“Abnormalitas Kromosom”
Mahasiswa
Erik Angga Saputra
D151170041
DEPARTEMEN
ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
“Abnormalitas Kromosom Yang Berhubungan Dengan Reproduksi”
1. Pengertian Kromosom
3. Struktur Kromosom
Struktur kromosom dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
sentromer dan bagian lengan.
1. Sentromer
Sentromer merupakan bagian kepala kromosom berbentuk bulat yang
merupakan pusat kromosom dan membagi kromosom menjadi dua lengan.
Bagian ini merupakan daerah penyempitan pertama pada kromosom yang
khusus dan tetap. Daerah ini disebut juga kinetokor atau tempat melekatnya
benang-benang gelendong (spindle fober). Elemen-elemen ini berfungsi untuk
menggerakkan kromosom selama mitosis atau sebagian dari mitosis.
Pembelahan sentromer ini akan memulai gerakan kromatid pada masa anafase.
Dan Sentromer merupakan salah satu bagian dari kromosom yang berfungsi
untuk melekatkan kromosom pada benang spindel pembelahan sehingga
dapat bergerak dari bidang ekuator ke arah kutub masing-masing.
2. Lengan
Bagian lengan ini merupakan bagian badan utama kromosom yang
mengandung kromosom dan gen. Umumnya jumlah lengan pada kromosom dua,
tetapi ada juga beberapa yang hanya berjumlah satu. Lengan dibungkus oleh
selaput tipis dan di dalamnya terdapat matriks yang berisi cairan bening yang
mengisi seluruh bagian lengan. Cairan ini mengandung benang-benang halus
berpilin yang disebut kromonema. Bagian kromonema yang mengalami
pembelahan disebut kromomer yang berfungsi untuk membawa sifat keturunan
sehingga disebut sebagai lokus gen serta kromomer merupakan bahan protein
yang mengendap di dalam kromonemata. Kromonemata pita berbentuk spiral
dalam kromosom dan lekukan kedua pangkal dari kromonemata. Fungsi lekukan
kedua adalah tempat terbentuknya nukleolus. Pada bagian ujung kromosom
terdapat suatu tambahan yang disebut satelit, satelit merupakan tambahan pada
ujung kromosom. Sentromer adalah bagian kromosom yang menyempit dan
berwarna terang, membagi 2 bagian lengan kromosom juga merupakan
kromonemata yang berbentuk lurus. Pada sentromer terdapat kinetokor, yaitu
suatu protein struktural yang berperan dalam pergerakan kromosom selama
berlangsungnya pembelahan sel. Kinetokor merupakan tonjolan dekat sentromer
yang berfungsi untuk melekat pada benang spindel (Mader, Silvia, 1995)
Secara umum sebuah kromosom terdiri atas bagian-bagian
kromonema, kromorner, sentromer, lekukan kedua, telomer, dan satelit.
Struktur kromosom yaitu:
a. Kromonema berupa pita spiral yang terdapat penebalan.
b. Kromomer adalah penebalan-penebalan pada kromonema. Di dalam
kromomer terdapat protein yang mengandung molekul DNA.
Berfungsi sebagai pembawa sifat keturunan sehingga disebut
sebagailokus gen.
c. Sentromer adalah bagian kromosom yang menyempit dan tampak
lebih terang. Di dalam sentromer terdapat granula kecil yang
disebutsferus.
d. Telomer adalah bagian ujung-ujung kromosom yang menghalang-
halangi bersambungnya ujung kromosom yang satu dengan
kromosom yang lain.
e. Satelit adalah suatu tambahan atau tonjolan yang terdapat pada ujung
kromosom. Tidak semua kromosom mempunyai satelit (Suryo, 1994).
Bahan penyusun kromosom adalah kromatin. Bagian dari kromosom
yang tidak padat dan membawa gen-gen disebut eukromatin, sedang bagian
lainnya yang tetap padat disebut heterokromatin. Dengan pembesaran yang
kuat lengan kromosom memperlihatkan bahwa kromomer tampak seperti
manik-manik yang berjajar rapat. Kromomer ini sebagai bahan nukleoprotein
yang mengendap. Protein penyusun kromosom ada dua macam yaitu
proteinhiston yang bersifat basa dan non histon yang bersifat asam. Protein
histon dan non histon ini berfungsi untuk menggulung benang kromosom
menjadi padat dan berperan sebagai enzim pengganda DNA dan
pengkopian DNA menjadi RNA. Gambaran struktur kromosom ini dapat
dilihat pada gambar 2.1. Kromosom yang terdiri dari dua kromatid serupa
mempunyai lengan pendek (p) dan lengan panjang (q). Kedua lengan kromosom
ini dipisahkan oleh suatu bagian yang disebut sentromer atau lekukan pertama
(centromere) dan pada masing-masing kromatid terdapat bagian yang disebut
kinetokor yang berfungsi untuk berpegangannya kromosom dengan benang-
benang spidel. Pada beberapa kromosom kadang-kadang masih dapat dilihat
adanya lekukan kearah dalam lainnya sehingga memisahkan bagian kecil dari
lengan kromosom dan lekukan ini dinamakan lekukan sekunder (secondary
constriction).
Gambar 2.3. Karyotype manusia dengan jenis kelamin laki-laki Pasangan kromosom 1-22 adalah
Jumlah Kromosom
Setiap species memiliki jumlah kromosom tertentu. Species yang memiliki
jumlah kromosom yang sama atau hampir sama tidak menggambarkan bahwa
species-species tersebut memiliki banyak kesamaan ciri atau berkerabat dekat.
Misalnya antara padi dan pinus sama-sama memiliki 24 kromosom (12 pasang)
tetapi kedua nya memiliki ciri-ciri yang jauh berbeda. Demikian pula antara kucing
dengan hydra yang sama-sama memiliki 32 kromosom. Apalagi antara bawang
merah denganPlanaria (cacing pipih) yang sama-sama mempunyai 16 kromosom.
5. Kelainan Kromosom
Penyimpangan kromosom adalah gangguan dalam isi kromosom normal sel,
dan merupakan penyebab utama kondisi genetik, seperti sindrom Down. Beberapa
kelainan kromosom tidak menyebabkan penyakit pada operator, seperti translokasi
atau inversi kromosom, meskipun mereka dapat menyebabkan kesempatan lebih
tinggi melahirkan anak dengan kelainan kromosom. jumlah abnormal kromosom atau
set kromosom, aneuploidi, dapat mematikan atau menimbulkan gangguan genetik.
Ada 4 tipe penyebab kelainan kromosom, yaitu (1) nondisjunction: ada gangguan
dalam pelepasan sepasang kromosom, entah terjadi pada sebagian atau seluruhnya; (2)
translokasi: terjadi penukaran 2 kromosom yang berasal dari pasangan berbeda; (3)
mosaik: terjadi salah mutasi pada mitosis/pembelahan di tingkat zigot; dan (4)
reduplikasi atau hilangnya sebagian kromosom. Ada 2 jenis kelainan kromosom, yaitu:
1. Kelainan pada jumlah kromosom, dimana terdapat jumlah kromosom yang
berlebihan (disebut dengan trisomi), seperti adanya kromosom yang berjumlah
3 untai (seharusnya hanya 2 untai atau sepasang) atau jumlah kromosom
yang berkurang (disebut dengan monosomi), yaitu ada kromosom yang
jumlahnya hanya 1 untai.
2. Kelainan pada struktur kromosom, diantaranya adalah delesi pada kromosom
yang menyebabkan kromosom lebih pendek dari kromosom normal, insersi
pada kromosom yang menyebabkan kromosom lebih panjang dari normal dan
berpindahnya bagian satu kromosom ke bagian kromosom yang lain atau yang
disebut dengan translokasi.
Kelainan kromosom yang paling sering diketemukan adalah trisomi, yaitu
1. trisomi 13 (sindroma patau),
2. trisomi 18 (sindroma Edward)
3. trisomi 21 (sindroma Down).
“Abnormalitas Kromosom Yang Berhubungan Dengan Reproduksi”
Menurut Ciptadi.G et. al. (2013), Kejadian abnormalitas genetik (kromosom) bisa
terjadi setiap saat karena kesalahan mitosis, meiosis atau pada saat terjadinya fertilisasi.
Kariotiping atau analisis kromosom hewan dan ternak adalah merupakan suatu tahapan atau
pintu gerbang yang harus dilewati dalam pemahaman dasar tentang pola pewarisan sifat dari
orang tua kepada keturunannya. Suatu analisis kromosom, khususnya ternak lokal di
Indonesia, dirasakan sangat penting artinya karena masih sangat terbatasnya data-data
genetik dasar yang ada selama ini (Ciptadi, 2003). Bagi ternak bibit analisis kromosom
perlu dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan munculnya cacat genetik.
Sumber Daya Genetik sapi potong yang ada di Indonesia selama ini belum banyak di
deskripsikan secara jelas dan spesifik. Padahal dengan adanya kebijaksanaan masa lalu dengan
impor bibit unggul dan penerapan Inseminasi Buatan (IB), khususnya dengan straw pejantan-
pejantan Bos taurus tentunya telah menghasilkan cukup banyak sapi hasil persilangan dengan
sapi lokal. Data populasi sapi potong di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 49.4 %
populasi terdiri dari bangsa sapi lokal seperti sapi Onggol, Peranakan Onggole, Madura dan
Bali serta hasil keturunannya. Sedangkan sisanya sebesar 50.68 % dari sekitar 11. juta lebih
sapi potong di Indonesia bisa dikatagorikan sebagai bangsa sapi yang belum teridentifikasi
dengan baik (Anonimus, 1996, Ciptadi, 1998) dan sampai sekarang diduga juga juga
belum berubah dari sekitar 10.8 juta populasi yang ada (Anonimus, 2006). Sebagian besar dari
sapi-sapi yang belum teridentitikasi bangsanya ini, merupakan keturunan dari sapi-sapi
pejantan (straw import) hasil IB yang merupakan sapi-sapi Bos taurus dari daerah subtropis.
Pada beberapa spesies hewan dan ternak telah ditemukan adanya berbagai
abnormalitas dalam jumlah kromosom dan kelainan struktur (Ciptadi, 2003). Secara umum
abnormalitas kromosom terkait dengan beberapa sifat produksi dan reproduksi, khususnya
untuk masalah-masalah fertilitas ternak. Di Meo et al. (2008), melaporkan bahwa
abnormalitas kromosom terkait dengan fertilitas ternak, 20 % dari ternak kerbau sungai yang
mempunyai masalah reproduksi menunjukkan adanya abnormalitas pada X monosomi, X
trisomi, seks reversal syndrome dan free- martin, dimana semua betina adalah steril. Sementara
itu Viuff et al (2001) melaporkan bahwa kejadian abnormalitas kromosom pada embrio hasil
produksi in vitro lebih tinggi dari in vivo.
Dari berbagai laporan data di lapang, disebutkan adanya variasi yang sangat besar
terhadap tingkat produktifitas dan reproduktifitas ternak, juga ada ditemukan kasus-kasus
kegagalan reproduksi yang tidak optimal. Data-data lapang yang ada perlu dilakukan suatu
analisis yang mendalam untuk bisa dengan lebih akurat dapat memberikan suatu evaluasi
terhadap sapi-sapi hasil persilangan.
Banyak peneliti genetika dan pemuliaan ternak telah membuktikan bahwa genom dari
hewan dan ternak terorganisir dalam kromosom- kromosom yang spesifik dan bahwa
kromosom-kromosom tersebut dapat ditata didalam kelompok-kelompok membentuk suatu
kariotyping karena kromosom adalah spesifik untuk setiap spesies hewan dan ternak.
Kariotyping sebagai suatu metode untuk menganalisa kromosom sekarang ini jangkauannya
sangat luas dan menjadi salah satu topik penelitian yang mempunyai nilai sangat tinggi.
Metode pemetaan dan analisis kromosom ini jelas-jelas dapat digunakan sebagai alat
penunjang untuk suatu riset yang penting dan mendalam bagi para peneliti yang
bergerak dalam bidang genetika hewan dan ternak pada tingkat sel dan molekuler. Masih
sangat banyak sekali jumlah spesies hewan dan ternak yang belum mempunyai data
dasar genetik dan peta kromosom.
Adanya abnormalitas kromosom seperti ini sangat perlu untuk diperhatikan, khususnya
bagi pejantan bibit yang akan digunakan produksi spermatozoanya untuk inseminasi buatan
maupun produksi embrio in vitro dan in vivo. Hal ini perlu dicermati mengingat bahwa
peluang pewarisannya kepada generasi berikutnya adalah sangat besar dan kontribusi jumlah
anak keturunan yang bisa dihasilkan dari seekor pejantan adalah sangat besar mencapai
puluhan ribu anak pertahunnya.
Pada penelitian Ciptadi et. al. (2013), untuk melakukan analisis awal sitogenetik beberapa
spesies ternak (Sapi, kerbau dan kambing) lokal Indonesia. Meskipun suatu kariotyping yang
normal bukan merupakan suatu jaminan suatu produktifitas ternak yang tinggi dan jaminan
terhadap tidak adanya penyakit tertentu atau sebaliknya suatu abnomal kariotyping
menunjukkan suatu penyakit dan produktifitas yang rendah, namun hal ini tetap sangat perlu
diperhatikan, khususnya yang terkait dengan pembibitan dan kelangsungan hidup generasi
hewan dan ternak tersebut. Hal ini menjadi penting, karena efek utama abnormalitas kromosom
adalah konstribusinya terhadap rendahnya performans reproduksi hewan dan ternak dengan
terjadinya penurunan kemampuan dam kegagalan fungsi produksi gamet dan terjadinya
kematian embrio dini yang sangat berpengaruh terhadap fertilitas dan performans reproduksi
dan produksi sapi.
Tabel 1. Hasil analisis jumlah kromosom masing-masing kelompok ternak.
No Kelompok Sapi Jumlah sapi Hasil analisis
(ekor)
Sapi Normal , 2N Sapi abnormal (%)
= 60 (%)
1. Sapi Madura: jantan 4 4 0
dan betina
2. Kerbau Lokal, Jantan 4 0
dan Betina 4
3. Kambing: 5 5 0
PE dan Kacang
Secara umum pada penelitian ini tidak ditemukan ternak ruminansia dengan
abnormalitas jumlah kromosom, sehingga bisa diartikan bahwa pada semua kelompok
sapi tidak ditemukan adanya beberapa abnormalitas kromosom karena genetik seperti
translokasi roberston (2 N=59) atau kelainan jumlah kromosom yang lain. Namun
demikian dengan adanya problem-problem dilapangan yang menyangkut performans
reproduksi sapi hasil persilangan dan diduga hal ini terkait dengan seks kromosom,
maka dipandang perlu lebih jauh untuk menganalisis baik untuk morfologi kromosom
tubuh dan seks kromosom. Hal ini perlu dilakukan, terutama misalnya pada sapi hasil
persilangan hasil Inseminasi Buatan dimana pada standart kromosom antara bangsa
pejantan (bos Taurus) dan induk Llokal (keturunan bibos Banteng dan bos indicus)
mempunyai bentuk morfologi yang berbeda, sehingga diduga akan mempunyai efek
terhadap penampilan reproduksi, karena keridaksesuaian seks kromosom paternal dan
maternal.
Tabel 1. Standar kariotiping secara umum berdasarkan jumlah dan morfologi
kromosom pada pada beberapa spesies mamalia (ternak ruminansia).
(Ciptadi, 2003, Fecheimer, 1985, Eldridge, 1985).
N Jenis Sapi Jumlah Morfologi Morfologi Seks kromosom
o (bangsa) kromosom Kromosom Tubuh
(2N) Biarmed Singgle Krom. X Krom. Y
armed
1. Sapi Madura 60 - 58 Submetasentri Submetasentris
s
2 Sapi PO 60 - 58 Submetasentri Acrosentris
s
3. Kerbau Lumpur 48 10 36 Acrosentris Acrosentris
4. Kambing PE 60 - 58 Acrosentris Metasentris
GTC GT GT
Gambar 1. Kromosome metafase ternak ruminansia (sapi) menunjukkan jumlah normal
kromosom 2 N= 60, masing untuk jenis kelamin jantan (XY dan betina XX).
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan penelitian
sebelumnya, khususnya pada sapi-sapi bos indicus, (Anis et al, Lioi et al, 1995), yang
melakukan analisis kromosom sapi dari breed sahiwal, Red Shindi dan Brahman) yang
menunjukkan bahwa semua breed sapi mempunyai jumlah kromosom normal 2 N = 60, dan
dilaporkan bahwa semua autosome adalah akrosentris. Kejadian abnormalitas morfologi
kromosom tidak ditemukan pada kelompok atau populasi sapi induk baik sapi Madura,
PO , kerbau dan kambing. Dengan demikian kekawatiran kemungkinan adanya translokasi
robertston 1/29 pada pejantan Bos Taurus (Limousin) tidak ditemukan pada penelitian ini
kromosom dan tingkat ketajaman gambar dan kualitas staining. Spreading kromosom yang
kurang menyebar dengan baik akan menyulitkan baik untuk penghitungan jumlah kromosom,
pengamatan morfologi kromosom serta kemungkinan adanya kromosom yang saling
tumpang tindih, walaupun fase kromosom metafase cukup tinggi. Dari sisi morfologi juga
terobservasi adanya ukuran kromosom yang bervariasi besar dan kecilnya antara satu sel
satu dengan yang lain atau antara individu sapi dengan yang lain.
Kesimpulan
Dari hasil analisis kromosom Ciptadi et. al. (2013), menunjukkan adanya variasi
ukuran, ketajaman gambar dan posisi sentromer kromosom berbeda antara sel yang satu
dengan yang lain.
Daftar Pustaka
Anis,M., S. Ali , Z . Ahmad and M.A. Khan. 1990. Studies on the karyotipes of Sahiwal
cattle. Pakistan Vet Journal 10 (2): 88 – 91.
Ciptadi,G. 1998. Prtotokol percobaan kariotiping kromosom pada hewan dan ternak. Fakultas
Peternakan Unibraw.
Ciptadi,G. et. el. 2003. Studi sitogenetik ternak lokal untuk standarisasi kromosom dan deteksi
abnormalitas genetik ternak ruminansia lokal. Fakultas Peternakan Unibraw. Malang.
Mader, Silvia., (1995), Biologi, Penerbit Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur.
Prawirohartono, dkk., 1988, Biologi Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Stansfield, W., dkk, 2006, Biologi Molekuler Dan Sel, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Fabioqta, 2009, Struktur Kromosom, http://18bios1unsoed.wordpress. com/ pokok-
bahasan/genom-organisme/struktur-kromosom/. Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Suryo, 1994, Genetika Manusia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.