Anda di halaman 1dari 24

Presentasi Kasus

KATARAK KONGENITAL

Oleh:
RANDA ANDIKA
0907101050009

Pembimbing:
dr. Firdalena Meutia, M.Kes, SpM

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2014

0
BAB I
PENDAHULUAN

Katarak adalah kekeruhan pada lensa sehingga cahaya sulit mencapai


retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. 1 Katarak
kongenital adalah perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul
pada saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir. Katarak jenis ini dapat
terjadi bilateral maupun unilateral. Penyebab paling umum adalah mutasi genetik,
biasanya autosomal dominan (AD), penyebab lain termasuk oleh kelainan
kromosom, kelainan metabolik, infeksi intraurin atau gangguan penyakit maternal
selama masa kehamilan.2
Katarak kongenital terjadi pada sekitar 3 pada 10 000 kelahiran hidup.2
Penelitian di Inggris didapatkan hasil bahwa insidensi dari katarak kongenital dan
infantil tertinggi pada tahun pertama kehidupan, yaitu 2,49 per 10.000 anak.
Insidensi katarak bilateral lebih tinggi jika dibandingkan yang unilateral, akan
tetapi tidak dapat dibedakan oleh jenis kelamin dan tempat.3
Katarak kongenital harus segera mendapatkan intervensi. Tanpa intervensi
yang segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya “mata malas” atau
ambliopia. Keadaan ambliopia ini kemudian memicu masalah lain seperti
nistagmus, strabismus, dan ketidakmampuan untuk menyempurnakan gambaran
terhadap objek. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan belajar,
kepribadian, dan penampilan, lebih jauh lagi mempengaruhi seluruh kehidupan
anak.4 Mengingat pentingnya pengetahuan tentang katarak kongenital ini maka
hendaknya penulisan referat ini dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca
tentang definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi dan prognosis. Sehingga dapat membantu memberi petunjuk dalam
penatalaksanaan katarak kongenital untuk mencegah terjadinya penanganan yang
tidak tepat dan berakibat fatal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
A. LENSA
1. Anatomi lensa
Lensa mata berbentuk bikonveks, avaskuler, transparan, dengan diameter
9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan
nukleus. Anterior lensa berhubungan dengan humor aqueous, ke posterior
berhubungan dengan corpus vitreus. Di posterior iris, lensa digantung pada
prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang
melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan corpus siliare.
Zonula Zinii berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare.
Zonula Zinii melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian
anterior dan 1,25 pada bagian posterior.5

Gambar 1. Anatomi mata5

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada


permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai
membran semipermeabel, yang dapat dilewati air dan elektrolit sebagai sumber
nutrisi. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator. Epitel
subkapsuler ini berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal
dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid.5,6
Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-
lamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi,

2
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus
dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat
mengandung inti yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator,
yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan
di bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan
persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan
slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang
terbalik).5

Gambar 2. Struktur lensa7

Gambar 3. Sutura Y7
Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water

3
soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang
terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam
water insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain. Pada lensa tidak terdapat serat nyeri,
pembuluh darah atau saraf.5

Gambar 4. Biokimia lensa7

2. Embriologi lensa
Mata berasal dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensanya berasal dari
ektoderm permukaan pada tempat lensplate, yang kemudian mengalami invaginasi
dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan membentuk vesikel lensa dan
bebas terletak di dalam batas-batas dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa
terlepas dari permukaan ektoderm, maka sel-sel bagian posterior memanjang dan
menutupi bagian yang kosong. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan oleh
sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan
tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan ke belakang
di bawah kapsula lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura
lentis, yang berbentuk huruf Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di
posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan fetal. Inilah
yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan nukleus.
Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama
hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-
lambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut dengan disusul oleh
proses sklerosis.6

4
Gambar 5. Nukleus dan korteks lensa7

3. Fisiologi lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya
hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan
sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut
akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama
kurvatura anterior.6
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris
relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior
lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi
lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara
korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina
dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan
refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.5

Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur
karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung,
jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak
di tempatnya.8 Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang
dewasa lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis

5
bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara
perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana
nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa
menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan
tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka sebagai
katarak. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang
Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.5

B. KATARAK KONGENITAL
1. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan
Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat keduanya.
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun. 8 Sebuah katarak disebut
kongenital bila ada saat lahir, atau dikenal juga sebagai “infantile cataract” jika
berkembang pada usia 6 bulan setelah lahir.9
2. Epidemiologi
a. Frekuensi
Di Indonesia belum data mengenai insiden katarak kongenital, namun di
Amerika Serikat insiden katarak kongenital adalah 1,2-6 kasus per 10.000
kelahiran. Insiden katarak secara internasional belum diketahui. Meskipun WHO
dan organisasi kesehatan yang lain membuat resolusi yang luar biasa dalam
vaksinasi dan pencegahan penyakit, angka rata-rata katarak kongenital mungkin
lebih tinggi di bawah negara berkembang.5,10
b. Mortalitas/Morbiditas10
Mordibitas penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi,
ambliopia refaksi, glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan),
danretinal detachment. Penyakit metabolik dan sistemik ditemukan sebanyak 60%
pada katarak bilateral. Katarak kongenital umumnya menyertai pada retardasi
mental, tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung dan gejala sistemik.

6
c. Umur10
Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru lahir.

3. Etiologi
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama
membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan. Ada
banyak alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain:5,11
1) Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau
sistemik) seperti autosomal dominant inheritance.
2) Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom
multisistem.
 Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.
 Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,
Myotonicdystrophy.
 Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.
 Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.
 Kelainan mandibulo-fasial seperti Nance-Horan cataract-dental
syndrome.
 Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, incontinentia pigmenti.
3) Infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex,
sifilis, poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil.
4) Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A
5) Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti X-rays
6) Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan dan galaktosemia.
7) Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak
diketahui penyebabnya.

4. Klasifikasi2
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting, karena
dapat menunjukkan etiologi kemungkinan, diwariskan dan efek pada penglihatan.
Adapun klasifikasi berdasarkan morfologi adalah sebagai berikut:
a. Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa embrio atau
janin. Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan berbentuk
serbuk/seperti debu (Gambar 6A). Berhubungan dengan mikrophthalmos.
b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik anterior dan
posterior (Gambar 6B) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan ekstensi
radial (Gambar 6C). Katarak lamellar mungkin AD, terjadi pada bayi dengan
gangguan metabolik dan infeksi intrauterin.

7
c. Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam dan
mengelilingi inti seperti mahkota (Gambar 6D). Biasanya sporadis dan hanya
sesekali yang bersifat herediter.
d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea - Gambar 6E) yang umum dan
tidak berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.
e. Katarak sutura, di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior atau posterior.
(Gambar 6F).
f. Katarak polaris anterior (Gambar 7A), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior
(katarak piramidal - Gambar 7B). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh
daerah katarak kortikal dan dapat mempengaruhi penglihatan. Berhubungan
dengan katarak polaris anterior termasuk membran pupil persisten (Gambar
7C), aniridia, anomali Peters dan lenticonus anterior.
g. Katarak polaris posterior (Gambar 7D) kadang-kadang berhubungan dengan
sisa-sisa hyaloid persisten (Mittendorf dot), lenticonus posterior dan vitreous
primer hiperplastik persisten.
h. Katarak central oil droplet (Gambar 7E), khas pada galaktosemia.
i. Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan Hallermann-Streiff-
François sindrom. Terjadi ketika bahan lentikular sebagian atau seluruhnya
menyerap kembali meninggalkan sisa kapur putih-materi lensa yang terjepit di
antara kapsul anterior dan posterior (Gambar 7F).

8
Gambar 6. Morfologi katarak kongenital2

9
Gambar 7. Morfologi katarak kongenital2

5. Diagnosis
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria, penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa,
karena tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini
disebut strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa
fokus dengan baik.12 Pemeriksaan mata secara menyeluruh dapat menegakkan
diagnosis dini katarak kongenital. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan
alat khusus dan tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya

10
berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan
di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus.
Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata tidak hanya melihat
adanya katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam
rahim dan jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus
direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Bila
fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.3
Pada katarak kongenital, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan seperti
hitung jenis darah, titer TORCH, tes reduksi urin, red cell galactokinase,
pemeriksaan urin asam amino, kalsium dan fosfor. Pemeriksaan darah dan
rontgen perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan penyebab.10

6. Penatalaksanaan2
Pertimbangan waktu sangat penting dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Katarak total bilateral memerlukan operasi awal ketika usia anak 4-6
minggu untuk mencegah penurunan perkembangan stimulus ambliopia.
Jika kelainan asimetris yang sudah berat, mata dengan katarak harus
ditangani terlebih dahulu.
2. Katarak parsial bilateral mungkin tidak memerlukan pembedahan. Dalam
kasus yang meragukan, mungkin lebih bijaksana untuk menunda operasi,
kekeruhan lensa dan fungsi visual dimonitor dan dilakukan intervensi
nanti jika penglihatan memburuk.
3. Katarak total unilateral harus dioperasi segera (mungkin dalam hitungan
hari) diikuti oleh terapi anti-amblyopia agresif, meskipun yang hasilnya
sering minimal. Waktu intervensi harus seimbang dengan saran bahwa
intervensi dini (<4 minggu) dapat menyebabkan peningkatan risiko
glaukoma sekunder berikutnya. Jika katarak terdeteksi setelah usia 16
minggu maka prognosis penglihatan sangat minimal.
4. Katarak parsial unilateral biasanya dapat diamati atau diperlakukan secara
non-pembedahan dengan dilatasi pupil dan mungkin oklusi kontralateral
untuk mencegah ambliopia.
5. Pembedahan yang melibatkan capsulorhexis anterior, aspirasi materi lensa,
capsulorhexis dari kapsul posterior, terbatas pada anterior vitrektomi dan

11
implantasi IOL, jika sesuai. Hal ini penting untuk memperbaiki kesalahan
bias terkait.

a. Rehabilitasi optikal setelah operasi


Pemilihan optical device untuk koreksi aphakia tergantung pada beberapa
faktor. Kacamata merupakan metoda yang paling aman, mudah diatur sesuai
pertumbuhan tetapi tidak ideal pada kasus aphakia monokular.
1. Lensa kontak merupakan metode yang paling popular pada kasus aphakia
monokular tetapi mempunyai resiko tinggi untuk mengalami infeksi mata
dan ulkus kornea. Meskipun kesulitan teknis melakukan operasi katarak
pada bayi dan anak-anak sebagian besar telah diselesaikan, hasil visual
yang terhambat oleh amblyopia. Sehubungan dengan koreksi optik untuk
anak aphakic, dua pertimbangan utama adalah usia dan laterality dari
aphakia. Kacamata berguna untuk anak-anak dengan aphakia bilateral.
2. Lensa kontak memberikan solusi optik superior untuk aphakia baik
unilateral dan bilateral. Toleransi biasanya wajar sampai usia sekitar 2
tahun, meskipun setelah ini masalah periode dengan kepatuhan dapat
berkembang sebagai anak menjadi lebih aktif dan mandiri.
3. IOL implantasi semakin banyak dilakukan pada anak-anak muda dan
tampaknya efektif dan aman dalam kasus-kasus dipilih. Kesadaran laju
pergeseran rabun yang terjadi di mata berkembang, dikombinasikan
dengan biometri akurat, memungkinkan perhitungan kekuatan IOL
ditargetkan pada awal hypermetropia (diperbaiki dengan kacamata) yang
idealnya akan membusuk menuju emmetropia di kemudian hari. Namun,
refraksi akhir adalah variabel dan emetropia di masa dewasa tidak dapat
dijamin.
4. Oklusi untuk mengobati atau mencegah ambliopia sangat penting. Atropin
hukuman juga dapat dipertimbangkan.

b. Perawatan pasca operasi


 Terapi medis
Jika seluruh korteks dapat diangkat maka inflamasi setelah operasi
tanpa IOL, biasanya ringan sehingga dapat diberikan antibiotik topikal dan
steroid topikal sekitar 2 minggu. Pada kasus aphakia, pemberian midriasis
dilanjutkan beberapa minggu menggunakan atropin atau agen lainnya.

12
Steroid topikal diberikan lebih agresif pada pemasangan IOL dan steroid
oral diberikan bila heavy pigmented irides.
 Manajemen ambliopia
Terapi ambliopia penting dilakukan secepat mungkin setelah
operasi. Pada pasien aphakia, kacamata atau lensa kontak diberikan 1
minggu setelah operasi. Patching diindikasikan pada kasus katarak
unilateral atau katarak bilateral dimana ditutup mata yang lebih baik. Part
time occlusion pada neonatus untuk merangsang penglihatan binokular dan
menghambat strabismus. Regimen yang popular : jumlah jam mata ditutup
sesuai dengan usia anak dalam bulan. Misalnya mata ditutup 1 jam pada
usia 1 bulan setiap hari. Maksimal 8 jam pada usia 8 bulan.
 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi katarak berbeda
antara anak dan dewasa. Retina detachment, makular edema dan
abnormalitas kornea jarang pada anak-anak. Angka kejadian infeksi dan
perdarahan sama antara anak dan dewasa. Glaukoma pada anak-anak
aphakia dapat terjadi beberapa tahun kemudian.

7. Komplikasi
Tanpa intervensi yang segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya
“mata malas” atau ambliopia. Keadaan ambliopia ini kemudian memicu masalah
lain seperti nistagmus, strabismus, dan ketidakmampuan untuk menyempurnakan
gambaran terhadap objek. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan belajar,
kepribadian, dan penampilan, lebih jauh lagi mempengaruhi seluruh kehidupan
anak.4 Ambliopia yang terjadi dapat berupa ambliopia sensoris (ambliopia ex
anopsia) akibat makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan dan
ambliopia eksanopia akibat kerusakan permanen pada saraf penglihatan. 14 Operasi
katarak pada anak-anak memiliki komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan pada
orang dewasa. Komplikasi pasca operasi adalah sebagai berikut:2
1. Kekeruhan capsular posterior hampir menyeluruh jika kapsul posterior masih
dipertahankan pada anak di bawah usia 6 tahun. Hal ini juga lebih penting

13
pada anak-anak karena efek ambliogeniknya. Insiden kekeruhan berkurang
saat capsulorhexis posterior dikombinasikan dengan vitrektomi.
2. Membran sekunder dapat terbentuk di seluruh pupil, terutama di
microphthalmic mata atau dengan uveitis kronis. Pada uveitis pasca operasi
fibrinosa di mata dinyatakan normal, kecuali jika diobati dengan agresif, juga
dapat mengakibatkan pembentukan membran.
3. Proliferasi epitel lensa bersifat universal tetapi biasanya penglihatan tidak
konsekuen, karena tidak melibatkan sumbu visual. Dan dapat berupa sisa-sisa
kapsul anterior dan posterior dan disebut sebagai cincin Soemmerring.
4. Glaukoma akhirnya berkembang pada sekitar 20% dari mata.
 Closed-angle glaucoma dapat terjadi pada periode pasca operasi segera di
mata microphthalmic sekunder karena terdapat penyumbatan pupil.
 Secondary open-angle galucoma dapat berkembang bertahun-tahun
setelah operasi awal, karena itu penting untuk memantau tekanan
intraokular jangka panjang.
5. Ablasio retina merupakan komplikasi yang jarang terjadi dan biasanya
terlambat.

8. Prognosis
Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak
(unilateral/bilateral, total/parsial), ada tidaknya kelainan mata yang menyertai
katarak, tindakan operasi (waktu, teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca
operasi.2 Dengan menggunakan teknik-teknik bedah canggih saat ini, penyulit
intra-operasi dan pasca-operasi serupa dengan yang terjadi pada tindakan untuk
katarak dewasa. Dengan pengalaman, ahli bedah katarak anak-anak dapat
mengharapkan hasil teknik yang baik pada lebih dari 90 % kasus. Koreksi optik
sangat penting bagi bayi dan memerlukan usaha besar oleh ahli bedah dan orang
tua pasien. Koreksi tersebut dapat berupa kacamata untuk anak-anak harus diikuti
dengan koreksi lensa kontak. Epikeratofakia tampaknya memberi harapan untuk
mengkoreksi afakia pada pasien pediatrik yang tidak dapat mentoleransi lensa
kontak.5
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman

14
penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.5
Hasil pembedahan katarak kongenital biasanya kurang memuaskan, karena
banyak penyulit pembedahan atau adanya kelainan-kelainan kongenital lainnya di
mata yang menyertainya. Pada monokular katarak yang dibedah dini disertai
dengan pemberian lensa kontak segera akan menghindari gangguan
perkembangan penglihatan, maka sebaiknya katarak kongenital dilakukan
pembedahan sebelum bayi berusia 4 bulan. Pada bayi pemakaian lensa kontak
masih merupakan masalah. Pembedahan katarak kongenital sesudah berusia 4
bulan biasanya tidak efektif lagi. Beberapa ahli mengatakan waktu yang optimum
untuk pembedahan katarak adalah antara enam minggu hingga tiga bulan sejak
kelahiran bayi.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : AR

Umur : 4 tahun

15
Jenis Kelamin : Laki-laki

No.Cm : 1-02-46-24

Alamat : Johan Pahlawan, Aceh Barat

Pekerjaan : Belum Sekolah

Tanggal Pemeriksaan : 5 November 2014

3.2 Anamnesis

 Keluhan Utama : Pandangan kabur dan seperti berasap


 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUDZA dibawa oleh keluarganya dengan keluhan
pandangan kabur dan seperti berasap pada mata kanan dan mata kiri sejak
kecil. Pasien juga mengeluhkan sangat silau jika melihat cahaya. Riwayat
penyakit jantung (-), DM(-).

 Riwayat Penyakit Dahulu: Disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga: Ayah pasien pernah mengalami luka pada


kedua mata sejak SMP dibawa ke dukun dan diberi obat dari getah daun-
daunan bukan malah sembuh melainkan kedua mata jadi tidak dapat
melihat. Ibu pasien merupakan bawaan katarak sejak lahir.

 Riwayat Pengobatan: Disangkal

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
1. Status Oftalmologis
5/11/2014
OD (Mata Kanan) Penilaian OS (Mata Kiri)

Sulit dinilai Visus Sulit dinilai

16
Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia

Gerakan Bola Mata

Normal Normal

Hiperemis (-), edema (-) Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-)

Hiperemis (-), edema (-) Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema, (-)

Conjungtiva Tarsal
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Superior

Conjungtiva Tarsal
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Inferior

Hiperemis (-) Conjungtiva Bulbi Hiperemis (-)

Jernih Kornea Jernih

Cukup COA Cukup

RCL (+), RCTL (+), RCL (+), RCTL (+),


Pupil
Bulat, Isokor Bulat, Isokor

Jelas Iris Jelas

Keruh Lensa Keruh

6/11/2014

OD (Mata Kanan) Penilaian OS (Mata Kiri)

Sulit dinilai Visus Sulit dinilai

Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia

Gerakan Bola Mata

17
Normal Normal

Hiperemis (-), edema (-) Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-)

Hiperemis (-), edema (-) Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema, (-)

Conjungtiva Tarsal
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Superior

Conjungtiva Tarsal
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Inferior

Hiperemis (-) Conjungtiva Bulbi Hiperemis (-)

Jernih Kornea Jernih

Cukup COA Cukup

RCL (+), RCTL (+), RCL (+), RCTL (+),


Pupil
Bulat, Isokor Bulat, Isokor

Jelas Iris Jelas

Jernih, IOL (+) Lensa Jernih, IOL (+)

7/11/2014

OD (Mata Kanan) Penilaian OS (Mata Kiri)

Sulit dinilai Visus Sulit dinilai

Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia

Gerakan Bola Mata

18
Normal Normal

Hiperemis (-), edema (-) Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-)

Hiperemis (-), edema (-) Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema, (-)

Conjungtiva Tarsal
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Superior

Conjungtiva Tarsal
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Inferior

Hiperemis (+) Conjungtiva Bulbi Hiperemis (+)

Jernih Kornea Jernih

Cukup COA Cukup

RCL (+), RCTL (+), RCL (+), RCTL (+),


Pupil
Bulat, Isokor Bulat, Isokor

Jelas Iris Jelas

Jernih, IOL (+) Lensa Jernih, IOL (+)

3.4 Diagnosa
Katarak kongenital ODS

3.5 Terapi
 Medikamentosa sesudah operasi:
- Amoxycilin syr 3 x cth I
- Paracetamol syr 3 x cth I
- Cendo floxa 6 x 1 tetes
- Cendo noncort 6 x 1 tetes

3.6 Prognosis

19
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

3.7 Gambar Sebelum Operasi

3.8 Gambar Sesudah Operasi

20
3.9 Gambar Kedua Mata Ibu Pasien

3.10 Gambar Kedua Mata Ayah Pasien

21
BAB IV
PENUTUP

Katarak kongenital didefinisikan sebagai katarak yang mulai terjadi


sebelum atau segera setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu
tahun. Katarak kongenital disebabkan oleh berbagai hal, seperti herediter,
herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom multisistem,
infeksi, obat-obatan prenatal, radiasi ion prenatal, kelainan metabolik dan
idiopatik. Berdasarkan morfologi katarak diklasifikasikan atas, katarak nuclear,
lamellar, supranuclear, blue dot, sutura, polaris anterior, polaris posterior, central
oil droplet dan membranosa.
Gejala-gejala pada katarak kongenital dapat berupa silau, leukokoria,
penglihatan berkurang dan strabismus. Intervensi katarak kongenital meliputi
bedah dan non bedah., tergantung pada jenis katarak. Komplikasi berupa
ambliopia, nistagmus, strabismus. Prognosis visus tergantung dari age of onset,
jenis katarak, ada tidaknya kelainan mata yang menyertai katarak, tindakan
operasi (waktu, teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca operasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Katarak, Jakarta Eye Center, Thursday, 5 June 2004. Tersedia dalam:


www.infomedika.com
2. Kanski JJ Bowling B. Congenital Cataract in Clinical Ophthalmology A
Systematic Approach Seventh Edition. UK : Elsevier. 2011.303.
3. Jugnoo S. R., Carol D. and for the British Congenital Cataract Interest Group,
Measuring and Interpreting the Incidence of Congenital Ocular Anomalies:
Lessons from a National Study of Congenital Cataract in the UK(Investigative
Ophthalmology and Visual Science. 2001;42:1444-1448.). Available from:
www.iovs.org/misc/terms.shtml
4. Katarak kongenital. Tersedia dalam: http://www.perdami.or.id/?
page=content.view&alias=custom_88
5. Vaughan DG, Asbury T, Riorda P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Idya Medika
Jakarta : 2000.175-184.
6. Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Abadi Tegal. Jakarta : 1993.
190-196.
7. Aminah, Hamzah. Anatomi dan fisiologi lensa. Diunduh dari:
http://perdamisulsel.org/dokumen/Sari%20Pustaka%20-%20Anatomi
%20Lensa,%20Aminah,%20Hamzah.pdf
8. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007. 201-204.
9. RNIB. 2012. Congenital cataract. Available
from:http://www.rnib.org.uk/eyehealth/eyeconditions/conditionsac/Pages/cong
enital_cataracts.aspx
10. Boshour M, et al. 2012. Congenital cataract. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1210837-followup#showall
11. Fecoretta C, et al. 2012. Congenital cataract. Available
from:http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/eye_defects_and_
conditions_in_children/congenital_cataract.html
12. Fact sheet congenital cataracts . Downloaded from:
http://kidshealth.schn.health.nsw.gov.au/sites/kidshealth.chw.edu.au/files/fact-
sheets/pdf/congenital-cataracts.pdf
13. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-2. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000.146.

23

Anda mungkin juga menyukai