PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gb. IUFD
2
2.3 Etiologi IUFD
Kematian janin dapat disebabkan oleh banyak hal dan dikelompokkkan
menjadi penyebab janin, penyebab plasenta, penyebab Ibu, tidak diketahui
penyebabnya .
a. Penyebab Janin :
25-40 % karena kelainan kromosom, cacat lahir non-kromosom, hidrops
non imun, dan infeksi (virus, bakteri dan protozoa).
b. Penyebab plasenta :
25-35% karena solusio, perdarahan janin ke Ibu, cedera tali pusat,
insufisisnsi plasenta, asfiksia intrapartum, plasenta previa, transfusi
antarkembar, dan korioamnionitis.
c. Penyebab Ibu :
5-10% karena, antibodi fosfolipid, diabetes, penyakit hipertensi, trauma,
persalinan normal, sepsis, asidosis, hipoksia, ruptura uteri, kehamilan
posterm, obat.
d. Tidak diketahui penyebabnya 25-35%2.
3
berikutnya, kematian janin harus dicurigai jika janin tidak bergerak dalam jangka
waktu yang cukup lama.
3. Tanda-tanda. Ketidak mampuan mengidentifikasi denyut jantung janin pada
ANC (Antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu dan/atau tidak adanya
pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis
4. Pemeriksaan laboratorium. Penurunan kadar gonadotropin korionik manusia
(Human Chorionis Gonadotropin/ HCG) mungkin dapat membantu diagnosis dini
selama kehamilan.
5. Pemeriksaan radiologi. Secara histologis, foto rontgen abdominal digunakan
untuk mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang dapat menunjukkan
adanya kematian janin yaitu penumpukan tulang tengkorak janin ( tanda
Spalding), tulang punggung janin melengkung secara berlebihan, dan adanya gas
di dalam janin. Saat ini foto rontgen sudah tidak digunakan lagi dan sekarang
beralih pada USG,dimana USG sebagai baku emas untuk mengkonfirmasi suatu
IUFD dengan mendokumentasikan tidak adanya aktivitas jantung janin setelah
usia gestasi 6 minggu, selain itu dapat ditemukan juga adanya edema kulit kepala
dan maserasi janin3.
4
Gb. Tanda ’Spalding sign’ pada pemeriksaan USG
5
Sekitar 90% perempuan akan melahirkan spontan pada minggu ketiga
setelah janin meninggal dalam kandungan. Jika kelahiran spontan tidak terjadi
dalam 3-4 minggu resiko Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
meningkat.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi penyebab kematian
janin, yang akan membantu proses berduka cita dan untuk koseling di masa
depan. Autopsi merupakan satu-satunya cara yang paling bermanfaat utnuk
mengidentifikasi penyebab terjadinya penyebab kematian janin3.
Induksi persalinan :
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan.
Indikasi induksi persalinan antara lain:
A. Indikasi janin
1. Kehamilan lewat waktu
2. Ketuban pecah dini
3. Janin mati
B. Indikasi Ibu
1. Kehamilan dengan hipertensi
2. Kehamilan dengan diabetes mellitus
Kontraindikasi induksi persalinan antara lain:
1. Malposisi janin
2. Insufisisensi plasenta
3. Disporposi sefalopelvik
4. Cacat rahim, misalnya pernah megalami seksio sesarea, enukleasi miom.
5. Grande multipara
6. Gemelli
7. Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion
8. Plasenta previa
6
Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi,
diantaranya :
1. Hendaknya serviks uteri sudah “matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan
menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap
ke depan.
2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)
3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Jika skor Bishop
kurang atau sama dengan 3 maka angka kegagalan induksi mencapai lebih dari 20%
dan berakhir pada seksio sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan
kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi menunjukkan kematangan serviks.
Tabel Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untk induksi persalinan
7
Pada janin mati dan tidak mungkin lahir spontan pervaginam dan ibu dalam
keadaan bahaya (maternal distress) seksio sesarea tidak dilakukan, sebagai gantinya
dapat dilakukan embriotomi.
Evaluasi pada bayi lahir mati
Evaluasi pada bayi lahir mati berfungsi untuk:
1. Adaptasi psikologis terhadap kehilangan yang mendalam dapat
dipermudah apabila etiologi spesifiknya dapat diketahui.
2. Dapat meredakan rasa bersalah yang merupakan bagian dari kedukaan.
3. Diagnosis yang tepat menyebabkan penyuluhan mengenai kekambuhan
akan lebih akurat dan bahkan memungkinkan dilakukanya terapi atau
intervensi untuk mencegah terjadinya hal yang sama pada kehamilan
berikutnya.
4. Memberi informasi identifikasi sindrom-sindrom herediter.
Protokol pemeriksaan bayi lahir mati harus diulas secara sistematik dan
terperinci tentang kejadian-kejadian prenatal, dan bayi, plasenta, serta selaput
ketuban harus diperiksa secara cermat disertai pencatatan temuan,baik yang
positif maupun negative. Dianjurkan tindakan otopsi, baik secara lengkap (lebi
dianjurkan) atua terbatas. Sampel dikirim untuk penelitian sitogenetik pada kasus
malformasi janin, kematian janin berulang, atau hambatan pertumbuhan2.
8
Cairan amnion:
- Warna – mekonium, darah
- Konsistensi
- Volume
Plasenta :
- Berat
- Bekuan lekat
- Kelainan struktur – lobus sirkumvalata atau aksesorius, insersi vilamentosa
- Edema – kelainan hidropik
Selaput ketuban :
- Ternoda
- Menebal
2. Ensefalomalasia multikistik:
10
Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan
monozigotik dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang
masih hidup dengan yang salah satu janinnya meninggal. Dalam hal ini sering
kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya. Jika janin kedua masih
dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki risiko tinggi terkena
ensefalomalasia multikistik.
Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi embolisasi
bahan tromboplastik dari janin yang meninggal melalui komunikasi vaskular
plasenta ke janin yang masih hidup dengan atau tanpa perubahan hemodinamik
(hipotensi) pada saat kematian janin seingga terjadi infark cedera selular pada
otak (ensefalomalasia multikistik, yang diagnosisnya dikonfirmasi dengan
ekoensefalografi), usus, ginjal, dan paru3.
3. Hemoragic Post Partum
Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5
minggu sesudah IUFD (kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-
700mg%). Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post
partum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.
4. Dampak psikologis
Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu
kematian janin yang dikandungnya.
DAFTAR PUSTAKA
11
1. Botefilia. 2009. Agar Janin Tak Meninggal dalam Kandungan.(Online)
http://cpddokter.com/home/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=938
2. Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Wiliams vol.2 edisi 21 ’Penyakit dan
cedera pada janin dan neonatus’. EGC: Jakarta.
3. Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi
kedua ’Kematian Janin Intra Uterin’. EMS : Jakarta
4. Hendaryono,H. 2007. Patologi kebidanan.
5. Kliman, HJ. Dkk. 2000. Fetal death: etiology and pathological findings.
(Online)
http://www.med.yale.edu/obgyn/kliman/placenta/articles/UpToDate.html
6. Lindsay,JL. 2010. Evaluation of Fetal Death. (Online)
http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview
7. Rathava, Yogesh R. 2013. Intra Uterine Fetal Death: An Observasional
Study. IJSR-International Journal Of Scientific Research. VOl:2. Pp 388-
390.
12
13