Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN ( NYERI )

A. Masalah Keperawatan
Pasien mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman.
B. Pengertian
1. Pengertian Aman dan Nyaman
Keamanan, seringkali didefinisikan sebagai keadaan bebas dari
cedera fisik dan psikologis. ( Potter dan Perry, 2006 ).
Nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi yang
menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan berbahaya.
(Lynda Juall Carpenito-Moyet edisi 10).
Kalcoba (1992, dalam Potter & Perry) mengungkapkan
kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan dimana telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang
melebihi masalah dan nyeri).
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan.
Donahue ( 1989 ) meringkaskan melalui rasa nyaman dan tindakan untuk
mengupayakan kenyamanan perawat memberikan kekuatan, harapan,
hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam
aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa
nyaman bebas dari nyeri dan hipertermia atau hipotermia. Hal ini
dipengarihi perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh pasien yang
ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

2. Gangguan Rasa Nyaman Akibat Nyeri


a. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi
tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat
subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa
stimulus yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat
terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu
( Mahon, 1994).
Menurut McCaffery ( 1980 ) : “ Nyeri adalah segala sesuatu
yang dikatakan yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan
terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri.”
b. Klasifikasi Nyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara mendadak
dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan. Nyeri kronis
adalah nyeri yang timbul secara perlahan – lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
c. Fisiologi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen
fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus
penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer.
Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu
dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna
abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi
dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak
mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral,
maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi
tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
d. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak – anak dan lansia. Perbedaan perkembangan,
yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi
bagaimana anak – anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.
2. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri ( Gill, 1990 ). Diragukan
apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor
dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang
mempengaruhi jenis kelamin ( misal: menganggap bahwa seorang
anak laki- laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan
seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama).
Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-
faktor biokimia, dan merupakan hal yang unik pada setiap individu,
tanpa memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai – nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini
meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan
Flashkerud, 1991).
4. Makna Nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi
terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar
belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan
nyeri dengan cara yang berbeda – beda , apabila nyeri tersebut
member kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat., sedangkan upaya
pengalihan ( Distraksi ) dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun (Gil, 1990).
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.
Ansietas seringkali mningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan
otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas ( Gil, 1990).
7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping.
8. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman
nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan
menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang.
9. Gaya Koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang
membuat anda merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di
keadaan perawatan kesehatan, seperti di rumah sakit, klien merasa
tidak berdaya dengan rasa sepi itu.
10. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah
kehadiran orang – orang terdekat klien dan bagaimana sikap
mereka terhadap klien mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan
nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun
nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan.
e. Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Nyeri Akut Nyeri Kronis
1. Ringan sampai berat 1. Ringan sampai berat
2. Reseptor sistem saraf simpatik 2. Respons sistem saraf parasimpatik :
- Peningkatan denyut nadi - Tanda-tanda vital normal
- Peningkatan frekuensi - Kulit kering, hangat
pernafasan - Pupil normal atau dilatasi
- Peningkatan tekanan darah - Terus berlanjut setelah
3. Klien tampak gelisah dan cemas penyembuhan
4. Klien menunjukkan perilaku yang 3. Klien tampak depresi dan menarik
mengidentifikasikan rasa nyeri : diri
menangis, menggosok area nyeri,
4. Klien sering kali tidak
memegang area nyeri
menyebutkan rasa
5. Terlokalisasi
nyeri kecuali ditanya
6. Tajam : seperti ditusuk, disayat,
5. Menyebar
dicubit, dll
6. Ttumpul : ngilu, linu, nyeri, dll

f. Pengukuran Nyeri
1) Skala Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama
disepanjang garis. Pendeskripsi inidirangking dari “tidak terasa
nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
2) Skala penilaian numerik
Numerical Rating Scale ( NRS) menilai nyeri menggunakan
skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
terapeutik.
3) Skala Analog visual
Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang
mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan
kebebasan penuh pada pasien untuk mengidentifikasi keparahan
nyeri.
Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi apendisitis,
peneliti menggunakan skala nyeri numerik. Karena skala nyeri
numerik paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi progresif. Selain
itu selisi antara penurunan dan peningkatan nyeri lebih mudah
diketahui dibanding skala lain.

C. Gejala dan Tanda


 Gejala dan Tanda
a. Nyeri Akut
Batasan karakteristik (Simon,Nolen, & Baumann,1995)
 Mayor (80% - 100%)
Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang
dideskripsikan.
 Minor (60% - 79%)
 Mengatupkan rahang atau pergelangan tangan
 Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktifitas
sebelumnya
 Peka rangsang, mual muntah, menarik bila disentuh
 Menggosok bagian nyeri
 Postur tidak biasanya, ketidakaktifan fisik atau immobilitas.
 Masalah dengan konsentrasi, perubahan pola tidur
b. Nyeri kronis
Batasan karakteristik ( Simon, Nolan & Baumann, 1995)
 Mayor (80% - 100%)
Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan
 Minor (60% - 79%)
 Gangguan berhubungan sosial dengan keluarga
 Peka rangsang, depresi, keletihan, penurunan libido,
kegelisahan
 Ketidakefektifan fisik atau immobilitas
 Menggosok bagian yang nyeri, berfokus pada diri sendiri
 Ansietas, agitasi, preokupasi somatic
 Gejala dan Tanda ( Data Mayor dan Data Minor)
a. Nyeri akut
1. Gejala dan tanda mayor
 Mengeluh nyeri
 Tampak meringis
 Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur
2. Gejala dan tanda minor
 Tekanan darah meningkat
 Pola nafas berubah
 Nafsu makan melemah
 Proses berfikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaphoresis
b. Nyeri kronis
1. Gejala dan tanda mayor
 Mengeluh nyeri
 Merasa depresi (tertekan)
 Tampak meringis
 Gelisah
 Tidak mampu menuntaskan aktivitas
2. Gejala dan tanda minor
 Merasa takut mengalami cedera berulang
 Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
 Waspada
 Pola tidur berubah
 Anoreksia
 Fokus menyempit
 Berfokus pada diri sendiri

D. Pohon Masalah

Mekanik

1. Kerusakan Stimulus
intergument Nyeri Kram abdomen,
diare, dan
2. Trauma jaringan muntah
3. Perubahan
Tumor/kanker Spasme Otot
Termal

Dingin Panas
Impuls Nyeri

Konsus Dorsalis

Medula Spinalis

Thalamus
Nyeri Akut Nyeri Kronis

Korteks
Selebri
Skala Nyeri
Timbul
Nyeri

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Riwayat penyakit dan keluhan
Pada riwayat penyakit, penting ditentukan dahulu keluhan utama
misalnya nyeri, kelemahan dan lokasi keluhan. Ditanyakan pula aktivitas
maupun posisi kepala yang meningkatkan maupun mengurangi keluhan,
maupun adanya riwayat cedera.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
a) Observasi, perhatikan sikap tubuh pasien saat menanyakan riwayat
penyakit.
b) Palpasi, apabila didapatkan kekakuan dan nyeri pada sisi otak
maupun radiks saraf yang terkena, dapat pula disertai hipertonus
maupun spasme pada sisi otot yang nyeri.
c) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri ada
nyeri tekan di abdomen.
d) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ yang abnormal.
e) Pemeriksaan lab sebagai data penunjang.
f) Ct- Scan (cedera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh
darah yang pecah di otak.

F. Penatalaksanaan Medis
A. Nonfarmakologi
1. Bimbingan Antisipasi
Merupakan tindakan memodifikasi secara langsung cemas yang
berhubungan dengan nyeri menghilangkan nyeri dan menambah
efek tindakan untuk menghilangkan nyeri yang lain.
2. Distraksi
Merupakan metode untuk mengalihkan perhatian klien ke hal yang
lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri
bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Salah satu distraksi
yang efektif adalah music, yang dapat menurunkan nyeri fisiologis,
stres, kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari
nyeri. Music terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan
frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi,
menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah, dan mengubah
persepsi waktu ( Guzzeta, 1989 ).
3. Biofeedback
Merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan
individu informasi tentang respons fisiologis dan cara untuk
melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut ( NIH, 1986 ).
4. Hipnosis Diri
Hipnosis diri merupakan sutau pendekatan holistik, hipnosis diri
menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks
dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan
menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi kondisi
yang menghasilkan respon tertentu bagi mereka (Edelman dan
Mandel, 1994 ).
5. Mengurangi Persepsi Nyeri
Salah satu cara sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman ialah
membuang atau mencegah stimulus nyeri. Nyeri juga dapat dicegah
dengan mengantisipasi kejadia yang menyakitkan.
6. Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri.
Masase, mandi air hangat, kompres menggunakan kantong es, dan
stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS) merupakan langkah –
langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri.
B. Farmakologi
a. Analgesik Nonnarkotik
Analgesik nonnarkotik tidak bersifat adiktif dan kurang kuat
dibandingkan dengan analgesik narkotik. Obat ini digunakan untuk
mengatasi nyeri yang ringan sampai sedang. Obat ini efektif untuk
nyeri tumpul pada sakit kepala, dismenore, nyeri pada inflamasi,
abrasi minor, nyeri otot, dan arthtritis jaringan sampai sedang.
Kebanyakan dari analgesik menurunkan suhu tubuh yang
meningkat, sehingga mempunyai antipiretik,. Beberapa analgesik
seperti aspirin, mempunyai efek anti inflamasi dan juga efek anti
koagulan.
b. Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik, disebut juga Agonis Narkotik, direspon untuk
mengatasi nyeri yang sedang sampai berat. Analgesik narkotik
bekerja terutama pada sistem saraf pusat, sedangkan analgesik
nonnarkotik bekerja pada sistem saraf tepi pada tempat reseptor
nyeri. Narkotik tidak hanya menekan rangsang nyeri tetapi juga
menekan pernapasan dan batuk dengan bekerja pada pusat
pernapasan dan batuk pada medulla di batang otak.

G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang
efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara
berbeda pada masing – masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua
faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis prilaku
emosional dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama,
yakni (a) riwayat nyeri untuk mendapatkan data klien dan (b) observasi langsung
pada respon prilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek.
1) Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri
dan situasi kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka
terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri.
Langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri bagi klien
dan bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara lain :
a) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
untuk menujukan lokasi area nyerinya. Pengkajian ini biasa
dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya menandai
bagian tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat,
terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
b) Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang
mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien.
Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau
0-10. Angka 0 menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka
tertinggi menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien.
Keterangan :
SKALA KETERANGAN
0 Tidak Nyeri.
1-3 Nyeri Ringan (Secara objektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik).
4-6 Nyeri Sedang (secara objektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat
mendiskribsikan nyeri, dapat mengikuti perintah
dengan baik).
7-9 Nyeri Berat (secara objektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tetapi masih merespon
terhadap tindakan , dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang
dan distraksi.
10 Nyeri Sangat Berat (klien sudah tidak dapat
berkomunikasi)

c) Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau
“ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan
klien untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat
dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etologi nyeri serta
pilihan tindakan yang diambil.

d) Pola
Pola nyeri meliputi : durasi / lamanya nyeri dan
kekambuhan atau interval nyeri berlangsung. Oleh karenanya,
perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang dan kapan nyeri terakhir kali
muncul.
e) Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu munculnya
nyeri, sebagai contoh : aktivitas fisik yang berat dapat
menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan
yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosional
juga dapat memicu munculnya nyeri
f) Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi : mual, muntah, pusing dan diare. Gejala
tersebut bisa disebabkan oleh nyeri itu sendiri
g) Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi
aktifitas harian klien akan membantu perawat memahami persepsi
klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji
terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan,
hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktifitas rumah,
aktifitas waktu senggang serta status emosional.
h) Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama / budaya.
i) Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung
pada situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan
banyak faktor lainnya, perawat perlu mengkaji adanya perasaan
antietas, takut, lelah, depresi atau perasaan gagal dalam diri klien.

2) Observasi Respons perilaku dan fisiologis


Banyak respon nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan indikator nyeri
diantaranya :
a) Ekspresi wajah
1. Menutup mata rapat-rapat
2. Membuka mata lebar-lebar
3. Menggigi bibir bawah
b) Vokalisasi
1. Menangis
2. Berteriak
c) Imobilisasi ( bagian tubuh yang mengalami nyeri akan digerakan
tubuh tanpa tujuan yang jelas ) :
1. Menendang-nendang
2. Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi,
bergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada awal nyeri akut,
respons fisiologis :
1. Peningkatan tekanan darah
2. Diaforesis
3. Nadi dan pernafasan
4. Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis
telah beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan
berkurang atau bahkan tidak ada. Karenanya, penting bagi perawat
untuk mengkaji lebih dari satu respons tersebut merupakan
indikator yang buruk untuk nyeri.

H. Daftar Masalah Keperawatan


1) Nyeri akut berhubungan dengan :
- Cedera fisik/trauma
- Penurunan suplai darah ke jaringan
- Proses melahirkan normal
2) Nyeri kronik berhubungan dengan :
- Jaringan parut
- Kontrol nyeri yang tidak adekuat
3) Ansietas berhubungan dengan :
Nyeri yang tidak hilang; perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber seringkali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan :
- Nyeri muskuloskeletal, hambatan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas
- Nyeri insisi
- Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri punggung bagian
bawah, cemas / takut, agen biokimia : obat, keletihan, suhu tubuh
meningkat /demam, depresi / berduka, perpisahan dengan orang yg
terdekat/benda kesayangan, sesak nafas, lingkungan : pencahayaan,
bising, lingkungan baru.

I. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan hasil
1) Nyeri akut Setelah dilakukan selama 1. Lakukan 1. Untuk mengetahui tingkat
berhubungan 1x24 jam tindakan pengkajian nyeri nyeri pasien
2. Untuk mengetahui tingkat
dengan : diharapkan nyeri komperhensif
- Cedera ketidaknyamanan yang
berkurang. yang meliputi
fisik/trauma Kriteria hasil : dirasakan oleh pasien
lokasi ,
- Penurunan - Nyeri berkurang 3. Untuk mengetahui
- Ekspresi wajah tenang karasteristik,
suplai darah pengetahuan pasien tentang
- Tanda-tanda vital onset/durasi,
ke jaringan nyeri
(TD: 120/80 mmHg, frekuensi , 4. Pemberian “ health
- Proses
N: 60-100 x/menit, R: kualitas, education” dapat
melahirkan
16-20 x/menit). intensitas atau mengurangi tingkat
normal
- Klien dapat istirahat
beratnya nyeri kecemasan dan membantu
dan tidur normal
dan faktor klien dalam membentuk
sesuai dengan
pencetus. mekasnisme koping
usianya. 2. Observasi adanya terhadap rasa nyeri
5. Untuk mengurangi tingkat
petunjuk non
ketidaknyamanan yang di
verbal mengenai
rasakan pasien
ketidaknyamanan
6. Untuk mengetahui keadaan
terutama pada
umum pasien.
mereka yang 7. Agar pasien mampu
tidak dapat menggunakan teknik non
berkomunikasi farmakologi dlam
secara efektif. memanagement nyeri yang
3. Gali pengetahuan
dirasakan.
dan kepercayaan 8. Membantu proses
pasien mengenai penyembuhan pasien
9. Pemberian analgesic dapat
nyeri.
4. Berikan mengurangi rasa nyeri
informasi pasien.
mengenai nyeri
seperti penyebab
nyeri,berapa lama
nyeri akan di
rasakan dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur.
5. Kendalikan
faktor lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
misalnya, suhu
ruangan ,
pencahayaan,
suara bising.
6. Observasi tanda –
tanda vital
7. Ajarkan teknik
non farmakologi (
distraksi dan
relaksasi)
8. Dukung istirahat/
tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri.
9. Kolaborasi
pemberisn obat
analgesic
2) Nyeri kronik Setelah dilakukan selama 1. Lakukan 1. Untuk mengetahui
berhubungan 2x24 jam tindakan pengkajian tingkat nyeri pasien
2. Untuk mengetahui
dengan : diharapkan nyeri nyeri
- Jaringan tingkat
teratasi sebagian. Kriteria komperhensif
parut ketidaknyamanan yang
hasil : yang meliputi
- Kontrol - Skala nyeri dalam dirasakan oleh pasien
lokasi ,
nyeri yang 3. Untuk mengetahui
rentang 1-3.
karasteristik,
tidak adekuat - Raut muka tidak pengetahuan pasien
onset/durasi,
menahan nyeri. tentang nyeri
- Klien sudah tidak frekuensi , 4. Pemberian “ health
memegangi area yang kualitas, education” dapat
nyeri. intensitas mengurangi tingkat
atau beratnya kecemasan dan
nyeri dan membantu klien dalam
faktor membentuk
pencetus. mekasnisme koping
2. Observasi
terhadap rasa nyeri
adanya 5. Untuk mengurangi
petunjuk non tingkat
verbal ketidaknyamanan yang
mengenai di rasakan pasien
6. Untuk mengetahui
ketidaknyam
keadaan umum pasien.
anan
7. Agar pasien mampu
terutama
menggunakan teknik
pada mereka
non farmakologi dlam
yang tidak
memanagement nyeri
dapat
yang dirasakan.
berkomunika 8. Membantu proses
si secara penyembuhan pasien
9. Pemberian analgesic
efektif.
3. Gali dapat mengurangi rasa
pengetahuan nyeri pasien.
dan
kepercayaan
pasien
mengenai
nyeri.
4. Berikan
informasi
mengenai
nyeri seperti
penyebab
nyeri,berapa
lama nyeri
akan di
rasakan dan
antisipasi
dari
ketidaknyam
anan akibat
prosedur.
5. Kendalikan
faktor
lingkungan
yang dapat
mempengaru
hi respon
pasien
terhadap
ketidaknyam
anan
misalnya,
suhu ruangan
,
pencahayaan,
suara bising.
6. Observasi
tanda – tanda
vital
7. Ajarkan
teknik non
farmakologi (
distraksi dan
relaksasi)
8. Dukung
istirahat/
tidur yang
adekuat
untuk
membantu
penurunan
nyeri.
9. Kolaborasi
pemberisn
obat
analgesic
J. Referensi

Alimul H, A.Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya : Selemba


Medika.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 10. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Kozier, Erb, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses & Praktik Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC
Lippincott dan Williams & Wilkins. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Lynda Juall Carpenito-Moyet Edisi 8. Jakarta : EGC.
Nanda Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA 2015-2017.
Jakarta : EGC.
Perry & Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi
4 . Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta :Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai