Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE

A. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap
akhir. CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea
dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2009).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih,
dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai
sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang
kita sadari bahwa gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam
darah (Sibuea, Panggabean, dan Gultom, 2009)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total
seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat
disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
menyebabkan uremia.

B. Etiologi
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2008)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter,
penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh
dari golongan penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan
hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari
batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah
yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital
leher vesika urinaria dan uretra.
C. Manifestasi Klinis
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, dan kondisi lain yang mendasari. Manifestasi yang terjadi pada CKD
antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastro intestinal,
neurologis, pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial menurut Smeltzer, dan
Bare (2009) diantaranya adalah :
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual
sampai dengan terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal,
kusmol, sampai terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi
feron.
7. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai
pada harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.

D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, dan Bare (2009) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan
kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens
subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya
filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin.
Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen
urea darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi
juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti
steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal
tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit seharihari tidak terjadi. Natrium dan
cairan sering tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya
oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan
asam organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan
produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina
dan keletian. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan karena setatus pasien, terutama dari saluran gastrointestinal
sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah
subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2009)
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun.
Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon
secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya
kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun,
seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering
disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal
juga berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan
adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah
protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat
memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.
E. Pathway
Infeksi Vaskuler (hipertensi, DM) Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen antibody Arterio sklerosis Tertimbun dalam ginjal Refluks

Suplai darah ginjal turun Hidronefrosis Vaskulerisasi Ginjal

GFR turun Peningkatan tekanan Iskemia ginjal

CKD Nefron rusak

Fungsi ginjal Retensi Na & H2 0 Sekresi kalium Eksresi mineral air Sekresi Eritropoitin

Sindrom urenia CES Meningkat Kelebihan Hiperkalemi Prooduksi Hb


cairan
Pruritus Tek. Kapiler Gg. Penghantar Oksihemoglobin turun
Edema jaringan Kelistrikan Jantung
Gg. Integritas Vol. Interstisial
Gg. Perfusi
kulit Tidak mampu disritmia
jaringan
Edema paru Mengekresi asam (H)
Perubahan Peningkatan preload
Gg. Pertukaran proses Asidosis RAA
gas pikir Resiko Suplai O2 Jaringan
Hiperventilasi penurunan curah
Perub.pola napas
Anoreksia mual jantung Intoleransi
Muntah Intek turun Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan Kelelahan Otot aktivitas
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Urin
1) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine
tidak ada (anuria).
2) Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen
kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
3) Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
4) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
b. Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
c. Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
d. Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga
ada.
e. Darah
1) Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
2) Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia.
Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
3) SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi
eritropoetin seperti pada azotemia.
4) GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolik
(kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal
untuk mengeksekresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
5) Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium
atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
6) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan
(hemolisis SDM). Pada tahap akhir , perubahan EKG mungkin
tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium
terjadi peningkatan fosfat, kalsium menurun. Protein (khuusnya
albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan,
atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering sama
dengan urine.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal. EKG
mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
d. KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter /
kandung kemih dan adanya obtruksi (batu).
e. Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
f. Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
g. Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung
kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi.
h. Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat
dengan diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan
pembatasan yang sangat ketat pula pada asupan cairan yaitu antara
500-800 ml/hari.
i. pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti
hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol
pada penyakit DM, sampai selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis
dan transplantasi.
G. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan terhadap CKD meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila
terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2011)
H. Penatalaksanaan keperawatan
1. Pengkajian
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak
senyawa/zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pengkajian pola fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini
sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari
larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan
khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini meski
segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.
c. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.
d. Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta
pasien tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas
dibantu.
e. Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata. Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
f. Pola persepsi dan koknitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah
penurunan kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat
berkomunikasi dengan jelas.
g. Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri
sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih
menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
h. Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan
kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido,
keletihan saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
i. Pola persepsi diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi
edema, citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik,
perubahan peran, dan percaya diri.
j. Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
k. Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa
bersalah meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat
melakukan kegiatan agama seperti biasanya.
4. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar
suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran
jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat
/ uremia, dan terjadi perikarditis.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2
dan nutrisi ke jaringan sekunder.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan
vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak
seimbangan elektrolit).
8. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik
dalam kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.
9. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis,
akumulasi toksik, asidosis metabolik, hipoksia, ketidak seimbangan
lektrolit, klasifikasi metastatik pada otak.

J. Intervensi
Diagnosa
No. NOC NIC
Keperawatan
Perubahan pola Tujuan : 1. Kaji fungsi pernapasan
napas berhubungan Setelah dilakukan klien, catat kecepatan,
dengan tindakan keperawatan adanya gerak otot
hiperventilasi paru klien menunjukkan dada, dispnea,
pola napas efektif. sianosis, dan
Kriteria hasil : perubahan tanda vital.
1. Gas Darah 2. Catat pengembangan
Analisa (GDA) dada dan posisi trakea
dalam rentang 3. Kaji klien adanya
normal keluhan nyeri bila batuk
2. tidak ada tanda atau napas dalam.
1 sianosis maupun 4. Pertahankan posisi
dispnea nyaman misalnya
3. bunyi napas tidak posisi semi fowler
mengalami 5. Kolaborasikan
penurunan pemeriksaan
4. tanda-tanda vital laboratorium (elektrolit).
dalam batas 6. Kolaborasikan
normal (RR 16-24 pemeriksaan GDA dan
x/menit) foto thoraks.
7. Kolaborasikan
pemberian oksigen
pada ahli medis.
Gangguan nutrisi Tujuan : 1. Kaji status nutrisi,
kurang dari Mempertahankan perubahan berat
kebutuhan tubuh masukan nutrisi yang badan, pengukuran
berhubungan adekuat. antropometri, nilai
dengan anoreksia Kriteria hasil : laboratorium (elektrolit
mual muntah 1. Pengukuran serum, BUN, kreatinin,
2
antropometri protein, dan kadar besi)
dalam batas 2. Kaji pola diet dan nutrisi
normal pasien, riwayat diet,
2. Perlambatan atau makanan kesukaan,
penurunan berat hitung kalori
badan yang cepat
tidak terjadi, 3. Kaji faktor-faktor yang
pengukuran dapat merubah
albumin dan kadar masukan nutrisi
elektrolit dalam misalnya adanya
batas normal, anoreksia, mual dan
3. Peneriksaan muntah, diet yang tidak
laboratorium klinis menyenangkan bagi
dalam batas pasien, kurang
normal, memahami diet
4. Pematuhan 4. Menyediakan makanan
makanan dalam kesukaan pasien dalam
pembatasan diet batasan diet
dan medikasi 5. Anjurkan camilan tinggi
sesuai jadwal kalori, rendah protein,
untuk mengatasi rendah natrium,
anoreksia diantara waktu makan
6. Jelaskan rasional
pembatasan diet dan
hubungannya dengan
penyakit ginjal dan
peningkatan urea serta
kadar kreatinin
7. Sediakan jadwal
makanan yang
dianjurkan secara
tertulis dan anjurkan
untuk memperbaiki
rasa tanpa
menggunakan natrium
atau kalium
8. Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan
selama waktu makan.
9. Timbang berat badan
harian.
10. Kaji bukti adanya
masukan protein yang
tidak adekuat,
pembentukan edema,
penyembuhan yang
lambat, penurunan
kadar albumin
Gangguan perfusi
jaringan
3
berhubungan
dengan penurunan
suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder
Kelebihan volume Tujuan : 1. Monitor status cairan,
cairan berhubungan Kelebihan cairan / timbang berat badan
dengan penurunan edema tidak terjadi. harian, keseimbangan
haluran urin dan Kriteria hasil : input dan output, turgor
retensi cairan dan 1. Tercipta kepatuhan kulit dan adanya edema,
natrium pembatasan diet tekanan darah, denyut
dan cairan dan irama nadi.
2. Turgor kulit normal 2. Batasi masukan cairan
tanpa edema 3. Identifikasi sumber
3. Tanda-tanda vital potensial cairan,
normal medikasi dan cairan yan
digunakan untuk
pengobatan, oral dan
4 intravena.
4. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam
menghadapi
ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
6. Kolaborasi pada medis
dalam pembatasan
cairan intravena antara
5-10 tetes permenit, dan
pembatasan obat-obatan
cair
Intoleransi aktivitas Tujuan : 1. Kaji faktor yang
berhubungan Berpartisipasi dalam menyebabkan keletihan,
dengan keletihan, aktivitas yang dapat anemia,
anemia, retensi ditoleransi. ketidakseimbangan
produk sampah dan Kriteria hasil : cairan dan elektrolit,
prosedur dialisis 1. Berpartisipasi retensi produk sampah,
dalam aktivitas dan depresi.
keluwarga sesuai 2. Tingkatkan kemandirian
5 kemampuan dalam aktivitas
2. melaporkan perawatan diri yang
peningkatan rasa dapat ditoleransi, bantu
segar dan bugar jika keletihan terjadi.
3. melakukan 3. Anjurkan aktivitas
istirahat dan alternatif sambil istirahat.
aktivitas secara 4. Anjurkan untuk
bergantian beristirahat setelah
dialisis
4. berpartisipasi
dalam aktivitas
perawatan mandiri
yang dipilih.
Resiko gangguan Tujuan : 1. Kaji fungsi pernapasan
pertukaran gas Setelah dilakukan klien, catat kecepatan,
berhubungan tindakan keperawatan adanya gerak otot
dengan kerusakan klien menunjukkan dada, dispnea,
alveolus sekunder pertukaran gas efektif. sianosis, dan
terhadap adanya Kriteria hasil : perubahan tanda vital.
edema pulmoner 1. Setelah dilakukan 2. Auskultasi bunyi napas.
tindakan 3. Catat pengembangan
keperawatan klien dada dan posisi trakea.
menunjukkan 4. Kaji traktil fremitus.
pertukaran gas 5. Pertahankan posisi
efektif nyaman misalnya
2. GDA dalam posisi semi fowler.
rentang normal 6. Kolaborasikan
6 3. tidak ada tanda pemeriksaan
sianosis maupun laboratorium (elektrolit).
hipoksia 7. Kolaborasikan
4. traktil fremitus pemeriksaan GDA dan
positif kanan dan foto thoraks.
kiri 8. Kolaborasikan
5. bunyi napas tidak pemberian oksigen
mengalami
penurunan
6. auskultasi paru
sonor
7. tanda-tanda vital
dalam batas
normal : RR 16-24
x/menit.
Resiko penurunan Tujuan : 1. Auskultasi bunyi
curah jantung Setelah dilakukan jantung dan paru,
berhubungan tindakan keperawatan evaluasi adanya edema
dengan ketidak curah jantung dapat perifer atau kongesti
seimbangan cairan dipertahankan. vaskuler dan keluhan
mempengaruhi Kriteria hasil : dispnea, awasi tekanan
7 sirkulasi, kerja 1. Tanda-tanda vital darah, perhatikan
miokardial dan dalam batas postural misalnya
tahanan vaskuler normal duduk, berbaring dan
sistemik, gangguan 2. tekanan darah berdiri
frekuensi, irama, 120/80 mmHg, 2. Selidiki keluhan nyeri
konduksi jantung nadi 60-80 x/menit, dada, perhatikan lokasi
dan beratnya.
(ketidak seimbangan kuat, teratur, akral 3. Evaluasi bunyi jantung
elektrolit) hangat, akan terjadi frictionrub,
3. Capillary refil tekanan darah, nadi
kurang dari 3 detik perifer, pengisisan
n kapiler, kongesti
4. Nilai laboratorium vaskuler, suhu tubuh
dalam batas dan mental.
normal (kalium 3,5- 4. Kaji tingkat aktivitas
5,1 mmol/L, urea dan respon terhadap
15-39 mg/dl). aktivitas.
5. Kolaborasikan
pemeriksaan
laboratorium yaitu
kalium.
6. Berikan obat anti
hipertensi sesuai
dengan indikasi
Resiko kerusakan Tujuan : 1. Inspeksi kulit terhadap
intregitas kulit Setelah dilakukan perubahan warna,
berhubungan tindakan keperawatan turgor dan perhatikan
dengan akumulasi tidak terjadi kerusakan adanya kemerahan,
toksik dalam kulit integritas kulit. ekimosis.
dan gangguan turgor Kriteria hasil : 2. Pantau masukan cairan
kulit atau uremia 1. Klien menunjukkan dan hidrasi kulit serta
perilaku atau membran mukosa.
tehnik untuk 3. Inspeksi area tubuh
mencegah terhadap edema.
8
kerusakan atau 4. Ubah posisi dengan
cidera kulit sering menggerakkan
2. tidak terjadi klien dengan perlahan,
kerusakan beri bantalan pada
integritas kulit dan tonjolan tulang.
tidak terjadi 5. Pertahankan linen
edema. kering, dan selidiki
keluhan gatal.
6. Pertahankan kuku
pendek.
Perubahan proses Tujuan : setelah 1. Observasi luasnya
pikir berhubungan dilakukan tindakan gangguan kemampuan
dengan perubahan keperawatan berpikir, mental, dan
fisiologis, akumulasi diharapkan tidak orientasi. Perhatikan
9 toksik, asidosis terjadi atau juga luas lapang
metabolik, hipoksia, mempertahankan pandang.
ketidak seimbangan proses pikir dan harga 2. Validasi pada orang
lektrolit, klasifikasi diri pasien tidak turun. terdekat pasien tentang
metastatik pada otak Kriteria hasil :
1. tidak terjadi kondisi mental pasien
disorientasi orang, dalam sehari-hari.
tempat dan waktu 3. Berikan lingkungan yang
serta tidak terjadi tenang.
perubahan prilaku 4. Orientasikan kembali
pada pasien. lingkungan, waktu, dan
orang.
5. Berikan penjelasan pada
pasien tentang penyakit,
akibat, gejala, dan
penatalaksanaannya.
6. Motivasi pasien untuk
tetap semangat, tidak
cemas, untuk berusaha
bergaul dengan orang
sekitar tanpa rasa malu
dan tetap percaya diri.
7. Meningkatkan istirahat
yang adekuat.
8. Beri O2 sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai