Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sesuatu yang dapat diartikan sebagai sebuah proses

dengan menggunakan metode tertentu sehingga seseorang dapat dengan mudah

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai

kebutuhan (Syah, 2010). Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal

yang sistematis yang dalam pelaksanaannya melakukan program bimbingan,

pengajaran, dan pelatihan dalam rangka membantu siswa agar dapat

mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek

intelektual, spritual, maupun sosialnya (Yusuf, 2011). Oleh karena itu,

diperlukan usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk terciptanya

kondisi belajar dan proses pembelajaran sehingga siswa dapat secara aktif

mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya (UU No. 20, 2003). Potensi

ini dapat dikembangkan dengan mendapatkan proses pendidikan di sekolah

(Latifah, 2012).

Sekolah dasar merupakan jenjang awal dari pendidikan formal di

Indonesia. Masa sekolah dasar (6-12 tahun) adalah masa yang menyebabkan

perubahan beragam pada pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga anak

perlu diarahkan untuk terciptanya perkembangan yang sesuai dengan kelompok

usianya melalui peningkatan keterampilan, dasar pengetahuan serta perluasan

lingkungan (Potter & Perry, 2005). Untuk mencapai tujuan tersebut maka

diperlukan kondisi belajar untuk anak yang kondusif dan jauh dari kekerasan.

1
2

Perilaku anak dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu perilaku normal

ataupun abnormal. Perilaku anak dapat dikatakan normal jika perilaku tersebut

sesuai dengan apa yang ada di masyarakat. Sedangkan perilaku anak dapat

dikatakan abnormal jika perilaku anak telah menyimpang dari tatanan yang

berlaku di masyarakat tersebut sehingga masyarakat pun secara langsung maupun

tidak langsung melakukan penolakan (Darwis, 2006). Perilaku abnormal inilah

yang cenderung mendorong anak ke dalam bullying.

Bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok

orang yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan menyakiti targetnya

dan ada beberapa faktor yang akan berpotensi menjadi target tindakan bullying

yaitu faktor intelektual, latar belakang sosial ekonomi, dan juga latar belakang

agama atau budaya (Novan, 2013). Bullying selalu melibatkan adanya faktor

ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai seseorang, ancaman agresi

lebih lanjut dan teror (Coloroso, 2006). Berdasarkan teori-teori yang

dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bullying adalah

perilaku negatif yang dilakukan secara berulang kali dan dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain dengan sengaja untuk

menyakiti orang lain dan juga terdapat ketidakseimbangan kekuatan dari

berbagai pihak yang terlibat.

Bullying telah dikenal sebagai masalah sosial yang telah ditemukan di

kalangan anak sekolah. Hampir setiap anak mungkin pernah mengalami suatu

bentuk perlakuan tidak menyenangkan dari anak lain yang lebih tua atau lebih

kuat (Krahe, 2005). Adapun bentuk dari bullying adalah bullying verbal
3

(mencela, mengolok-olok, menyindir, dan mengganti nama dengan sebutan yang

buruk), bullying fisik (mencubit, menendang dan mendorong), bullying relasional

(menghindari, mempermalukan, dan merendahkan), dan jenis bullying yang

terbaru yaitu bullying elektronik atau cyberbullying karena pelaku menggunakan

sarana elektronik seperti handphone dan meneror korban dari media sosial

(Coloroso, 2007). Dampak negatif dari bullying yang dapat terjadi yaitu anak

menjadi pribadi yang kurang percaya diri sehingga kesulitan berkomunikasi

dengan orang lain dan dampak ini tidak hanya bersifat jangka pendek namun

akan berdampak hingga dewasa (Tridhonanto, 2014).

Angka kejadian bullying telah meningkat setiap tahunnya dan menjadi

fenomena yang telah tersebar hingga ke seluruh dunia. Prevelensi bullying yang

terjadi di beberapa negara Asia, Eropa, dan Amerika di perkirakan 8% hingga

50%, dan 11,3% sampai dengan 49,8% kasus bullying terjadi khususnya di

sekolah dasar (Diyantini dkk., 2015). Sedangkan di Indonesia hasil pemantauan

yang dilakukan KPAI menemukan bahwa dari tahun 2012 di 9 provinsi

menunjukkan 87,6% kekerasan terjadi di sekolah (Setyawan, 2015). Namun pada

tahun 2015 saat angka kekerasan terhadap anak sempat menurun, yakni terjadi

penurunan kasus dari tahun 2014 sejumlah 5.666 kasus menjadi 3.820 pada tahun

2015, tetapi pada tahun berikutnya kasus anak menjadi pelaku bullying di

sekolah justru meningkat lagi (hasil survei KPAI, 2016). Sekitar 10%-16%

pelajar sekolah dasar kelas IV-VI di Indonesia mengalami bullying sebanyak satu

kali per minggu (Soedjatmiko dkk., 2013).


4

Akar permasalahan yang menjadi penyebab terjadinya bullying di sekolah di

Indonesia adalah kurang berhasilnya pendidikan karakter yang telah dilakukan.

Bahaya bullying di sekolah harus segera ditangani terutama di sekolah dasar

karena lembaga pendidikan formal awal di Indonesia merupakan sekolah dasar.

Maka diperlukan suatu cara untuk mengurangi bahkan menghilangkan bullying

di sekolah. Solusi bisa dilakukan dengan memutus rantai bullying dari jenjang

awal pendidikan formal Indonesia yakni sekolah dasar (Ilahi, 2015).

Hal pertama yang dapat dilakukan dimulai dari lingkungan sekolah dengan

melakukan sosialisasi tentang program anti bullying. Kemudian harus dibangun

sistem untuk mencegah dan menangani kasus bullying di sekolah. Sistem ini

akan mengatur bagaimana seorang anak yang menjadi korban bullying bisa

melaporkan kejadian yang dialaminya tanpa rasa takut atau malu. Terakhir

adalah membangun kapasitas anak dalam hal melindungi dirinya dari pelaku

bullying dan tidak menjadi pelaku (Sugijokanto, 2014). Mengenai penelitian-

penelitian yang sudah ada tentang bullying, mayoritas hanya meneliti mengenai

fenomena yang terjadi seputar kejadian bullying. Namun penelitian mengenai

pelaksanaan atas suatu program yang diimplemantasikan untuk menekan

terjadinya bullying di sekolah khususnya sekolah dasar masih relatif kurang.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan di SD Negeri 49 Prabumulih.

Peneliti telah melakukan wawancara kepada guru dan beberapa siswa serta

mengobservasi langsung kegiatan yang dilakukan siswa selama di sekolah. Data

yang diperoleh adalah terdapat kejadian bullying yang dilakukan siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dari lima siswa di SD Negeri 49 Prabumulih


5

mereka pernah mengaku dicubit karena tidak mau menuruti perintah temannya,

dihina karena mereka dianggap memiliki wajah yang jelek dan memiliki berat

badan yang terlalu besar atau terlalu kurus. Menurut hasil wawancara yang

dilakukan kepada guru-guru di SD Negeri 49 Prabumulih, sebagian besar

kejadian bullying dilakukan oleh siswa kelas V. Ada kejadian yang terparah di

kelas V yakni pertengkaran yang dilakukan oleh salah satu siswa dengan

memukul hingga menginjak-injak teman sekelasnya sendiri dan siswa-siswa

lainnya hanya melihat saja tanpa ada yang memisahkan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti menyusun suatu program

anti bullying untuk siswa khususnya siswa sekolah dasar yang berjudul Pengaruh

Model Pembelajaran Learning Together Terhadap Sikap Bullying Pada Siswa

Kelas V Di SD Negeri 49 Prabumulih. Model Pembelajaran learning together

ini merupakan suatu model yang memberikan pembelajaran dalam meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman serta memberikan pelatihan mengenai bullying

agar anak memiliki kepedulian akan bahaya yang dapat ditimbulkan dari bullying

kemudian anak dapat mencegah dan mengatasi bullying secara baik dan benar

sehingga terciptanya kondisi lingkungan sekolah yang damai tanpa kekerasan.

Model pembelajaran learning together terdiri dari dua bagian utama yaitu

bagian pertama memberikan edukasi tentang bullying dan bagian kedua

memberikan pelatihan dalam menangani bullying. Model pembelajaran learning

together pada bagian pertama yaitu memberikan edukasi tentang bullying. Pada

bagian ini akan diberikan edukasi tentang bullying dengan menggunakan media

video. Media video adalah media berbasis audio visual yang memanfaatkan
6

indera pendengaran dan indera penglihatan sehingga memiliki keefektifan yang

tinggi dalam menyalurkan pesan (Rozie, 2013).

Model pembelajaran learning together pada bagian kedua adalah

memberikan pelatihan menangani bullying. Pada bagian ini akan ada permainan

picture and picture dan role play (bermain peran). Permainan-permainan ini

dapat digunakan sebagai alat untuk menjelaskan tentang kekerasan yang

dilakukan kepada siswa dan menjadi stimulasi untuk memancing siswa jika

terjadi kekerasan maka siswa dapat menghadapi situasi tersebut.

Pembelajaran dikatakan berkualitas yaitu bila pembelajaran yang tidak

hanya berfokus pada hasil, tetapi juga berfokus pada prosesnya. Dari segi proses

suatu pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau

sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental, maupun sosial

dalam proses pembelajaran, disamping itu juga menunjukan semangat belajar

yang besar, dan percaya pada diri sendiri. Sedangkan, segi hasil pembelajaran

dikatakan efektif dan berkualitas apabila terjadi perubahan tingkah laku yang

positif, tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Susanto, 2013).

B. Rumusan Masalah

Kejadian bullying yang terjadi saat ini telah menjadi masalah besar di

berbagai negara dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Khususnya di

Indonesia hampir setiap sekolah telah terjadi bullying. Bahkan praktik bullying

telah terjadi di tingkat sekolah dasar. Suatu program khusus harus dilakukan

untuk memberikan pembelajaran dalam mengurangi bahkan menghilangkan

bullying yang sering terjadi pada siswa terutama di tingkat sekolah dasar. Salah
7

satu program khusus yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan model

pembelajaran learning together. Model pembelajaran learning together

merupakan suatu model yang memberikan pembelajaran dalam meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman serta memberikan pelatihan mengenai bullying

agar siswa memiliki kepedulian akan bahaya yang dapat ditimbulkan dari

bullying. Kemudian siswa dapat mencegah dan mengatasi bullying secara baik

dan benar sehingga terciptanya kondisi lingkungan sekolah yang damai tanpa

kekerasan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian

ini sebagai berikut : “Bagaimana pengaruh model pembelajaran learning together

terhadap sikap bullying pada siswa kelas V di SD Negeri 49 Prabumulih?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh

model pembelajaran learning together terhadap sikap bullying pada siswa

kelas V di SD Negeri 49 Prabumulih.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui sikap bullying pada siswa kelas V sebelum diberikan

model pembelajaran learning together tentang bullying di SD Negeri 49

Prabumulih.

b. Untuk mengetahui sikap bullying pada siswa kelas V setelah diberikan

model pembelajaran learning together tentang bullying di SD Negeri 49

Prabumulih.
8

c. Untuk mengetahui perbedaan sikap bullying pada siswa kelas V sebelum

dan setelah diberikan model pembelajaran learning together di SD

Negeri 49 Prabumulih.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan pembelajaran dan masukan

dalam usaha pencegahan dan mengurangi bullying sehingga dapat

meningkatkan kesehatan mental anak.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi SD N 49 Prabumulih

Memberikan informasi bahan masukan bagi sekolah untuk menerapkan

model pembelajaran learning together tentang bullying.

b. Bagi Ilmu Keperawatan

Memperluas pengetahuan bagi tenaga perawat dalam meningkatkan

kesehatan mental khususnya pada anak tentang bullying.

c. Bagi Peneliti

Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan model

pembelajaran learning together dalam upaya pencegahan dan

mengurangi bullying.
9

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran

learning together terhadap sikap dalam pencegahan bullying di SD Negeri 49

Prabumulih. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan pre-

eksperimental dengan menggunakan one group pretest-postest design. Sampel

yang diambil dalam penelitian ini melalui nonprobability sampling dengan

teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner.

Anda mungkin juga menyukai