Tujuan
Uji ketiga yaitu uji kesukaan atau hedonik terhadap parameter aroma,
tekstur, dan penampakan pada produk modifikasi tepung casava (mocaf yeast,
mocaf BAL, rava, farina, gari, dan gaplek. Berdasarkan hasil uji yang didapatkan
yaitu pada parameter aroma yang disukai yaitu mocaf yeast, farina, dan gari. Pada
parameter tekstur halus untuk semua produk kecuali gari yang teksturnya sedikit
kasar. Pada parameter penampakan semua produk cenderung putih hingga putih
kekuningan. Pada parameter penerimaan, produk mocaf BAL dan rava tidak
diterima, sedangkan selain produk tersebut diterima. Hasil percobaan dibandingkan
literatur memiliki kesamaan pada parameter warna, aroma, dan rasa. Perbedaan-
perbedaan hasil pada beberapa parameter lainnya disebabkan karena metode
pembuatan, perbedaan bahan baku, dan mutu bahan baku.
Uji keenam yaitu suhu gelatinisasi. Zat pati dari butiran-butiran kecil yang
disebut granula. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang
berbentuk bulat, oval, atau bentuk tidak beraturan demikian juga ukurannya, mulai
kurang dari 1μm sampai 150μm tergantung sumber patinya (Meyer 2006). Menurut
Saati (2010), sebaran dan ukuran granula sangat menentukan karakteristik fisik pati
serta aplikasinya dalam produk pangan. Bentuk granula pati ialah semi kristal yang
terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Meyer 2006). Granula pati tidak larut dalam
air dingin, tetapi akan mengembang dalam air panas atau hangat (Greenwood
1970). Pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) jika
tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible)
jika telah mencapai suhu gelatinisasi. Meyer (2006), menyatakan bahwa
pengembangan granula pati dalam air dingin dapat mencapai 25-30 % dari berat
semula. Pada keadaan tersebut granula pati tidak terlarut dalam air dingin, tetapi
berbentuk suspensi dengan makin naiknya suhu suspensi pati dalam air, maka
pengembangan granula semakin besar. Winarno (1985), menambahkan bahwa
pembengkakan diawali pada bagian amorf atau bagian yang kurang rapat, merusak
ikatan antara molekul yang lemah dan menghidrasinya. Dengan meningkatnya
suhu, air mulai memasuki daerah kristalin, sehingga miselin mulai rusak. Granula
terus mengembang menjadi jaringan yang membengkak, namun masih terikat oleh
misela yang belum rusak. Sebagian amilosa akan keluar dari granula dan melarut
dalam larutan. Viskositas meningkat mencapai maksimum yang berkolerasi dengan
jumlah volume yang membengkak dan menunjukkan hidrasi maksimum.
Berdasarkan pengujian didapatkan hasil suhu gelatinisasi untuk masing-
masing bahan yaitu, pati singkong yaitu 55°c, pati pisang suhunya 85°c, pati ketan
hitam suhunya 85°c, pati jagung suhunya 75°c, pati ubi merah suhunya 75°c, dan
pati ubi ungu suhunya 70°c. Granula pati singkong sudah terpecah sempurna
dibawah suhu 80oC, karena memiliki daya ikat yang lemah. Dari hasil percobaan
dapat diperoleh bahwa suhu gelatinisasi dilakukan pada pati yang berasal dari
beberapa bahan terdapat pada suhu antara 55-85°C. Dalam kasus ini dapat diberi
pernyataan bahwa kandungan amilosa yang lebih rendah menyebabkan granula pati
lebih sedikit menyerap air dan struktur granula patinya lebih kompak, agak lebih
sukar terdispersi dalam air. Akibatnya pengembangan granula terjadi pada suhu
yang lebih tinggi. Peningkatan suhu gelatinisasi ini disebabkan oleh makin
banyaknya daerah amorf yang akan menyebabkan naiknya derajat kristal pati. Hal
lain yang menyebabkan naiknya suhu gelatinisasi adalah barkurangnya kapasitas
pembengkakan sehingga konsistensi pasta juga lebih rendah. Dari hasil praktikum
diketahui suhu gelatinisasi tertinggi adalah pati pisang dan pati ketan hitam yaitu
85°C dan suhu gelatinisasi terendah yaitu pati singkong sebesar 65°C.
Proses gelatinisasi menurut Heiman (1980), dibedakan menjadi tiga fase.
Fase pertama, air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam
granula, fase kedua pada suhu 60-85oC granula akan mengembang dengan cepat
dan akhirnya kehilangan sifat “birefringence” amilosa terdifusi keluar granula.
Gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan gel yang diawali dengan
pembengkakan granula pati akibat penyerapan air. Gelatinisasi merupakan
pembengkakan granula pati yang tidak kembali kebentuk semula. Secara umum
perubahan yang terjadi selama proses pemanasan suspensi pati diikuti dengan
pendinginan, adalah : 1). Pengembangan granula yang disebabkan oleh imbibisi air
karma kelemahanya ikatan hydrogen. 2). Hilangnya sifat birefringence atau
kristalinitasnya yang dapat diamati dengan mengunakan mikroskop electron (EM).
3).kejernihan yang meningkat dan 4).kenaikan kekentalan secara cepat. Ke empat
tahapan perubahan tersebut dapat terjadi secara serentak atau bertahap, oleh karma
itu biasanya suhu glatinisasi tidak dinyatakan dalam satu suhu akan tetapi
merupakan suatu kisaran (Winarno 1988).
Perbedaan hasil yaitu suhu gelatinisasi pada jenis pati yang berbeda akan
menghasilkan suhu yang berbeda pula. Hal ini terjadi karena perbedaan kandungan
amilosa dan ukuran pada jenis granula pati. Granula pati yang berukuran kecil lebih
tahan terhadap gelatinisasi dibandingkan dengan granula yang berukuran besar.
Makin tinggi suhu gelatinisasi makin banyak pula molekul amilosa dan amilopektin
yang terlepas dari granulanya untuk membentuk struktur jaringan yang elastis
(Greenwood 1970).
DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN