Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

SISTEM PERKEMIHAN

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI GLUMERULONEFRITIS

NAMA KELOMPOK:

1. RICA YUNITA SARI 1150015004


2. IKA DJATI ROSELINA 1150015022
3. ATIFATUR ROHMANIYAH 1150015046
SEMESTER 3 KELAS A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pengetahuan
sebagai sarana pendidikan ini, karena dengan ijinNyalah ringkasan makalah ini
dapat terselesaikan.
Walaupun makalah ini jauh dari kesempurnaan, namun sedikit dapat
menambah wawasan dan pengetahuan untuk terus berjuang mencapai
kesempurnaan yang mungkin membutuhkan perjuangan yang tiada henti-hentinya.
Maka dari itu besar harapan kami untuk masukan saran dan kritik guna
perbaikan dan kesempurnaan ringkasan makalah ini, sehingga dapat
menghantarkan para mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan sesuai
dengan tujuan pendidikan Nasional yang dicita-citakan.
Dan semoga kegiatan ini dapat mendorong minat belajar dan rasa ingin tahu
mahasiswa-mahasiswa lainnya untuk terus maju. Dan terimakasih pula kami
ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini.

Surabaya, 5 Oktober 2016


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap


akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis
yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan
utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.


Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2

Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di
rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak
pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3 Gejalanya dapat berupa mual-mual,
kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini
umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat
fatal.3

1.2. TUJUAN PENULISAN

Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui definisi, patogenesis,


gejala, tanda, diagnosis, penanganan, komplikasi serta prognosis dari
glomerulonefritis akut yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi, salah
satunya gagal ginjal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap


akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa (Buku
Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis
yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan
utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah
akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.

2. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan
infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907
dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi
skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan
meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten
selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.
Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi
mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman
streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut
yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan
fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-
laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh,
tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk
dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga
pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat
menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka
kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti
keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus.
3. Patofisiologi

Pe↑ produksi sel endatel

Infiltrasi leukosit

Penebalan membrane filtrasi glomerulus/ membrane basal

Kehilangan permukaan penyaringan

Ginjal membesar bengkak


kongesti

kumanSteeptococus A

Bertindak sebagai anti gen


Menstimulasi anti bodi bersikulasi

Cidera ginjal

4. Klasifikasi
A. Congenital (herediter)
 Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior.
Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal
ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal.
Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport.
Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria
mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita
infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari
sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak
pada awal umur sepuluh tahunan.
 Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala
proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi
beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada
hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai hematuria mikroskopis.
Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia,
hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom
nefrotik jenis lainnya.

B. Glomerulonefritis Primer
 Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan
gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasienmenunjukkan hematuria mikroskopik
dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut
dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan
gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai
riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.

 Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau
setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling
sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati
membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak
dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar
antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur
kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan
pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak
pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
 Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering
dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi.
Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan
hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya
didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya
olahraga dan imunisasi.

 Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab terseringadalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak
pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan
keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab
anasarka dan hipertensi.
5. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan non
glomerulus berdasarkan etiologi, histology, atau perubahan faal yang utama. Dari
segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi,
sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah
dapat membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal
masih sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti. Tanda utama kelainan
glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama seperti
misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari proteinuria
massif dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sebab.
6. Komplikasi
 Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria
atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
 Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema
otak.
 Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan
sajadisebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
 Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
7. Penatalaksanaan
 Istirahat selama 1-2 minggu
 Modifikasi diet.
 Pembatasan cairan dan natrium
 Pembatasan protein bila BUN meningkat.
 Antibiotika.
 Anti hipertensi
 Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
 Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal
atau hemodialisa.
 cairan tertahan di dalam tubuh
8. Prognosis I

Sebagian besar pasien akan sembuh sempurna (95 % kasus), tetapi 5%


diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat
dengan pembentukan kresen pada epitel glomerolus. Diuresis akan menjadi
normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya
sembab dan secara bertahap tekanan darah kembali normal. Fungsi ginjal
membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.
Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan
sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahan bertahun-tahun
pada sebagian bessar pasien. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang
glomerulonefritis akut baik.
BAB III
ASKEP GLOMERULONEFRITIS

a. Pengkajian
1. Biodata
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
2. Riwayat Penyakit
1. Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu, berhubungan
dengan penyakit sekarang. Contoh: ISPA
2. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi; keluhan/gangguan yang berhubungan
dengan penyakit saat ini. Seperti; mendadak nyeri abdomen, Pinggang, edema.
3. Pengkajian Fisik
1. Aktivitas/istirahat
- Gejala: kelemahan/malaise
- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
- Tanda: hipertensi, pucat,edema
3. Eliminasi
- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
- Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
- Tanda: penurunan keluaran urine
5. Pernafasan
- Gejala: nafas pendek
- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
4. Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan:
- Hb menurun ( 8-11 )
- Ureum dan serum kreatinin meningkat. ( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7
mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita = 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6
mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin: Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau 0,6-
1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl).
- Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin ⊕, Eritrosit ⊕, leukosit
⊕)
- Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
c. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan voleme cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
kelebihan dan retensi cairan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,
pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut
3. Kurang pengetahuan tentang kondisidan penanganan
4. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis

d. Rencana Intervensi dan Rasional

No Intervensi Rasional
DX I .1. Kaji status cairan : 1. pengkajian merupakan dasar
•Timbang berat badan tiap hari dan data dasar berkelanjutan
•Keseimbangan massukan dan untuk memantau perubahan dan
haluaran mengevaluasi intervensi
•Turgorr kulit dan adanya oedema
•Distensi vena leher
• Tekanan darah denyut dan irama
nadi 2. pembatasan cairan akan
2. Batasi masukan cairan menentukan berat tubuh ideal,
3. Identifikasi sumber potensial haluaran urin dan respon terhadap
cairan: terapi
Medikasi dan cairan yang 3. sumber kelebihan cairan yang
digunakan untuk pengobatan : oral tidak di ketahui dapat
dan intravena didentifikasi
Makanan 4. pemahaman meningkatkan
4. Jelaskan pada pasien dan kerja sama pasien dan keluarga
keluarga rasional pembatasan dalam pembatasan cairan
5. Bantu pasien dalam menghadapi 5. kenyamanan pasien
ketidaknyamanan akibat meningkatkan kepatuhan
pembatasan cairan terhadap pembatasan diet
6. Tingkatkan dan dorong hygiene 6. hygiene oral mengurangi
oral dan sering kekeringan mambran mukosa
mulut
DX II 1. Kaji status nutrisi : 1. Menyediakan data dasar untuk
oPerubahan berat badan memantau perubahan dan
oPengukuran antrometrik mengevaluasi
oNilai laboratorium (elektron intervensi
serum, BUN., kreatinin, protein,
transferin, dan kadar besi)
2. Kaji pola diet nutrisi pasien :
•Riwayat diet 2. Pola diet dahulu dan sekarang
•Makanan kesukaan dapat
•Hitung kalori di pertimbangkan dalam
3.Kaji foktor yang berperan dalam menyusun menu
merubah masukan nitrisi :
•Anoreksia, mual/muntah,
•Diet yang tidak menyenangkan 3. Menyediakan informasi
bagi pasien mengenai faktor lain yang dapat
•Depresi di ubah/dihilangkan
•Kurang memahami pembatasan untuk meningkatkan masukkan
diet diet
•Stomatitis
4. Menyediakan makanan
kesukaan pasien dalam batas –
batas diet 4. Mendorong peningkatan
5. Tingkatkan masukan protein masukkan diet
yang 5. Protein lengkap diberikan
mengandung nilai biologis tinggi untuk
seperti : mencapai keseimbangan nitrogen
telur, pruduk susu, daging, yang diperlukan untuk
6. Timbang berat badan tiap hari. pertumbuhan dan penyembuhan
6. Untuk memantau status cairan
dan nutrisi.
DX III 1. Jelskan fungsi renal dan 1. Pasien dapat belajar tentang
konsekuensi GNA GNA dan penanganan setelah
sesuai dengan tingkat pemehaman mereka siap untuk memahami
dan dan menerima diagnosis dan
kesiapan pasien untuk belajar konsekuensinya.
2. Bantu pasien untuk 2. Pasien dapat melihat bahwa
mengidentifikasi cara kehidupannya tidak harus
– cara untuk memahami berbagai berubah akibat penyakit
perubahan akibat penyakit dan 3. Pasien memiliki informasi
penanganan yang dapat di gunakan untuk
yang mempengaruhi hidupnya. klasifikasi selanjutnya
3. Sediakan informasi tertulis dirumah
maupun secara oral dengan tepat
tentang :
oFungsi dan kegagalan renal
oPembatasan cairan dan diet
oMedikasi
oMelaporkan masalah tanda dan
gejala
oJadwal tindak lanjut
oSumber di komunitas
oPilihan terapi
DX IV 1. Kaji faktor yang menimbulkan 1. Menyediakan informasi
keletihan: tentang
oAnemia indikasi tingkat keletihan
oKetidakseimbangan cairan dan 2. Meningkatkan aktivitas
elektrolit ringan/sedang dan memperbaiki
oRetensi produk sampah harga diri
oDepresi 3. Mendorong latihan dan
2. tingkatkan kemandirian dalam akrtivitas dalam batas – batas
aktivitas yang dapat
perawatan diri yang dapat di ditoleransi dan istirahatkan yang
toleransi, adekuat
bantu jika keletihan terjadi 4. Istirahat yang adekuat di
3. anjurkan aktivitas alternatif anjurkansetelah dialisis, yang
sambil istirahat bagi banyak pasien sangat
4. anjurkan untuk istirahat setelah melelahkan
dialisisinstruksi dasar untuk
penjelasan dan penyuluhan lebih
lanjut

e. Evaluasi
DX I :
1. Menunjukan perubahan - perubahan berat badan yang lambat
2. Mempertahankan pembatasan diet dan cairan
3. Menunjutkan turgo kulit normal tanpa oedema
4. Menunjukan tanda – tanda vital normal
5. Menunjukan tidak adanya distensi vena leher
6. Meloporkan adanya kemudahan dalam bernafas/tidak terjadi nafas pendek
7. Melakukan hyegiene oral dengan sering
8. Melakukan penurun rasa haus
9. Meloporkan berkurangnya kekeringan pada mambra mukosa mulut
DX II :
1. Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi
2. Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan diet
3. Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet
4. Mematuhi medikasi sesuai dengan jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak
menimbulkan rasa kenyang
5. Menjelaskan dengan kata – kata sendiri rasinal pembatasan diet dan hubungan
dengan kadar kreatinin dan urea
6. Mengkosulkan daftar makanan yang dapat direrima
7. Melaporkan peningkatan nafsu makan
8. Menunjukan tidak adanya perlambatan / penurunan berat badan yang tempat
9. Menunjykan turgor kulit yang normal/tanpa oedema, kadar albumin, plasma
dapat diterima

DX III :
1. Menytakan hubungan antara penyebab glomerulonephritis akut dan
konsekuensinya
2. Menjelaskan pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan regulasi
ginjal.
3. Mempertahankan hubungan GNA dengan kebutuhan penanganan menggunakan
kata – kata sendiri
4. Menanyakan tentang pilihan terapi yang merupakan petunjuk persiapan belajar
5. Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat mungkin
6. Menggukan informasi dan instruksi terrtulis untuk mengklasifikasikan
pertanyaan dan mencari informasi tambahan.
DX IV :
1. Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan
2. elaporkan rasa sejahtera
3. Melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian
4. Berpertisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih .
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu (infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada anak usia 3-7
thn dan pada anak pria lebih banyak. Penyakit sifilis,keracunan,penyakit
amiloid,trombosis vena renalis,purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju
endap darah meninggi, HB menurun pada pemeriksaan laboratorium. Pada
pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis
meninggi,hematuria makroskopik, albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder
leukosit,ureum dan kreatinin darah meningkat. Pada penyakit ini, klien harus
istirahat selama 1-2 minggu, diberikan penicilli, pemberian makanan rendah protein
dan bila anuria, maka ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan
adalah oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia.Diagnosa
keperawatan yang muncul antara lain: Kelebihan voleme cairan berhubungan
dengan penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan retensi cairan natrium.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,
pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut. Kurang pengetahuan
tentang kondisidan penanganan. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis. Ganggua harga diri b/d ketergantungan,
perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.

2. Saran
Seorang perawat haruslah mampu mengetahui pengertian dan penyebab dari
penyakit Glomerulonephritis Akut, serta mampu meningkatkan pelayanan
kesehatan terama pada penyakit GNA. Selain itujuga, perawat haruslah memahami
dan menjelaskan secara rinci mengenai tujuan medis, tata cara yang akan di lakukan
dan resiko yamg akan mungkin terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC

Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta :

EEC

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta : EEC

Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EEC

Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta :

Media Aesculapius. FKUI

http://www.scribd.com/doc/28835757/Askep-Glumorulonefritis

Anda mungkin juga menyukai