LP Pneumonia Fix
LP Pneumonia Fix
PNEUMONIA
Disusun Oleh :
MAHASARI PAMUNGKAS PUTRI
P27220015 155
D-IV KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Teori
1. Definisi
2. Etiologi
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan
oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus)
dan protozoa.
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang
paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di
kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas
tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya
meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory
Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang
saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu
pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini
tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi
bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar
luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada
anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan
juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
3. Klasifikasi
Beberapa sumber membuat klasifikasi pneumonia berbeda-beda
tergantung sudut pandang. Klasifikasi pneumonia tersebut dibuat
berdasarkan anatomi, etiologi, usia, klinis dan epidemiologi.
a. Pneumonia lobaris
Peradangan pada semua atau sebagian besar segmen paru dari satu atau
lebih lobus paru, kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi
bronkus. misalnya pada aspirasi benda asing atau adanya proses
keganasan. Jenis pneumonia ini jarang terjadi pada bayi dan orang tua
dan sering pada pneumonia bakterial.
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia Interstitial
Infeksi parenkim
paru
PNEUMONIA
Produk toksik
Antigen
Hipertermi
Intoleransi Aktivitas
Energi
Metabolisme Keletihan
meningkat Sumber : NANDA, 2015
meningkat
6. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak
napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat
berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala
lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala
(Misnadiarly, 2008).
a. Batuk berdahak
e. Demam
f. Cyanosis (kebiru-biruan)
h. Sakit kepala
j. Sesak napas
k. Menggigil
l. Berkeringat
m. Lelah
n. Terkadang kulit menjadi lembab
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sudoyo, 2006 dalam buku ajar Ilmu Penyakit dalam menjelaskan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan di antaranya adalah :
a. Pemeriksaan radiologis
b. Pemeriksaan laboratorium
Leukosit umumnya menandai adanya infeksi bakteri, leukosit
normal/rendah dapat disebabakan oleh infeksi virus/mikroplasma atau
pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya
neutropenia pada infeksikuman gram negative atau S. aureus p ada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin
terganggu.
c. Pemeriksaan bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis,bronkoskopi, atau biosi.
Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri
Gin, Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada
sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan prnybab
infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya
d. Pemeriksaan khusus
Titer antibody terhadap virus,legionella dan mikroplasma. Nilai
diagnostic bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 ksli. Snalisis gas
darah dilakukan untukmenilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen
8. Penatalaksanaan
Menurut Jeremy, 2007 penatalaksanaan pada pasien pneumonia adalah
a. Terapi antibiotic
1) Inspeksi
2) Palpasi
3) Perkusi
4) Auskultasi
3) Circulation (Sirkulasi)
Pada pasien pneumonia didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum, denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya
normal, bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan, akral
pasien teraba hanngat karna akan adanya peningkatan suhu tubuh,
adanya diaphoresis dan pasien pada pasien juga bisa terjadi sianosis
c. Pemeriksaan diagnostik
2. Diagnosa Keperawatan
Perawat dalam menegakkan suatu diagnosa keperawatan harus
akurat. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan
Pneumonia terkait dengan kebutuhan oksigenasi menurut Amin (2015)
dan SDKI (2017) antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
dan obstruksi jalan nafas.
Batasan karakteristik :
1) Dyspneu
2) Orthopneu
3) Sianosis
4) Rales
5) Kesulitan berbicara
6) Batuk tidak efektif
7) Produksi sputum meningkat
8) Gelisah
9) Perubahan frekuensi dan irama nafas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Batasan karakteristik :
1) Dyspneu
2) Penggunaan otot bantu pernafasan
3) Fase ekspirasi memanjang
4) Pola nafas abnormal
5) Pernafasan cuping hidung
6) Kapasitas vital menurun
7) Tekanan ekspirasi-inspirasi menurun
8) Orthopneu
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan
efektif paru dan kerusakan membrane alveolar-kapiler.
Batasan karakteristik :
1) Dyspneu
2) Takikardi
3) Bunyi nafas tambahan
4) Sianosis
5) Diaforesis
6) Gelisah
7) Pernafasan cuping hidung
8) Pola nafas abnormal
9) Warna kulit pucat/kebiruan
10) Kesadaran menurun
11) PO2 menurun
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru
Batasan karakteristik :
1) Menyatakan nyeri
2) Perubahan tekanan darah
3) Perubahan frekuensi napas
4) Sikap melindungi area nyeri
5) Diaforesis
6) Mengekspresikan perilaku (mis :meringis, gelisah,
menangis)
e. Hipertermi yang berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum sekunder dari reaksi sistemis bakteria/virema
Batasan karakteristik :
1) Photo rontgen thoraks adanya pleuritis
2) Suhu di atas 37.5oC
3) Diaforesis intermiten
4) Leukosit di atas 10.000/mm3
5) Kultur sputum positif
f. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kerusakan
pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia
Batasan karakteristik :
1) Menyatakan sesak napas dan lelah saat aktivitas minimal
2) Diaphoresis
3) Takipnea
4) Takikardi
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Amin,2015 dan Mutaqqin 2014 intervensi yang dapat di
tegakkan di antaranya
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
dan obstruksi jalan nafas.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas agar efektif.
Kriteria hasil :
1) Irama nafas dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
2) Tidak ada suara nafas abnormal
3) Mampu mengeluarkan sekret
4) Tidak ada dyspneu
Rencana Tindakan :
1) Kaji fungsi pernafasan : bunyi nafas, kecepatan, irama,
kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional : Penurunan bunyi nafas indikasi atelectasis, ronki indikasi
akumulasi sekret atau ketidakmampuan membersihkan jalan nafas
sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernafasan meningkat.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret atau batuk
efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptysis.
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah
akibat kerusakan paru atau luka bronkial yang memerlukan evaluasi
/ intervensi lanjut.
3) Berikan pasien posisi semi atau fowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
4) Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan nafas dalam
Rasional : Ventilasi maksimal membuka area atelectasis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
5) Lakukan fisioterapi dada (postural drainage, clapping,
perkusi dan vibrasi)
Rasional : Meminimalkan dan mencegah sumbatan/obstrusi saluran
pernafasan.
6) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional : Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila
pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
7) Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali
kontraindikasi.
Rasional : Membantu mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan.
8) Bantu intubasi darurat bila perlu.
Rasional : Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik, dengan
edema laring atau perdarahan paru akut.
9) Berikan obat : agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid
sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
trakeabronkial, berguna jika terjadi hiposekmia pada kavitas yang
luas.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Tujuan :
Mempertahankan pola pernafasan agar kembali efektif.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada dyspnea
2) Tidak ada penafasan cuping hidung
3) Pola nafas normal
4) Tidak sesak nafas
Rencana Tindakan :
1) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu
pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas
yang berhubungan dengan atelectasis dan atau nyeri dada.
2) Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan
nafas/kegagalan pernafasan.
3) Tinggikan kepala dan atau bantu mengubah posisi fowler
atau semi fowler.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan
4) Kaji/awasi secara rutin kulit, kuku dan warna dan
perubahan yang terjadi pada membran mukosa bibir.
Rasional : Hipoksia akan dimanifestasikan dengan perubahan
membran mukosa bibir menjadi pucat/sianosis, kuku pucat dengan
CRT >3 detik
5) Observasi pola batuk dan karakter sekret
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi
4. Implementasi Keperawatan
Setelah perencanaan keperawatan, tahap selanjutnya adalah
implementasi keperawatan yang merupakan tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah dibuat
(Potter, 2009).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap akhir
perencanaan.
Evaluasi terbagi atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Perumusan evaluasi formatif meliputi empat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni :
S : subjektif (data berupa keluhan klien)
O : objektif (data hasil pemeriksaan)
A : analisis data (pembanding data tentang teori)
P : perencanaan.
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Ada tiga kemungkinan
kriteria hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan
yaitu :
a. Tujuan tercapai (jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditentukan)
b. Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian
tujuan (jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang
telah ditetapkan)
c. Tujuan tidak tercapai (jika klien hanya menunjukkan sedikit
perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul
masalah baru) (Potter, 2009).
Daftar Pustaka