Anda di halaman 1dari 8

BUKU ACUAN

Modul no: FRAKTUR SIMFISIS DAN ICOPIM:


Kolegium Ilmu Bedah Plastik dan PARASIMFISIS MANDIBULA
Rekonstruksi

Keterkaitan dengan Modul lain Modul Pendahuluan Fiksasi Interna

Modul Fraktur Mandibula

I. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu mengerti dan menguasai etiologi, patogenesis,
penegakan diagnosis fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula, cara-cara penanganan operatif
dan non-operatif fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula, serta komplikasi fraktur simfisis dan
parasimfisis mandibula.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

 Mampu menjelaskan tentang fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula dan menegakkan
diagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis (A3B4)
 Mampu melakukan komunikasi dengan pasien dan keluarganya mengenai segala sesuatu
yang berkaitan dengan fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula dan penanganannya serta
hal-hal yang mungkin terjadi selama dan sesudah penanganan (A3B4)
 Mampu melakukan penanganan non-operatif optimal pada fraktur simfisis dan parasimfisis
mandibula (A3B4)
 Mampu melakukan penanganan operatif optimal pada fraktur simfisis dan parasimfisis
mandibula (A3B4)
 Mampu mendeteksi dan menangani komplikasi yang terjadi pasca tindakan operatif (A3B4)

III. KOMPETENSI

Tahapan Bedah Dasar Plastik Percepatan (semester I – III)

o Persiapan pra tindakan :


 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
 Penegakkan diagnosis
 Informed consent
o Asisten 2, asisten 1 pada saat tindakan non-operatif / operatif
o Follow-up dan rehabilitasi pasca tindakan non-operatif / operatif

Tahapan Bedah Lanjut Plastik Percepatan (semester IV – VI)

o Persiapan pra tindakan non-operatif / operatif


 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
 Penegakkan diagnosis
 Informed consent
o Melakukan tindakan non-operatif
o Melakukan asistensi tindakan operatif
o Melakukan tindakan operatif
o Penatalaksanaan komplikasi akut / dini
o Follow up dan rehabilitasi

IV. REFERENSI

 Manual of Internal Fixation in the Cranio-Facial Skeleton: Techniques as Recommended by


the AO/ASIF Group.
 Grabb and Smith’s Plastic Surgery 6th ed.
 McCarthy Plastic Surgery.
 Dingman Surgery of Facial Fractures textbook
 Plastic Surgery : Indications, Operations and Outcomes
 Mathes Plastic Surgery, 2nd edition, vol.3, part 2
 Maxillofacial Trauma and Esthetic Facial Reconstruction.
 Clinical and Radiographic Interpretation of Facial Fractures.
 Jurnal :
 Plastic and Reconstructive Surgery
 Journal of Plastic, Reconstructive and Aesthetic Surgery
 Annals of Plastic Surgery
 Journal of Craniofacial Surgery
 Journal of Cranio Maxillo Facial Surgery
V. GAMBARAN UMUM

Syllabus :
1.1. Etiologi dan patofisiologi fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula
1.2. Cara pemeriksaan klinis dan radiologis pada fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula
1.3. Komunikasi yang bersifat empatik (diberikan dalam kuliah bedah dan praktek bedah pada
umumnya)
1.4. Metode penanganan non-operatif pada fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula
1.5. Metode penanganan operatif pada fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula
1.6. Perawatan pasca operasi fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula
1.7. Komplikasi pasca penanganan fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula dan merujuk ke
spesialis bedah plastik bila terdapat indikasi operasi

VI. MATERI BAKU : FRAKTUR SIMFISIS DAN PARASIMFISIS MANDIBULA

1.1. Introduksi
a. Definisi
Fraktur simfisis dan parasimfisis adalah yang berlokasi di bagian anterior mandibula
diantara gigi-gigi taring. Meliputi pula area dagu dan insersi otot anterior dasar mulut.
Karena fraktur jenis ini umumnya tidak disertai dislokasi, fraktur simfisis dan parasimfisis
ini dapat menjadi masalah dalam penegakan diagnosis.
b. Klasifikasi
Tipe fraktur dapat diklasifikasikan menjadi : simple, greenstick, compound, kominutif
atau patologik. Lebih lanjut lagi dibedakan apakah disertai dislokasi atau tidak. Pada
pasien yang bergigi, fraktur jenis ini digolongkan sebagai fraktur terbuka karena garis
fraktur berjalan melewati alveolus.
c. Klinis
Secara klinis hematoma sublingual dapat menjadi satu-satunya gejala. Gejala lain yang
dapat ditemukan adalah krepitasi, ekimosis pada dasar mulut, gangguan pergerakan
mandibula, nyeri pada waktu membuka mulut sampai trismus. Kemungkinan bahwa
fraktur ini disertai oleh fraktur condyle atau subcondyle harus disingkirkan.
d. Radiologis
 Foto polos posteoanterior
Regio simfisis paling bak dievaluasi dengan posisi ini. Jika menggunakan foto
panoramik, akan terjadi distorsi signifikan pada regio simfisis karena cara
pengambilannya. Hal ini dapat menutupi gambaran fraktur.
 CT scan

1.2. Penanganan fraktur simfisis dan parasimfisis mandibula


Umumnya digunakan approach intraoral lewat insisi pada mukosa vestibulum. Approach
ekstraoral dapat digunakan pada kasus-kasus dengan laserasi kulit. Fraktur yang simpel
dapat ditangani dengan anestesi lokal.
Prosedur fiksasi fraktur ini diuraikan sebagai berikut:
a. Garis fraktur transversal tanpa dislokasi
Setidaknya 3 tipe fiksasi fraktur tersedia :
o Pemasangan dental splint yang mencakup setidaknya 3 gigi di tiap sisi fraktur;
dikombinasikan dengan four-hole miniplate (2.0) atau four-hole LC-DC plate;
dipasang tepat dibawah apeks akar gigi.
o Dua four-hole miniplates (2.0), dikencangkan dengan monocortical screws untuk
plate yang superior dan bicortical screws untuk plate yang inferior.
o Dua atau tiga lag screws panjang yang menjembatani garis fraktur, dipasang dengan
arah horizontal. Ukuran screw ini harus lebih panjang dari 20 mm. Untuk
pemasangan kepala sekrup yang optimal, countersink harus digunakan. Kedua screw
dipasang pada tulang dibawah akar gigi.
o Plate yang lebih kuat seperti plate untuk rekonstruksi (uniLOCK atau THORP) dapat
digunakan jika fraktur ini ditemukan bersamaan dengan fraktur subcondyle atau
dengan fraktur panfacial
b. Garis fraktur transversal dengan dislokasi
Tipe fraktur ini memerlukan akses bedah yang lebih lebar untuk mensupervisi reduksi.
Fiksasi fraktur yang tereduksi dapat dilakukan dengan dental splint ataupun plate 2.0
pada area krista alveolaris (tensile area), dibarengi dengan pemasangan MMF
sementara. Fiksasi fraktur pada batas inferior dengan plate LC-DC 2.4 atau Universal
Fracture plate diperlukan. Pada pasien yang secara fisik kuat atau nonkooperatif,
penggunaan plate DC 2.4 mungkin dirasa terlalu lemah untuk menutup celah lingual.
Untuk kasus seperti ini dianjurkan menggunakan plate Universal Fracture 2.4 yang
sedikit lebih kuat. Plate rekonstruksi dengan setidaknya 6 lubang mungkin akan lebih
cocok pada kasus fraktur simfisis/parasimfisis disertai fraktur subcondyler uni- dan
bilateral.
c. Garis fraktur dengan dasar berbentuk segitiga
Plate Universal Fracture 2.4 digunakan pada dasar fraktur yang berbentuk segitiga.
Ujung garis fraktur yang utama sebaiknya difiksasi dengan setidaknya 3 screws. Dasar
fraktur yang berbentuk segitiga dapat difiksasi dengan screw 2.4 atau dengan screw 2.0
atau dengan screw 2.4 yang bekerja sebagai lag screw pada arah vertikal. Pada tensile
area digunakan miniplate 2.0.

d. Fraktur kominutif
Fragmen fraktur direduksi menggunakan dental splint dan MMF. Area fraktur
dijembatani oleh plate rekonstruksi 2.4. Distorsi ujung garis fraktur utama harus
dihindari dengan menggunakan plate holes dengan cara netral. Hal ini sangat penting
terutama pada pasien yang bergigi. Harus berhati-hati agar tidak meletakkan screw
terlalu dekat dengan garis fraktur. Fragmen tulang yang lebih tebal dapat difiksasi
dengan plate yang dikencangkan dengan screw. Tidak dianjurkan untuk melakukan
stripping periosteum lingual karena dapat mengganggu aliran darah ke fragmen-fragmen
tulang yang lebih kecil.
Perhatian khusus harus diberikan pada area condylar karena sebagian besar fraktur dagu
kominutif terjadi bersamaan dengan fraktur condylar atau subcondylar. Khususnya bila
ditemukan bersamaan dengan fraktur panfasial, fraktur kominutif ini harus distabilkan
secara internal, se-anatomis mungkin.

Kondisi khusus yang mempengaruhi fiksasi internal yang adekuat


Approach intraoral memungkinkan visualisasi yang cukup untuk reduksi. Semua jenis
osteosintesis dapat dilaksanakan melalui approach ini. Pembentukan celah di sebelah lingual
dari fraktur harus dihindari. Resiko melebarnya arkus mandibula yang dapat berakibat
melebarnya wajah, umumnya terjadi pada fraktur simfisis yang terjadi bersamaan dengan
fraktur subcondyle. Pada area dagu fungsi rahang menghasilkan gaya torsional dan
kompresif serta tensile. Beban tensile terbesar ditemukan pada area krista alveolaris dan
batas inferior.

1.3. Komplikasi

Pada fraktur parasimfisis mandibula besar kemungkinan untuk terjadi respiratory distress.
Otot akan menarik segmen distal mandibula kearah posterior sehingga dapat terjadi
obstruksi orofaring oleh lidah. Untuk menghindari resiko obstruksi jalan napas tersebut,
pasien diposisikan miring atau duduk, dengan lidah atau mandibula di-support, dapat juga
dipasang intubasi nasofaring atau endotrakeal.
Pasca operasi untuk reduksi terbuka dapat terjadi komplikasi sebagai berikut :
o Perdarahan

o Obstruksi jalan napas

Pasca operasi, hal ini dapat disebabkan pemasangan maxillomandibular fixation (MMF)
jika isi lambung teraspirasi. Hal ini dapat dicegah dengan suction nasogastrik yang
adekuat saat operasi.
o Infeksi

Fiksasi yang inadekuat sering berkontribusi terhadap terjadinya infeksi, karena proses
penyembuhan yang terganggu.
o Nekrosis avaskular dan osteitis

Bila aliran darah ke fragmen tulang terganggu, seperti dapat disebabkan denudasi tulang
dari perlekatan otot dan periostealnya, tulang yang fraktur dapat mengalami nekrosis
avaskular. Soft tissue stripping yang sering dilakukan untuk memudahkan reduksi fraktur
juga membuat tulang terpisah dari aliran darah sekundernya (yaitu melalui cabang
arteri fasialis yang memasuki perlekatan tulang ke soft tissue.
o Osteomyelitis

Akhir-akhir ini komplikasi ini jarang ditemukan dengan penggunaan antibiotika yang
adekuat. Bila memang ada osteomielitis, dapat terlihat dengan jelas pada foto polos

1.4. Perawatan Pasca Operasi


Oral hygiene yang ketat harus diperhatikan, terutama bagi yang menggunakan MMF. Nutrisi
harus diberikan dengan soft diet atau non-chew diet; pada yang menggunakan MMF dapat
diberikan nutrisi cair lewat sedotan atau kateter lunak yang diselipkan diantara gigi.

1.5. Follow Up
Pasien harus datang setiap minggu, terutama yang masih menggunakan MMF. Pemantauan
dapat dilakukan secara klinis ataupun radiologis. Pada tiap kunjungan follow-up, maximal
mouth opening harus diukur. Distansia inter-incisal yang normal adalah 40 mm.
VII. ALGORITMA

Evaluasi trauma dan ATLS

Tidak stabil Stabil

Stabilisasi, jika perlu


Ada indikasi open reduction
pasang IDW-IMW
- fraktur  Tidak ada indikasi open
reduction

Oklusi dengan wire atau arch


bars

Pemasangan MMF
Reduksi anatomis segmen
fraktur

Fiksasi  wire atau plate dan


screw
VIII. RANGKUMAN

 Fraktur simfisis dan parasimfisis adalah yang berlokasi di bagian anterior mandibula diantara
gigi-gigi taring. Karena fraktur jenis ini umumnya tidak disertai dislokasi, fraktur simfisis dan
parasimfisis ini dapat menjadi masalah dalam penegakan diagnosis.
 Secara klinis hematoma sublingual dapat menjadi satu-satunya gejala. Kemungkinan bahwa
fraktur ini disertai oleh fraktur condyle atau subcondyle harus disingkirkan.
 Umumnya digunakan approach intraoral lewat insisi pada mukosa vestibulum. Approach
ekstraoral dapat digunakan pada kasus-kasus dengan laserasi kulit. Fraktur yang simpel
dapat ditangani dengan anestesi lokal.
 Pada fraktur parasimfisis mandibula besar kemungkinan untuk terjadi respiratory distress.
Otot akan menarik segmen distal mandibula kearah posterior sehingga dapat terjadi
obstruksi orofaring oleh lidah. Untuk menghindari resiko obstruksi jalan napas tersebut,
pasien diposisikan miring atau duduk, dengan lidah atau mandibula di-support, dapat juga
dipasang intubasi nasofaring atau endotrakeal.

IX. KEPUSTAKAAN

a. Assael LA. Craniofacial fractures. In Prein J, ed: Manual of Internal Fixation in the Cranio-
Facial Skeleton: Techniques as Recommended by the AO/ASIF Group. New York,
Springer-Verlag, 1998.
b. Grabb and Smith’s Plastic Surgery 6th ed.
c. McCarthy Plastic Surgery
d. Plastic Surgery : Indications, Operations and Outcomes
e. Manson PN. Facial fractures. In Mathes SJ, ed: Mathes Plastic Surgery, 2 nd edition, vol.3,
part 2. Philadelphia; Saunders Elseviers, 2006 : 77 – 366.
f. Mueller RV. Facial trauma: soft tissue injuries. In Mathes SJ, ed: Mathes Plastic Surgery,
2nd edition, vol.II, part 2. Philadelphia; Saunders Elseviers, 2006: 77 – 366.
g. Costello BJ, Ruiz RL. Mandible fractures : principles of treatment. In Booth PW, Eppley
BL, Schmelzeisen R, eds: Maxillofacial Trauma and Esthetic Facial Reconstruction.
London, New York; Churchill-Livingstone, 2003 : 261-278.

Anda mungkin juga menyukai