Makalah Kwu
Makalah Kwu
Disusun oleh :
Gina Galih Pratiwi (1602014)
D3TP2A
Puji dan syukur atas kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Saya
juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing karena telah memberi
pemahaman sehingga saaya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Dan saya juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman semuanya karna telah membantu untuk
menyelesaikan makalah ini.
Oleh karena itu, makalah saya buat agar teman-teman semua tahu rencana rancangan
analisis usaha saya dan investasi usaha selain itu juga agar teman-teman tahu bagaimana cara
perhitungan dengan NVP, IRR, Net B/C Net Benefit Cost Ratio, PAY BACK PERIOD
(PBP), dan BREAK EVEN POINT (BEP).
Saya menyadari bahwa tulisan ini tidak sepenuhnya sempurna. Oleh karna itu, saya
memohon maaf atas kekurangan yang terdapat di dalam tulisan ini. Dan saya mengharapkan
saran dan kritik dari semua pihak agar saya mengetahui segala kekurangan yang terdapat di
dalam tulisan ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PEMBAHASAN
NPV merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan
menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain
merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada
saat ini. Untuk menghitung NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya
operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan.
Net Present Value (NPV) merupakan keuntungan bersih yang berupa nilai bersih sekarang
berdasarkan jumlah dari Present Value (PV). Rumus umum yang digunakan dalam
perhitungan NPV adalah:
Dimana:
i = diskon faktor
n = tahun (waktu)
Berikut ini merupakan hubungan antara nilai NPV dalam hubungannya dengan kelayakan
suatu proyek/usaha:
1
Kriteria Kesimpulan
NPV>0 Proyek/usaha layak untuk dilaksanakan
NPV=0 Proyek/usaha berada di dalam keadaan BEP
dimana TR = TC dalam bentuk persent value
NPV<0 Proyek/usaha tidak layak untuk dilaksanakan
IRR adalah suatu nilai petunjuk yang identik dengan seberapa besar suku bunga yang dapat
diberikan oleh investasi tersebut dibandingkan dengan suku bunga bank yang berlaku umum
(suku bunga pasar atau Minimum Attractive Rate of Return/MARR). Pada suku bunga IRR
akan diperoleh NPV=0, dengan kata lain bahwa IRR tersebut mengandung makna suku
bunga yang dapat diberikan investasi, yang akan memberikan NPV = 0. Syarat kelayakannya
yaitu apabila IRR> suku bunga MARR.
Menurut Gray et al (2007) IRR merupakan discount rate yang membuat NPV sama
dengan nol, tetapi tidak ada hubungannya sama sekali dengan discount 41 rate yang dihitung
berdasarkan data di luar proyek sebagai social opportunity cost of capital (SOCC)
yang berlaku umum di masyarakat (bunga deposito). Untuk menghitung IRR sebelumnya
harus dicari discount rate yang menghasilkan NPV positif, kemudian dicari
discount rate yang menghasilkan NPV negatif. Langkah selanjutnya adalah melakukan
interpolasi dengan rumus berikut:
Menurut Yacob Ibrahim, Internal Rate of Return atau IRR adalah suatu tingkat discount rate
yang menghasilkan NPV sama dengan 0. IRR memiliki tiga nilai yang masing-masing
memiliki arti terhadap kriteria investasi, yaitu:
1) IRR < SOCC, hal ini berarti bahwa usaha atau proyek tersebut tidak layak secara
finansial.
2) IRR = SOCC, hal ini juga berarti bahwa usaha atau proyek tersebut berada dalam
keadaan break even point.
2
3) IRR > SOCC, hal ini berarti bahwa usaha atau proyek tersebut layak secara finansial.
SOCC (Social Opportunity Cost of Capital) merupakan discount factor yang biasanya
digunakan sebagai acuan dalam perhitungan IRR, untuk menentukan layak tidaknya gagasan
usaha yang diajukan. SOCC berhubungan erat dengan IRR, yaitu jika IRR > SOCC usaha
dikatakan layak, jika IRR = SOCC maka usaha mencapai BEP, dan jika IRR < SOCC maka
usaha dikatakan tidak layak.
Net B/C merupakan nilai manfaat yang bisa didapatkan dari proyek atau usaha setiap kita
mengeluarkan biaya sebesar satu rupiah untuk proyek atau usaha tersebut. Net B/C
merupakan perbandingan antara NPV positif dengan NPV negatif. Nilai Net B/C memiliki
arti sebagai berikut:
1) Net B/C > 1, maka berarti proyek atau usaha layak dijalankan secara finansial.
2) Net B/C = 1, hal ini juga berarti bahwa usaha atau proyek tersebut berada dalam keadaan
break even point.
3) Net B/C < 1, maka berarti proyek atau usaha tidak layak dijalankan secara finansial.
Break Even Poin (BEP)adalah titik pulang pokok dimana TR (total pendapatan) =
TC (ongkos total), atau sebuah titik dimana biaya atau pengeluaran dan pendapatan adalah
seimbang sehingga tidak terdapat kerugian atau keuntungan. Hal tersebut dapat terjadi bila
perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup
untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Terjadinya BEP tergantung pada lama arus
penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan serta biaya
modal lainnya. BEP amatlah penting kalau kita membuat usaha agar kita tidak mengalami
kerugian, apa itu usaha jasa atau manufaktur.
4
BAB II
ANALISA PERHITUNGAN USAHA
Terdapat dua jenis analisis break even point yaitu berdasarkan quantity dan tarif yang
sudah ada sebelumnya.
TFC
𝐵𝐸𝑃𝑞 =
P − VCperunit
Dimana :
Besarnya biaya variabel perunit dapat dihitung dengan membagi total biaya
variabel dengan jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan (Q), yg dalam hal ini
Q diproxi oleh jumlah penumpang pada tiga bulan tersebut sebagaimana terdapat
pada persamaan 2. (Riyanto, 1999)
TVC
VCPerunit Q
Berdasarkan beberapa data fixed cost dan variable costyang terdapat pada tabel 1
yang disubstitusikan pada persamaan 2 diatas, maka nilai variabel cost perunit
dapat ditentukan sebagaimana terdapat pada tabel 2.
5
Tabel 1
Total Fixed Cost/ StandingCost dan Variable Cost
Jenis Biaya Biaya Bulan (Rupiah)
Januari Februari Maret
6
Tabel 2
Variabel Cost Perunit
Se
Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 1, dapat dihitung besarnya
7
FCperunit
𝐵𝐸𝑃𝑝 = 𝑉𝐶𝑝𝑒𝑟𝑢𝑛𝑖𝑡
1−
𝑃
Dimana :
FCPerunit = Fixed costdibagi quantity
P = Harga / Tarif
VCPerunit = Total Variable Cost dibagi quantity
Besarnya biaya tetap (fixed cost) perunit dapat dihitung dengan membagi total
biaya tetap dengan jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan (Q), yg dalam hal
ini Q diproxi oleh jumlah penumpang pada tiga bulan tersebut
Berdasarkan beberapa data fixed cost dan variable cost yang terdapat pada tabel 1
yang disubstitusikan pada persamaan 4, maka nilai fixed cost perunit selama
periode Januari sampai dengan Maret 2017 dapat ditentukan sebagaimana terdapat
pada tabel 3 berikut.
Tabel 3
Perhitungan Fixed Cost Perunit
Besarnya Break Event Point atas dasar nilai penjualan (BEPP) bulan
Januari adalah :
FCperunit
𝐵𝐸𝑃𝑝 = 𝑉𝐶𝑝𝑒𝑟𝑢𝑛𝑖𝑡
1−
𝑃
3.600
𝐵𝐸𝑃𝑝 = 1.061
1−
4.500
3.600
𝐵𝐸𝑃𝑝 =
1 − 0,24
8
BEPP = 4.736
Pada bulan Januari, titik impas terjadi pada saat nilai penjualan sebesar Rp 4.736,-
Besarnya Break Event Point atas dasar nilai penjualan (BEPP) bulan
Februari adalah :
FCperunit
𝐵𝐸𝑃𝑝 = 𝑉𝐶𝑝𝑒𝑟𝑢𝑛𝑖𝑡
1−
𝑃
7.710
𝐵𝐸𝑃𝑝 = 2.328
1−
4.500
7.710
𝐵𝐸𝑃𝑝 =
1 − 0,52
BEPP 16.062
Pada bulan Februari, titik impas terjadi pada saat nilai penjualan sebesar Rp 16.062
Besarnya Break Event Point atas dasar nilai penjualan (BEPP) bulan Maret
adalah :
FCperunit
𝐵𝐸𝑃𝑝 = 𝑉𝐶𝑝𝑒𝑟𝑢𝑛𝑖𝑡
1−
𝑃
9.352
𝐵𝐸𝑃𝑝 = 2.809
1−
4.500
9.352
𝐵𝐸𝑃𝑝 =
1 − 0,62
BEPP = 24.610
Pada bulan Maret, titik impas terjadi pada saat nilai penjualan sebesar Rp 24.610,-
Berdasarkan hasil pengolahan data keuangan bulan Januari 2014, dengan total
biaya tetap sebesar Rp. 868.497.015dan biaya variabel perunit sebesar Rp. 1.061,
jumlah tarif jasa angkut saat ini sebesar 4.500 hampir tidak mencapai kondisi break
even point jika jumlah pengguna jasa sebesar 241.208. Break even point baru akan
tercapai jika tarif yang dikenakan adalah sebesar Rp. 4.736. Jika ingin
mempertahankan penjualan tiket dengan tarif tetap Rp. 4.500, maka jumlah
pengguna jasa angkut tidak boleh kurang dari 252.543 orang, jika tidak, maka tidak
akan mencapai kondisi BEP.
9
Kenaikan total biaya tetap bulan Februari 2017 menjadi sebesar Rp. 1.621.902.614
dan biaya variabel perunit sebesar Rp. 2.173, menyebabkan tarif jasa angkut saat
ini sebesar 4.500 sangat jauh dari kondisi BEP jika jumlah pengguna jasa pada
bulan tersebut pun mengalami penurunan menjadi sebesar 210.370. Break even
point pada bulan Februari baru akan tercapai jika tarif yang dikenakan adalah
sebesar Rp. 16.062. Jika ingin mempertahankan penjualan tiket dengan tarif tetap
Rp. 4.500, maka jumlah pengguna jasa angkut tidak boleh kurang dari 746.389
orang, jika tidak, maka tidak akan mencapai kondisi BEP.
Kenaikan total biaya tetap bulan Maret 2017 menjadi sebesar Rp. 2.419.204.848
dan biaya variabel perunit sebesar Rp. 2.809 semakin mempersulit keadaan,
menyebabkan tarif jasa angkut saat ini sebesar 4.500 sangat jauh dari kondisi BEP.
Dengan jumlah pengguna jasa pada bulan tersebut sebesar 258.978 orang, break
even point pada bulan Maret akan tercapai jika tarif yang dikenakan adalah sebesar
Rp. 24.610. Jika ingin mempertahankan penjualan tiket dengan tarif tetap Rp.
4.500, maka jumlah pengguna jasa angkut.
tidak boleh kurang dari 1.430.636 orang. Sungguh suatu kondisi yang sangat tidak
memungkinkan dalam era persaingan global saat ini.
10
11