Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem
saraf tepi dalam bentuk impuls listrik ke sistem saraf pusat. Bagian sistem saraf tepi yang
menerima rangsangan disebut reseptor, dan diteruskan menuju sistem saraf pusat oleh sistem
saraf sensoris. Pada sistem saraf pusat impuls diolah dan diinterpretasi untuk kemudian
jawaban atau respon diteruskan kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang
berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Sistem saraf yang membawa jawaban atau respon
adalah sistem saraf motorik. Bagian sistem saraf tepi yang mencetuskan jawaban disebut
efektor. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan
(volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter
melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom.
Efektor dari sitem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom,
efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea.
Fungsi Saraf
1. Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori
. Saraf sensori disebut juga Afferent Sensory Pathway.
2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.
3. Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat medula spinalis maupun di otak untuk
selanjutnya menentukan jawaban atau respon.
4. Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai
kontrol atau modifikasi dari tindakan. Saraf motorik disebut juga Efferent Motorik Pathway.
Jaringan Penunjang
Jaringan penunjang saraf terdiri atas neuroglia. Neuroglia adalah sel-sel penyokong untuk
neuron-neuron SSP, merupakan 40% dari volume otak dan medulla spinalis. Jumlahnya lebih
banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan sekitar 10 berbanding satu. Ada empat jenis
sel neuroglia yaitu: mikroglia, epindima, astrogalia, dan oligodendroglia
Mikroglia
Mempunyai sifat fagositosis, bila jaringan saraf rusak maka sel-sel ini bertugas untuk
mencerna atau menghancurkan sisa-sisa jaringan yang rusak. Jenis ini ditemukan diseluruh
susunan saraf pusat dan di anggap berperan penting dalam proses melawan infeksi. Sel-sel ini
mempunyai sifat yang mirip dengan sel histiosit yang ditemukan dalam jaringan penyambung
perifer dan dianggap sebagai sel-sel yang termasuk dalam sistem retikulo endotelial sel.
Epindima
Berperan dalam produksi cairan cerebrospinal. Merupakan neuroglia yang membatasi sistem
ventrikel susunan saraf pusat. Sel ini merupakan epitel dari pleksus choroideus ventrikel otak.
Astroglia
Berfungsi sebagai penyedia nutrisi esensial yang diperlukan oleh neuron dan membantu
neuron mempertahankan potensial bioelektris yang sesuai untuk konduksi dan transmisi
sinaptik. Astroglia mempunyai bentuk seperti bintang dengan banyak tonjolan. Astrosit
berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki I perivaskuler dan menghubungkannya dalam
sistem transpot cepat metabolik. Kalau ada neuron-neuron yang mati akibat cidera, maka
astrosit akan berproliferasi dan mengisi ruang yang sebelumnya dihuni oleh badan sel saraf
dan tonjolan-tonjolannya. Kalau jaringan SSP mengalami kerusakan yang berat maka akan
terbentuk suatu rongga yang dibatasi oleh astrosit
Oligodendroglia
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. SSP dibungkus oleh selaput
meningen yang berfungsi untuk melindungi otak dan medula spinalis dari benturan atau
trauma. Meningen terdiri atas tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid dan piamater.
Rongga Epidural
Berada diantara tulang tengkorak dan durameter. Rongga ini berisi pembuluh darah dan
jaringan lemak yang berfungsi sebagai bantalan. Bila cidera mencapai lokasi ini akan
menyebabkan perdarahan yang hebat oleh karena pada lokasi ini banyak pembuluh darah
sehingga mengakibatkan perdarahan epidural
Rongga Subdural
Berada diantara durameter dan arachnoid, rongga ini berisi berisi cairan serosa.
Terdapat diantara arachnoid dan piameter. Berisi cairan cerebrospinalis yang salah satu
fungsinya adalah menyerap guncangan atau shock absorber. Cedera yang berat disertai
perdarahan dan memasuki ruang sub arachnoid yang akan menambah volume CSF sehingga
dapat menyebabkan kematian sebagai akibat peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
Otak
Otak, terdiri dari otak besar yang disebut cerebrum, otak kecil disebut cerebellum dan batang
otak disebut brainstem. Beberapa karateristik khas Otak orang dewasa yaitu mempunyai berat
lebih kurang 2% dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah sebenyak 20% dari cardiac
out put serta membutuhkan kalori sebesar 400 Kkal setiap hari. Otak merupakan jaringan
yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa.
Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme
otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila
kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu
dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan. Secara struktural, cerebrum terbagi menjadi
bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut struktur
subkortikal. Korteks cerebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi untuk mengenal
,interpretasi impuls sensosrik yang diterima sehingga individu merasakan, menyadari adanya
suatu sensasi rasa/indra tertentu. Korteks sensorik juga menyimpan sangat banyak data
memori sebagai hasil rangsang sensorik selama manusia hidup. Korteks motorik berfungsi
untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya.
a. Basal ganglia; melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan mengkoordinasi gerakan
dasar, gerakan halus atau gerakan trampil dan sikap tubuh.
c. Hipotalamus; pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf otonom dan terlibat
dalam pengolahan perilaku insting seperti makan, minum, seks dan motivasi
d. Hipofise
Cerebrum
Terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh
fisura longitudinalis. Hemisperium cerebri terbagi menjadi hemisper kanan dan kiri.
Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus callosum.
Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang
diatasnya, yaitu:
Terletak di bagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior di bawah lapisan
durameter Tentorium Cerebelli. Di bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum
sekitar 150 gr atau 8-8% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi
hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh vermis. Fungsi cerebellum pada
umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat
terlaksana dengan sempurna.
Terdiri atas diencephalon, mid brain, pons dan medula oblongata. Merupakan tempat
berbagai macam pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat vasomotor, pusat pengatur
kegiatan jantung dan pusat muntah, bersin dan batuk.
Eferen viseral merupakan otonom mencakup N III, N VII, N IX, N X. Komponen eferen
viseral yang 'ikut' dengan beberapa saraf kranial ini, dalam sistem saraf otonom tergolong
pada divisi parasimpatis kranial.
1. N. Olfactorius
Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu, yang terletak dibagian atas dari mukosa
hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior.
2. N. Optikus
Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen sensori khusus. Pada
dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke perifer.
3. N. Oculomotorius
Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf ini berfungsi sebagai
saraf untuk mengangkat bola mata
4. N. Trochlearis
Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi muskulus oblique yang
berfungsi memutar bola mata
5. N. Trigeminus
Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf maxilaris dan saraf
mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini
mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi
dan meningen.
6. N. Abducens
Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi muskulus rectus lateralis. Kerusakan
saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik
ke medial seperti pada Strabismus konvergen.
7. N. Facialias
Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf aferen berfungsi untuk sensasi
umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk otot wajah.
8. N. Statoacusticus
Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf keseimbangan
9. N. Glossopharyngeus
Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung serabut sensori khusus.
Komponen motoris saraf ini mengurus otot-otot pharing untuk menghasilkan gerakan
menelan. Serabut sensori khusus mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga
mengandung serabut sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba, eustachius dan
telinga tengah.
10 N. Vagus
Saraf ini terdiri dari tiga komponen: a) komponen motoris yang mempersarafi otot-otot
pharing yang menggerakkan pita suara, b) komponen sensori yang mempersarafi bagian
bawah pharing, c) komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alat dalam
tubuh.
11. N. Accesorius
Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus ambigus dan komponen
spinal yang dari nucleus motoris segmen C 1-2-3. Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius
dan Sternocieidomastoideus.
12. Hypoglosus
Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang mempersarafi otot-otot lidah. Nukleusnya
terletak pada medulla di dasar ventrikularis IV dan menonjol sebagian pada trigonum
hypoglosi.
Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke arah kaudal di dalam kanalis
vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu
vertebralis lumbalis I - II. Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu
pasang saraf spinal. Dari medula spinalis bagian cervical keluar 8 pasang , dari bagian
thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari
coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya otak, medula spinalispun terbungkus
oleh selaput meninges yang berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera.
Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf puast yang bukan medula spinalis, pusat
koordinasinya tidak di substansia grisea medula spinalis. Pada umumnya penghantaran
impuls sensorik di substansia alba medula spinalis berjalan menyilang garis tenga. ImPuls
sensorik dari tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya. Demikian
juga dengan impuls motorik. Seluruh impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke saraf tepi
melalui medula spinalis akan menyilang.
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks
motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam
sistem saraf pusat. Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal
dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan
membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. Gangguan fungsi UMN maupun
LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda dengan
sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas',
ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot rangka
(hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid),
ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka
(hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang.
Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini
tiba di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron
LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka
akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan
kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan.
Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks.
Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah
jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang
terjadi baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi
melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks
1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis.
Lengkung refleks
o Reseptor: penerima rangsang
o Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat
refleks)
o Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat
terjadinya sinap ((hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan
/penerusan impuls)
o Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya
berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf /penggerak)
o Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat
berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar.
Kumpulan neuron diluar jaringan otak dan medula spinalis membentuk sistem saraf tepi
(SST). Secara anatomik digolongkan ke dalam saraf-saraf otak sebanyak 12 pasang dan 31
pasang saraf spinal. Secara fungsional, SST digolongkan ke dalam: a) saraf sensorik (aferen)
somatik : membawa informasi dari kulit, otot rangka dan sendi, ke sistem saraf pusat, b) saraf
motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot rangka, c) saraf
sesnsorik (eferen) viseral : membawa informasi dari dinding visera ke sistem saraf pusat, d)
saraf mototrik (eferen) viseral : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot polos, otot
jantung dan kelenjar. Saraf eferen viseral disebut juga sistem saraf otonom. Sistem saraf tepi
terdiri atas saraf otak (s.kranial) dan saraf spinal.
Bila saraf spinal membawa informasi impuls dari perifer ke medula spinalis dan membawa
impuls motorik dari medula spinalis ke perifer, maka ke 12 pasang saraf kranial
menghubungkan jaras-jaras tersebut dengan batang otak. Saraf cranial sebagian merupakan
saraf campuran artinya memiliki saraf sensorik dan saraf motorik
Saraf Spinal
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan kemudian dari kolumna
vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra. Celah tersebut dinamakan
foramina intervertebrelia. Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena
mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik.
Mendekati medula spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari serat –serat eferen. Serat
eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis), sedangkan serat
eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan (radix ventralis). Setiap segmen
medula spinalis memiliki sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian
terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal
lumbal, 5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk
kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang
tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu interneuron sampai yang sangat
kompleks banyak interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal
melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk
fungsi sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat
memberikan gambaran letak kerusakan.
Dibedakan 2 berkas saraf yaitu saraf eferen somatik dan eferen viseral. Saraf eferen somatik :
membawa impuls motorik ke otot rangka yang menimbulkan gerakan volunter yaitu gerakan
yang dipengaruhi kehendak. Saraf eferen viseral : membawa impuls mototrik ke otot polos,
otot jantung dan kelenjar yang menimbulkan gerakan/kegiatan involunter (tidak dipengaruhi
kehendak). Saraf-saraf eferen viseral dengan ganglion tempat sinapnya dikenal dengan sistem
saraf otonom yang keluar dari segmen medula spinalis torakal 1 – Lumbal 2 disebut sebagai
divisi torako lumbal (simpatis). Serat eferen viseral terdiri dari eferen preganglion dan eferen
postganglion. Ganglion sistem saraf simpatis membentuk mata rantai dekat kolumna
vertebralis yaitu sepanjang sisiventrolateral kolumna vertabralis, dengan serat preganglion
yang pendek dan serat post ganglion yang panjang. Ada tiga ganglion simpatis yang tidak
tergabung dalam ganglion paravertebralis yaitu ganglion kolateral yang terdiri dari ganglion
seliaka, ganglion mesenterikus superior dan ganglion mesenterikus inferior. Ganglion
parasimpatis terletak relatif dekat kepada alat yang disarafinya bahkan ada yang terletak
didalam organ yang dipersarafi.
Semua serat preganglion baik parasimpatis maupun simpatis serta semua serat postganglion
parasimpatis, menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara. Neuron yang
menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara dinamakan neuron kolinergik
sedangkan neuron yang menghasilkan nor-adrenalin dinamakan neuron adrenergik. Sistem
saraf parasimpatis dengan demikian dinamakan juga sistem saraf kolinergik, sistem saraf
simpatis sebagian besar merupakan sistem saraf adrenergik dimana postganglionnya
menghasilkan nor-adrenalin dan sebagian kecil berupa sistem saraf kolinergik dimana
postganglionnya menghasilkan asetilkolin. Distribusi anatomik sistem saraf otonom ke alat-
alat visera, memperlihatkan bahwa terdapat keseimbangan pengaruh simpatis dan
parasimpatis pada satu alat. Umumnya tiap alat visera dipersarafi oleh keduanya. Bila sistem
simpatis yang sedang meningkat, maka pengaruh parasimpatis terhadap alat tersebut kurang
tampak, dan sebaliknya. Dapat dikatakan pengaruh simpatis terhadap satu alat berlawanan
dengan pengaruh parasimpatisnya. Misalnya peningkatan simpatis terhadap jantung
mengakibatkan kerja jantung meningkat, sedangkan pengaruh parasimpatis menyebabkan
kerja jantung menurun. Terhadap sistem pencernaan, simpatis mengurangi kegiatan,
sedangkan parasimpatis meningkatkan kegiatan pencernaan. Atau dapat pula dikatakan,
secara umum pengaruh parasimpatis adalah anabolik, sedangkan pengaruh simpatis adalah
katabolik.
Sirkulasi darah pada sistem saraf terbagi atas sirkulasi pada otak dan medula spinalis. Dalam
keadaan fisiologik jumlah darah yang dikirim ke otak sebagai blood flow cerebral adalah
20% cardiac out put atau 1100-1200 cc/menit untuk seluruh jaringan otak yang berat
normalnya 2% dari berat badan orang dewasa. Untuk mendukung tercukupinya suplai
oksigen, otak mendapat sirkulasi yang didukung oleh pembuluh darah besar.
Bagian ke frontal disebelah atas nervus opticus diantara belahan otak kiri dan kanan. Ia
kemudian akan menuju facies medialis lobus frontalis cortex cerebri. Daerah yang
diperdarahi arteri ini adalah: a) facies medialis lobus frontalis cortex cerebro, b) facies
medialis lobus parietalis, c) facies convexa lobus frontalis cortex cerebri, d) facies convexa
lobus parietalis cortex cerebri, e) Arteri cerebri media
Berjalan lateral melalui fossa sylvii dan kemudian bercabang-cabang untuk selanjutnya
menuju daerah insula reili. Daerah yang disuplai darah oleh arteri ini adalah Facies convexa
lobus frontalis coretx cerebri mulai dari fissura lateralis sampai kira-kira sulcus frontalis
superior, facies convexa lobus parielatis cortex cerebri mulai dari fissura lateralis sampai
kira-kira sulcus temporalis media dan facies lobus temporalis cortex cerebri pada ujung
frontal.
Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini berjalan ke kranial melalui
foramen transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian membelok ke lateral
masuk ke dalam foramen transversus magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian
berjalan ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii.
Arteri vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian berjalan
frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri.
Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa lobus
temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus temporalis media,
facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan lobus
temporalis cortex cerebri. Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga
agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang berasal
dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri vertebralis,
dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang terdapat pada
bagian dasar otak. Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media
dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu: 1) arteri Spinalis anterior
yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2) arteri Spinalis posterior, yang juga
merupakan percabangan arteri vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga merupakan
anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena di dalam
otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang
terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di
dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat
di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.
Cairan cerebrospinalis atau banyak orang terbiasa menyebutnya cairan otak merupakan
bagian yang penting di dalam SSP yang salah satu fungsinya mempertahankan tekanan
konstan dalam kranium. Cairan ini terbentuk di Pleksus chroideus ventrikel otak, namun
bersirkulasi disepanjang rongga sub arachnoid dan ventrikel otak. Pada orang dewasa
volumenya berkisar 125 cc, relatif konstan dalam produksi dan absorbsi. Absorbsi terjadi
disepanjang sub arachnoid oleh vili arachnoid. Ada empat buah rongga yang saling
berhubungan yang disebut ventrikulus cerebri tempat pembentukan cairan ini yaitu: 1)
ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri, 2) ventrikulus lateralis II, 3) ventrikulus
tertius III dtengah-tengah otak, dan 4) ventrikulus quadratus IV, antara pons varolli dan
medula oblongata.
1. Sebagai bantalan otak agar terhindar dari benturan atau trauma pada kepala
a. PH : 7,31
d. Ca : 2,32mEq/lt
g. Glukosa : 54 – 80 mg%
h. SGOT : 0 - 19 unit
i. LDH : 8 – 50 unit
– Prealbumin : 4,6 %
– Albumin : 49,5%
• Sel : 1 - 5 limposit/mm3
ASKEP EPILEPSI
1. Pengertian
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik
yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba,
terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori.
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel
saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksimal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
1. Epidemiologi
Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang,
37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang.
Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000
penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara
berkembang. Hasil penelitian Shackleton dkk (1999) menunjukkan bahwa angka insidensi
kematian di kalangan penyandang epilepsi adalah 6,8 per 1000 orang. Sementara hasil
penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah sebesar 6,23 per 1000 penyandang.
1. Etiologi
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
·
Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-
obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau
mengalami cidera.
Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan.
Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada
jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan
sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian
besar belum diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak.
Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai
akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala
(termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi
(misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik
(putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
Penyebab step / childhood epilepsi / epilepsi anak-anak:
fever / panas (these are called febrile seizures)
genetic causes
head injury / luka di kepala.
infections of the brain and its coverings
lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses kelahiran.
hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the brain cavities)
disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.
1. Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang
sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,
talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di
serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi,
termasuk yang berikut :
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila
terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-
aminobutirat (GABA).
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter
aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian
disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama
kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf
motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian
juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS)
selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas
kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik
menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada
faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium
dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap
asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan
menyingkirkan asetilkolin.
1. Klasifikasi
1. Sawan Parsial
1. i. Sawan parsial sederhana
2. ii. Sawan parsial kompleks
1.
1. Sawan Umum
- Sawan lena
- Sawan mioklonik
- Sawan klonik
- Sawan Tonik
- Sawan tonik-klonik
- Sawan atonik
1.
1. Sawan tak tergolongkan
1. Manifestasi Klinis
1. Sawan Parsial (lokal, fokal)
- Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
1. Dengan gejala motorik
Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja
Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke
daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan
bunyi-bunyi tertentu
1. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi sederhana yang
mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo.
Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
Visual : terlihat cahaya
Auditoris : terdengar sesuatu
Olfaktoris : terhidu sesuatu
Gustatoris : terkecap sesuatu
Disertai vertigo
1. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat,
membera, piloereksi, dilatasi pupil).
2. Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian
kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami,
mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa
lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu
fenomena tertentu, dll.
- Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
1. Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik
kemudian baru menurun.
Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti
dengan menurunnya kesadaran.
Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya,
misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan,
menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan kesadaran.
Hanya dengan penurunan kesadaran
Dengan automatisme
1. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)
2. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
3. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
4. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.
1. Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)
1. Sawan lena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola
mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini
berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
1. i. Hanya penurunan kesadaran
2. ii. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada
kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
3. iii. Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan,
tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
4. iv. Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau
punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan
dapat mengetul atau mengedang.
5. v. Dengan automatisme
6. vi. Dengan komponen autonom.
7. vii. Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
1. Gangguan tonus yang lebih jelas.
2. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
1. Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian
otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada
semua umur.
1. Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple
di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
1. Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan
bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada
anak.
1. Sawan Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal.
Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼
– ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti
sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien
kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya,
dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan
keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
1. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh.
Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada
anak.
1. Sawan Tak Tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik,
mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti
sederhana.
1. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah
kejang demam pertama pada bayi.
- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
- Mengalami complex partial seizure
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
- Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
- Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam
setelah kejang demam adalah normal.
- Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan
selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada
anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala
meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan
untuk dilakukan.
1. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi
sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan
bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan
setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan
datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang
demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam
atau risiko epilepsi.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium,
atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium
harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
1. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI
kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama
kalinya.
1. CT Scan
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral
1. Magnetik resonance imaging (MRI)
1. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
1. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : membran mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis, perdarahan pada gusi,
purpura, memar, pembengkakan.
Palpasi : pembesaran hepar dan limpha, nyeri tekan pada abdomen.
Perkusi : perkusi pada bagian thorak dan abdomen.
Auskultasi : bunyi jantung, suara napas, bising usus.
1. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan
epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama
yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan
pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga
kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau
hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau
cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program
pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana
dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
Hal yang tak boleh dilakukan selama anak mendapat serangan :
¨ Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit lidahnya selama
serangan mendadak, menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan tak banyak membantu.
Anda malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan Anda malah mematahkan gigi si anak.
¨ Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib memiliki
kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak. Mencoba membaringkan
si anak ke lantai bukan hal mudah dan tidak baik juga.
¨ Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut
selama dia mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika serangan
berakhir, segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut jika si anak tak bernapas.
1. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam
waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung
jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang
berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara
bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan
efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat
mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan
keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang
menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
Penatalaksanaan
Farmakoterapi
- Anti konvulsion untuk mengontrol kejang
Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler
Jenis obat yang sering digunakan :
Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap
epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
Tak berhasiat terhadap petit mal.
Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
Carbamazine (tegretol).
Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi
itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan
tingkahlaku.
Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi
sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.
Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya
diberikan i.v. atau intra rektal.
Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
Efek samping mual, muntah, anorexia
Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na
berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
Status epileptikus
Adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih dari 30 menit atau serangkaian
serangan epilepsi yang menyebabkan anak yang tidak sadar kembali. Terapi awal diarahkan
untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi mempertahankan fungsi-
fungsi vital, meliputi mempertahankan jalan napas yang adekuat, pemberian oksigen, dan
terapi hidrasi, serta dilanjutkan dengan pemberian diazepam (Valium) atau fenobarbitol per
IV. Diazepam per rektum merupakan preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk
penatalaksanaan epilepsi sebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat
menggantikan diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa kerja yang lebih
panjang dan lebih sedikit menyebabkan gawat napas pada anak-anak di atas usia 2 tahun.
Merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan intervensi segera untuk mencegah
cedera permanen pada otak, gagal napas, dan kematian.
Penatalaksanaan gawat darurat
Kejang tonik-klonik
Selama kejang :
Waktu episode kejang
- lakukan pendekatan dengan tenang
- jika anak berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak
- letakkan bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak tersedia kepala
anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.
- Jangan :
1. i. Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaan
2. ii. Memasukkan apapun ke dalam mulut anak
3. iii. Memberikan makanan atau minuman
- Longgarkan pakaian yang ketat
- Lepaskan kacamata
- Singkirkan benda-benda keras atau berbahaya
- Biarkan serangan kejang berakhir tanpa gangguan
- Jika anak muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisi
Setelah kejang :
- Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang)
- Periksa pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah.
- Reposisikan jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan
pernapasan buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.
- Periksa sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau kecurigaan
zat yang mengindikasikan keracunan
- Pertahankan posisi tubuh anak berbaring miring
- Tetap dampingi anak sampai pulih sepenuhnya
- Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan refleks
menelan pulih
- Hubungi pelayanan kedaruratan medis jika diperlukan
- Kaji faktor-faktor pemicu awitan kejang (kolaborasi)
1. Prognosis
Perjalanan dan prognosis penyakit untuk anak-anak yang mengalami kejang bergantung pada
etiologi, tipe kejang, usia pada awitan, dan riwayat keluarga serta riwayat penyakit. Pasien
epilepsi yang berobat teratur, sepertiga akan bebas serangan 2 tahun, dan bila lebih dari 5
tahun sesudah serangan terakhir, obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi,
dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi.
Meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan
ulang paling sering didapat pada sawan tonik klonik dan sawan parsial kompleks. Demikian
pula usia muda lebih mudah relaps sesudah remisi.
Faktor resiko yang berhubungan dengan kekambuhan epilepsi antara lain usia 16 tahun atau
lebih, minum lebih dari satu macam obat antiepilepsi, mengalami kejang setelah pengobatan
dimulai, memiliki riwayat kejang tonik-klonik generalisata primer atau sekunder atau hasil
EEG menunjukkan kejang mioklonik dan memiliki EEG yang abnormal. Resiko kekambuhan
kejang menurun bila terjadi pemanjangan periode tanpa kejang.
Prognosis setelah dilakukan terapi status epileptikus lebih baik daripada dilaporkan
sebelumnya. Mayoritas anak kemungkinan tidak mengalami gangguan intelektual.
Kemungkinan besar anak yang menderita gangguan kognitif atau meninggal dunia sudah
memiliki riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan, abnormalitas neurologik,
atau menderita penyakit serius yang berulang.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang
faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi
pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. 1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
1. 2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita leukimia untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita leukemia yaitu perasaan lemah, nafsu makan turun, demam, perasaan tidak
enak badan, nyeri pada ektremitas.
1. 3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul.
Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi
pendarahan ( ptekia, ekimosis, pitaksis, pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan
tedapat pembesaran hati, limpa, dan kelenjar limpe, kelemahan. nyeri tulang atau sendi
dengan atau tanpa pembengkakan.
1. 4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan penyakit seka
rang perlu ditanyakan.
1. 5. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam riwayat
prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu
diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi
sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi
timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan
untuk mengetahui keadaan anak setelah
1. 6. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang
dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada yang
menderita gangguan hematologi, adanya faktor hereditas misalnya kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi
tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Selama serangan :
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
- Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-
klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
- Apakah pasien menggigit lidah.
- Apakah mulut berbuih.
- Apakah ada inkontinen urin.
- Apakah bibir atau muka berubah warna.
- Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
- Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau
keduanya.
2. Sesudah serangan
- Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
- Apakah ada perubahan dalam gerakan.
- Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan
sesudah serangan.
- Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
- Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
- Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
- Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
- Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun
visual.
4. Riwayat Penyakit
- Sejak kapan serangan terjadi.
- Pada usia berapa serangan pertama.
- Frekuensi serangan.
- Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur,
keadaan emosional.
- Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan
gangguan kesadaran, kejang-kejang.
- Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
- Apakah makan obat-obat tertentu
- Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.
Tanda : kelemahan otot, somnolen.
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
c. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).
e. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
f. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing, kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
h. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
i. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan spontan,
tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
2. Perfusi jaringan serebral tidak efektif
3. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif
selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal
menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
1. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi informasi.
2. Termoregulasi tidak efektif
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
4. Defisit perawatan diri
5. Gangguan persepsi sensori auditori
C. Intervensi
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak mengalami gangguan
pola napas dengan kriteria hasil :
- RR dalam batas normal sesuai umur
- Nadi dalam batas normal sesuai umur
Intervensi Rasional
1. Tanggalkan pakaian pada daerah 1. Memfasilitasi usaha
leher/dada, abdomen bernapas/ekspansi dada
2. Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan2. Dapat mencegah tergigitnya lidah,
3. Lakukan penghisapan sesuai sesuai indikasi dan memfasilitasi saat melakukan
Kolaborasi penghisapan lendir, atau memberi
1. Berikan tambahan O2 sokongan pernapasan jika
diperlukan
3. Menurunkan risiko aspirasi atau
asfiksia
Kolaborasi
1. Dapat menurunkan hipoksia
serebral
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara non verbal
menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis wajah meringis
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawtan selama … nyeri klien berkurang
dengan kriteria hasil:
1. Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan rasa nyeri yang
dialami
2. Klien tidak menangis lagi
3. Wajah klien tampak ceria
Intervensi Rasional
1. Kaji PQRST dengan menggunakan media
gambar
2. Berikan posisi yang nyaman sesuai
kebutuhan
3. Berikan lingkungan yang nyaman
bagi klien
4. Libatkan keluarga untuk mendampingi
klien
5. Kolaborasi untuk pemberian obat analgesic
6. Pengkajian yang benar akan membantu
dalam menentukan tindakan keperawtan
selanjutnya
7. Posisi yang nyaman dapat memberikan
efek malsimal untuk relaksasi otot
8. Kehadiran keluarga memberikan efek
psikologis pada anak untuk mengurangi
nyeri
9. Rangsang yang berlebihan dari lingkungan
dapat memperberat rasa nyeri
10. Obat analgesic dapat meminimalkan rasa
nyeri
1. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran, kerusakan kognitif
selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
Kriteria hasil :
Dapat mengurangi risiko cidera pada pasien
Kriteria pengkajian fokus makna klinis
Riwayat kejang
Tingkatan kejangnya
Intervensi Rasional
1. Kaji karakteristik kejang Untuk mngetahui seberapa besar
tingkatan kejang yang dialami
pasien sehingga pemberian
intervensi berjalan lebih baik
1. Jauhkan pasien dari benda benda tajam / Benda tajam dapat melukai dan
membahayakan bagi pasien mencederai fisik pasien
1. Segera letakkan sendok di mulut pasien Dengan meletakkan sendok
yaitu diantara rahang pasien diantara rahang atas dan rahang
bawah, maka resiko pasien
menggigit lidahnya tidak terjadi
dan jalan nafas pasien menjadi
lebih lancer
1. Kolaborasi dalam pemberian obat anti Obat anti kejang dapat mengurangi
kejang derajat kejang yang dialami pasien,
sehingga resiko untuk cidera pun
berkurang
1. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
1. pengetahuan keluarga meningkat
2. keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsi
3. keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
REFERENSI
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica
Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made,
EGC, Jakarta
NANDA, 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 – 2006 Alih bahasa Budi
Santosa. Prima Medika.
Wong, Donna L., et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Volume 2. Alih
bahasa Agus Sunarta, dkk. EGC : Jakarta.
Sylvia, A. pierce.1999. Patofisologi Konsep Klinis. Proses penyakit. Jakarta : EGC
www.pediatric.com
Tambahkan komentar
2.
OCT
21
O² Co²
Surfactant
Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini
akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat
dihindari.
Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena – vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan
darah yang bersifatarterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.
Paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus
respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.
Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh:
- Otot –otot interkostalis
- Otot – otot pektoralis mayor dan minor
- Otot – otot trapezius
- Otot –otot seratus anterior/posterior
- Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
- Kedua hemi diafragma
Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.
Gambar 1 Anatomi sistem pernafasan
FUNGSI RESPIRASI DAN NON RESPIRASI DARI PARU
1. Respirasi : pertukaran gas O² dan CO²
2. Keseimbangan asam basa
3. Keseimbangan cairan
4. Keseimbangan suhu tubuh
5. Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi
6. Endokrin : keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin, ECF dan angiotensin
7. Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri
Mekanisme Pernafasan
Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras
pernafasan yang tergantung pada:
1. Tekanan intar-pleural
Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam keadaan
normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan
tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg).
Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intar
pleural dan intar alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan
waktu ekspirasi volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan
tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar.
2. Compliance
Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal
sebagai copliance.
Ada dua bentuk compliance:
- Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas (
airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm
H2O
- Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal: ±50
ml/cm H2O
Compliance dapat menurun karena:
- Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru
- Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak
- Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen
Penurunan compliance akan mengabikabtkan meningkatnya usaha/kerja nafas.
3. Airway resistance (tahanan saluran nafas)
Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas
SIRKULASI PARU
a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit
Ventilasi alveolar = 4 liter/menit
Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8
b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg.
Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg
Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan darah
dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis
c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir
dari rongga kapiler ke ronggainterstitial, sedangkan osmotic colloid pressure akan
menarik garam dan air dari rongga interstitialkearah rongga kapiler. Kondisi ini dalam
keadaan normal selalu seimbang.Peningkatan tekanan kapiler atau
penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air
dan garam dalam rongga interstitial.
TRANSPOR OKSIGEN
1.Hemoglobin
Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk:
- Kelarutan fisik dalam plasma
- Ikatan kimiawi dengan hemoglobin
Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah
dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan
ikatan hemoglobin dan O2 menurun.
2. Oksigen content
Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 )
- Plasma
- Hemoglobin
REGULASI VENTILASI
Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas
yang ada di dalam darah
Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur:
-Rate impuls Respirasi rate
-Amplitudo impuls Tidal volume
Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior
medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons.
Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2
PEMERIKSAAN FUNGSI PARU
Kegunaan: untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas, sianosis, sindrom bronkitis
Indikasi klinik:
- Kelainan jalan nafas paru,pleura dan dinding toraks
- Payah jantung kanan dan kiri
- Diagnostik pra bedah toraks dan abdomen
- Penyakit-penyakit neuromuskuler
- Usia lebih dari 55 tahun.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx, trachea,
bronkus, dan bronkiolus.
Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara
ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput
lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan
dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum
nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan,
sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan
membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan
os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol
ke cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh
membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi
adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa
olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf
khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os
frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam
cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum
nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :
1. Lubang hidung
2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara
concha media dan inferior
4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior.
Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis
posterior.
Faring (tekak)
adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-
faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan
pencernaan.
Laring (tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan
beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.
Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:
1. cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago
arytenoidea
2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,
membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis
Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung
batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen
thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan
bagian luar cartilago cricoidea.
Membrana Tyroide à mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.
Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.
Epiglottis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini
melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago
arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring
Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah
cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea.
Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi.
Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I
Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica
vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan
Membrana mukosa
Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang
bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vokalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn
vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian
depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.
Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati.
Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.
Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang
dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot
tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
Respirasi
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-
masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.
Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan
dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh
sinus udara cranialis.
Gambaran klinis
Laring dapat tersumbat oleh:
(a) benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil
(b) pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau pada reaksi
alergi,
(c) infeksi, misalnya difteri,
(d) tumor, misalnya kanker pita suara.
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni)
atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang
berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus
kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi
darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran
udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. dan basis. Terletak pada diafragma
paru-paru juga Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga
lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu
lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga
mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Suplai Darah
1. arteri pulmonalis
2. arteri bronkialis
Innervasi
Sirkulasi Pulmonal
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut
katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati
katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-
cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan
dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan
kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan pernapasan, melalui sebuah
alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula menjadi vena.
Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis yang besar.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus
aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar
15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen
diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka
suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma
1. Definisi
2. Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara
luas agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar
udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring, bronkus dan bronkioulus
yang dilapisi oleh membran mukosa bersilia.
a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam hidung,
sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan
mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan
bagian bawah.
b. Pharing
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di
bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung
dengan perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga
mulut. Tempat hubungan ini bernama istmus fausium lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah
bening. Perkumpulan getah bening dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah
tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang tengkorak)
yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
· Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
· Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
c. Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita suara.
Laring dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh
lebih penting. Pada waktu menelan laring akan bergerak ke atas glotis menutup.
Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus
sehingga kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai fungsi
batuk yang membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian bawah.
d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea tatap
terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia ini
bergerak jalan ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang
turut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.
e. Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus
utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang menyebabkan
bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak
simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebalinya
bronkus ini lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan kemudian segmentalis. Percabangan ini berjalan terus dan menjadi
bronkiolus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f. Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar
udara ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik,
duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya
oleh dinding septus atau septum.
Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi
tegangan pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan
mencegah kolaps alveolus pada ekspirasi.
Peredaran Darah Paru-Paru
Paru-paru mendapat dua sumber suplai darah yaitu dari arteri bronkialis (berasal dari aorta
thorakhalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sitemik dan berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme paru.
Vena bronkialis besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah
ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena
pulmonalis. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan darah
vena campuran ke paru-paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan darah,
darah yang teroksigenasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena pulmonalis,
yang selanjutnya membagikannya melalui sirkulasi sistemik ke seluruh tubuh.
Difusi : pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
3. Etiologi
· Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang diketahui
karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus
binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat,
polusi.
· Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non
spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma
instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40
tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronchial.
4. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau
lebih dari faktor berikut ini.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas
menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus
yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls
syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung
syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok,
emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan
hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan
pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa
CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan
asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali
dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat,
kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai
ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan
terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.
Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie (wheezing) dan sebagian
penderita disertai nyeri dada). Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama,
sehingga ada beberapa tingkat penderita asma sebagai berikut:
· Tingkat I penderita asma secara klinis normal. Gejala asma timbul bila ada faktor
pencetus.
· Tingkat II penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan fisik tetapi
fungsi paru menunjukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
· Tingkat III penderita asma tanpa golongan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru menunjukan obstruksi jalan nafas.
· Tingkat IV penderita asma yang paling sering dijumpai mengeluh sesak nafas, batuk dan
nafas berbunyi.
Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan ditemukan obstruksi jalan nafas. Pada
serangan asma yang berat gejala yang timbul antara lain:
b. Cyanosis
c. Silent chest
d. Gangguan kesadaran
f. Thacycardi
· Tingkat V status asmatikus yaitu serangan asma akut yang berat bersifat refrater sementara
terhadap pengobatan yang langsung dipakai.
6. Test Diagnostik
Tes kulit (+) reaksi lebih hebat, mengidentifikasi alergi yang spesifik.
7. Penatalaksanaan Medik
1. Abenis (Beta)
Medikasi awal untuk mendilatasi otot-otot polos bronchial, meningkatkan gerakan siliarism,
menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan menguatkan efek bronkodilatasi dari
kortikosteroid.
Contoh: Epinenin, Abuterol, Meraproterenol
2. Methil Santik
3. Anti Cholinergik
Diberikan melalui inhalasi bermanfaat terhadap asmatik yang bukan kandidat untuk
antibodi b dan methil santin karena penyakit jantung.
Contoh: Atrofin
4. Kortikosteroid
Diberikan secara IV, oral dan inhalasi. Mekanisme kerjanya untuk mengurangi inflamasi dan
bronkokonstriktor.
Contoh: natrium bromosin adalah bagian integral dari pengobatan asma yang berfungsi
mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik.
8. Komplikasi
1. Pneumothorax
2. Pneumomediastinum dan emfisema subcutis
3. Atelektasis
5. Alergi
6. Gagal nafas
7. Bronchitus
8. Fraktur iga.
1. Pengkajian
- Kebiasaan merokok
- Menurunnya libido
- Mengingkari
- Marah
- Putus asa
2. Diagosa Keperawatan
c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.
d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d pemasukan yang tidak
adekuat: mual, muntah dan tidak nafsu makan.
f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
g. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan kerja silia dan
menetapnya sekret).
3. Rencana Tindakan
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronchi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius misalnya: penyebaran, krekels basah
(bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tidak adanya bunyi
nafas (asma berat).
R/ Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
3. Catat adanya derajat dyspnea misalnya keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress
pernafasan, penggunaan otot bantu.
R/ Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses
akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. Misalnya infeksi, reaksi alergi.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya: debu, asap dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.
R/ Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat, mentriger episode akut.
R/ Memberikan pasien-pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dyspnea dan
menurunkan jebakan udara.
7. Observasi karakteristik batuk misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan
untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R/ Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut atau
kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah
perkusi dada.
HYD: - Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi:
R/ Kemungkinan cyanosis perifer terlihat pada kuku, bibir dan daun telinga.
R/ Hipoxemia biasanya terjadi pada saat akut keadaan lanjut pCO2 akan meningkat.
c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.
Intervensi:
d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tidur b.d pemasukan yang tidak
adekuat akibat dari mual, muntah, tidak nafsu makan.
Intervensi:
R/ Klien dengan distress pernafasan sering anoreksia dikarenakan dyspnea, produksi sputum dan
obat-obatan.
R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori total.
Intervensi:
R/ Memberikan pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.
3. Beri dukungan emosional, tetap berada di dekat pasien selama serangan akut, antisipasi
kebutuhan pasien, berikan keyakinan lingkungan.
R/ Memberikan pasien untuk tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan
otot.
6. Pertahankan periode istirahat yang telah direncanakan dan kegiatan sehari-hari yang ringan
dan sederhana, jangan anjurkan berbicara bila sedang dyspnea berat, batasi pengunjung bila
perlu dan berikan dorongan untuk melakukan periode istirahat dengan sering.
f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
- Gas-gas darah arteri dalam batasan yang dapat diterima oleh pasien.
Intervensi:
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada serta catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu atau pelebaran nasal.
R/ Kecepatan biasanya meningkatkan dyspnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman
pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius seperti krekels, mengi,
gesekan pleural.
R/ Mempercepat penyembuhan.
g. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia,
menetapnya sekret.
HYD: Tidak terjadi infeksi ditandai dengan tidak ditemukannya kemerahan, panas dan
pembengkakan.
Intervensi:
1. Observasi TTV.
R/ Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
Intervensi:
4. Jelaskan tentang proses penyakit dan perawatan diri selama serangan hebat.
5. Jelaskan pentingnya diit dan cairan: makan seimbang dan bergizi, hindari penambah berat
badan yang berlebihan, perbanyak cairan 2000-3000 ml/hari kecuali ada kontraindikasi.
6. Diskusikan mengenai obat, nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping serta
pentingnya minum obat sesuai pesanan.
1. Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan, mendeteksi substansi yang
mencetuskan terjadinya serangan.
2. Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur (kapas), pakaian jenis
tertentu, hewan peliharaan, kuda, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari.
3. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan
seperti bangun saat malam hari dengan serangan akut atau mengalami infeksi pernafasan.
4. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.
5. Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetuskan
serangan.
PENGAMATAN KASUS
Anak R berusia 7 tahun, agama Islam, bersuku Ambon, pasien adalah anak ke 3
(bungsu) dalam keluarganya. Masuk ke RS Sumber Waras pukul 23.30 dengan keluhan sesak
nafas sejak pukul 22.00. Anak masuk melalui UGD dengan diagnosa medik saat masuk
adalah Asma Bronchiale.
Dalam pengamatan langsung, orang tua anak menceritakan riwayat penyakit anaknya.
Orang tua mengatakan dalam keluarga ada riwayat penyakit asma. Nenek dan kakaknya
(anak ke-1) menderita penyakit yang sama. Orang tua mengatakan anak pernah dirawat
dengan penyakit yang sama saat anak usia 4 tahun.
Orang tua mengatakan pada tanggal 12 November anak sehabis pulang dari sekolah
melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu bermain dengan teman-teman di sekitar pukul
21.00 anak dengan kakaknya sedang latihan nyanyi bersama. Pada pukul 22.00 anak
mengalami sesak nafas dan keringat dingin, batuk hingga dibawa ke UGD, anak masih sesak
dan sulit bernafas. Di UGD anak disarankan dokter untuk dirawat.
Saat pengkajian anak sedang dirawat pada hari pertama di unit RN I, kamar 119 Bed
2. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, anak mengatakan masih
sesak nafas. Terpasang infus dextrose 5% in ¼ salin 1500 cc/24 jam (15-16 tetes/menit) di
tangan kanan dan terapi oksigen 2 lt/menit. Observasi tanda-tanda vital TD: 110/70 mmHg,
N: 120 x/menit, P: 30 x/menit dengan bunyi nafas tambahan wheezing dan ronchi di paru kiri
dan S: 36,8oC. Hasil foto thorax tanggal 13 November 2002 adalah asma bronchiale. Hasil
laboratorium tanggal 13 November ditemukan Hb: 11,7 g/dl, leukosit 13.600 ul,
LED: 20 mm/jam, eosinofil dalam sediaan hapus 4%.
Adapun rencana perawatan dan rencanan medik adalah anak bedrest, kebutuhan anak
dibantu penuh. Therapi medik yang didapat Aerosol 3x sehari, Solucorterf 3x50 mg,
Aminophylin 72 mg, Bisolvon 3x1 sendok teh, Cefat 3x250 mg.
Dari analisa dan pengamatan kasus di atas, masalah yang menjadi prioritas adalah
ketidakefektifan jalan nafas, gangguan pola nafas, intoleransi aktivitas.
PEMBAHASAN KASUS
Setelah membandingkan antara teori yang telah dipelajari dengan kasus yang diamati
dapat ditemukan adanya persamaan dan perbedaan antara teori dan kasus yang sedang
diamati.
A. Pengkajian
Dari hasil pengkajian penulis mendapatkan kesamaan tanda dan gejala seperti:
dyspnea, wheezing dan ronchi, di paru kiri, batuk dan badan lemas. Yang tidak ditemui pada
pasien adalah nyeri dada, cyanosis, serta mual dan muntah. Menurut analisa penulis tanda dan
gejala di atas tidak ditemukan karena pasien sudah mendapat terapi oksigen 2 l/menit sejak
masuk ke RS Sumber Waras (di UGD) serta anak yang mengalami tanda dan gejala pada
stadium sedang dan segera dibawa ke RS untuk mendapatkan pengobatan, sehingga tanda
seperti tersebut di atas tidak ditemukan.
Pada etiologi disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu faktor intrinsik dan
ekstrinsik, setelah penulis menganalisa pada pasien disebabkan oleh faktor intrinsik dimana
anak mendapat penyakit asma bisa disebabkan karena dalam keluarga ada riwayat penyakit
tersebut (nenek dan kakak pertamanya). Di samping itu faktor pencetus yang menyebabkan
anak terserang asma karena beraktivitas/latihan fisik yaitu bermain-main dengan teman-
temannya. Pada pasien dilakukan pemeriksaan foto thorax, darah lengkap dan sediaan hapus.
Therapi yang diberikan adalah infus Dextrosa 5% in ¼ salin 1500 cc/24 jam (15-16 tts/menit)
ditangan kanan dan diet lunak.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang ditemukan pada pasien maka diagnosa keperawatan yang
diangkat adalah: ketidakefektifan jalan nafas, diagnosa ini penulis angkat sebagai diagnosa
primer karena pada saat pengkajian pasien mengeluh masih sesak, batuk dan pernafasan 32
x/menit.
Gangguan pola pernafasan, diagnosa keperawatan ini penulis angkat sebagai diagnosa
kedua karena pasien mengeluh masih sesak untuk bernafas dan mengatakan lebih enak
bernafas dalam posisi duduk. Pernafasan pasien 32 x/menit. Intoleransi
aktivitas dalam melakukan perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas dan kelemahan
fisik, diagnosa ini diangkat karena pada saat pengkajian pasien dibantu penuh oleh perawat
dan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak karena anak tampak lemah.
C. Perencanaan
Perencanaan disusun bersama pasien dan keluarga disesuaikan dengan gangguan yang
terjadi. Perencanaan lebih ditekankan mengobservasi tanda-tanda vital terutama pernafasan.
Membantu anak mendapatkan posisi tidur yang nyaman guna lebih meningkatkan
pengembangan paru, melatih nafas dan batuk efektif, membantu anak dalam pemenuhan
kebutuhan dasarnya, dan memberi penyuluhan tentang pentingnya kesehatan, serta
memberikan informasi kepada keluarga guna pencegahan terhadap serangan asma.
D. Implementasi
E. Evaluasi
Asma Bronchiale adalah suatu penyakit serius yang biasa dialami oleh anak-anak
pada usia rata-rata 5 tahun pada tahun pertama. Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan.
Karena kadang-kadang hanya terserang ringan sampai sedang.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor terutama karena
mempunyai riwayat genetik/keturunan yang menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat
dicegah dengan menganjurkan pasien untuk banyak istirahat (mengurangi aktivitas-aktivitas
yang cukup berat), mengkonsumsi makanan yang tidak menimbulkan alergi, mengurangi
stres emosional, serta menghindari polusi udara seerti asap rokok, dll. Apabila penyakit ini
tidak dicegah maka akan menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.
Penyakit asma dapat ditangani dengan baik, tergantung dari motivasi anak sendiri dan
suport dari orang tua serta keluarga. Peran perawat sangat dibutuhkan dalam memberikan
penyuluhan akan penyebabnya, cara penanggulangannya dan komplikasinya untuk
menambah pengetahuan anak serta terutama pada orang tua yang mengasuh anak.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB Lippincott
Company, 2000.
Doengoes Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999.
Lewis. Medical Surgical Nursing. Volume II Edisi 5. Mosby Philadelphia, 2000.
Nancy M. Holloway. Medical Surgical Nursing Care Plans. Pensylvania: Springhouse Corporation,
1988).
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Bagian 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, Jakarta, 1985.
Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Tambahkan komentar
3.
OCT
20
Reproduksi menggambarkan produksi telur dan sperma dan proses menuju pembuahan.
Sistem reproduksi terdiri dari organ seks utama, atau gonad, (testis pada pria dan ovarium
pada wanita), yang mengeluarkan hormon dan menghasilkan gamet (sperma dan telur).
Aksesori termasuk saluran organ reproduksi, kelenjar, dan alat kelamin eksternal.
1. Skrotum
Skrotum merupakan kantung yang terdiri dari kulit dan fasia superfisial yang menggantung
dari pangkal penis. Septum vertikal membagi skrotum ke kiri dan kanan kompartemen,
masing-masing yang membungkus testis. Eksternal posisi skrotum testis di luar tubuh dalam
lingkungan di sekitar 3 ° C di bawah rongga tubuh, suatu kondisi yang diperlukan untuk
pengembangan dan penyimpanan sperma. Berikut dua otot membantu menjaga suhu ini :
a. Dartos otot yang terletak di fasia superfisialis dari skrotum dan septum. Kontraksi otot
polos ini menciptakan kerutan pada kulit skrotum. Mengental yang mengernyitkan kulit,
mengurangi kehilangan panas bila temperatur luar terlalu dingin.
b. Cremaster otot yang membentang dari otot oblikus internal ke skrotum. Kontraksi otot
rangka ini mengangkat skrotum lebih dekat ke tubuh saat suhu udara luar terlalu dingin.
2. Testis
Masing-masing dari kedua testis (tunggal, testis) terdiri dari struktur berikut:
a. Tunika vaginalis adalah dua-lapisan luar membran serosa yang mengelilingi setiap testis.
b. Tunika albuginea terletak di dalam tunika vaginalis dan menjorok ke dalam, membagi
masing-masing testis ke dalam kompartemen disebut lobulus.
c. Satu sampai empat erat bergelung tabung, tubulus seminiferus, terletak di dalam diri
masing-masing lobulus. Tubulus seminiferus adalah situs produksi sperma (spermatogenesis).
Tubula dipagari dengan sel spermatogenik, sel-sel yang membentuk sperma, dan sel-sel
sustentacular (Sertoli sel), sel-sel yang mendukung perkembangan sperma. Gulungan tubulus
seminiferus di dalam setiap lobulus bersatu untuk membentuk sebuah tabung lurus, maka
tubulus rektu
d. Rete testis adalah suatu jaringan tabung yang dibentuk oleh penggabungan dari tubulus
recti dari setiap lobulus.
e. Saluran eferen transportasi sperma keluar dari testis (dari rete testis) ke epididim Sel-sel
interstitial (sel Leydig) yang mengelilingi tubulus seminiferus mengeluarkan testosteron dan
hormon androgen lainnya.
3. Epididimis
Epididimis adalah organ berbentuk koma yang terletak bersebelahan dengan masing-masing
testis.Masing-masing dari kedua epididymides berisi gulungan erat tabung, duktus
epididimis. Di sini, sperma menyelesaikan pematangan dan disimpan sampai ejakulasi.
Selama ejakulasi, otot halus melingkari kontrak epididimis, memaksa sperma matang ke
tabung berikutnya, duktus deferens.Dinding duktus epididimis mengandung mikrovili disebut
Stereosilia yang memberi makan sperma.
5. Duktus ejakulatorius
Duktus ejakulatorius tabung pendek yang menghubungkan masing-masing ductus deferens ke
uretra.
6. Uretra
Uretra adalah jalan bagi urin dan air mani (sperma dan terkait sekresi). Tiga daerah uretra
dibedakan:
a. Uretra prostat melewati kelenjar prostat.
b. Membran uretra yang melewati diafragma urogenital (otot yang berhubungan dengan
daerah pinggul
c. The spons (penis) uretra melewati penis. Uretra berakhir pada lubang uretra eksternal.
7. Pita Sperma
Korda spermatika ( pita sperma ) berisi pembuluh darah, pembuluh limfatik, saraf, duktus
deferens, dan cremaster otot. Menghubungkan setiap testis dengan rongga tubuh, memasuki
dinding abdomen melalui kanalis inguinalis.
8. Kelenjar
kelenjar kelenjar yang mengeluarkan zat ke dalam lorong-lorong yang mengangkut sperma.
Zat-zat ini berkontribusi pada bagian cairan air mani.
a. Vesikula seminalis mengeluarkan ke vas deferens suatu cairan alkali (yang menetralkan
asam di dalam vagina), fruktosa (yang menyediakan energi bagi sperma), dan prostaglandin
(yang bisa meningkatkan kelangsungan hidup sperma dan merangsang kontraksi rahim
perempuan yang membantu sperma bergerak ke dalam rahim ).
b. Kelenjar prostat mengeluarkan sebuah susu, sedikit asam cairan ke uretra. Berbagai zat di
dalam cairan sperma meningkatkan mobilitas dan viabilitas.
c. Cowper (Cowper's) kelenjar mengeluarkan cairan basa ke dalam spons uretra. Menetralkan
asam fluida air kencing dalam uretra sebelum ejakulasi terjadi.
9. Penis
Penis adalah organ yang berbentuk silinder yang lewat air seni dan memberikan sperma. Ini
terdiri dari akar yang menempel pada penis ke perineum, tubuh (poros) yang membentuk
sebagian besar dari penis, dan kelenjar penis, ujung diperbesar tubuh. Glans penis ditutupi
oleh kulup (kulup), yang dapat dihilangkan dengan pembedahan prosedur yang disebut sunat.
Secara internal, penis terdiri dari tiga silinder jaringan massa, masing-masing dikelilingi oleh
lapisan tipis jaringan fibrosa, tunik albuginea. Tiga silinder massa, yang berfungsi sebagai
badan ereksi, adalah sebagai berikut :
a. Dua kavernosum mengisi sebagian besar volume penis. Pangkalan mereka, yang disebut
krura (tunggal, crus) dari penis, melekat pada diafragma urogenital.
b. Sebuah korpus spongiosum membungkus uretra dan mengembang pada akhir untuk
membentuk glans penis. Bola lampu dari penis, pembesaran di dasar korpus spongiosum,
menempel pada diafragma urogenital.
c. Selama ereksi, merangsang neuron parasimpatik pelebaran dari arteri yang mengirimkan
darah ke korpus cavernosa dan spongiosum. Akibatnya, darah mengumpul di pembuluh darah
dan ini menyebabkan penis untuk memperbesar dan kaku. Ejakulasi terjadi ketika neuron
simpatik merangsang pelepasan cairan sperma dan mendukung dari berbagai sumber. Selama
ejakulasi, sfingter otot di dasar kandung kemih mengkonstriksi, mencegah pengeluaran urin.
10. Hormon
Sistem Reproduksi laki laki di pengaruhi beberapa hormone yaitu :
a. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara langsung.
Serta merangsang sel sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) untuk
memacu spermatogonium untuk melakukan spermatogenesis.
b. Hormon LH yang berfungsi merangsang sel Leydig untuk memperoleh sekresi testosterone
(yaitu suatu hormone sex yang penting untuk perkembangan sperma)
Berlangsung selama 74 hari sampai terbentuknya sperma yang fungsional. Sperma ini dapat
dihasilkan sepanjang usia. Sehingga tidak ada batasan waktu, kecuali bila terjadi suatu
kelainan yang menghambat penghasilan sperma pada pria.
F. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Universitas Padjajaran (1981) :
1. Vulvitis
a. Perasaan panas dan nyeri terutama waktu kencing
b. Leukorea yang sering disertai perasaan gatal hingga terjadi iritasi oleh gerakan
c. Gangguan koitus
d. Introitus dan labia menjadi merah dan bengkak, sering tertutup oleh secret
2. Vaginitis
a. Leukorea yang kadang – kadang berbau (anyir).
b. Perasaan panas / pedih pada vagina
c. Perasaan gatal pada vagina
Menurut Sinklair dan webb (1992), tanda dan gejala vulvitis dan vaginitis :
1. Akut
a. Pruritus
b. Panas
c. Eritema
d. Edema
e. Perdarahan
f. Nyeri (mungkin sangat, menyebabkan tidak mampu berjalan, duduk dan retensi urine
urine akut)
g. Ulserasi dan vesikel
2. Kronik
a. Inflamasi hebat dengan edema minimal
b. Pruitus hebat, ekskoriasi, Infeksi sekunder
c. Daerah yang terserang : monspubis, Perineum< paha yang berdekatan, anus, sekitar paha.
d. Lesi ulseratif disebabkan : granuloma, karsinoma, melanoma
e. hasil akhir mungkin berupa ekstruksi vulva
G. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Coitus, Terutama pada smegma preputium mengandung kuman – kuman
2. Tampon – tampon didalam vagina, misalnya untuk menampon darah haid
3. Higiene yang kotor, pakaian kotor
4. Atrofi epitel vagina pada mosa senile dimana epitel vagina kurang mengandung glikogen
dan menjadi tipis
5. Korpus allineum : terutama pada anak – anak tetapi juga alat – alat perangsang seks pada
orang dewasa.
6. Masturbasi kronis
7. Benda asing dalam vagina
H. KOMPLIKASI
1. Endometrititis
Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian mungkin karena perubahan PH, bisa
menyebabkan peningkatan angka endometritis
2. Salpingitis
Radang pada saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks menyebar ke tuba uterine
3. Servisitis
Peradangan ini dapat terjadi bila infeksi menyebar ke serviks
I. PENATALAKSANAAN
1. Infeksi bacterial
Diberikan antibiotika Candidiasis seperti :
Nistatin : 100.000 2 kali per hari selama 7-10hari
Ikonazol : 7gram 1-2kali per hari selama 3,5-7hari
lotrimazol : 100 gram tablet atau 7 gram krim 1-2 kali perhari selama 3,5 – 7 hari
sam borat : 600mg 2 kali perhari selama 7hari
2. Infeksi dengan trichomonas
Metronidazole : 2 gram dalam dosis tunggal, juga terapi pasangan seksual laki – lakinya (tahap I)
Metronidazole : 500 mg 2 kali perhari selama 7 hari terapi seksual pasangan laki9 – lakinya (tahap rekurens)
3. Vaginitis non spesifik
Metronidazole : 500 mg 2 kali perhari selama 7 hari
Ampicillin : 500 mg 4 kali perkali selama 7 hari
4. Vaginitis atroficans
Cream estrogen : 1kali per hari selama dua minggu kemudian selang sehari selama dua
minggu
5. Infeksi dengan jamur
Diberi nystatin biasanya diberi dalam bentuk ovula
6. Kolpitis senilis
Selain dari antibiotika atau antibiotika diberi salep yang mengandup estrogen selama 20 hari.
Selain obat – obatan sebaiknya juga penderita memakai pakaian dalam yang tidak
terlalu ketat dan menyerap keringan sehingga sirkulasi udara tetap terjaga, misalnya teruat
dari katun serta menjaga kebersihan vulva sebaiknya gunakan sabun gliserin.
Untuk mengurangi nyeri dan gatal – gatal bisa dibanti dengan kompres dingin pada
vulva atau berendam dalam air dingin.
Untuk mengurangi gatal – gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa dioleskan
krim atau salep kortikosteroid dan antihistamin per oral (tablet)
Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan memperpendek
lamanya infeksi herpes
Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri.
J. DIAGNOSA
1. Wawancara meliputi
a. Aktivitas seksual tanpa pengaman ( oral, rectal,genital) , jumlah pasangan seksual saat ini,
riwayat pms yang pernah diderita, Frekuensi hubungan sex selama satu minggu.
b. Kaji tentang gaya hidup (merokok, alcohol, gizi buruk, stress, keletihan), penggunaan obat
– obatan , kateterisasi yang sering dan adanya cedera lahir pada vagina
c. Kaji tanda dan gejala subyektif, lamanya gejala, serta pengobatan yang telah dilakukan.
d. Pemeriksaan fisik
1) Penampilan vulva
a) Eritema
b) Edema
2) Penampilan secret vagina
a) secret abu – abu
b) Encer seperti air / kental
3) Penampilan serviks
a) secret purulen
4) Rabas vagina, vesikel / luka , demam dan nyeri
e. Pemeriksaan penunjang
1) Mikrobiologi
Sampel sekret vagina dapat diperoleh untuk asupan pewarnaan gram, biakan dan sediaan
basah untuk mengidentifikasi candida atu trichomonas
2) Tes sitology vagina/biopsy
Diindikasikan apabila dicurigai adanya neoplasia
3) Pemeriksaan dengan selaput selulosa
Area penanda terhadap teluer cacing kremi dapat membantu , pemeriksaan ini harus
dilakukan pada pagi hari dan bila perlu diulangi pada hari berikutnya.
4) Foto pelviks
Dapat membantu mengidentifikasi suatu benda yang radiopak, pada kasus cedera(rudapaksa)
5) Pielogram intravena
Kelainan congenital saluran reproduksi sering disertai dengan kelainan congenital/ traaktus
urinarus, pielogram intravena dapat menyingkapkan keadaan patologik traktus urinarius.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Vaginitas adalah peradangan yang terjadi karena perubahan keseimbangan normal
bakteri yang hidup disana. Tanda atau gejala paling umum adalah munculnya cairan yang
berwarna putih keruh keabuan dan berbusa serta menimbulkan bau kurang sedap. Vulvitis
adalah suatu peradangan pada vulva ( organ kelamin luar wanita ). Sedang vulvovaginitis
adalah peradangan pada vulva dan vagina. Vagina dikatakan tidak normal apabila jumlah
cairan yang keluar sangat banyak, baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri.
Cairan yang keluar secara tidak normal memiliki tekstur lebih kental dibandingkan cairan
yang normal dan cairan vagina atau keputihan yang tidak normal cenderung berwarna kuning
seperti warna keju, kuning kehijauan bahkan kemerahan.
Sebenarnya di dalam vagina terdapat 95 % bakteri baik dan 5 % bakteri jahat atau
bakteri pathogen. Agar ekosisterm di dalam vagina tetap seimbang, dibutuhkan tingkat
keasaman ( pH balance ) pada kisaran 3,8 – 4,2. Dengan tingkat keasaman tersebut,
laktobasilus akan subur dan bakteri pathogen mati.
B. SARAN
Lebih meningkatan kebesihan diri, vulva hygiene, jaga kebersihan pakain dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak.(2004).Buku ajar keperawatan maternitas.Edisi 4.Jakarta :ECG
Edge,V.(1993) women’s health care.VSA:von hoffman press
Manuaba, Ida Bagus.(2001).Ilmu kebidanan, Penyakit kandungan, dan keluarga berencana
untuk pendidikan bidan, Jakarta:ECG
Padjajaran, Universitas.(1981). Ginekologi. Bandung:Elstar Offset
Sinklair,C.C.R.,Webb,J.B.(1992)>Segi praktis ilmu kebidanan dan kandungan untuk
pemula.Jakarta:Binarupa Aksara.
Tambahkan komentar
4.
OCT
20
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem
organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-
zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang
terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A.MULUT
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut
biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan
lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi
oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan
dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
B. TENGGOROKAN ( FARING)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani
yaitu Pharynk.
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang
yang disebut ismus fausium
Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media
= bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi
dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan
tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas
kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring
C. KERONGKONGAN (EESOFAGUS)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan
mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan
dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani:
?i??, oeso – “membawa”, dan ??????, phagus – “memakan”).
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
· Kardia.
· Fundus.
· Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3
zat penting :
· Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada
lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak
lambung.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ),
lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas
jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan
usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern.
Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau
hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di
pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian
yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan
memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang
lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
J. PANKREAS
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas
jari).
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam
tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga
memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah
yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung
dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta.
Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-
zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
L. KANDUNG EMPEDU
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat
menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada
manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan
karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.
2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
2.2 Definisi
Obstruksi ileus adalah Suatu Penyumbatan Mekanis Pada Usus merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi
usus. (medicastore.com).
Obstruksi ileus adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. (medlinux.com).
Obstruksi ileus adalah kerusakan komplet atau parsial aliran ke depan dari usus.
Kebanyakan terjadi pada usus halus khususnya di ileum, segmen paling sempit.
(wordpress.com).
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau
total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:
1) Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).
2) Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4, hal
403).
3) Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001).
4) Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke
depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
5) Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus
dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).
6) Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau
parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus
disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus
yang disebabkan oleh sumbatan mekanik
2.3 Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi
usus, yaitu:
1. Mekanis: Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltic.
misalnya: intussusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan abses.
2. Fungsional/non-mekanis: Terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan
peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. Misalnya: amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau
gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.
Atau Ileus obstruktif yaitu terganggunya intestinal secara fisik dikarenakan keadaan-keadaan
seperti :
· Perlengketan
· Hernia
· Neoplasma
· Penyakit peradangan usus
· Benda asing dan batu empedu
· Fecal impaction
· Stricture : congenital dan radiasi
· Intusepsi (biasa pada bayi dan balita)
· Volvulus ( biasa pada manula )
( Hotma Romahorbo )
2.4 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian
intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan
dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi
mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka
tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri
sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium
akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat
menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan
terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404)
2.4.1 Pathway
Obstruksi Ileus
Faktor fungsional
Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari letak obstruksi
distensi
Tekanan intralumen
Tekanan vena, kapiler&arteri¯
Refluk usus
Mual, Muntah
Kehilangan H2O cairan dan elektrolit
Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit
Faktor Mekanis
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi
sistemik
Peritonitis septikemia
Resiko infeksi
Iskemia dinding usus
Kehilangan cairan menuju ruang peritonium
Nyerikolik
Ganggua rasa nyaman(nyeri)
komplikasi
2.4.2 Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122)
2.5 Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan pada abdomen
2. Muntah
3. Konstipasi (sulit BAB).
4. Distensi abdomen.
5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,
hernia)
3. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam
usus.
4. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap)
akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan
infeksi.
5. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi
usus. (Doenges, Marilyn E, 2000)
2.7 Penatalaksanaan Medis
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki
peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1. Perawatan :koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan
muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
2. Farmakologi :Obat antibiotik dapat diberikan untuk membantu mengobati atau
mencegah infeksi dalam perut, obat analgesic untuk mengurangi rasa nyeri.
3. Paracentesis :Prosedur ini juga disebut tekan perut atau peritoneum atau dimasukkan
obat khusus di dalam perut. Menghapus cairan tambahan dapat membantu bernafas lebih
mudah dan merasa lebih nyaman. Cairan dapat dikirim ke laboratorium dan diperiksa untuk
tanda-tanda infeksi atau masalah lainnya
4. Tindakan Bedah :
Dengan laparoskopi, sayatan kecil (pemotongan) akan dilakukan pada perut.
1. Kolostomi: kolostomi adalah prosedur untuk membuat stoma (pembukaan) antara usus dan
dinding perut. Ini mungkin dilakukan sebelum memiliki operasi untuk menghapus usus yang
tersumbat. Kolostomi dapat digunakan untuk menghilangkan udara atau cairan dari usus. Hal
ini juga dapat membantu memeriksa kondisi perawatan sebelum operasi. Dengan kolostomi,
tinja keluar dari stoma ke dalam kantong tertutup. Tinja mungkin berair, tergantung pada
bagian mana dari usus besar digunakan untuk kolostomi tersebut. Stoma mungkin ditutup
beberapa hari setelah operasi usus setelah sembuh.
KH:
Tambahkan komentar
5.
OCT
20
Sistem endokrin meliputi suatu sistem dalam tubuh manusia yang terdiri dari sejumlah
kelenjar penghasil zat yang dinamakan hormon. Kelenjar ini dinamakan “endokrin” karena
tidak mempunyai saluran keluar untuk zat yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkannya
itu dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan dan dialirkan ke organ sasaran melalui
pembuluh darah bercampur dengan darah. Kelenjar yang produknya disalurkan melalui
pembuluh khusus (seperti kelenjar ludah) dinamakan kelenjar eksokrin.
Kelenjar endokrin (endocrine gland) terdiri dan (1) kelenjar hipofise atau pituitari
(hypophysis or pituitary gland) yang terletak di dalam rongga kepala dekat dasar otak; (2)
kelenjar tiroid (thyroid gland) atau kelenjar gondok yang terletak di leher bagian depan; (3)
kelenjar paratiroid (parathyroid gland) dekat kelenjar tiroid; (4) kelenjar suprarenal
(suprarenal gland) yang terletak di kutub atas ginjal kiri-kanan; (5) pulau Langerhans (islets
of langerhans) di dalam jaringan kelenjar pankreas; (6) kelenjar kelamin (gonad) laki di testis
dan indung telur pada wanita. Placenta dapat juga dikategorikan sebagai kelenjar
endokrin karena menghasilkan hormon.
a. Kelenjar Endokrin
Organ utama dari sistem endokrin adalah:
Kelenjar hipofisa
Kelenjar tiroid
Kelenjar paratiroid
Pulau-pulau pankreas
Kelenjar adrenal
Buah zakar
Indung telur.
Selama kehamilan, plasenta juga bertindak sebagai suatu kelenjar endokrin. Hipotalamus
melepaskan sejumlah hormon yang merangsang hipofisa; beberapa diantaranya memicu
pelepasan hormon hipofisa dan yang lainnya menekan pelepasan hormon hipofisa.
Kelenjar hipofisa kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisa mengkoordinasikan
berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormon hipofisa memiliki efek
langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormon
oleh organ lainnya.
Hipofisa mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan
balik, dimana kadar hormon endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada
hipofisa untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya.
Tidak semua kelenjar endokrin berada dibawah kendali hipofisa; beberapa diantaranya
memberikan respon, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap konsentrasi zat-zat di
dalam darah:
Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan asam lemak
Sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat
Medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan
langsung dari sistem saraf parasimpatis.
Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak
disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang
hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya
ke dalam aliran darah.
Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon yang efeknya terutama terbatas pada sistem
saraf.
b. Hormon
Kata hormone berasal dari kata Yunanai hormone yang artinya membuiat gerakan atau
membangkitkan. Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur
kehidupan. Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu
kelenjar atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian
besar hormone merupakan protein yang terdiri dari rantai asam amino dengan
panjang yang berbeda – beda. Sisanya merupakan steroid, yaitu zat lemak yang
merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam jumlah yang sangat kecil bisa memicu
respon tubuh yang sangat luas.
Hormon terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan
antara hormon dan reseptor akan mempercepat, memperlambat atau merubah fungsi sel.
Pada akhirnya hormon mengendalikan fungsi dari organ secara keseluruhan:
TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya mempengaruhi kelenjar tiroid.
hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi sel-sel di
seluruh tubuh.
Insulin dihasilkan oleh sel-sel pulau pankreas dan mempengaruhi metabolisme gula, protein,
serta lemak di seluruh tubuh.
2.3. Kelenjar Endokrin dan Hormon yang Dihasilkan
mDalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu hipofisis, tiroid,
paratiroid, kelenjar adrenalin (anak ginjal), pankreas, ovarium, dan testis.
a. Hipofisis
Hypofisis cerebri atau glandula pituitari adalah struktur lonjong kecil yang melekat pada
permukaan bawah otak melalui infundibulum. Lokasinya sangat terlindungi baik yaitu
terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis. Disebut master endocrine gland karena hormon
yang dihasilkan kelenjar ini banyak mempengaruhi kelenjar endokrin lainya.
Kelenjar ini terletak di sela tursika, lekulkas os spenoidalis basis crania.
Berbentuk oval dengan diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas dua
lobus lobus anterior, merupakan bagian terbesar dari hipofise kira-kira 2/3
bagian dari hipofise. pada dasar otak besar dan menghasilkan bermacam-
macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu
kelenjar hipofisis disebut master gland. Kelenjar hipofisis dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu bagian anterior, bagian tengah, dan bagian posterior .
Korteks adrenal berperan penting mengurangi ketegangan (stres) pada tubuh. Saat tubuh
mengalami ketegangan yang parah, hipotalamus mengirimkan perintah ke kelenjar pituitari
agar melepaskan ACTH (hormon adrenokortikotropis). Di sisi lainn, ACTH merangsang
korteks adrenal, mendorong pembuatan kortikosteroid. Kortikosteroid ini memastikan
produksi glukosa dari molekul-molekul seperti protein, yang tak mengandung
karbohidrat. Akibatnya, tubuh menerima tenaga tambahan dan tekanan pun berkurang.
Bagi setiap organ tubuh, kerja adrenalin berbeda; ketika
Dalam keadaan bahaya, tubuh menuju pembuluh darah, molekul adrenalin menyebabkan
disiagakan karena adanya pembuluh melebar; ketika menuju jantung, molekul
hubungan antara otak dan kelenjar mempercepat penegangan sel-sel jantung. Ini membuat
adrenal. jantung berdetak lebih cepat dan menyalurkan tenaga
tambahan yang dibutuhkan otot.
Ketika molekul adrenalin mencapai sel-sel otot, otot dapat menegang jauh lebih kuat. Molekul
adrenalin yang masuk ke hati memerintahkan sel-sel yang ada di sana agar mencampur gula
dengan darah. Ini menyebabkan jumlah gula darah meningkat dan mengalirkan bahan bakar
tambahan yang dibutuhkan otot.
e. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama:
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak di retroperitoneal rongga abdomen atas pada bagian posterior perut dan berhubungan
erat dengan duodenum (usus dua belas jari), panjang sekitar 10-20 cm. Mendapat pasokan
darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus.
Pankreas berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin. Fungsinya sebagai organ endokrin
didukung oleh pulau-pulau langerhans. Pulau –pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel
yaitu; sel alpha yang menghasilkan plukagon; sel beta yang menghasilkan insulin, dan sel
deltha yang menghasilkan somastotastin namun fungsinya belum jelas diketahui.
Organ sasaran kedua hormone ini adalah hepar, otot dan jaringan lemak. Gliklagon dan
insulin memegang peranan penting dalam metabolisem karbohoidrat, protein dan lemak.
Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat dipengaruhi oleh kedua hormone ini.
Fungsi kedua hormone ini saling bertolak belakang. Kalau secara umum, insulin
menurunkan kadar gula darah sebaliknya untuk glukagon meningkatkan kadar gula darah.
Perangsangan glucagon bial gula darah rendah, dan asam amino mkmeningkat. Efek
glukagon ini juga sama denga efek kartisol, GH dan epinefrin.
Dala penurunan kadar gula darah, insulin sebagi hormon anabolic terutama akan
meningkatkan difusi glukosa melalui membrane sel di jaringan. Efek anabolik penting
lainya dari hormone insulin adal;ah sebgai beerikut :
Efek pada hefar
Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan asam lemak
Sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat.
Medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan
langsung dari sistem saraf parasimpatis.
Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak
disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang
hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya
ke dalam aliran darah. Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon yang efeknya
terutama terbatas pada sistem saraf.
Faktor-faktor lainnya juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di payudara menghasilkan
susu. Isapan bayi pada puting susu merangsang hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak
prolaktin. Isapan bayi juga meningkatkan pelepasan oksitosin yang menyebabkan
mengkerutnya saluran susu sehingga susu bisa dialirkan ke mulut bayi.
Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada di bawah kendali
hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih
banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan
karena tubuh harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula
darah akan turun sampai sangat rendah.
Kadar hormon lainnya bervariasi berdasarkan alasan yang kurang jelas. Kadar kortikosteroid
dan hormon pertumbuhan tertinggi ditemukan pada pagi hari dan terendah pada senja hari.
Alasan terjadinya hal ini belum sepenuhnya dimengerti.
a. Hormon Utama
Yang
Hormon Fungsi
menghasilkan
Membantu mengatur keseimbangan garam dan air
Kelenjar
Aldosteron dengan cara menahan garam dan air serta membuang
adrenal
kalium
Hormon Menyebabkan ginjal menahan air
Kelenjar
antidiuretik Bersama dengan aldosteron, membantu mengendalikan
hipofisa
(vasopresin) tekanan darah
Memiliki efek yang luas di seluruh tubuh, terutama
sebagai:
Kelenjar Anti peradangan
Kortikosteroid
adrenal Mempertahankan kadar gula darah, tekanan darah dan
kekuatan otot
Membantu mengendalikan keseimbangan garam dan air
Kelenjar Mengendalikan pembentukan dan pelepasan hormon
Kortikotropin
hipofisa oleh korteks adrenal
Eritropoietin Ginjal Merangsang pembentukan sel darah merah
Mengendalikan perkembangan ciri seksual dan sistem
Estrogen Indung telur
reproduksi wanita
Glukagon Pankreas Meningkatkan kadar gula darah
Hormon Kelenjar Mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan
pertumbuhan hipofisa Meningkatkan pembentukan protein
Insulin Pankreas Menurunkan kadar gula darah
Mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak
di seluruh tubuh
LH (luteinizing Mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma
hormone) dan sementum, pematangan sel telur, siklus menstruasi
Kelenjar
FSH (follicle- Mengendalikan ciri seksual pria dan wanita (penyebaran
hipofisa
stimulating rambut, pembentukan otot, tekstur dan ketebalan kulit,
hormone) suara dan bahkan mungkin sifat kepribadian)
Kelenjar Menyebabkan kontraksi otot rahim dan saluran susu di
Oksitosin
hipofisa payudara
Kelenjar Mengendalikan pembentukan tulang
Hormon paratiroid
paratiroid Mengendalikan pelepasan kalsium dan fosfat
Mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel
Progesteron Indung telur telur yang telah dibuahi
Mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu
Kelenjar Memulai dan mempertahankan pembentukan susu di
Polaktin
hipofisa kelenjar susu
Renin dan
Ginjal Mengendalikan tekanan darah
angiotensin
Mengatur pertumbuhan, pematangan dan kecepatan
Hormon tiroid Kelenjar tiroid
metabolism
TSH
Kelenjar Merangsang pembentukan dan pelepasan hormon oleh
(tyroid-stimulating
hipofisa kelenjar tiroid
hormone)
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya
mempengaruhi seluruh tubuh.
Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya mempengaruhi kelenjar tiroid.
Sedangkan hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi
sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel pulau pankreas dan mempengaruhi
metabolisme gula, protein serta lemak di seluruh tubuh.
Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada dibawah kendali
hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih
banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan
karena tubuh harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula
darah akan turun sampai sangat rendah.
Kadar hormon lainnya bervariasi berdasarkan alasan yang kurang jelas.
Kadar kortikosteroid dan hormon pertumbuhan tertinggi ditemukan pada pagi hari dan
terendah pada senja hari. Alasan terjadinya hal ini belum sepenuhnya dimengerti.
Sistem endokrin
Sistem endokrin-sistem komunikasi lainnya di tubuh terdiri dari kelenjar endokrin yang
memproduksi hormon, zat kimia yang dilepaskan ke dalam aliran darah untuk membimbing
proses seperti metabolisme, pertumbuhan, dan perkembangan seksual. Hormon juga terlibat
dalam mengatur kehidupan emosional.
The Thyroid Gland
Kelenjar tiroid mengeluarkan tiroksin, suatu hormon yang dapat mengurangi konsentrasi dan
mengakibatkan lekas marah ketika tiroid yang terlalu aktif, dan menyebabkan kantuk dan
metabolisme yang lambat ketika tiroid berada di bawah aktif.
The paratiroid Kelenjar
Dalam tiroid empat organ berbentuk kacang polong kecil, yang parathyroids, yang
parathormon mengeluarkan untuk mengontrol dan menyeimbangkan tingkat kalsium dan
fosfat dalam darah dan cairan jaringan. Hal ini, pada gilirannya, mempengaruhi rangsangan
sistem saraf.
Kelenjar Pineal
Kelenjar pineal adalah kelenjar seukuran kacang polong yang tampaknya menanggapi
paparan cahaya dan mengatur tingkat aktivitas sepanjang hari.
The Pankreas
Pankreas terletak pada kurva antara perut dan usus kecil dan mengendalikan tingkat gula
dalam darah dengan mengeluarkan insulin dan glukagon.
Kelenjar hipofisis
Kelenjar pituitari menghasilkan jumlah terbesar hormon yang berbeda dan karenanya
memiliki jangkauan terluas efek pada fungsi tubuh. Hipofisis posterior dikontrol oleh sistem
saraf. Ini menghasilkan dua hormon: vasopressin, yang menyebabkan tekanan darah
meningkat dan mengatur jumlah air dalam sel-sel tubuh, dan oxytocin, yang menyebabkan
rahim berkontraksi selama persalinan dan menyusui untuk memulai. Hipofisis anterior, sering
disebut “kelenjar master,” menanggapi pesan-pesan kimiawi dari aliran darah untuk
menghasilkan berbagai hormon yang memicu aksi dari kelenjar endokrin lainnya.
The Gonad
Kelenjar ini reproduksi-testis pada pria dan ovarium pada wanita, dan, pada tingkat yang
lebih rendah, glandssecrete androgen adrenal (termasuk testosteron) dan estrogen.
The adrenal Kelenjar
Kedua kelenjar adrenal terletak di atas ginjal. Masing-masing memiliki dua bagian: penutup
luar, korteks adrenal, dan inti, medulla adrenal. Kedua pengaruh respon tubuh terhadap stres.
Misalnya, dalam respon terhadap situasi stres, kelenjar pituitari dapat melepaskan endorfin
beta dan ACTH, yang, pada gilirannya, prompt korteks adrenal untuk melepaskan hormon.
Sementara itu, sistem saraf otonom menstimulasi medula adrenal untuk mensekresikan
hormon seperti epinefrin ke dalam aliran darah
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN GINGGATISME
A. Definisi
Ginggatisme hampir selalu merupakan akibat sekresi berlebihan GH sebelum epifisis bersatu.
Pada masa hidup selanjutnya kegagalan hipofisis cenderung terjadi dan oleh karenanya
penderitanya biasanya tidak kuat, agresif, atau jantan. (David, dkk. Lecture Notes Kedokteran
Klinis).
Gigantisme dan akromegali adalah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi hormone
pertumbuhan (HP) atau Growth Hormon (GH) yang berlebihan. (Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
1, edisi 3).
Gigantisme dan akromegali merupakan peningkatan hormone protein dalam banyak jaringan,
meningkatkan penguraian asam lemak dan jaringan adipose dan kadar glukosa darah.
(Keperawatan Medikal Bedah, Bruner&Suddarth, 2001)
Gigantisme adalah kondisi seseorang yang kelebihan pertumbuhan, dengan tinggi dan besar
yang diatas normal. Gigantisme disebabkan oleh kelebihan jumlah hormon pertumbuhan.
Tidak terdapat definisi tinggi yang merujukan orang sebagai "raksasa." tinggi dewasa.
Gigantisme adalah pertumbuhan tidak normal besar karena kelebihan hormon pertumbuhan
selama masa kanak-kanak, sebelum piring pertumbuhan tulang telah ditutup.
B. Etiologi
Terdapat sekresi GH berlebihan akibat adenoma hipofiis. GH menyebabkan pertumbuhan
berlebihan dari jaringan lunak, termasuk kulit, lidah, dan visera serta tulang. Hormon ini
memiliki sifat antiinsulin. (David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis)
Penyebab ginggatisme dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Ginggatisme primer atau hipofisi, imana penyebabnya adalah adenoma hipofisis
2. Ginggatisme sekunder atau hipothalamik, disebabkan oleh karena hipersekresi GHRH dari
hipothalamus
3. Ginggatisme primer yang disebabkan oleh tumor ektropik (paru, pankreas, dll) yang
mensekresi GH atau GHRH
Melihat besarnya tumor, adeoma hipofisis dapat dibedakan menjadi 2 :
1. Mikroadenoma : tumor dengan diameter lebih kecil dari 10 mm
2. Makroadenima : tumor dengan diameter lebih besar dari 10 mm
C. Patofisiologi
Pada orang muda denga epifisis terbuka. Produksi GH yang berlebihan mengakibatkan
gigantisme.Gigantisme adalah suatu kelainan yang disebabkan karena sekresi yang berlebih
dari GH, bila kelebihan GH terjadi selama masa anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan
longitudinal pasien sangat cepat, dan pasien sangat cepat akan menjadi seorang raksasa.
Setelah pertumbuhan somatic selesai, hipersekresi GH tidak akan menimbulkan gigantisme,
tetapi menyebabkan penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak. kelebihan hormone
pertumbuhan ini terjadi setelah masa pertumbuhan lewat atau lempeng epifisis menutup. Hal
ini akan menimbulkan penebalan tulang terutama pada tulang akral.
D. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut :
· Keabnormalan skeletal dan tanda-tanda intoleransi glukosa seperti yang terlihat pada
penderita akromegali
· Pembesaran tumor pituitari (yang menyebabkan hilangnya hormon trofik lain, misal
hormon yang menstimulasi tiroid, hormon yang menstimulasi folikel dan kortikotropin).
· Manusia dikatakan berperawakan raksasa (gigantisme) apabila tinggi badan mencapai dua
meter atau lebih. Ciri utama gigantisme adalah perawakan yang tinggi hingga mencapai 2
meter atau lebih dengan proporsi tubuh yang normal. Hal ini terjdi karena jaringan lunak
seperti otot dan lainnya tetap tumbuh.
· Gigantisme dapat disertai gangguan penglihatan bila tumor membesar hingga menekan
khiasma optikum yang merupakan jalur saraf mata.
E. Pemeriksaan Diagnostik
· Pengukuran kadar GH melalui radioimmunoassay, kadarnya hanya meningkat pada
penyakit aktif dan tidak ditekan oleh glukosa pada tes toleransi glukosa standar.
· Perimetri untuk mencari defek lapang pandang visual bitemporal (50%)
· Rontgen tengkorak untuk melihat pembesaran sella, erosi prosesus klinoid, alur
supraorbtal, dan rahang bawah. lantai fosa hpofisis biasanya tampak mengalami erosi
menjadi ganda pada tomogram tampak lateral.
· CT scan atau MRI untuk melihat ekstensi suprasellar
· Rontgen tangan untuk mencari bentuk lempeng pada falang distal dan peningkatan jarak
rongga antara sendi karena hipertrofi kartilago. Bantalan tumit biasanya menebal. Tes ini
lebih memiliki unsur menarik daripada diagnostik
· Kadar glukosa serum bia meningkat
· Kadar fosfat dalam serum saat puasa bisa meningkat namun tidak memiliki manfaat
diagnostik
· Rontgen dada dan EKG bisa menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri akibat hipertensi.
(David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis)
· Kadar serum hGh yang diukur dengan radioimmunoassay biasanya naik
· Uji supresi glukosa tidak bisa menekan kadar hormon sampai dibawah jumlah normal yang
dapat diterima, yaitu 2 ng/ml
· Sinar X tengkorak, computed tromography (CT) Scan, arteriografi, dan magnetic resonance
imaging menentukan keberadaan dan perluasan lesi pituitari
· Sinar X tulang menunjukkan penebalan kranium (terutama tulang frontal, oksipital dan
parietal) dan penebalan tulang panjang, serta osteoartritis ditulang belakang.
(http://forum.kompas.com/kesehatan/34004-mengenal-penyakit-akromegali-dan
gigantisme.html, diunduh 14 Maret 2013 pkl. 11.45)
F. Komplikasi
Bedah dan radiasi dapat menyebabkan keduanya rendahnya tingkat hormon hipofisis lainnya,
yang dapat menyebabkan:
· Adrenal insufisiensi
· Diabetes insipidus (jarang)
· Hipogonadisme
· Hypothyroidisme
(A.D.A.M. Encyclopedia medis)
G. Penatalaksanaan Medis
· Kraniatomi
(David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis)
Hipofisektomi kranial atau transfenoidal atau terapi radiasi pituitari dilakukan untuk
membuang tumor yang mendasar
· Penggantian hormon tiroid dan gonadal dan kortison dilakukan sesudah pembedahan
· Bromocriptine (parlodel) dan octreotide (sandostatin) digunakan untuk menghambat hGh.
FORMAT PENGKAJIAN
BIODATA PASIEN
Nama : An.A
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Register : 1234 56 78
Alamat : Jl. Senggol Cc
Status Perkawinan : Belum Kawin
Keluarga terdekat : Ibu
Diagnosa Medis : Gigantisme
ANAMNESE
1. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan utama : Tinggi badannya terus tumbuh dan Berat badannya terus
naik
b) Kronologis keluhan : ibu klien mengeluhkan anaknya yan berUsia 10
tahun mengalami ketidak normalan, tinggi badan terus bertambah 170 cm Berat
badannya terus naik hingga 70 kg , lalu dibawa keklinik.
c) Faktor pencetus : Kelebihan hormon GH
d) Timbulnya keluhan : ( ) mendadak ( v ) bertahap
e) Lamanya :-
2. Upaya mengatasi :-
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat alergi (obat, makanan, binatang, lingkungan)
Keluarga mengatakan klien tidak mempunyai alergi obat, makanan, binatang maupun
lingkungan
b) Riwayat kecelakaan
Tidak ada
c) Riwayat dirawat di Rumah Sakit (kapan, alasan, berapa lama)
Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah dirawat di Rs sebelumnya
d) Riwayat pemakaian obat
Tidak ada
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada
2. Pemeriksaan Fisik Umum
1. Berat badan : 70 Kg
2. Tinggi badan : 170 cm
3. Tekanan darah : 130/90 mmhg
4. Nadi : 68x/menit
5. Frekuensi nafas : 24x/menit
6. Suhu tubuh : 36,5 oc
3. Pemeriksaan Fisik sistem Pernafasan
1. Inspeksi
a. Bentuk torak : ( v ) Normal chest ( ) Pigeon chest
( ) Funnel chest ( ) Barrel chest
b. Susunan ruas tulang belakang : ( - ) Kyposis ( - ) Scoliosis ( - ) Lordosis
c. Bentuk dada ( ) simetris ( v ) asimetris
d. Retraksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( - )
e. Retraksi suprastrenal ( - ), Sternomastoid (- ), Pernafasan cuping hidung ( - )
f. Irama Nafas : ( v ) teratur ( ) tidak teratur
g. Jenis pernafasan : ( ) Eupnea ( ) Takipneu ( ) Bradipnea
( ) Apnea ( ) Chene Stokes ( ) Biot’s/ Kusmaul
h. Kedalaman nafas : ( ) dalam ( ) dangkal
i. Batuk : ( - ) Ya ( - ) Tidak
j. Sputum : ( - ) putih ( - ) kuning ( - ) hijau ( - ) darah
k. Konsistensi : ( - ) kental ( - ) encer
2. Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba (sama/tidak sama).
Lebih bergetar di sisi -
3. Perkusi
( - ) sonor ( - ) hipersonor ( - ) dullness
4. Auskultasi
a. Suara nafas
- Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar)
- Area Bronchial : ( bersih / halus / kasar)
- Area Bronkovesikuler: ( bersih / halus / kasar)
b. Suara Ucapan
Terdengar : ( - ) Bronkophoni ( - ) Egophoni ( - ) Pectoriloqy
c. Suara tambahan
Rales ( - ), Ronchi ( - ), Wheezing ( - ), Pleural friction rub ( - )
4. Pemeriksaan Fisik sIstem Kardiovaskuler
1. Inspeksi
a. Ictus cordis ( - ) Pelebaran - cm
b. Warna kulit : ( ) pucat ( - ) cyanosis
c. Pengisian Kapiler : >3 detik
d. Distensi Vena Jugularis : ( ) Ya ( v ) Tidak
2. Palpasi
a. Pulsasi / ictus cordis pada dinding torak teraba :
( v ) lemah ( - ) kuat ( - ) tidak teraba
b. Temperatur kulit : ( - ) hangat ( v ) dingin
c. Edema : ( - ) Ya ( - ) tidak
( - ) tungkai atas ( - ) tungkai bawah ( - ) skrotalis
( - ) periorbital ( - ) wajah ( - ) anasarka
3. Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas: normal ( N = ICS II )
Batas bawah : normal ( N = ICS V )
Batas kiri : normal ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra )
Batas kanan : normal ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra )
Keluhan lain terkait dengan jantung :
Nyeri dada : ( - ) Ya
Timbul saat : ( - ) Aktifitas
Karakteristik : ( - ) seperti ditusuk-tusuk
( - ) seperti terbakar
( - ) seperti tertimpa benda berat
Hilang nyeri saat : ( - ) istirahat ( - ) dengan obat
Durasi nyeri : ( - ) <30 menit ( - ) >30 menit
Lokasi nyeri : ( - ) Epigastrum
( - ) Thorax (menjalar dari dada, punggung, lengan kiri)
E. Pemeriksaan Fisik Sistem Imun Hematologi
1. Gangguan Hematologi
( v ) Pucat ( ) Echimosis ( ) Spider Navy
( ) Petechie ( ) Epistaksis ( ) Pruritus
( ) Purpura ( ) Perdarahan Gusi ( ) Stomatis
( ) Candidiasis
2. Bibir (MukosaMulut)
( ) Ulserasi (Pecah-Pecah) ( ) Merah Pucat
( ) Sianosis ( ) Gingivitis
( ) Stomatitis (Sariawan)
5. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurobehavior
1. Inspeksi : Amati Adanya
( - ) Kejang ( - ) Paraplegia
( - ) Parase ( - ) Tetraplegia/Parase
( - ) Paralisis ( - ) Hemiparese/Plegi
( - ) Diplegia ( - ) Twizing
2. Penilaian Tingkat Kesadaran
a. PenilaianKualitatif
( v ) Compos Mentis ( ) Sopor
( ) Apatis ( ) Koma
( ) Somnolen ( ) Soporcoma
b. Penilaian Kuantitatif (GCS/Glasgow Coma Scale)
· Membuka Mata (E)
Spontan :4
Dengan di AjakBicara :3
Dengan Rangsangan Nyeri :2
TidakMembuka :1
· Respon Verbal (V)
TerdapatKesadarandan Orientasi :5
BerbicaraTanpaKacau :4
BerkataTanpaArti :3
HanyaMengerang :2
Tidak Ada Suara :1
· ResponMotorik (M)
SesuaiPerintah :6
TerhadapRangsanganNyeri :
1. TimbulGerakan Normal :5
2. FleksiCepatdanAbduksiBahu :4
3. FleksiLenganDenganAbduksiBahu :3
4. EkstensiLengan, Adduksi, Endorotasi
Bahu, PronasiLenganBawah :2
5. Tidak Ada Gerakan :1
Setelah Dilakukan Scoring MakaDapat di Ambil Kesimpulan :
( Compos Mentis / Apatis / Somnolen / Delirium / Sporo Coma / Coma)
3. MemeriksaTanda-Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) :
( - ) Nyeri Kepala Hebat
( - ) Muntah Proyektil
( - ) Edema Pupil
4. Pemeriksaan 12 Saraf Cranialis ( Fungsi Motorik & Fungsi Sensorik)
a. Nervus I : Olfaktorius (Pembau) (-)
b. Nervus II : Opticus ( Penglihatan) (-)
c. Nervus III : Ocumulatoris (-)
d. Nervus IV : Throclearis (-)
e. Nervus V : Thrigeminus (-)
· Cabang Optalmicus : (-)
· Cabang Maxilaris : (-)
· Cabang Mandibularis : (-)
f. Nervus VI : Abdusen ( - )
g. Nervus VII : Facialis (- )
h. Nervus VIII : Akustikus/ Vestibula Choclearis ( - )
i. Nervus IX : Glosopharingeal ( - )
j. Nervus X : Vagus ( - )
k. Nervus XI : Accessorius ( - )
l. Nervus XII : Hypoglosal ( - )
5. Pemeriksaan Tanda Meningeal
a. Reflek Brudzinski I (+ / - )
b. Reflek Brudzinski II (+ / - )
c. Kaku Kuduk (+/ - )
d. Tes L aseque (+/ - )
e. Tes Kernig (+/ - )
6. Pemeriksaan Kekuatandan Tonus Otot: Skala MRC (0-5)
5 (100%) : Kekuatan Normal
4 (75%) : Dapat Menggerakan Sendi Dengan Aktif dan Melawan Tahanan
3 (50%) : Dapat Menggerakan Anggota Gerak Untuk Menahan Berat (Gravitasi)
2 (25%) : DapatMenggerakanAnggotaGerakTanpaGravitasi (Tangan Bergeser)
1 (10%) : Terlihat Atau Teraba Getaran Kontraksi Otot Tapi Tidak Ada Gerakan Sama sekali
0 (0%) : Paralisis, Tidak Ada Kontraksi Otot Sama Sekali
DAFTAR PUSTAKA