena rasa nyeri
menjadi pusat perhatiannya. Bila pasien mengeluh nyeri maka hanya satu
yang mereka inginkan yaitu mengurangi rasa nyeri. Hal itu wajar, karena
nyeri dapat menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan akibat
pengelolaan nyeri yang tidak adekuat (Dorin,2018). Tingkat dan
keparahan nyeri pasca operatif tergantung pada fisiologis dan psikologis
individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart, 2007).
Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhankebutuhan
pasien dan membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan
tersebut termasuk dalam manajemen nyeri (Parjoto,2009). Keahlian
perawat dalam berbagai strategi penanganan rasa nyeri adalah hal yang
sangat penting, tapi tidak semua perawat meyakini atau menggunakan
pendekatan non farmakologis untuk menghilangkan rasa nyeri ketika
merawat pasien post operasi karena kurangnya pengenalan teknik non
farmakologis, maka perawat harus mengembangkan keahlian dalam
berbagai strategi dalam penanganan rasa nyeri. Salah satu penanganan
yang bisa perawat berikan dengan teknik non-farmakologis yaitu dengan
TENS (Tashani,2009).
TENS adalah Stimulasi Saraf Listrik Transkutaneous (TENS)
adalah agen non-farmakologis, yang didasarkan pada arus listrik tegangan
rendah ke kulit. TENS digunakan oleh orang untuk mengobati berbagai
kondisi nyeri salah satunya nyeri akibat kanker atau pasien dengan post
operasi (Johnson,2016)
Hasil studi kasus yang dilakukan di ruangan ginekologi
(ALAMANDA B) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, didapatkan bahwa
terhitung mulai tanggal 13 februari 2018 sampai 19 Februari 2018 dengan
jumlah 11 kamar dibagi kedalam 3 kelas (Kelas I 5 kamar, kelas II 3
kamar, kelas III 3 Kamar) rata-rata pasien yang menjalani operasi
ginekologi 3-5 orang perhari, ini tentunya menjadi jumlah yang cukup
2
banyak pasien dengan gangguan riwayat ginekologinya, setelah pasien
menjalani operasi dan kembali ke ruangan tidak ditemukan terapi non-
farmakologis yang dilakukan oleh perawat, perawat hanya memberikan
pendidikan kesehatan tentang mobilisasi fisik untuk mengembalikan
peristaltik usus saja, tetapi untuk terapi non-farmakologis mengurangi
nyerinya belum ada di ruangan tersebut kemudian hasil studi lain adalah
pasien yang menderita kanker yang sering merasa kesakitan ketika
menjalani hospitalisasi hanya mendapatkan terapi farmakologis yaitu
pemberian analgesik dan antibiotik. Dari hasil studi kasus diatas penulis
tertarik untuk menganalisa keefektifan TENS sebagai salah satu terapi
non-farmakologis mengurangi nyeri akibat kanker maupun nyeri post
operasi.
B. Rumusan Masalah
Dari hasil studi kasus diatas penulis tertarik untuk menganalisa
keefektifan TENS sebagai salah satu terapi non-farmakologis mengurangi
nyeri akibat kanker maupun nyeri post operasi.
C. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Mengatahui hasil-hasil penelitian tentang TENS dalam mengurangi
nyeri post operasi maupun kanker.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. mengetahui konsep nyeri
b. Mengetahui konsep TENS
c. Menganalisis efektifitas TENS dalam mengurangi nyeri.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Definisi
adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional.
4
menyakitkan bagi tubuh sebagai respon karena adanya kerusakan atau
2. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut
dan nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi
terjadinya nyeri.
a. Nyeri akut
yang singkat, biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak
b. Nyeri Kronik
5
3. Fisiologi Nyeri
6
seseorang sehingga sangat sulit untuk memahaminya (Dorin, 2008).
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat
daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka
dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari
B. Konsep TENS
1. Pengertian
berbagai kondisi nyeri akut dan kronis, termasuk rasa sakit akibat
7
Stimulasi saraf listrik transkutaneous (TENS) banyak digunakan di
menyakitkan, termasuk rasa sakit dan nyeri akut dan kronis yang tidak
8
2. Jenis-Jenis Tens
9
ketat melalui penghambatan sinaptik pra dan pasca di tanduk dorsal
sumsum tulang belakang.
TENS adalah teknik untuk merangsang kategori yang berbeda
serabut saraf Teknik TENS yang paling umum digunakan adalah
disebut TENS konvensional. Selama TENS konvensional, arus
berdenyut berintensitas rendah diberikan pada frekuensi tinggi (antara
10-200 pulsa per detik, pps) di tempat rasa sakit. Pengguna mengalami
sensasi TENS yang sering seperti kesemutan atau paraestesia. Secara
fisiologis, TENS konvensional mengaktifkan diameter besar yang
tidak beracun aferen yang telah ditunjukkan untuk menutup pintu nyeri
di segmen tulang belakang berhubungan dengan nyeri (Tashani,2016).
Lain Teknik yang sering digunakan adalah acupuncture-like TENS
(AL-TENS) menggunakan intensitas tinggi dan frekuensi rendah
(kurang dari 10pps, biasanya 2pps) telah selesai otot, titik akupunktur
dan pemicu. Tujuan AL-TENS adalah mengaktifkan afferen
berdiameter kecil yang telah ditunjukkan untuk menutup pintu nyeri
menggunakan extrasegmental mekanisme (Johnson, 2016).
Dapat disimpulkan TENS bekerja dengan menstimulasi serabut
saraf tipe α β yang dapat mengurangi nyeri (Corwin 2009). Mekanisme
kerjanya diperkirakan melalui ‘penutupan gerbang’ transmisi nyeri
dari serabut saraf kecil dengan menstimulasi serabut saraf besar,
kemudian serabut saraf besar akan menutup jalur pesan nyeri ke otak
dan meningkatkan aliran darah ke area yang nyeri dan TENS juga
menstimulasi produksi anti nyeri alamiah tubuh yaitu endorfin.
10
4. Indikikasi dan Kontra Indikasi
a. Indikasi TENS
1) Trauma musculoskeletal (akut/kronik)
2) Nyeri kepala
3) Nyeri pasca operasi
4) Nyeri pasca melahirkan
5) Nyeri miofasial
6) Nyeri visceral
7) Nyeri berhubungan dengan sindroma sensorik
8) Nyeripsikogenik
9) Sindroma kompresi neurovaskular
b. Kontraindikasi TENS
1) Keganasan
2) Penyakit vaskuler
3) Perdarahan
4) Pasien ketergantungan pada alat pacu jantung
5) Luka terbuka yang besar
6) Infeksi
7) Gangguan sensoris
8) Bahan metal
(Morangelita, 2014)
11
BAB III
ANALISA JURNAL
stimulation for acute pain yang diteliti oleh Johnson MI pada tahun 2015,
Pasien Bedah Urologi Di Ruang Rawat Inap Marwah Rsu Haji Surabaya
kanker apa saja yang cocok untuk dilakukan terapi penggunaan TENS
12
Dari hasil analisa jurnal yang dilakukan oleh johnson yang
tunggal, untuk nyeri akut pada orang dewasa. Metode pencarian Kami
bawah. TENS dapat digunakan untuk nyeri kronis dan akut pada segala
nyeri pasca operasi. Level nyeri pasca operasi dipengaruhi oleh usia, jenis
13
sebelumnya dan dukungan keluarga. Penurunan tinfkat nyeri ini bisa
dengan gate control, bahwa didalam tubuh manusia terdapat dua macam
nyeri dan sensasi lain seperti dingin, hangat dan sentuhan (Dinda, 2008).
serabut saraf besar, kemudian serabut saraf besar akan menutup jalur pesan
nyeri ke otak dan meningkatkan aliran darah ke area yang nyeri dan TENS
(Tashani, 2014)
kelompok TENS sebelum diberikan terapi diketahui rerata skala nyeri 6 dan
setelah diberikan terapi diketahui rerata skala nyeri 4. Sesuai dengan teori
sensasi kesemutan, menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah
digunakan baik pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan
14
yang sama seperti pada serabut yang mentrasmisikan nyeri. Mekanisme ini
sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok
transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini
akan menguraikan keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang
asama seperti pada cedera (Brunner & Suddarth, 2005). Dalam manajemen
nyeri, banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang
hanya beberapa detik atau menit dan juga berguna untuk memperlancar proses
15
Lampiran
ANALISA JURNAL
16
rasa sakit yang terkait dengan pengobatan yang diberikan sendiri
persalinan, prosedur gigi dan atau dikombinasikan dengan
menstruasi karena mereka telah perawatan lainnya.
menjadi subjek Cochrane Reviews
lainnya. Sebelas percobaan sedang
menunggu klasifikasi.
2. Preemptive Analgesic Tujuan dari penelitian ini Pasien dan Metode: Uji coba klinis Pada kelompok intervensi intensitas
Effects of adalah untuk mengevaluasi acak-acak dan double-blind ini nyeri pada 2 dan 4 jam setelah operasi
Transcutaneous efek TENS pra operasi pada dilakukan pada 66 pasien laki-laki adalah 3,54- 1,48 dan 5,12- 1,41 (P
Electrical Nerve nyeri pasca operasi pasca dengan hernia inguinal unilateral <0,001), masing-masing. Pada
Stimulation (TENS) on inguinalis. yang dirawat di rumah sakit Shahid kelompok kontrol nilai-nilai ini
Postoperative Pain: A Beheshti di Kashan, Iran, dari bulan masing-masing 4.0- 1.5 dan 4.76- 1.39
Randomized, April sampai Oktober 2014. Peserta (P = 0,04). Tidak ada perbedaan yang
Double-Blind, Placebo- dipilih dengan menggunakan metode signifikan diamati pada intensitas
Controlled Trial convenience sampling dan nyeri rata-rata pada 6 dan 12 jam.
ditugaskan untuk intervensi (n = 33)
Mohammad dan kelompok kontrol (n = 33) Kesimpulan: TENS dapat mengurangi
Eidy,Mohammad Reza menggunakan pengacakan blok nyeri pascaoperasi pada dini hari
Fazel, Monir Janzamini, permutasi. Pasien pada kelompok setelah pembedahan hernia inguinalis.
Mostafa Haji Rezaei dan intervensi diobati dengan TENS 1
Ali Reza Moravveji jam sebelum operasi,sedangkan
2016 plasebo diberikan kepada pasien
dalam kelompok kontrol.
3. Pemberian Penelitian ini bertujuan untuk Desain yang digunakan dalam Hasil penelitian menunjukkan ada
Transcutaneous mengetahui pengaruh penelitian ini adalah quasi pengaruh pemberian Transcutaneous
Electrical Nerve pemberian TENS terhadap eksperimen. Populasi adalah 37 Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Stimulation (Tens) perubahan intensitas nyeri orang pasien yang mewakili pasien terhadap perubahan intensitas nyeri
Menurunkan Intensitas pada pasien paska bedah bedah urologi di RSU Haji Surabaya. pada pasien paska bedah urologi di
Nyeri Pada Pasien Bedah urologi di ruang Rawat Inap Responden dipilih melalui purposive ruang Rawat Inap Marwah RSU Haji
Urologi Di Ruang Rawat Marwah RS Haji Surabaya. sampling. Ada 12 sampel (6 Surabaya. Pada kelompok kontrol
17
Inap Marwah Rsu Haji responden sebagai kelompok hasil uji statistik Wilcoxon Signed
Surabaya kontrol) dan 6 responden sebagai Ranked Test p=0,084 (p<0,05),
kelompok perlakuan). Variabel kemudian pada kelompok perlakuan
independen adalah TENS. Variabel p=0,020 (p<0,05). Mann Whitney =
Balmar Morangelita dependen adalah intensitas nyeri 0,003 (p<0,05).
Nuach, Ika Yuni pasien paska bedah urologi. Nyeri
Widyawati, Laily diukur dengan Visual Analog Scale
Hidayati (VAS). Data dianalisis menggunakan
2014 Wilcoxon Signed Ranked Test dan
Mann Whitney.
18
BAB IV
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21