Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN TEORI

Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan


dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor
primer, sistem pergerakan dan aktivitas guna lahan, kinerja ruas jalan serta teori
mengenai pengelolaan lalu-lintas.

2.1 Definsi dan Pengertian Tundaan


Tundaan merupakan waktu yang hilang akibat dipengaruhi oleh suatu
unsur yang tidak dapat dikendalikan oleh pengendara baik di dalam arus lalu-
lintas itu sendiri maupun dari arus lalu-lintas lain (Pignataro, 1973:107). Terdapat
dua jenis tundaan yang dapat terjadi di dalam arus lalu-lintas, yaitu :
1. Tundaan Tetap
Tundaan tetap merupakan tundaan yang disebabkan oleh alat-alat
pengendali lalu-lintas. Tundaan ini seringkali terjadi di persimpangan-
persimpangan jalan. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya
tundaan di persimpangan, yaitu :
- faktor-faktor fisik, yang meliputi jumlah jalur, lebar jalan, pengendali akses
menuju jalan tersebut, dan tempat-tempat transit
- faktor lalu-lintas, yang meliputi volume kendaraan, gerakan membelok,
klasifikasi kendaraan, karakteristik pengendara, kecepatan, parkir, dan pejalan
- pengendali lalu-lintas, yang meliputi jenis dan pengaturan waktu dari lampu
lalu-lintas, tanda berhenti, pengendali belokan, dan pengendali parkir.
2. Tundaan Operasional
Tundaan operasional merupakan tundaan yang disebabkan oleh gangguan
antara unsur-unsur di dalam arus lalu-lintas atau tundaan yang disebabkan oleh
adanya pengaruh dari lalu-lintas lain. Misalnya : kendaraan yang masuk keluar
dari tempat parkir, pejalan kaki atau kendaraan yang berhenti. Namun tundaan
operasional dapat juga disebabkan oleh gangguan di dalam arus lalu-lintas itu
13

sendiri. Misalnya : kemacetan akibat volume kendaraan yang lebih besar


dibandingkan kapasitas jalan yang ada.
Adapun jenis dan jumlah penundaan yang terjadi atau yang terdistribusi
pada para pemakai jalan, akan dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut (Hobbs,
1979) :
• Sifat-sifat fisik, seperti jumlah jalur, jenis permukaan, tata letak geometri,
pemberhentian bus, dan tempat penyeberangan bagi pejalan
• Pemakaian lalu-lintas, yaitu volume dan gerakan membelok, kecepatan,
jenis rute, dan arus pejalan
• Bentuk pengendalian lalu-lintas, yaitu rambu-rambu, pengaturan
arus/jalur, bundaran di persimpangan, dan pengendalian gerakan
membelok.

2.2 Hubungan Antara Tundaan Dengan Kecepatan Rata-Rata Kendaraan


Dalam Transportation and Traffic Engineering Handbook, dikemukakan
bahwa kualitas perjalanan berhubungan dengan kecepatan dan waktu tempuh
perjalanan. Variabel-variabel yang mempengaruhi kecepatan dapat
dikelompokkan berdasarkan pengendara , kendaraan, jalan, arus lalu-lintas dan
lingkungan. Kecepatan kendaraan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
transportasi karena besarnya pergerakan kendaraan akan mempengaruhi
perekonomian, keamanan, waktu, dan pelayanan.
Kecepatan kendaraan merupakan besarnya pergerakan arus lalu-lintas atau
suatu komponen lalu-lintas tertentu yang umumnya dinyatakan dalam mil/jam
atau km/jam. Terdapat tiga macam ukuran kecepatan (Hobbs, 1979) yaitu :
a) Kecepatan setempat (spot speed)
Kecepatan setempat (stop speed) adalah kecepatan kendaraan pada suatu
saat diukur dari suatu tempat yang ditentukan.
b) Kecepatan bergerak (running speed)
Kecepatan bergerak (running speed) adalah kecepatan kendaraan rata-rata
pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak (tanpa penundaan) dan
didapat dengan membagi panjang jalur dengan lama waktu kendaraan
14

bergerak menempuh jalur tersebut. Waktu kendaraan bergerak dapat


diperoleh dengan mengurangi waktu perjalanan dengan waktu tunda
(Warpani, 1993 : 33)
c) Kecepatan perjalanan (journey speed)
Kecepatan perjalanan (journey speed) adalah kecepatan efektif kendaraan
yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat, dan merupakan jarak
antara dua tempat dibagi dengan lama waktu bagi kendaraan untuk
menyelesaikan perjalanan antara dua tempat tersebut, dengan waktu lama
ini mencakup setiap waktu berhenti yang ditimbulkan oleh hambatan
(penundaan) lalu-lintas.
Dari definisi-definisi di atas, dapat diketahui bahwa tundaan sangat berpengaruh
terhadap kecepatan. Semakin besar tundaan yang ada maka semakin kecil
kecepatan kendaraan.
Selain tundaan, kecepatan kendaraan juga sangat berhubungan erat dengan
volume kendaraan dan kecepatan kendaraan. Hubungan ini dinyatakan sebagai
berikut :
• Hubungan antara kecepatan-volume kendaraan : dengan bertambahnya
volume kendaraan di suatu ruas jalan, kecepatan rata-rata akan berkurang
secara linier sampai volume lalu-lintas mencapai kapasitas dari jalan
tersebut dengan kondisi jalan dan lalu-lintas yang ada.
• Hubungan antara kecepatan-kepadatan kendaraan : secara garis besar,
dengan meningkatnya kepadatan kendaraan maka kecepatan kendaraan
akan semakin berkurang.
Volume kendaraan dan kepadatan kendaraan yang tinggi dapat disebut
sebagai tundaan khususnya operasional. Dengan adanya tundaan ini maka
kecepatan kendaraan akan berkurang sehingga waktu tempuh perjalanan semakin
bertambah. Oleh karena itu, tingkat pelayanan jalan akan dipengaruhi oleh
besarnya kecepatan kendaraan yang juga dipengaruhi oleh tundaan-tundaan yang
ada.
Kecepatan juga dipengaruhi oleh lebar jalan dan guna lahan yang ada.
Penurunan kecepatan dapat diakibatkan oleh besarnya gangguan sisi jalan, seperti
15

parkir dan keluar-masuknya kendaraan, serta kegiatan pejalan dan perdagangan


yang menjorok ke badan jalan. Setiap guna lahan akan mempunyai pengaruh
tersendiri terhadap intensitas volume dan kecepatan.

2.3 Hubungan Antara Tundaan Dengan Rasio Antara Volume Dengan


Kapasitas
Untuk mengetahui kondisi pelayanan suatu jaringan jalan, biasanya diukur
dari rasio antara volume kendaraan dan kapasitas jalan. Volume kendaraan disini
menggambarkan permintaan terhadap lalu-lintas sedangkan kapasitas jalan
menggambarkan persediaan kemampuan jalan dalam mengakomodasi lalu-lintas.
Kondisi pelayanan jalan dikatakan telah mengalami masalah jika rasio antara
volume dengan kapasitas sudah melebihi satu, yang berarti bahwa jalan tersebut
telah melayani lalu-lintas di atas kemampuannya.
Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.26 tahun 1985 pada
bagian persyaratan jalan menurut peranan disebutkan bahwa kondisi volume lalu-
lintas yang sama dengan kapasitas yang tersedia adalah kondisi arus lalu-lintas
dengan ciri-ciri :
• Kebebasan gerak, mendahului, memilih jalur, memilih kecepatan,
kenyamanan dan pengeluaran biaya operasi kendaraan bagi pengemudi
berada pada titik yang mulai tidak menguntungkan
• Arus lalu-lintas tidak stabil dan/atau dipaksa, sehingga terjadi kongesti
(kendaraan berjalan perlahan tetapi tidak sampai berhenti) atau kemacetan
(kendaraan terpaksa berhenti dan menunggu di luar keinginan pengemudi).
Dengan adanya berbagai macam tundaan, baik tundaan tetap maupun
tundaan operasional, di suatu ruas jalan maka kondisi arus lalu-lintas di atas akan
sangat mudah untuk dipengaruhi. Oleh karena itu, tundaan dapat meyebabkan
rasio antara volume kendaraan dengan kapasitas jalan mendekati satu yang
mengakibatkan kecepatan kendaraan rendah dan waktu tempuh perjalanan yang
tinggi sehingga pada akhirnya tingkat pelayanan jalan pun akan rendah.
16

2.4 Klasifikasi Fungsi Jalan


Dalam UU No.14 tahun 1992 pasal 1 disebutkan definisi jalan adalah jalan
yang diperuntukkan bagi lalu-lintas umum. Disebutkan pula bahwa jaringan
transportasi jalan adalah serangkaian simpul dan atau ruang kegiatan yang
dihubungkan oleh ruang lalu-lintas sehingga membentuk suatu kesatuan sistem
jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu-lintas dan angkutan jalan.
Berdasarkan UU No.13 tahun 1985 pasal 14, klasifikasi fungsi jaringan
jalan ditentukan berdasarkan hirarki pelayanannya, yaitu lingkup regional atau
lokal, terdiri dari klasifikasi primer dan sekunder yang disesuaikan dengan
peranannya, yaitu :
a. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan umum dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efsisien.
b. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan
pengumpulan/pembagian (menuju suatu tempat atau keluar dari suatu
tempat) dengan ciri-ciri perjalanan sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi dan memungkinkan untuk jaringan jalan lain yang lebih kecil dan
sifatnya hanya melayani kebutuhan pelayanan tertentu atau tidak untuk
lalu-lintas (jalan buntu atau cul de sac)
Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi menjadi (Warpani, 2002) :
a. Arteri Primer
Jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak
berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota
jenjang kedua.
b. Arteri Sekunder
Jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder
kesatu dengan kawasan sekunder kesatu lainnya, atau kawasan sekunder
kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
17

c. Kolektor Primer
Jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua
lainnya, atau kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
d. Kolektor Sekunder
Jalan yang menghubungkan antara pusat jenjang kedua, atau antara pusat
jenjang kedua dengan ketiga.
e. Lokal Primer
Jalan yang menghubungkan persil dengan kota pada semua jenjang.
f. Lokal Sekunder
Jalan yang menghubungkan permukiman dengan semua kawasan
sekunder.

Dalam penelitian ini, kelas jalan yang menjadi lokasi studi yaitu ruas Jalan
Sukajadi termasuk ke dalam kelas jalan kolektor primer

2.4.1 Jalan Kolektor Primer


Berdasarkan UU Republik Indonesia No.13/1980, jalan kolektor
merupakan jalan yang melayani angkutan pengumpul atau penyalur jalan dari
jalan lokal ke jalan arteri dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang. Sistem jaringan
jalan primer menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi secara menerus.
Dengan kata lain sistem jaringan jalan kolektor primer menghubungkan secara
menerus kota orde kesatu dengan kota orde kedua, atau ke orde-orde yang lebih
kecil sampai ke persil.
Sedangkan menurut PP Republik Indonesia No.26/1985 yaitu bahwa jalan
kolektor primer merupakan :
• Jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang
kedua, kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua, atau kota jenjang
kedua dengan kota jenjang ketiga.
• Jalan yang didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
40km/jam dan dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.
18

• Jalan yang mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume
lalu-lintas rata-rata.
• Jalan yang jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sesuai dengan
ketentuan di atas.
• Jalan yang tidak terputus walaupun memasuki kota.

Sedangkan menurut Collector Roads Study (Lyons Associates


Incorporated : 24-25), jalan-jalan kolektor luar kota harus memenuhi kebutuhan
dasar sebagai jalan yang berfungsi regional. Faktor kelancaran lalu-lintas tersebut
adalah merupakan kebutuhan dasar untuk menyediakan lintasan perjalanan bagi
kendaraan dalam menembus sub-sub region dalam suatu wilayah.

2.4.2 Kinerja Ruas Jalan


Kinerja lalu-lintas perkotaan dapat dinilai dengan menggunakan parameter
lalu-lintas sebagai berikut (Tamin & Nahdalina, 1998):
- untuk ruas jalan, dapat berbentuk VCR dan kecepatan
- untuk persimpangan dapat berupa tundaan dan kapasitas sisa
- jika tersedia, maka data kecelakaan lalu-lintas juga dapat dipertimbangkan
dalam mengevaluasi efektivitas sistem lalu-lintas perkotaan.
Kinerja yang dibutuhkan dalam studi ini adalah sebagai berikut :
• VCR, yang menunjukkan kondisi ruas jalan dan melayani volume lalu-
lintas yang ada.
• Kecepatan perjalanan rata-rata yang juga dapat menunjukkan waktu
tempuh dari titik asal ke titik tujuan di dalam wilayah pengaruh yang akan
menjadi tolak ukur dalam pemilihan rute per jalan serta analisis ekonomi.
• Tingkat pelayanan yang akan menjadi indikator yang mencakup gabungan
beberapa paramter baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari ruas jalan
dan persimpangan. Penentuan tingkat pelayanan ini akan disesuaikan
dengan kondisi lalu-lintas yang ada.
19

Nilai VCR untuk ruas dan persimpangan di dalam daerah pengaruh akan
didapatkan berdasarkan hasil survey volume lalu-lintas di ruas dan persimpangan
serta survey geometrik untuk mendapatkan besarnya kapasitas jalan eksisting.
Parameter kecepatan perjalanan rata-rata didapatkan dari hasil survey
Floating Car Observer. Bersamaan dengan itu akan didapatkan nilai waktu
perjalanan rata-rata antar titik-titik asal-tujuan di dalam daerah pengaruh serta
nilai tundaan selama perjalanan tersebut. Besarnya kecepatan perjalanan rata-rata
pada saat sekarang maupun yang akan datang dari setiap ruas jalan merupakan
masukan bagi analisis ekonomi dalam kaitannya dengan perhitungan keuntungan
berdasarkan besarnya nilai waktu yang berlaku.
Besarnya waktu perjalanan atau waktu tempuh rata-rata juga akan menjadi
salah satu tolak ukur dalam pemilihan rute perjalanan pada ruas-ruas jalan yang
ada. Di samping itu besarnya nilai tundaan secara langsung akan dipakai sebagai
salah satu indikator bagi usulan jenis penanganan terutama di persimpangan.

2.5 Sistem Pergerakan dan Aktivitas Guna Lahan


Pola pergerakan di wilayah perkotaan adalah sangat kompleks. Lalu-lintas
perkotaan terdiri dari dua elemen utama : pergerakan menuju ke dalam wilayah
kota dan pergerakan dalam kota itu sendiri. Pergerakan tersebut terjadi karena
adanya kegiatan-kegiatan individu-individu atau barang di daerah perkotaan
tersebut. Pergerakan ini akan menimbulkan bangkitan lalu-lintas. Definisi dari
bangkitan lalu-lintas di sini adalah pergerakan kendaraan yang berkaitan dengan
guna lahan dan tapak per satuan waktu. Maka bangkitan lalu-lintas bergantung
pada intensitas kegiatan, guna lahan dan waktu.
Pada dasarnya, prasarana transportasi mempunyai dua peran utama
(Tamin,1997) yaitu :
- sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan
- sebagai prasarana bagi pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul
akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.
20

Peran pertama yang sangat terkait dengan pengoptimalan pemanfaatan


guna lahan perkotaan dan prasarana transportasi harus dapat memberikan
kemudahan pelayanan. Adanya perubahan guna lahan akan mengakibatkan
terjadinya perubahan permintaan perangkutan sebagai konsekuensi akibat adanya
interaksi timbal balik antara guna lahan dan perangkutan seperti pada Gambar II.1
berikut.

GAMBAR 2.1
INTERAKSI GUNA LAHAN DAN PERANGKUTAN

Sistem Aktivitas Aksesibilitas Sistem Perangkutan

Keputusan berlokasi Pemilihan rute


oleh individu atau perjalanan
lembaga

Kebutuhan sarpras
Pola Guna Lahan perangkutan

Pengembangan lahan Penambahan sarpras


berdampak pada perangkutan
perubahan sistem

Sumber: Meyer & Miller, Urban Transportation Planning, 1984

2.5.1 Tingkat Pelayanan


Tingkat pelayanan jalan adalah suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu-lintas yang
melewatinya. Indikator tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan menunjukkan
kondisi secara keseluruhan ruas jalan tersebut. Tingkat pelayanan ditemukan
berdasarkan nilai kuantitatif seperti VCR, kecepatan perjalanan dan berdasarkan
21

nilai kualitatif seperti kebebasan pengemudi dalam bergerak/memilih kecepatan,


derajat hambatan lalu-lintas serta kenyamanan.
Adapun secara umum, tingkat pelayanan dapat dibedakan sebagai berikut :
• Tingkat Pelayanan A : kondisi arus lalu-lintasnya beban antara satu
kendaran dengan kendaraan lainnya, besarnya kecepatan sepenuhnya
ditentukan oleh keinginan pengemudi dan sesuai batas kecepatan yang
telah ditentukan.
• Tingkat Pelayanan B : kondisi arus lalu-lintas stabil, kecepatan operasi
mulai dibatasi oleh kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh
kendaraan di sekitarnya.
• Tingkat Pelayanan C : arus lalu-lintas masih dalam batas stabil, kecepatan
operasi mulai dibatasi dan hambatan dari kendaraan lain semakin besar.
• Tingkat Pelayanan D : kondisi arus lalu-lintas mendekati tidak stabil,
kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul dan
kebebasan bergerak relatif kecil.
• Tingkat Pelayanan E : volume lalu-lintas sudah mendekati kapasitas ruas
jalan, kecepatan lebih rendah dari 40 km/jam. Pergerakan lalu-lintas
kadang terhambat.
• Tingkat Pelayanan F : kondisi arus lalu-lintas berada dalam keadaan
dipaksakan (forced-flow), kecepatan relatif rendah, arus lalu-lintas sering
terhenti sehingga menimbulkan antrian kendaraan yang panjang.
22

Tabel II. 1
Klasifikasi Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat
VCR Deskripsi Arus
Pelayanan
Arus bebas, volume rendah dan kecepatan
A < 0,60 tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan
yang dikehendaki
Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh
B 0,60<VCR<0,70 lalu-lintas, pengemudi masih dapat
kebebasan dalam memilih kecepatan
Arus stabil, kecepatan dikontrol oleh lalu-
C 0,70<VCR<0,80 lintas namun masih dapat diterima,
hambatan dari kendaraan lain makin besar
Arus mulai tidak stabil (mulai dirasakan
D 0,80<VCR<0,90 gangguan dalam aliran), kecepatan rendah
akibat hambatan yang timbul
Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan
E 0,90<VCR<1,00
berbeda-beda, volume mendekati kapasitas
Arus yang terhambat, kecepatan rendah,
volume diatas kapasitas, macet pada waktu
F > 1,00
yang cukup lama sehingga kapasitas menjadi
nol
Sumber: Morlok, 1988.

2.5.2 Hambatan Samping


Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu-lintas dari
aktivitas samping segmen jalan, seperti pejalan kaki (bobot = 0,5) kendaraan
umum atau kendaraan berhenti (bobot = 1,0), kendaraan keluar masuk sisi jalan
(bobot = 0,7) dan kendaraan lambat (bobot = 0,4).
Dalam perhitungan hambatan samping dapat dilakukan secara rinci yaitu
dengan menghitung frekuensi pejalan, kendaraan berhenti, kendaraan keluar
masuk sisi jalan dan kendaraan lambat. Kemudian setelah didapatkan frekuensi
masing-masing jenis hambatan samping tersebut, untuk melihat dalam kategori
mana hambatan samping pada suatu jalan, masing-masing frekuensi dikalikan
dengan angka bobot yang telah ditentukan. Setelah dijumlahkan seluruh bobotnya,
dapat dilihat pada tabel kelas hambatan samping termasuk dalam kategorinya.
Nilai hambatan samping dapat dilihat pada tabel di bawah ini
23

TABEL II.2
KELAS HAMBATAN SAMPING
Kelas Hambatan Jumlah berbobot kejadian Kondisi Khusus
Samping per 200 m per jam (dua sisi)
Sangat rendah < 100 Daerah permukiman; jalan
samping tersedia
Rendah 100 – 299 Daerah permukiman; beberapa
angkutan umum
Sedang 300 – 499 Daerah industri; beberapa toko
sisi jalan
Tinggi 500 – 899 Daerah komersial; aktivitas sisi
jalan tinggi
Sangat Tinggi > 900 Daerah komersial; aktivitas
pasar sisi jalan

2.5.3 Kecepatan Kendaraan


Kecepatan kendaraan adalah salah satu indikator yang dapat digunakan
untuk melihat kualitas sisi jalan dalam melayani kendaraan yang melalui jalan
tersebut. Kecepatan merupakan perbandingan antara panjang suatu ruas jalan
dengan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh ruas jalan tersebut. Terdapat
beberapa jenis kecepatan yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu
seperti kecepatan arus bebas, kecepatan perjalanan, serta kecepatan gerak
kendaraan.
1. Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas adalah kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu
kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor
tanpa dipengaruhi kendaraan yang lain (volume = 1). Kecepatan arus bebas dapat
dihitung dengan persamaan matematis yang terdapat pada MKJI dengan
mempertimbangkan data geometrik serta kondisi lingkungan jalan.
Untuk menghitung kecepatan arus bebas, persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
24

FV = (FV0 + FVW) x FFVsf x FFVcs


Keterangan :
FV : kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan dalam kondisi aktual (km/jam)
FV0 : kecepatan dasar arus bebas untuk kendaraan ringan (km/jam)
FVW : faktor penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)
FFVsf : faktor penyesuaian untuk hamabatan samping dan bahu atau kereb jalan
FFVcs : faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

2. Kecepatan Perjalanan
Kecepatan perjalanan adalah kecepatan rata-rata yang ditempuh oleh
kendaraan selama melalui suatu ruas jalan (Warpani, 1985:33). Faktor yang
mempengaruhi waktu tempuh jalan tersebut adalah geometri jalan tersebut,
volume lalu-lintas, dan komposisi kendaraan. Faktor lainnya yang dapat
memperpanjang waktu tempuh adalah guna lahan pada sepanjang jalan tersebut
yang dapat menimbulkan gangguan terhadap kendaraan yang sedang melakukan
perjalanan. Gangguan tersebut adalah seperti, kendaraan yang keluar-masuk jalan
dari/menuju kegiatan yang berada di sepanjang jalan, pedagang kaki lima, on
street parking, serta pejalan kaki yang menggunakan badan jalan.
Persamaan matematis yang digunakan untuk menghitung kecepatan
perjalanan adalah sebagai berikut (Warpani, 1985:33) :

Kecepatan perjalanan = Jarak / Waktu tempuh

3. Kecepatan Gerak Kendaraan


Kecepatan gerak kendaraan adalah kecepatan yang tidak
memperhitungkan tundaan seperti akibat adanya hambatan pada persimpangan
gerakan/penyeberangan pejalan kaki.
Untuk menghitung kecepatan gerak kendaraan digunakan persamaan
sebagai berikut (Warpani, 1985 : 33) :
25

Kecepatan gerak kendaraan = Jarak / (Waktu Tempuh – Waktu Berhenti)

2.5.4 Arus Lalu-lintas dan Waktu Tempuh


Besarnya waktu tempuh pada suatu ruas jalan sangat tergantung dari
besarnya arus dan kapasitas ruas jalan tersebut. Hubungan antara arus dengan
waktu tempuh dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dimana jika arus bertambah
maka waktu tempuh akan bertambah (Tamin, 2000). Namun pertambahan yang
terjadi antara arus lalu-lintas tidak berbanding lurus dengan pertambahan waktu
tempuh. Menurut Black (1981) penambahan kendaraan tertentu pada saat arus
rendah akan menyebabkan perubahan waktu tempuh yang kecil jika dibandingkan
dengan penambahan arus lalu-lintas pada saat arus tinggi.
Pada saat arus lalu-lintas mendekati kapasitas jalan, waktu tempuh akan
meningkat dengan pesat. Selain itu, jika arus lalu-lintas mendekati kapasitas maka
akan mulai terjadi kemacetan. Kemacetan ini akan terjadi apabila arus lalu-lintas
yang melintas pada suatu ruas jalan tertentu sangat besar sehingga jarak antar
kendaraan menjadi sangat dekat. Dan pada akhirnya arus lalu-lintas menjadi
terganggu serta mulai menjadi tundaan dan bahkan sampai berhenti sama sekali.

2.5.5 Kapasitas Jalan


Kapasitas jalan adalah angka maksimum kendaraan (yang telah
disesuaikan berdasarkan nilai pce) yang dapat melalui suatu ruas jalan dalam
perioda waktu tertentu, kondisi lalu-lintas tertentu dan terkontrol (Pignataro,
1973).
Untuk menghitung besarnya kapasitas suatu ruas jalan perkotaan dapat
dipergunakan persamaan sebagai berikut berdasarkan MKJI 1997 :

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x Fcs


Keterangan :
C : kapasitas (smp/jam)
Co : kapasitas dasar (smp/jam)
FCw : faktor penyesuaian lebar jalan
26

FCsp : faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCsf : faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu atau kereb jalan
Fcs : faktor penyesuaian ukuran kota

2.6 Dampak Tundaan


Mobilitas penduduk yang tinggi disertai penggunaan kendaraan sebagai
akibat kemajuan di negara industri akan berkembang sebagai akibat kedinamisan
dan berdampak pada munculnya kemacetan, polusi air dan udara, kenaikan harga
bahan bakar, mobilitas antarkota dan sebagainya. Konsekuensi semakin tingginya
mobilitas penduduk akan berdampak terjadinya tundaan yang nantinya akan
berkembang menjadi kemacetan lalu-lintas.
Tundaan (delays) dan kemacetan (congestion) lalu-lintas akan berdampak
pada aspek sosial ekonomi masyarakat, khususnya pengguna jalan raya yang
melakukan pergerakan. Dampak tersebut terjadi pada saat pertambahan lalu-lintas
melebihi kapasitas jalan yang selanjutnya akan menurunkan kecepatan kendaraan.
Penurunan kecepatan tersebut menunjukkan terjadinya penurunan tingkat
pelayanan jalan (level of service), sehingga waktu tempuh (perjalanan) untuk jarak
tertentu akan semakin lama (efisiensi waktu) dan pemborosan biaya (bahan bakar
dan ongkos) yang semakin meningkat. Penambahan waktu dan biaya tersebut
merupakan kerugian masyarakat pengguna jalan. Hal ini sejalan dengan konsepsi
tentang kemacetan yang akan timbul jika tingkat permintaan mendekati kapasitas
fasilitas dan waktu yang dikehendaki untuk penggunaannya. Artinya akan terjadi
penurunan kinerja lalu-lintas dan penurunan kinerja jaringan jalan sebagai akibat
fenomena tersebut.
Dampak biaya lalu-lintas pada tundaan kecepatan yang terjadi juga
merupakan public bads, yaitu suatu peristiwa eksternalitas di ekonomi yang
timbul sebagai akibat gagalnya mekanisme pasar dalam mengalokasikan sumber
daya secara optimal dan efisien. Seyogyanya pihak yang menimbulkan tundaan
yang menanggung dampak biaya sehingga pihak ketiga tidak menanggung beban.
Hal ini tidak diperhitungkan oleh pihak yang menimbulkannya atau timbulnya
biaya pada pihak lain yang tidak tercermin dalam mekanisme pasar. Hal lain
27

adalah yang berkenaan dengan polusi udara sebagai akibat perkembangan


penduduk, motorisasi, dan fenomena lingkungan (kesehatan) jika terjadi suatu
kemacetan ataupun tundaan. Sistem perangkutan perkotaan dapat dikontrol untuk
mengurangi kawasan kemacetan dengan mempertimbangkan konsistensi rencana
penggunaan lahan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tundaan akan berdampak
pada sosial ekonomi atau sebagai peristiwa eksternalitas disekonomi
masyarakatya yang dipengaruhi juga oleh mekanisme pasar yang gagal dalam
mengalokasikan sumber daya secara efisien dan optimal. Hal ini berkaitan juga
dengan sistem penataan ruang kota, dimana aktivitas perkotaan masih terpusat
pada beberapa bagian kota dan perkembangan volume kendaraan yang tidak
diimbangi dengan perkembangan sarana dan prasarana yang memadai dan
representatif.

Anda mungkin juga menyukai