Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLELITIASIS
A. Pengertian
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi
menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah
kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas
abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung
empedu.Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam
usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu,
tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di
dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan
dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar
melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu
empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi
bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. Penyebab paling
utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan
peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di
kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya
tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit
ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya
batu dibanding penyebab terbentuknya batu.

B. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu
kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol
yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang
belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. Statis empedu
dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsurunsur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin)
dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus
meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari
terbentuknya batu, dibanding panyebab terbentuknya batu.

C. Tanda dan Gejala


1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : gelisah
2. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat
3. Eliminasi
Gejala : perubahan warnaa urin dan feses
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urin
gelap, pekat, feses warna tanah liat, steaforea.
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, mual atau muntah, regurgitasi berulang, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan
5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu
kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadaran kanan atas ditekan
6. Pernafasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas pendek, dangkal
7. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, berkeringat dan gatal, perdarahan
(kekurangan vitamin K)

D. Patofisiologi
Batu empedu terjadi karena adamya zat tertentu dalam empedu yang
hadir dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu
terkonsentrasi di dalam kandung empadu, larutan akan berubah menjadi jenuh
dengan bahan-bahan tersebut, kemudian endapan dari larutan akan membentuk
kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa bilier, akan
mengahasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu
menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu.
Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena
mengandung garam empedu terkonjugasi dan lesitin dalam jumlah cukup agar
kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol
berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi
sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati memproduksi
kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada
lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol.
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh dati. Sebagian besar bilirubin di dalam empedu
berada dalam bentuk konjugat glukoronida yang larut dalam air dan stabil,
tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak
terkonjugasi, seperti lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya cenderung
untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki
empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian
heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi
mungkinberada dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari
biasanya. Kalsium bilirubinat mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan
akhirnya membentuk batu pigmen hitam.
Empedu yang biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak
biasa (misalnya ada striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri.
Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dari hasil peningkatan bilirubin
tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium
bilirubinat, bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang
komplek dengan kalsium dan endapan dari larutan lain. Konkresi yang
dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat.
Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan
leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari
waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium
bilirubinat dan garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu.
Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi
keluhan pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika
terdapat batu empedu yang menyumbat duktus sistikus dan biliaris komunis
untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan
peningkatan peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di
daerah epigastrum, mungkin dengan penjalaran ke punggung. Respon nyeri,
gangguan gastrointestinal dan anoreksia akan meningkatkan penurunan intake
nutrisi.
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan
manifestasi peningkatan suhu tubuh. Respon kolik bilier secara kronis akan
meningkatkan kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami
kelelahan. Respon adanya batu akan dilakukan intervensi medis pembedahan,
intervensi litotripsi atau intervensi endoskopi.
E. Pathway
Serosis hepatis Infeksi bakteri Metabolisme

Bilirubin tak terkonjugsi Pembentukan misel Perubahan komposisi


empedu, stasis bilier
Kalsium bilirubinat Kalsium palmiat Sekresi empedu jenih kolesterol Operasi
dan stearat
Batu pigmen hitam Konsentrasi kolesterol melebihi Pre Operasi Post Operasi
kemampuan empedu mengikatnya
Prosedur Luka insisi
Garam empedu Pembentukan kristal kolesterol pembedahan OP
Jalan Kuman
Batu kolesterol Kurangnya
Masuk
informasi
BATU EMPEDU
Gelisah Kurang Perdarahan
KOLELITIASIS
pengetahuan
Oklusi dan obstruksi dari batu Tidak bisa
tidur Resiko
Obstruksi duktus sistikus dan duktus biliaris Cemas Terinfeksi

Gastrointestinal Kolik bilier Respon sistemik inflamsi Gg Pola tidur


Gangguan
anoreksia Nyeri epigastrum Suhu tubuh Volume
cairan
Intake nutrisi dan Nutrisi sel
cairan tdak adekuat
Nyeri Akut Hipertemia
Kekuatan sel

Resiko Aktivitas
Ketidakseimbangan
Tirah baring Intoleransi Aktivitas
nutrisi kurang dari
kebutuhan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan
sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran
saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.
Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
2. CT-Scan
Metode ini juga merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menentukan
adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis.
3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan
duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus
tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil
batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki
gejala gastrointestinal pada pasienpasien yang kandung empedunya sudah
diangkat.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang
dianjurkan adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial,
chenofalk). Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan
sekresinya dan tidak desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin
atau metil tertier butil eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring
untuk memegang dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus
koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang
yang diarahkan kepada batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam
media cairan oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis

2. Penatalaksanaan bedah
a. kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu
diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui
dinding abdomen pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu
empedu.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Usia : Setelah usia 15 tahun prevalensi kolelitiasi meningkat.
Jenis kelamin : Perempuan lebih cenderung terkena kolelitiasis daripada
laki-laki. Prevalensinya mencapai 4:1.
Keluahan Utama : pasien dengan kolelitiasis biasanya mengeluh nyeri kolik
bilier.
Riwayat Penyakit sekang :
kondisi nyeri (P : biasanya nyeri bertambah ketika ada penekanan pada
abdomen, Q : seperti nyeri tusuk, R : Abdomen kuadran kanan atas, S : tergantung
respon pasien (0-10, T : biasanya nyeri terjadi pada malam hari dengan waktu
3060 menit), biasanya disertai riwayat keluhan demam sampai menggigil dan
disertai gangguan gastrointestinal seperti sakit perut, rasa terbakar pada
epigastrik, mual, muntah, anoreksia.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Biasaya ada faktor predisposisi penyebab kolelitiasis. Perawat mengkaji
adanya kondisi obesitas, penyakit DM, hipertensi, dan hiperlipidemia
berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hepatika dan merupakan
faktor resiko utama pengembangan batu empedu.
Riwayat penyakit Keluarga :
Dari data yang ada kolelitiasis memperlihatkan variasi genetik. Perawat
perlu mengkaji kondisi sakit dari generasi terdahulu, karena beberapa pasien
cenderung memiliki kondisi penyakit herediter.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamasi.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia , muntah dan gangguan pencernaan.
c. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
inflamasi.
d. Resiko Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah bangun
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi.
h. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
i. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan akan dilaksanakannya operasi
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut Dalam waktu 3x24 jam 1. Observasi
berhubungan dengan setelah diberikan karaktristik nyeri
respon inflamasi. tindakan keperawatan nyeri mulai dari
pasien mengatakan penyebab, lokasi,
nyerinya berkurang skala dan waktu.
KH : (PQRST)
a. Secara subjektif 2. Berikan posisi
pernyataan nyeri fowler.
berkurang atau 3. Berikan kompres
teradaptasi hangat pada area
1 b. Skala nyeri 2 nyeri.
c. TTV dalam batas 4. Ajarkan tehnik
normal dan pasien relaksasi distraksi
terlihat tenang seperti membaca
koran.buku, aktivitas
sesuai hobi,
menonton tv,
mendengarkan radio,
dll
5. Lakukan kolab orasi
pemberian analgesik.
Ketidakseimbangan Dalam waktu 3 x 24 1. Observasi status
nutrisi kurang dari jam setelah dilakukan nutrien pasien, turgor
kebutuhan tindakan keperawatan kulit, BB, riwayat
berhubungan dengan pasien dapat mual/muntah dan
anoreksia, muntah mempertahankan intregitas mukosa.
dan gangguan kebutuhan nutrisi yang 2. Pertahankan
pencernaan. adekuat. kebersihan mulut.
KH : 3. Berikan makanan
Menunjukkan selagi hangat.
peningkatan nafsu 4. Kolaborasi dengan
makan dan ahli gizi dengan
2 menunjukkan memberikan diet
peningkatan BB, pasien makanan rendah
tidak merasa mual kolesterol.
muntah, pasien tidak
terlihat lemas dan
pucat, mengalami
peningkatan BB.
Lab : Protein : (N :
6,18,2 gr), Albumin (N
: 3,8-5,0 gr), gula darah
PP (100-120 mg/dl)
dalam batas normal.
Hipertermi Dalam waktu 2 x 24 1. Observasi suhu
berhubungan dengan jam setelah dilakukan badan pasien.
kerusakan kontrol tidakan keperawatan 2. Berikan kompres
suhu sekunder akibat pasien menunjukkan mandi hangat,
inflamasi. penurunan suhu badan. hindari penggunaan
3 KH : alkohol.
Suhu badan dalam 3. Tingkatkan intake
batas normal (36,60- nutrisi pasien.
37,50 C),turgor kulit 4. Kolaborasi
baik, kulit tidak terlihat pemberian
kemerahan antipiretik.
Resiko ketidak Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan
seimbangan volume tindakan keperawatan gejala kekurangan
cairan berhubungan selama 3 x 24 jam cairan dan elektrolit.
dengan mual muntah. keseimbangan dan 2. Pantau intake dan
elektrolit dipertahankan output.
secara maksimal 3. Timbang berat badan
KH : setiap hari.
4
Tanda vital dalam batas 4. Anjurkan keluarga
normal (N: 120-60 untuk memberi
x/mnt, S; 36,5-37,50 c, minum banyak pada
RR : 16-24 x/mnt ), kien, 2-3 lt/hr
turgor kulit baik,
membran mukosa bibir
basah.
Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda gejala
berhubungan dengan tindakan keperawatan infeksi
port de entry selama 3x24 jam 2. Kaji suhu badan
diharapkan masalah klien tiap 4 jam
teratasi dengan KH : 3. Observasi
- Klien bebas dari tanda pemeriksaan
dan gejala infeksi leukosit
- Jumlah leukosit 4. Observasi keadaan
5
dalam batas normal luka
5. Lakukan perawatan
luka
6. Dorong masukan
cairan
7. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
antibiotik
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. obserasi adanya
berhubungan dengan tindakan keperawatan pembatasan klien
6 tirah bangun selama 3x24jam dalam melakukan
diharap masalah aktivitas
Toleransi aktivitas,
konservasi energi 2. kaji adanya faktor
dengan yang menyebabkan
KH : kelelahan
1. berpartisipasi dalam 3. monitor nutrisi dan
aktivitas fisik tanpa sumber energi yang
disertai peningkatan adekuat
tekanan darah, nadi 4. monitor pasien akan
dan RR adanya kelelahan
2. keseimbangan fisik dan emosi
aktivitas dan secara berlebihan
istirahat 5. monitor pola tidur
dan lamanya tidur/
istirahat pasien
6. kolaborasi dengan
tenaga rehabilitasi
medik dalam
merencanakan
program terapi yang
tepat.

Kurang pengetahuan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang


tentang kondisi asuhan keperawatan pembatasan
prognosis dan diharapkan aktivitas
kebutuhan pengetahuan bertambah pascaoperasi
pengobatan dengan kriteria hasil: 2. Anjuran
berhubungan dengan 1. menyatakan menggunakan
kurang informasi. pemahaman proses laksatif/pelembek
penyakit, feses ringan bila
pengobatan dan perlu dan hindari
7 2. berpartisipasi dalam enema
program 3. Diskusikan
pengobatan perawatan insisi,
termasuk
mengamati
balutan,
pembatasan
mandi, dan
kembali ke dokter
untuk mengangkat
jahitan/pengikat
4. Identifikasi gejala
yang memerlukan
evaluasi medic,
contoh
peningkatan nyeri
edema/eritema
luka, adanya
drainase, demam
Cemas berhubungan Setelah dilakukan
1. Evaluasi tingkat
dengan akan asuhan keperawatan, ansietas, catat verbal dan
dilaksanakan operasi. diharapkan kecemasa non verbal pasien.
klien berkurang dengan 2. Jelaskan dan persiapkan
kriteria hasil: untuk tindakan prosedur
8 a. Melaporkan ansietas sebelum dilakukan
menurun sampai
3. Jadwalkan istirahat
tingkat teratasi adekuat dan periode
b. Tampak rileks menghentikan tidur.
4. Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping
klien
Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan 1. Determinasi efek-
berhubungan dengan asuhan keperawatan efek medikasi
akan dilaksanakannya diharap tidur pasien terhadap pola tidur
operasi nyenyak dengan
2. Jelaskan
kritesia hasil :
pentingnya tidur
1. Jumlah jam tidur
dalam batas normal yang adekuat
6-8 jam/hari 3. Fasilitas untuk
9 2. Pola tidur, kualitas mempertahankan
dalam batas normal aktivitas sebelum
3. Perasaan segar
tidur (membaca)
sesudah tidur atau
istirahat 4. Ciptakan
4. Mampu lingkungan yang
mengidentifikasikan nyaman
hal-hal yang
meningkatkan tidur
5. Kolaborasikan
pemberian obat
tidur
DAFTAR PUSTAKA

Sudarmaji, Walid.2007.Hand out KMB 3.Asuhan Keperawatan Batu Empedu.

Jakarta: AKPER RSPAD Gatot soebroto

kita.wordpress.com/2009/02/11/kolelitiasis-definisi-serta-askepnya/diambil

tanggal 26 Januari 2010

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2010. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10.

Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai