Appendisitis Akut Laporan Kasus Raja
Appendisitis Akut Laporan Kasus Raja
OLEH
dr. Raja M. Simatupang
PEMBIMBING
dr. Meilin Riko Mundingsari
SUPERVISOR
dr. Kennedy Ginting, Sp. B
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. M
Jenis Kelamin: Perempuan
Tanggal lahir : 10/12/1979
MRS : 5- 3 - 2018
Ruangan : Melati
Rekam Medis :09 79 51
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya, nyeri dirasakan
pada ulu hati lalu, berpindah ke perut kanan bawah.
Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat demam ada, terus menerus, sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat mual ada.
Riwayat muntah ada.
Riwayat nyeri pada perut kanan bawah ketika batuk.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Sakit sedang / gizi cukup / composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah: 120 / 80 mmHg
2
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 20 x / menit
Suhu : 37.9oC
Kepala
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Bibir : tidak ada sianosis
Gusi : perdarahan (-)
Mata
pupil bulat, isokor, θ2,5mm/2,5mm, RC +/+
Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
DVS : R-2 cmH20
Deviasi trakea : tidak ada
Tidak didapatkan massa tumor
Tidak ada nyeri tekan.
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi : sonor R=L
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler Kiri = Kanan
Bunyi tambahan: ronkhi - / -, Wheezing - / -
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 / S2 reguler,murmur (-)
Abdomen (Status Lokalis) :
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, warna kulit sama dengan sekitar. Darm
Contour (-), Darm Steifung (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan menurun
Palpasi : Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) pada titik Mc Burney (+),
Rovsing Sign (+), Blumberg Sign (+), Psoas sign (+) Obturator
3
Sign (+)
Hepar / Lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, Nyeri Ketok pada titik Mc Burney(+).
Rectal Touche :
Spincter mencekik, mukosa licin, ampula kosong, Massa tumor (-). Nyeri tekan
pada arah jam 10.
Handschoen: Feces (-) darah (-) lendir (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasila Laboratorium Tanggal 5-3-2018
CT 6’30’’
BT 1’00’’
4
Skor Alvarado
E. RESUME
Perempuan, 38 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah,
dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada ulu hati lalu
berpindah ke perut kanan bawah. Riwayat demam ada, terus menerus, sejak 2 hari
yang lalu. Riwayat mual ada. Riwayat muntah ada. Riwayat nyeri ada ketika batuk.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, nyeri tekan ada pada titik Mc Burney , Rovsing
Sign dan Blumberg Sign ada, Psoas sign dan Obturator sign ada. Nyeri Ketok pada
titik Mc Burney ada
5
Pemeriksaan lab, menunjukkan tanda-tanda leukositosis. Hasil pemeriksaan USG,
menunjukkan gambaran appendisitis akut. Berdasarkan skor Kalesaran, Labeda dan
Alvarado, diindikasikan pasien ini untuk dilakukan tindakan operasi.
F. DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis Akut
G. TERAPI
IVFD RL 20 gtt/m
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
Inj. Antrain 1 amp/8 jam iv
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam iv
Pro appendectomy
BAB I
PENDAHULUAN
6
perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan
masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta
menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah1.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami perforasi
setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi
cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak
usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis
Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa
didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada
pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis2.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak
dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan
karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang
menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
akut abdomen di seluruh dunia 3.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta yang terjadi bila
Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh omentum
dan/atau lekuk usus halus4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial
dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi.
Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan
Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi
Caecum.1,2,3
8
Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar
di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi
apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2
2.2 INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun.2
9
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
10
Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal
0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal
sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral,
mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah
epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix
dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke
RLQ. 2,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan
suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah
dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan
adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi
biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB,
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis,
khususnya pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul
di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah
dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului
nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
11
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan
iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis
akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi
yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut
saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix,
khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah
tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal
atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri
pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis
difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix
mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala
peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi,
dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering
dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak
ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi
pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess.
Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat
pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
12
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa
pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix. 2,3
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan
13
PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu
radang akut dan bukan radang akut.5
Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang
didiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak
retrocaecal. Pada Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga
nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.6
14
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6
Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360 o mengelilingi pangkal
Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa
12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri
rectal.6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan
dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan
musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari
15
peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi
kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.
16
Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign7
Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.
Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi
atau Appendicitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)
17
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift
to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang
hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Appendicitis tanpa komplikasi.
Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan
terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-
12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11000,
dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau
Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis
acuta dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
2.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis.
Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang
nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix
diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi
ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan
ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan
menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix
tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis
Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam
rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia
reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal
maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
18
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah
dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG
sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada
kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat
menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena
proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG
negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak
retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila
Appendix mengalami perforasi oleh karena tekanan.
19
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi
jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama
saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara
tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang
tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi
dari pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya
diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada
indikasi klinis.
20
Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix
(panah) dengan appendicolith1
21
1. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan
Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self
limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan
muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil
pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
2. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena Diverticulitis
Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan
memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
3. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk
membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda.
Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun,
sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun.
Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk
sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada
tanda-tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian barium
enema pada pasien Appendicitis acuta sangat berbahaya.
4. Infeksi saluran kencing
Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai
Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan
terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.
2.7 KOMPLIKASI
2.7.1. Perforasi
2.7.2. Peritonitis
2.7.3. Appendicular infiltrat
Appendicular infiltrat adalah Appendicular infiltrat adalah infiltrat/massa yang terbentuk
akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi
22
oleh omentum, usus halus atau usus besar. Umumnya massa Appendix terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa Appendix
lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh
telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.6
2.7.3.1. Patofisiologi
Bila semua proses patofisiologi Appendicitis berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak kearah Appendix hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut Appendicularis infiltrat. Peradangan Appendix tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.17
Appendicularis infiltrat merupakan tahap patologi Appendicitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding Appendix dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan
menutup Appendix dengan omentum, usus halus, atau Adnexa sehingga terbentuk massa
periappendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abscess, Appendicitis akan sembuh dan massa
periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat. 7
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan Appendix lebih panjang, dinding
Appendix lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.7
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme,
daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding Appendix, omentum, usus yang lain, peritoneum
parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan
melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah
23
terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai
tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum
abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar istirahat (bedrest).8
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 8
24
Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya rasa nyeri. 8
Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan
cepat membendung daerah Appendix maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan
selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abscess) juga pada palpasi
akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika
Appendix intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Toucher) sebagai massa
yang hangat.7
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat Appendicitis perforata. Pemeriksaan colok dubur
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada
Appendicitis pelvika. 8
Pada Appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak
dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak Appendix.8
2.7.3.4. Diagnosis
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di
region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abscess
Appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun
penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum, penyakit
Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan
kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog
seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan Kista Ovarium terpuntir .
Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.7
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek,
anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan
benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar
mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang
tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan
25
dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas
pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa.7
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.6
2.7.3.5. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk
tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat
segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada Appendix tidak dapat mengatasi
rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi
menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abscess yang
jelas batasnya.7
Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah
bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk
membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan ringan yang
longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi,
sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abscess yang
dapat mudah didrainase.7
Massa Appendix terjadi bila terjadi Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
26
periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Pada
anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa
periappendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk
dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila
terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 7
Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anak-anak,
kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan
intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama ± 6
hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan Appendectomy elektif setelah 4-6
minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang
lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan penanganan
konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan
segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka
saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan
Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut sama
dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang diikuti dengan
appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah komplikasi post operasi dan
risiko dari prosedur pembedahan yang besar (extensive).2
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi
abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa, appendectomy
direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya
pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob.
Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan
Appendectomy.2
27
Akhir-akhir ini terdapat manajement terapi yang terbaru yaitu dengan PLD (Primary
Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic Appendectomy).
PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit, makanan oral dapat
diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan pasien menjadi afebril pada 4-7
hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat dilepas 4-5 hari setelahnya, perawatan di
rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini tidak terbukti terdapat komplikasi selama intra
maupun post operasi, sedangkan bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang dapat
terjadi adalah adhesi obstruksi usus.2
Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy dikerjakan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan atau gejala apapun,
dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses,
dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.2
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
28
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan
ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis
karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang
terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.
sayatan
M.rectus abd. M.rectus abd.
ditarik ke medial
2 lapis
29
Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral
bawah.
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
Keterangan gambar:
30
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus
dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara
M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan
merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah
pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada
sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi
sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
31
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium
seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas
mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak
diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih
kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).
32
8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:
a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke
dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh,
dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan
dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan
33
menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari
Appendicitis acuta.1
2.10 PROGNOSIS 2
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun
1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan
penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi,
34
antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.
BAB III
KESIMPULAN
35
sign, Baldwin test, Dunphy’s sign, Defence musculare, nyeri pada daerah cavum Douglas
bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan
rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan
laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding
Appendicitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut, penyakit
urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chron’s enteritis,
perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing, batu urethra,
peritonitis primer, Purpura Henoch–Schonlein, Yersiniosis, serta kelainan–kelainan
ginekologi.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi, peritonitis,
Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial pyemia dengan
Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta meliputi;
pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia,
puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotika
i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta. Appendicular
infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(Appendiceal mass) yang lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih
karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya Appendicitis
acuta. Dimulai dari acute focal Appendicitis acute suppurative Appendicitis
gangrenous Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang mengalami komplikasi)
dapat terjadi 3 kemungkinan:
o perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang
atau rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.
o terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama
kelamaan akan mengecil dan menghilang)
36
o Appendicitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang telah
sembuh.
Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya riwayat
Appendicitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan di RLQ.
Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor Caecum,
limfoma maligna intra abdomen, Appendicitis tuberkulosa, amoeboma, Crohn’s disease,
dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun torsi kista ovarium.
Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif (konservatif)
yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian), tetapi apabila massa
tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus segera
dibuka dan dilakukan drainase.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2.
8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way
LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg
37
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7 Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson
RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
38