Referat Hellp Syndrome
Referat Hellp Syndrome
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
H : Hemolysis
EPIDEMIOLOGI
Insidens Sindrom HELLP pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 4-12% pada
preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup tinggi (24 %), serta
mortalitas perinatal antara 7,7%-60%. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan
kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.2,3
2
Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua
(rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP
(rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan
multipara. Penulis lain juga mempunyai observasi serupa. Sindrom ini biasanya muncul pada
trimester ketiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa
antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post
partum, saat terjadinya dalam waktu 48 jam pertama post partum.4
FAKTOR RISIKO
Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien muncul
pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa
post partum pada sekitar 31%. Pada masa post partum saat terjadinya khas, dalam waktu 48
jam pertama post partum. Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan
vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati.3,4
Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan kelainan
mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular serta jaringan
ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati
3
ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Penyebab sindrom HELLP
sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan
tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor
pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan
kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi
vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel.
Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeclampsia.2
1. Iskemia Plasenta.
Peningkatan deportasi sel tropoblast yang menyebabkan kegagalan invasi ke arteri
spiralis dan akan mengakibatkan iskemia pada plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun.
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada
arteri spiralis, dan terjadinya disfungsi endotel di picu oleh pembentukkan sitokin, enzim
proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetik Inpreting.
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal
atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung
pada genotip janin.
4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA (Toxicity Preventing
Activity).
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-
esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah,
pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar
akan menurunkan aktifitas antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL
terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan
muncul.
5
KLASIFIKASI
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama berdasarkan
jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP
parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada).
Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan
dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total
seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang parsial dapat diterapi
konservatif.6
• Kelas 1
Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Kelas 2
Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Klas 3
Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml
LDH ≥ 600 IU/l
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada
post partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya plasmaferesis. Sindrom HELLP
kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas
III.
6
PATOGENESIS
Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada
penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi.
Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir
dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya
terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik mikroangiopati
merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang
endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan hapusan darah tepi ditemukan spherocytes,
schistocytes, triangular cells dan burr cells. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder
akibat obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan
nekrosis periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom
subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran
histopatologik yang paling sering ditemukan.4,5
Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau destruksi trombosit.
Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari disseminated
intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi seperti waktu prothrombin
(PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal.
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya
HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan
jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31
minggu kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas
hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi
trombositopenia bisa menetap selama seminggu.6
MANIFESTASI KLINIK
Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi, dari
yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsi-eklampsi yang
tidak menderita sindrom HELLP.1
Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri epigastrium
atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain
7
bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise selama
beberapa hari sebelum timbul tanda lain.7
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan
akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin intravaskuler.
Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna dengan
oedem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160 mmHg,
diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian
Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah
diastolik 90 mmHg.6
Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi komplikasi yang fatal
pada kehamilan trimester ke tiga. Pada awalnya, perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar
dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah,
nyeri abdomen, dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan peningkatan
tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih besar. PT dan PTT
biasanva memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP. Pemeriksaan mikroskopik
hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular microvesicular fatty change
(steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran patognomonik AFLP. Penanganan AFLP
meliputi pengakhiran kehamilan segera, atasi hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.
DIAGNOSIS
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil laboratorium,
sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan sindroma HELLP semakin
berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan
trombositopeni.5
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah
(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Ada tanda dan gejala preeklampsia. Sampai
saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan parameter yang
digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan sindroma hellp lanjut, dimana morbiditas
dan mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi.
8
Hemolisis
-kelainan hapusan darah tepi
-total bilirubin >1,2 mg/dl
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Peningkatan fungsi hati
-serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
Temuan pathologis.4
• Erythrocyte : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi dapat dilihat
pada darah tepi.
• Thrombosit
9
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre eklampsia
penatalaksanaan pre eklampsia antara lain.4,5:
1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat,
hipoksia sampai kematian janin)
4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang memburuk yang
dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses kerusakan endotel juga
terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana
preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan
menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable mungkin.
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada
penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah
menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya kerusakan sel
eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar
bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar di¬refleksikan dari peningkatan
enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan
juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan
koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial tromboplastin
time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml
biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah
terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma hellp 4-
38%.
11
Terapi Medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan monitoring
kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/ml atau adanya tanda koagulopati
konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength
dexamethasone (double dose).7
Jika didapatkan kadar trombosit <100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml dengan
disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan
dexamethasone 10 mg IV tiap 12 jam. Pada post partum dexamethasone diberikan 10 mg IV tiap
12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg IV tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone dihentikan,
bila terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit >100.000/ml dan penurunan LDH serta
perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi trombosit, bila kada trombosit <50.000/ml dan antioksidan.7
Tabel 2. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi
kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35
minggu).
1) Menilai dan menstabilkan kondisi ibu
o Jika ada DIC, atasi koagulopati
o Profilaksis anti kejang dengan MgSO
o Terapi hipertensi berat
o Rujuk ke pusat ksehatan tersier
o Computerized tomography (CT scan) atau ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga
hematoma subkapsular hati
2) Evaluasi kesejahteraan janin
o Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)
o Profil biofisik
o USG
12
menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek
flushes (rasa panas) .7
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida. Pemberian
diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi
uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan
menurunkan berat janin.7
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan
darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai
adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126 mmHg.7
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah
apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah
diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah
diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat
bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni pemberian
diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin (apresoline)
injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan
reflex takikardia, peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta.
Obat antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker.
Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc
larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24
jam
Antihipertensi lini kedua
14
KOMPLIKASI
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25% berkomplikasi
serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress syndrome, kegagalan hepatorenal,
oedem paru, hematom subkapsular, dan rupture hati.Terhadap janin komplikasi yang dapat
terjadi yaitu kematian janin dalam rahim, kematian neonatus, lahir prematur dan nilai apgar yang
rendah. Risiko untuk terjadinya sindroam HELLP pada kehamilan berikutnya ± 14-27 %
sedangkan risiko untuk penderita PEB pada kehamilan berikutnya ± 43%..9
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi
intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan janin
terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan pernapasan (RDS). Kematian ibu
bersalin cukup tinggi yaitu 24 %. Penyebab kematian dapat berupa : kegagalan kardiopulmuner ,
gangguan pembuluh darah, perdarahan otak, rupture hepar, kegagalan organ multiple. Kematian
perinatal cukup tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan preterm.7,9
Angka kejadian DIC pada sindroma HELLP sekitar 15%. Hellegren dkk menggunakan
sistem skoring untuk mendiagnosis DIC sbb :
1. jumlah trombosit < 100 000
2. pemanjangan waktu protrombin ( 14 det) dan tromboplastin parsial ( 40
det)
3. kadar fibrinogen 300 mg/dl
4. fibrin split product + (>40 mg/L) atau D-Dimer ( 40 mg/L)
5. aktivitas anti-trombin III < 80 %
Bila didapat 3 kelainan tersebut adalah merupakan diagnosis DIC manifest dan jika
ditemukan 2 kelainan dicurigai suatu dugaan DIC. Menurut Sibai diagnosis DIC jika didapatkan
trombositopeni, fibrinogen < 300, FDP > 40 ug/dl. (Peningkatan trhombin time) .10 .
PROGNOSIS
Kematian ibu bersalin pada sindrom HELLP cukup tinggi yaitu 24%. Penyebab kematian
dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, rupture
hepar, dan kegagalan organ multiple.7
Nyaris tidak diragukan lagi bahwa perempuan yang mengalami preeclampsia dengan
komplikasi sindrom HELLP memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan mereka yang
16
tidak mengalami komplikasi ini. Dalam ulasan mereka terhadap 693 perempuan dengan sindrom
HELLP, Keisser dkk (2009), melaporkan 10 persen diantaranya mengalami eklampsia. Sep
dkk,(2009) juga mengambarkan risiko komplikasi yang meningkat secara bermakna pada
perempuan dengan sindrom HELLP dibandingkan dengan perempuan yang mengalami
preeclampsia saja. Komplikasi-komplikasi yang mereka laporkan melliputi eklampsia 15 persen,
persalinan kurang bulan 93 vs 78 persen, dan angka kematian perinatal 9-4%.7
17
KESIMPULAN
1. Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang ditandai dengan hipertensi, edema dan
proteinuria. Pada penderita preeklampsia, Sindroma HELLP merupakan suatu gambaran
adanya Hemolisis (H), Peningkatan enzim hati (Elevated Liver Enzym-EL), dan
trombositopeni (Low Platelets-LP). Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan
kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan. Keadaan ini
merupakan salah satu komplikasi dari preeklamsia de¬ngan faktor risiko partus preterm,
hambatan pertumbuhan janin, serta partus per¬abdominam.
2. Faktor resiko terjadinya pre eklampsia antara lain: Usia, Paritas, Ras atau golongan etnik,
faktor keturunan, faktor gen, diet atau gizi, iklim atau musim, tingkah laku,
sosioekonomi, dan hiperplasentosis.
3. Diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter laboratorium, dan parameter
yang digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan sindroma hellp lanjut, dimana
morbiditas dan mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi.
4. Prioritas pertama penangan sindrom adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu,
khususnya kelainan pembekuan darah. Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis
MgSO untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Langkah selanjutnya
ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau
profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir,
harus diputuskan apakah perlu segera mengakhir i kehamilan.
18
DAFTAR PUSTAKA
HELLP SYNDROME
OLEH :
K1A109067
PEMBIMBING:
FAKULTAS KEDOKTERAN
KENDARI
2015