Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu.
Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan
kesehatan. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita
dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri. Nyeri bersifat subjektif,
tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua
kejadian nyeri yang sama menghasilkan respons atau perasaan yang
identik pada seorang individu. Nyeri merupakan sumber penyebab frustasi,
baik klien maupun bagi tenaga kesehatan. Asosiasi Internasional untuk
Penelitian Nyeri (International Association for the Study of Pain, IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai “suatu sensori subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadiankejadian
dimana terjadi kerusakan” (Johnson, 2016). Nyeri dapat merupakan faktor
utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih
dari suatu penyakit (Potter & Perry, 2006).
Nyeri merupakan salah satu keluhan tersering pada pasien setelah
mengalami suatu tindakan pembedahan. Pembedahan merupakan suatu
peristiwa yang bersifat bifasik terhadap tubuh manusia yang berimplikasi
pada pengelolaan nyeri. Lama waktu pemulihan pasien post operasi
normalnya terjadi hanya dalam satu sampai dua jam (Potter & Perry,
2006). Pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu rata-rata 72,45
menit, sehingga pasien akan merasakan nyeri yang hebat rata-rata pada
dua jam pertama sesudah operasi karena pengaruh obat anastesi sudah
hilang, dan pasien sudah keluar dari kamar sadar (Dinda, 2008). Pasca
pembedahan (pasca operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75%
penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat

1
pengelolaan nyeri yang tidak adekuat. (Dorin,2008). Hal tersebut
merupakan stressor bagi pasien dan akan menambah kecemasan serta
keteganggan yang berarti pula menambah rasa nyeri karena rasa nyeri
menjadi pusat perhatiannya. Bila pasien mengeluh nyeri maka hanya satu
yang mereka inginkan yaitu mengurangi rasa nyeri. Hal itu wajar, karena
nyeri dapat menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan akibat
pengelolaan nyeri yang tidak adekuat (Dorin,2018). Tingkat dan
keparahan nyeri pasca operatif tergantung pada fisiologis dan psikologis
individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart, 2007).
Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhankebutuhan
pasien dan membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan
tersebut termasuk dalam manajemen nyeri (Parjoto,2009). Keahlian
perawat dalam berbagai strategi penanganan rasa nyeri adalah hal yang
sangat penting, tapi tidak semua perawat meyakini atau menggunakan
pendekatan non farmakologis untuk menghilangkan rasa nyeri ketika
merawat pasien post operasi karena kurangnya pengenalan teknik non
farmakologis, maka perawat harus mengembangkan keahlian dalam
berbagai strategi dalam penanganan rasa nyeri. Salah satu penanganan
yang bisa perawat berikan dengan teknik non-farmakologis yaitu dengan
TENS (Tashani,2009).
TENS adalah Stimulasi Saraf Listrik Transkutaneous (TENS)
adalah agen non-farmakologis, yang didasarkan pada arus listrik tegangan
rendah ke kulit. TENS digunakan oleh orang untuk mengobati berbagai
kondisi nyeri salah satunya nyeri akibat kanker atau pasien dengan post
operasi (Johnson,2016)
Hasil studi kasus yang dilakukan di ruangan ginekologi
(ALAMANDA B) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, didapatkan bahwa
terhitung mulai tanggal 13 februari 2018 sampai 19 Februari 2018 dengan
jumlah 11 kamar dibagi kedalam 3 kelas (Kelas I 5 kamar, kelas II 3
kamar, kelas III 3 Kamar) rata-rata pasien yang menjalani operasi
ginekologi 3-5 orang perhari, ini tentunya menjadi jumlah yang cukup

2
banyak pasien dengan gangguan riwayat ginekologinya, setelah pasien
menjalani operasi dan kembali ke ruangan tidak ditemukan terapi non-
farmakologis yang dilakukan oleh perawat, perawat hanya memberikan
pendidikan kesehatan tentang mobilisasi fisik untuk mengembalikan
peristaltik usus saja, tetapi untuk terapi non-farmakologis mengurangi
nyerinya belum ada di ruangan tersebut kemudian hasil studi lain adalah
pasien yang menderita kanker yang sering merasa kesakitan ketika
menjalani hospitalisasi hanya mendapatkan terapi farmakologis yaitu
pemberian analgesik dan antibiotik. Dari hasil studi kasus diatas penulis
tertarik untuk menganalisa keefektifan TENS sebagai salah satu terapi
non-farmakologis mengurangi nyeri akibat kanker maupun nyeri post
operasi.

B. Rumusan Masalah
Dari hasil studi kasus diatas penulis tertarik untuk menganalisa
keefektifan TENS sebagai salah satu terapi non-farmakologis mengurangi
nyeri akibat kanker maupun nyeri post operasi.

C. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Mengatahui hasil-hasil penelitian tentang TENS dalam mengurangi
nyeri post operasi maupun kanker.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. mengetahui konsep nyeri
b. Mengetahui konsep TENS
c. Menganalisis efektifitas TENS dalam mengurangi nyeri.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri

1. Definisi

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan

potensial, yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu

yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau

kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat

menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium,

bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan

respon nyeri (Kozier dkk, 2009).

Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu

yang menyakitkan tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh

individu yang mengalaminya . Nyeri dianggap nyata meskipun tidak

ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentiftkasi. Meskipun

beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status mental atau status

psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak

hal dan tidak hanya membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri

adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional.

(Potter & Perry, 2006).

Berdasarkan definisi- definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

nyeri adalah suatu pengalaman sensori yang tidak menyenangkan dan

4
menyakitkan bagi tubuh sebagai respon karena adanya kerusakan atau

trauma jaringan maupun gejolak psikologis yang diungkapkan secara

subjektif oleh individu yang mengalaminya.

2. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut

dan nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi

terjadinya nyeri.

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu

yang singkat, biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak

diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan di

luar ketidaknyamanan yang disebabkannya karena dapat

mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal,

endokrin, dan imonulogik (Potter & Perry, 2006).

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih

dari 6 bulan. Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan

yang diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan

respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.

Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan

(Kozier dkk, 2009). Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada

fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor,

depresi, dan ketidakmampuan.

5
3. Fisiologi Nyeri

Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan

hingga pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan

nyeri, terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang

kompleks, yaitu transduksi, transrmisi, modulasi dan persepsi.

Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi

aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses

berikutnya, yaitu transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen

saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla

spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang

menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan

thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan

cortex. Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang

bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu senyawa tertentu telah

diternukan di sistem saraf pusat yang secara selektif menghambat

transmisi nyeri di medulla spinalis. Senyawa ini diaktifkan jika terjadi

relaksasi atau obat analgetika seperti morfin (Dorin, 2008).

Proses terakhir adalah persepsi, proses impuls nyeri yang

ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri

sama sekali belum jelas. Bahkan struktur otak yang menimbulkan

persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri

secara mendasar merupakan pengalaman subyektif yang dialami

6
seseorang sehingga sangat sulit untuk memahaminya (Dorin, 2008).

Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat

kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian

menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari

daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka

berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian

dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari

seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat

sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan

sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex,

di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri

dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di

bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk

mcngurangi nyeri di dacrah yang terluka (Potter & Perry, 2006).

B. Konsep TENS

1. Pengertian

Rangsangan saraf transkutan listrik (TENS) mengacu pada

penyampaian arus listrik melalui kulit untuk mengaktifkan saraf

perifer. Teknik ini banyak digunakan di negara maju untuk meredakan

berbagai kondisi nyeri akut dan kronis, termasuk rasa sakit akibat

kanker dan nyeri post operasi (Eldy, 2016)

7
Stimulasi saraf listrik transkutaneous (TENS) banyak digunakan di

negara-negara barat dan maju untuk meredakan berbagai kondisi yang

menyakitkan, termasuk rasa sakit dan nyeri akut dan kronis yang tidak

ganas akibat kanker dan pengobatannya. TENS murah, tidak invasif

dan aman tanpa efek samping yang besar (Tashani, 2014)

8
2. Jenis-Jenis Tens

TENS Patient Electrode Physiological Regimen Analgesic


parameters experience location Intention profile
Conventional Intensitas Parasir TENS DermatomesTo stimulate Use Usually
TENS rendah yang kuat dan Site of pain
large diameter TENS rapid
(amplitudo), tidak non-noxious whenever onset and
frekuensi menyakitkan afferents (A- in pain offset
tinggi (10-200 dengan beta) to
pps) aktivitas otot produce
minimal segmental
analgesia
AL-TENS Intensitas Strong Myotomes To stimulate Use May be
tinggi comfortable Site of pain small diameter TENS for delayed
(amplitudo), muscle Muscles cutaneous and 20-30 onset and
frekuensi twitching Motor motor minutes at offset
rendah (1-5 nerves afferents (A- a time
semburan 100 Acupuncture delta) to
pps) points produce
extrasegmental
analgesia
Intense Amplitudo To stimulate
TENS tinggi (tidak small diameter
Dermatomes Short
nyaman / Uncomfortable cutaneous Rapid
Site of pain periods
berbahaya), (painful) afferents (A- onset and
Nerves only 5-15
frekuensi electrical delta) to delayed
proximal to minutes at
tinggi (50- paraesthesia produce offset
pain a time
200pps) counter
irritation

3. Mekanisme Kerja Tens

Peningkatan penggunaan agen farmakologis untuk mengatasi rasa


sakit mengakibatkan penurunan elektroterapi pada akhir abad ke-19.
Pada tahun 1965, Ronald Melzack dari McGill University di Montreal
Canada dan Patrick Wall dari University College London UK,
menerbitkan makalah maniulat mereka yang mengusulkan mekanisme
gating di sistem saraf pusat untuk mengatur aliran sinyal saraf dari
saraf perifer ke dalam otak (Johnson, 2016). Menurut Teori
Pengendalian Gerbang Nyeri ini, aktivitas pada serat saraf mekanis
ambang rendah diameter rendah dapat menghambat transmisi potensial
aksi dari serat nociceptive high threshold nociceptive (rasa sakit) yang

9
ketat melalui penghambatan sinaptik pra dan pasca di tanduk dorsal
sumsum tulang belakang.
TENS adalah teknik untuk merangsang kategori yang berbeda
serabut saraf Teknik TENS yang paling umum digunakan adalah
disebut TENS konvensional. Selama TENS konvensional, arus
berdenyut berintensitas rendah diberikan pada frekuensi tinggi (antara
10-200 pulsa per detik, pps) di tempat rasa sakit. Pengguna mengalami
sensasi TENS yang sering seperti kesemutan atau paraestesia. Secara
fisiologis, TENS konvensional mengaktifkan diameter besar yang
tidak beracun aferen yang telah ditunjukkan untuk menutup pintu nyeri
di segmen tulang belakang berhubungan dengan nyeri (Tashani,2016).
Lain Teknik yang sering digunakan adalah acupuncture-like TENS
(AL-TENS) menggunakan intensitas tinggi dan frekuensi rendah
(kurang dari 10pps, biasanya 2pps) telah selesai otot, titik akupunktur
dan pemicu. Tujuan AL-TENS adalah mengaktifkan afferen
berdiameter kecil yang telah ditunjukkan untuk menutup pintu nyeri
menggunakan extrasegmental mekanisme (Johnson, 2016).
Dapat disimpulkan TENS bekerja dengan menstimulasi serabut
saraf tipe α β yang dapat mengurangi nyeri (Corwin 2009). Mekanisme
kerjanya diperkirakan melalui ‘penutupan gerbang’ transmisi nyeri
dari serabut saraf kecil dengan menstimulasi serabut saraf besar,
kemudian serabut saraf besar akan menutup jalur pesan nyeri ke otak
dan meningkatkan aliran darah ke area yang nyeri dan TENS juga
menstimulasi produksi anti nyeri alamiah tubuh yaitu endorfin.

10
4. Indikikasi dan Kontra Indikasi

a. Indikasi TENS
1) Trauma musculoskeletal (akut/kronik)
2) Nyeri kepala
3) Nyeri pasca operasi
4) Nyeri pasca melahirkan
5) Nyeri miofasial
6) Nyeri visceral
7) Nyeri berhubungan dengan sindroma sensorik
8) Nyeripsikogenik
9) Sindroma kompresi neurovaskular
b. Kontraindikasi TENS
1) Keganasan
2) Penyakit vaskuler
3) Perdarahan
4) Pasien ketergantungan pada alat pacu jantung
5) Luka terbuka yang besar
6) Infeksi
7) Gangguan sensoris
8) Bahan metal
(Morangelita, 2014)

11
BAB III

ANALISA JURNAL

A. Perbandingan Hasil Penelitian

Dalam analisa evidance based nursing ada 5 jurnal yang penulis

gunakann mengenai TENS untuk mengurangi nyeri post operasi dan

kanker. Jurnal pertama berjudul Transcutaneous electrical nerve

stimulation for acute pain yang diteliti oleh Johnson MI pada tahun 2015,

jurnal kedua berjudul Preemptive Analgesic Effects of Transcutaneous

Electrical Nerve Stimulation (TENS) on Postoperative Pain: A

Randomized,Double-Blind, Placebo-Controlled Trial yang diteliti oleh

Mochamad eidy tahun 2016, jurnal ketiga Pemberian Transcutaneous

Electrical Nerve Stimulation (Tens) Menurunkan Intensitas Nyeri Pada

Pasien Bedah Urologi Di Ruang Rawat Inap Marwah Rsu Haji Surabaya

yang diteliti oleh Balmar Morangelita pada tahun 2104.

Dari ketiga jurnal tersebut membuktikan adanya pengaruh

penggunaan TENS untuk mengurangi nyeri post operasi dan kanker,

meskipun tidak spesifik dengan prosedur operasi yang dilakukan dan

kanker apa saja yang cocok untuk dilakukan terapi penggunaan TENS

tetapi dalam analisa ini penulis hanya ingin mengetahui efektifitas

penggunaan TENS untuk mengurangi nyeri.

12
Dari hasil analisa jurnal yang dilakukan oleh johnson yang

bertujuan untuk menilai keefektifan analgesik TENS, sebagai pengobatan

tunggal, untuk nyeri akut pada orang dewasa. Metode pencarian Kami

menelusuri database berikut sampai dengan 3 Desember 2014. Cochrane

Central Register of Controlled Trials (CENTRAL ). TENS lebih baik dari

pada plasebo TENS (tidak memberikan arus listrik) untuk mengurangi

intensitas nyeri akut namun pengurangan rasa sakit tidak konsisten di

semua percobaan. TENS merupakan modalitas fisioterapi yang paling

sering digunakan untuk mengatasi nyeri, misalnya untuk kasus-kasus

trauma, inflamasi, cidera, seperti wiplash injury dan nyeri punggung

bawah. TENS dapat digunakan untuk nyeri kronis dan akut pada segala

kondisi (Facci et al., 2011). TENS menghasilkan arus yang akan

disampaikan ke permukaan kulit punggung bawah melalui elektrode.

TENS yang diaplikasikan pada punggung bawah akan menimbulkan

tanggap rangsang fisiologis dari jaringan yang bersangkutan baik sebagai

akibat langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terjadi di

tingkat sel, jaringan, segmental maupun sistim (Parjoto, 2006).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh eidy yang berjudul

Preemptive Analgesic Effects of Transcutaneous Electrical Nerve

Stimulation (TENS) on Postoperative Pain: A Randomized, Double-Blind,

Placebo-Controlled Trial yang menunjukan ada pengaruh TENS terhadap

nyeri pasca operasi. Level nyeri pasca operasi dipengaruhi oleh usia, jenis

kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman

13
sebelumnya dan dukungan keluarga. Penurunan tinfkat nyeri ini bisa

terjadi karena pada TENS mekanisme ineraksi transmitter di SG sesuai

dengan gate control, bahwa didalam tubuh manusia terdapat dua macam

transmitter impuls nyeri yang berfungsi untuk menghantarkan sensasi

nyeri dan sensasi lain seperti dingin, hangat dan sentuhan (Dinda, 2008).

TENS bekerja dengan menstimulasi serabut saraf tipe α β yang dapat

mengurangi nyeri, Mekanisme kerjanya diperkirakan melalui ‘penutupan

gerbang’ transmisi nyeri dari serabut saraf kecil dengan menstimulasi

serabut saraf besar, kemudian serabut saraf besar akan menutup jalur pesan

nyeri ke otak dan meningkatkan aliran darah ke area yang nyeri dan TENS

juga menstimulasi produksi anti nyeri alamiah tubuh yaitu endorfin

(Tashani, 2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Fahrun Nur Rosyid yang berjudul

Perbandingan Keefektifan Stimulasi Saraf Elektrik Transkutan (Tens) Dan

Terapi Es Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Simple Simple

Fraktur Di Ruang Premedikasi Instalasi Bedah Sentral Rsu Haji Surabaya

dengan hasil Berdasarkan hasil observasi intensitas nyeri pada responden

kelompok TENS sebelum diberikan terapi diketahui rerata skala nyeri 6 dan

setelah diberikan terapi diketahui rerata skala nyeri 4. Sesuai dengan teori

Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh

baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan

sensasi kesemutan, menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah

digunakan baik pada nyeri akut dan kronik. TENS diduga dapat menurunkan

nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area

14
yang sama seperti pada serabut yang mentrasmisikan nyeri. Mekanisme ini

sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri diduga memblok

transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asendens saraf pusat. Mekanisme ini

akan menguraikan keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang

asama seperti pada cedera (Brunner & Suddarth, 2005). Dalam manajemen

nyeri, banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang

obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun begitu,

banyak aktivitas kaperawatan nonfarmakologis yang dapat membantu dalam

menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya

mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan

merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut mungkin

dipelukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung

hanya beberapa detik atau menit dan juga berguna untuk memperlancar proses

pembiusan di meja operasi (Brunner & Suddarth, 2005).

15
Lampiran

ANALISA JURNAL

No Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil


1. Transcutaneous electrical Untuk menilai keefektifan menggunakan uji coba terkontrol TENS lebih baik dari pada plasebo
nerve stimulation for analgesik TENS, sebagai acak (RCT) orang dewasa dengan TENS (tidak memberikan arus listrik)
acute pain pengobatan tunggal, untuk nyeri akut (<12 minggu) jika mereka untuk mengurangi intensitas nyeri akut
(Review) nyeri akut pada orang dewasa. memeriksa TENS yang diberikan namun pengurangan rasa sakit tidak
Metode pencarian Kami sebagai pengobatan tunggal dan konsisten di semua percobaan.
Johnson MI, Paley CA, menelusuri database berikut menilai nyeri dengan skala nyeri Temuan ini didasarkan pada analisis
Howe TE, Sluka KA sampai dengan 3 Desember subyektif. hanya enam dari 19 percobaan. Ada
2015 2014: Cochrane Central sejumlah pasien yang tidak cukup
Register of Controlled Trials Kami memasukkan 19 uji klinis yang untuk membuat kesimpulan yang
(CENTRAL), di Cochrane dipublikasikan hingga 3 Desember meyakinkan. Sejumlah kecil pasien
Library; MEDLINE; 2014, yang menguji 1346 orang. mengalami gatal dan kemerahan di
EMBASE; CINAHL; dan Percobaan tersebut memberi TENS bawah bantalan TENS atau tidak
AMED. Kami juga untuk menghasilkan sensasi menyukai sensasi yang diproduksi
memeriksa daftar referensi uji 'kesemutan' yang tidak menyakitkan oleh TENS. Secara keseluruhan kami
coba yang disertakan. di lokasi nyeri akut. Uji coba tersebut menyimpulkan bahwa TENS dapat
menilai TENS untuk perawatan laser mengurangi intensitas nyeri akut pada
serviks, venepuncture, beberapa pasien namun kualitas bukti
sigmoidoscopy, fraktur tulang rusuk lemah. TENS murah, aman dan bisa
dan kontraksi uterus setelah dikelola sendiri. Kami
melahirkan. Kami tidak menyertakan merekomendasikan bahwa TENS
uji coba yang menilai TENS untuk harus dianggap sebagai pilihan

16
rasa sakit yang terkait dengan pengobatan yang diberikan sendiri
persalinan, prosedur gigi dan atau dikombinasikan dengan
menstruasi karena mereka telah perawatan lainnya.
menjadi subjek Cochrane Reviews
lainnya. Sebelas percobaan sedang
menunggu klasifikasi.

2. Preemptive Analgesic Tujuan dari penelitian ini Pasien dan Metode: Uji coba klinis Pada kelompok intervensi intensitas
Effects of adalah untuk mengevaluasi acak-acak dan double-blind ini nyeri pada 2 dan 4 jam setelah operasi
Transcutaneous efek TENS pra operasi pada dilakukan pada 66 pasien laki-laki adalah 3,54- 1,48 dan 5,12- 1,41 (P
Electrical Nerve nyeri pasca operasi pasca dengan hernia inguinal unilateral <0,001), masing-masing. Pada
Stimulation (TENS) on inguinalis. yang dirawat di rumah sakit Shahid kelompok kontrol nilai-nilai ini
Postoperative Pain: A Beheshti di Kashan, Iran, dari bulan masing-masing 4.0- 1.5 dan 4.76- 1.39
Randomized, April sampai Oktober 2014. Peserta (P = 0,04). Tidak ada perbedaan yang
Double-Blind, Placebo- dipilih dengan menggunakan metode signifikan diamati pada intensitas
Controlled Trial convenience sampling dan nyeri rata-rata pada 6 dan 12 jam.
ditugaskan untuk intervensi (n = 33)
Mohammad dan kelompok kontrol (n = 33) Kesimpulan: TENS dapat mengurangi
Eidy,Mohammad Reza menggunakan pengacakan blok nyeri pascaoperasi pada dini hari
Fazel, Monir Janzamini, permutasi. Pasien pada kelompok setelah pembedahan hernia inguinalis.
Mostafa Haji Rezaei dan intervensi diobati dengan TENS 1
Ali Reza Moravveji jam sebelum operasi,sedangkan
2016 plasebo diberikan kepada pasien
dalam kelompok kontrol.
3. Pemberian Penelitian ini bertujuan untuk Desain yang digunakan dalam Hasil penelitian menunjukkan ada
Transcutaneous mengetahui pengaruh penelitian ini adalah quasi pengaruh pemberian Transcutaneous
Electrical Nerve pemberian TENS terhadap eksperimen. Populasi adalah 37 Electrical Nerve Stimulation (TENS)
Stimulation (Tens) perubahan intensitas nyeri orang pasien yang mewakili pasien terhadap perubahan intensitas nyeri
Menurunkan Intensitas pada pasien paska bedah bedah urologi di RSU Haji Surabaya. pada pasien paska bedah urologi di
Nyeri Pada Pasien Bedah urologi di ruang Rawat Inap Responden dipilih melalui purposive ruang Rawat Inap Marwah RSU Haji
Urologi Di Ruang Rawat Marwah RS Haji Surabaya. sampling. Ada 12 sampel (6 Surabaya. Pada kelompok kontrol

17
Inap Marwah Rsu Haji responden sebagai kelompok hasil uji statistik Wilcoxon Signed
Surabaya kontrol) dan 6 responden sebagai Ranked Test p=0,084 (p<0,05),
kelompok perlakuan). Variabel kemudian pada kelompok perlakuan
independen adalah TENS. Variabel p=0,020 (p<0,05). Mann Whitney =
Balmar Morangelita dependen adalah intensitas nyeri 0,003 (p<0,05).
Nuach, Ika Yuni pasien paska bedah urologi. Nyeri
Widyawati, Laily diukur dengan Visual Analog Scale
Hidayati (VAS). Data dianalisis menggunakan
2014 Wilcoxon Signed Ranked Test dan
Mann Whitney.

18
BAB IV

KESIMPULAN

Dari hasil analisa jurnal penulis dapat menyimpulkan bahwa TENS


bisa mengurangi nyeri pasca operasi karena TENS bekerja dengan
sistem gate control dengan menstimulasi serabut saraf tipe α β yang
dapat mengurangi nyeri (Corwin 2009). Mekanisme kerjanya
diperkirakan melalui ‘penutupan gerbang’ transmisi nyeri dari serabut
saraf kecil dengan menstimulasi serabut saraf besar, kemudian serabut
saraf besar akan menutup jalur pesan nyeri ke otak dan meningkatkan
aliran darah ke area yang nyeri dan TENS juga menstimulasi produksi
anti nyeri alamiah tubuh yaitu endorfin. TENS memang bukan pilihan
utama untuk mengatasi nyeri dibandingkan dengan terapi
farmakologis tetapi TENS bisa mengurangi nyeri pada saat nyeri
muncul, yang banyak digunakan dari jenis TENS adalah jenis TENS
konvensional yaitu TENS dengan aliran listrik rendah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2007). Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku


Kedokteran. EGC

Dinda, (2008). Terapi TENS. http://medicafarma.blogspot.com/ Diakses


Tanggal 23 Februari 2018
Dorin, R (2008). TENS Berguna Bagi Penurunan Nyeri.
http://darwin.nmsu.edu/ Diakses Tanggal 23 Februari 2018
Eldy, Mohammad.(2016). Preemptive Analgesic Effects of Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS) on Postoperative Pain: A
Randomized,Double-Blind, Placebo-Controlled Trial. www. Iran
RedCrescentMedJ.com Diakses tangga 23 Februari 2018.
M.I, Johnson.(2014). Transcutaneous electrical nerve stimulation for
acute pain. www.cochranelibrary.com diakses tanggal 23 Februari
2018.
Morangelita,Balmar.(2014). Pemberian Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (Tens) Menurunkan Intensitas Nyeri Pada Pasien
Bedah Urologi Di Ruang Rawat Inap Marwah Rsu Haji
Surabaya.diakses tanggal 24 februari 2018.
Parjoto, S. (2009). Penggunaan Modalitas / Tehnologi Fisioterapi Dalam
Pengelolaan NyeriUsia Lanjut. Proceeding Temu Ilmiah Tahunan
Fisioterapi XXIX; Semarang; IFI.
Potter and Perry, 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep,Proses dan Praktek, Volume 2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Tashani.(2014) . Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (Tens) A
Possible Aid For Pain Relief In Developing Countries?
www.ljm.org.ly diakses 23 Februari 2018

20
21

Anda mungkin juga menyukai