Anda di halaman 1dari 18

DIREKTUR RUMAH SAKIT AL-AZIZ JOMBANG

No. :/E/RS.AL AZIZI/2018

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR DAN


PASIEN IMUNOSUPRESSED

RUMAH SAKIT AL-AZIZ JOMBANG

DENGAN RAHMAT ALLAH SWT

DIREKTUR RUMAH SAKIT AL AZIZ JOMBANG

Menimbang : Bahwa pelayanan pasien dengan penyakit menular dan pasien


imunosupressed merupakan salah satu pelayanan pada pasien beresiko
tinggi, maka perlu ditetapkan kebijakan pelayanan pasien dengan
penyakit menular dan pasien imunosupressed dengan Surat Keputusan
Direktur Rumah Sakit AL-aziz jombang

Mengingat 1. Undang-undang RI nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN

PELAYANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR DAN PASIEN


IMUNOSUPRESSED

Menetapkan :

Pertama : Keputusan Direktur Rumah Sakit AL-aziz tentang Kebijakan Pelayanan Pasien
dengan Penyakit Menular dan Pasien Imunosupressed.

Kedua : Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan pasien imunosupressed


diberikan di semua ruang perawatan kecuali pada penyakit tertentu yang
membutuhkan perawatan di ruang isolasi khusus.
Ketiga : Setiap pelayanan pasien dengan penyakit menular dan pasien imunosupressed
di Rumah Sakit AL-aziz jombang harus dilaksanakan secara seragam sesuai
dengan standar prosedur operasional yang ditetapkan di Rumah Sakit AL-aziz
jombang
Keempat : Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, informasi mengenai keadaan
pasien, rencana tindakan dan rencana pengobatan sesuai dengan yang tercatat
di dalam rekam medis, harus diinformasikan kepada pasien dan atau keluarga.

Kelima : Setiap pasien dan atau keluarganya berhak mengambil keputusan mengenai
rencana tindakan dan rencana pengobatan yang akan diberikan.

Keenam : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pasien dengan


penyakit menular dan pasien imunosupressed di Rumah Sakit AL-aziz
jombang dilaksanakan oleh Wakil Direktur Pelayanan Medik Rumah Sakit
Rumah Sakit AL-aziz jombang
Ketujuh : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian hari
terdapat perubahan, maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : jombang

Pada tanggal:

D i r e k t u r,

Dr juliastuti
PANDUAN
PELAYANAN PASIEN DENGAN
PENYAKIT MENULAR DAN PASIEN
IMUNOSUPRESIF

PANDUAN
PELAYANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR DAN PASIEN
IMUNOSUPRESIF

I. Latar Belakang
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah- pindah dari
orang yang satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun
perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang
hidup dan dapat berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman atau
virus.
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005). Rumah sakit merupakan tempat pelayanan
pasien dengan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai yang
ringan sampai yang terberat, dengan begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran
infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya, begitupun dengan petugas kesehatan yang sering
terpapar dengan agen infeksi.
Imunosupresif adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh terdepres
sehingga memudahkan masuknya agen-agen patogen lainnya. Kasus penurunan
ketahanan tubuh atau imunosupresif sangat berarti dalam memunculkan
berbagai jenis penyakit.
Seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan individu yang rentan terhadap
penularan penyakit. Hal ini karena daya tahan tubuh pasien yang relative menurun. Penularan
penyakit terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit disebut infeksi nasokomial. Infeksi
nasokomial dapat disebabkan oleh kelalaian tenaga medis atau penularan dari pasien lain.
Pasien yang dengan penyakit infeksi menular dapat menularkan penyakitnya selama dirawat
di rumah sakit. Pemularan dapat melalui udara, cairan tubuh, makanan dan sebagainya.
II. Tujuan Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan pasien imunosupresif
A. Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi Manajemen Rumah Sakit al aziz jombang untuk dapat
melaksanakan Isolasi pada pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit.
B. Tujuan Khusus
1. Sebagai pedoman pelaksanaan Isolasi pada pasien yang merupakan salah satu upaya rumah
sakit dalam menegah infeksi nasokomial.
2. Mencegah terjadinya infeksi pada petugas kesehatan.
3. Mencegah terjadinya Infeksi pada pasien rawat inap atau pasien dengan penurunan daya
tahan tubuh.
1. Ruang lingkup
1. Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang mengidap
penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular dan berbahaya;
2. Pelaksana Panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan keluarga.
2. Prinsip
1. Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular dan dianggap berbahaya dirawat
di ruang terpisah dari pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan infeksi.
2. Penggunaan Alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengunjung dan petugas
kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.
3. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan penurunan
sistem imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, dirawat di ruang
(terpisah) isolasi rumah sakit.
4. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap biasa.
5. Pasien yang dirawat dirung isolasi, dapat di dipindahkan keruang rawat inap biasa
apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut petunjuk dokter
penanggung jawap pasien.
3. Kewajiban dan Tanggung Jawab
1. Seluruh Staf Rumah Sakit
a. Mematuhi peraturan yang ditetapkan di kamar isolasi
2. Perawat Instalasi Rawat Inap
a. Melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien di kamar isolas;i
b. Menjaga terlaksananya peraturan ruang isolasi yang ditetapkan;
c. Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar isolasi atau
pasien yang dirawat di kamar isolasi.
3. Dokter Penanggung Jawab Pasien
a. Menetapkan diagnosa pasien dan menentukan apakah pasien memerlukan perawatan di
ruang
Isolasi;
b. Memastikan pasien yang membutuhkan perawatan di ruang isolasi mendapat perawatan
secara benar
4. Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan
a. Memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan baik
b. Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam Ruang Isolasi dan memastikan
terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali insiden tersebut.
5. Direktur
a. Memantau dan memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan baik.
b. Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau mengatasi setiap masalah yang
mungkin
terjadi dalam pelaksanaan perawatan pasien di ruang Isolasi
BAB II
RUANG ISOLASI
1.Pengertian Isolasi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman pathogen dari
sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.
Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk pasien
dengan penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti H5N1, kewaspadaan yang
perlu dilakukan meliputi:
a) Kewaspadaan standar
Perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien maupun alat-alat yang terkontaminasi sekret pernapasan
b) Kewaspadaan kontak
Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien
Gunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien, seperti stetoskop, termometer,
tensimeter, dan lain-lain
c) Perlindungan mata
Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada pada jarak 1
(satu) meter dari pasien.
d) Kewaspadaan airborne
Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne, Gunakan masker N95 bila memasuki
ruang isolasi.
2.Syarat Kamar lsolasi
1. Lingkungan harus tenang
2. Sirkulasi udara harus baik
3. Penerangan harus cukup baik
4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien
dan pembersihannya
5. Tersedianya WC dan kamar mandi
6. Kebersihan lingkungan harus dijaga
7. Tempat sampah harus tertutup
8. Bebas dari serangga
9. Tempat alat tenun kotor harus ditutup
10. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan.
Ruang Perawatan isolasi ideal terdiri dari :
a)Ruang ganti umum
b) Ruang bersih dalam
c) Stasi perawat
d) Ruang rawat pasien
e) Ruang dekontaminasi
f) Kamar mandi petugas
Kriteria Ruang Perawatan Isolasi ketat yang ideal
1) Perawatan Isolasi (Isolation Room)
a. Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi
b. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction System
d. Air Sterilizer System dengan Burning & Filter
e. Modular minimal = 3 x 3 m2
2) Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest Room)
a. Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
b. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction System
d. Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2
3) Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)
a. Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang ruang rawat isolasi
d. Modular minimal = 3 x 2,50 m2
4) Area Sirkulasi (Circulation Corridor)
a. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
d. Modular minimal lebar = 2,40 m
5) Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)
a. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
d. Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)
3.Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi
1. Harus sehat
2. Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic
3. Pakaian rapi dan bersih
4. Tidak memakai perhiasan
5. Kuku harus pendek
6. Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
7. Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung tangan, dan sandal
khusus
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
9. Berbicara seperlunya
10. Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi
11. Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
4. Alat-alat
1. Alat-alat yang dibutuhkan cukup tersedia
2. Selalu dalam keadaan steril
3. Dari bahan yang mudah dibersihkan
4. Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan
5. Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali
6. Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup
5. Kategori Isolasi
Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dancara penularan /
penyebaran kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi saluran pernafasan,
tindakan pencegahan enterik dan tindakan pencegahan sekresi. Secara umum, kategori
isolasi membutuhkan kamar terpisah, sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak
memerlukan kamar terpisah.
a.Isolasi Ketat
Tujuan isoasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat
menular, balk melalui kontak langsung maupun peredaran udara. Tehnik ini kontak
langsung maupun peredaran udara. Tehnik ini mengharuskan pasien berada di kamar
tersendiri dan petugas yang berhubungan dengan pasien harus memakai pakaian
khusus, masker, dan sarung tangan Berta mematuhi aturan pencegahan yang ketat.
Alatalat yang terkontaminasi bahan infektsius dibuang atau dibungkus dan diberi
label sebelum dikirim untuk proses selanjutnya. Isolasi ketat diperlukan pada pasien
dengan penyakit antraks, cacar, difteri, pes, varicella dam herpes Zoster diseminata
atau pada pasien imunokompromis.
Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruang perawatan
isolasi ketat yaitu:
a) Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negative dibanding tekanan di
koridor.
b) Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam
c) Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi dengan menggunakan filter
HEPA (High-Efficiency Particulate Air)
Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri. Pasien tidak boleh
membuang ludah atau dahak di lantai - gunakan penampung dahak/ludah tertutup
sekali pakai (disposable).
b. Isolasi Kontak
Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan melalui
kontak langsung. Pasien perlu kamar tersendiri, masker perlu dipakai bila mendekati
pasien, jubah dipakai bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap
menyentuh badan infeksius. Cuci tangan sesudah melepas sarung tangan dan sebelum
merawat pasien lain. Alat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius diperlakukan
seperti pada isolasi ketat. Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi baru lahir dengan
konjungtivitis gonorhoea, pasien dengan endometritis, pneumonia atau infeksi kulit
oleh streptococcus grup A, herpes simpleks diseminata, infeksi oleh bakteri yang
resisters terhadap antibiotika, rabies, rubella.
c. Isolasi Saluran Pernafasan
Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan dengan cara
kontak langsung dan peredaran udara. Cara ini mengharuskan pasien dalam kamar
terpisah, memakai masker dan dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap
buangan nafas / sputum, misalnya pada pasien pertusis, campak, tuberkulosa paru,
infeksi H. influenza.
d. Tindakan Pencegahan Enterik
Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena kontak
langsung atau tidak langsung dengan tinja yang mengandung kuman penyakit
menular. Pasien ini dapat bersama dengan pasien lain dalam satu kamar, tetapi
dicegah kontaminasi silang melalui mulut dan dubur. Tindakan pencegahan enteric
dilakukan pada pasien dengan diare infeksius atau gastroenteritis yang disebabkan
oleh kolera, salmonella, shigella, amuba, campy/obacter, Crytosporidium, Ecoli
pathogen.
e. Tindakan Pencegahan Sekresi
Tujuannya untuk mencegah penularan infeksi karena kontak langsung atau tidak
langsung dengan bahan purulen, sekresi atau drainase dari bagian badan yang
terinfeksi. Pasien tidak perlu ditempakan di kamar tersendiri. Petugas yang
berhubuangan langsung harus memakai jubah, masker, dan sarung tangan. Tangan
harus segera dicuci setelah melepas sarung tangan atau sebelum merawat pasien lain.
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan pada waktu penggantian balutan.
Tindakan pencegahan sekresi ini perlu untuk penyakit infeksi yang mengeluarkan
bahan purulen, drainasea atau sekresi yang infeksius.
f. Isolasi Protektif
Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan orang
yang daya rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang tertentu terhadap
semua jenis pathogen, yang biasanya dapat dilawannya. Pasien harus ditempatkan
dalam lingkungan yang mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang
perlu. Misalnya pada pasien yang sedang menjalani pengobatan sitoststika atau
imunosupresi.
6. Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium,
yaitu :
1. sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
2. sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum, khusus untuk
luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan menular)
3. selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusAdan B, leptospirosis)
4. sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif (misalnya pada
sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus).
Prosedur keluar Ruang Perawatan isolasi
a) Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat Perlindungan Diri (APD).
b) Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.
c) Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaian umum, masukkan dalam
kantung
binatu berlabel infeksius.
d) Mandi dan cuci rambut (keramas)
e) Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.
f) Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah dari pintu masuk.
7. Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatan biasa :
a) Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang isolasi.
b) Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk dirawat di ruang
rawat
inap biasa oleh dokter.
c) Pertimbangan lain dari dokter.
Alur Pasien perawatan di Ruang Isolasi
Pasien
Poliklinik
IGD
1. Suspek Penyakit Menular
yang berbahaya
2. Luka Bakar indikasi rawat
3. Penurunan sistem Imun
4. Kemoterapi
Rawat Inap Ruang Isolasi

PNYAKIT MENULAR
TATA LAKSANA

A. Kewaspadaan Standar
1. Kebersihan Tangan
a. Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan terhindar dari
kontaminasi patogen dari dan ke permukaan
b. Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein, cairan tubuh, cuci
tangan dengan sabun antiseptik dan dengan air mengalir
c. Cuci tangan sesuai indikasi cuci tangan :
1) Sebelum & setelah kontak pasien.
2) Diantara prosedur berbeda pada pasien yang sama.
3) Setelah kontak dengan cairan tubuh,darah dengan atau tanpa menggunakan
sarung tangan.
4) Setelah menangani peralatan/benda/lingkungan yang terkontaminasi.
5) Segera cuci tangan setelah melepas APD.
d. Jika tangan terlihat bersih dekontaminasi dengan “alcohol based hand
rub/gel”.
e. Edukasi kepada pasien, keluarga dan pengunjung pasien
f. Pastikan fasililitas tersedia.

2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


a. APD terdiri dari : Sarung tangan,apron/gowns, Pelindung mata, hidung, mulut,
pelindung kaki.
b. Petugas Kesehatan harus dapat mengkaji penggunaan APD pada saat
melakukan prosedur tindakan :Prosedur biasa, Resiko terpapar darah/cairan
tubuh, Resiko terkontaminasi.
c. Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan
bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh
yang potensial terkontaminasi
d. Gunakan sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan. Pakai sarung
tangan sekali pakai untuk merawat pasien. Lepaskan sarung tangan segera
setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak
terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain
e. Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk merawat pasien yang berbeda.
Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi
ke area bersih
f. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan
g. Masker bedah dapat digunakan secara umum untuk petugas rumah sakit untuk
mencegah transmisi melalui partikel besar dari droplet saat kontak erat (<3
meter) dari pasien saat batuk / bersin.
h. Gunakan masker selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun pada
pasien tidak diduga infeksi
i. Kenakan gaun pelindung (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit,
mencegah baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama prosedur / merawat
pasien yang memungkinkan terjadinya percikan cairan tubuh pasien
j. Pilihlah gaun pelindung yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan
dilakukan
k. Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah transmisi mikroba
ke pasien lain atau ke lingkungan
l. Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik penting,
lepaskan saat akan keluar ruang pasien
m. Jangan menggunakan gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang sama

3. Peralatan Perawatan Pasien


a. Buat aturan atau prosedur untuk menampung, transportasi peralatan yang
mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
b. Lepaskan bahan organic dari peralatan kritikal, semi kritikal dengan bahan
pembersih sesuai dengan sebelum di sterilisasi.
c. Tangani peralatan pasien yang terkena darah , cairan tubuh, sekresi, ekskresi
dengan benar sehingga kulit dan mucus membrane terlindungi, cegah baju
terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke pasien lain dan lingkungan.
d. Pastikan peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius telah dibersihkan
dan tidak di pakai untuk pasien lain.
e. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui cara yang
benar dan peralatan pakai ulang dip roses dengan benar.
f. Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfektan setelah dipakai. Peralatan
semikritikal dan kritikal didisinfektan dan disterilisasi.
g. Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan detergen.
h. Bila tidak tampak kotor , lap permukaan peralatan yang besar (USG, X-ray)
setelah keluar ruangan isolasi.
i. Bersihkan dan disinfeksi yang benar peralatan terapi pernafasan terutama
setelah dipakai pasien infeksi saluran pernafasan

4. Pengendalian Lingkungan
a. Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya merupakan salah satu aspek dalam upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya.
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan yang
terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan
pemeliharaan peralatan medik dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih,
mempertahankan ventilasi udara yang baik.
c. Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih aman dan
nyaman sehingga dapat meminumalkan atau mencegah terjadinya transmisi
mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung, dan
masyarakat di sekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi
nosokomial dan kecelakaan kerja dapat dicegah.

5. Pemrosesan Peralatan Pasien dan Penatalaksanaan Linen


a. Pengelolaan alat – alat bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui
alat kesehatan, atau menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai.
Semua alat, bahan dan obat yang akan dimasukkan ke dalam jaringan dibawah
kulit harus dalam keadaaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan
melalui 4 tahap yaitu (1.) dekontaminasi; (2.) pencucian; (3.) sterilisasi atau
DTT; (4.) penyimpanan. Menangani linen yang sudah digunakan harus dengan
hati – hati dan menggunakan APD yang sesuai serta membersihkan tangan
secara teratur.

b. Prinsip umum :
1) Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam kantong atau
wadah yang tidak rusak saat diangkut
2) Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan
c. Linen :
1) Semua bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas
dengan air. Linen kotor tersebut kemudian langsung dimasukkan ke dalam
kantong linen di kamar pasien
2) Hilangkan bahan padat ( feses ) dari linen yang sangat kotor ( menggunakan
APD yang sesuai ) dan buang limbah padat tersebut ke dalam toilet sebelum
linen dimasukkan ke kantong cucian
3) Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati – hati untuk
mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang – orang
disekitarnya.
4) Jangan memilah linen ditempat peraawatan pasien. Masukkan linen yang
terkontaminasi langsung ke kantong cucian di ruang isolasi dengan
memanipulasi minimal atau mengibas – ibaskan untuk menghindari
kontaminasi udara dan orang
5) Linen yang sudah digunakan kemudian harus dicuci sesuai prosedur
pencucian biasa
6) Cuci dan keringkan linen sesaui dengan standart dan prosedur tetap fasilitas
pelayanan kesehatan
7) Angkut linen dengan hati – hati
8) Angkut linen kotor dalam wadah / kantong tertutup
9) Transportasi / trolley linen bersih dan linen kotor harus dibedakan, bila
perlu diberi warna yang berbeda

6. Kesehatan Karyawan / Perlindungan Petugas Kesehatan


a. Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh
1) Pada mata : bilas dengan air mengalir (15 menit)
2) Pada kulit : bilas dengan air mengalir (1 menit)
3) Pada mulut : segera kumur – kumur (1 menit)
4) Lapor ke Komite PPI, Panitia K3RS  rekomendasi ke dokter IGD

b. Program kesehatan pada petugas kesehatan


Program kesehatan pada petugas kesehatan merupakan program sebagai
strategi preventif terhadap infeksi yang dapat ditransmisikan dalam
kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain :
1) Monitoring dan support kesehatan petugas
2) Vaksinasi bila dibutuhkan
3) Vaksinasi terhadap infeksisaluran napas akut bila memungkinkan
4) Menyediakan antivirus profilaksis
5) Surveilans ILI membantu mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran
napas akut dari manusia
6) Terapi follow up epi/pandemic infeksi saluran napas akut pada petugas
7) Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila
terkena infeksi
8) Upayakan support psikososial
c. Tujuan :
1) Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit
2) Memelihara kesehatan petugas kesehatan
3) Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan petugas bekerja,
kemungkinan midekolegal dan KLB
d. Unsur yang dibutuhkan : Petugas yang berdedikasi, SOP yang jelas dan
terisolasi, Administrasi yang menunjang, Koordinasi yang baik antar unit /
instalasi, Penanganan paska pajanan infeksius, Pelayanan konseling, Perawatan
dan kerahasiaan medical record
e. Evaluasi sebelum dan setelah penempatan : Status imunisasi, Riwayat kesehatan
yang lalu, Terapi saat ini, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium dan
radiologi
f. Edukasi : Sosialisasi SOP pencegahan dan pengendalian infeksi ( kewaspadaan
isolasi, kewaspadaan standart, kebijakan Depkes tentang PPI terkini)
g. Program Imunisasi
Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada :
1) Risiko ekspos
2) Kontak petugas dengan pasien
3) Karakteristik pasien rumah sakit
4) Dana rumah sakit

h. Pelaksanaan program dengan dana minimal :


Perlindungan minimal : imunisasi Hepatitis B, imunisasi masal dan diulang
tiap 5 tahun pasca imunisasi, disertai dengan program manajemen paska
pajanan tusukan tajam dan percikan bagi petugas, meliputi :
1) Tes pada pasien sebagai sumber pajanan
2) Tes HBsAg dan AntiHBs petugas
3) Tes serologi yang tepat
4) Penanganan yang tepat paska pajanan, dalam 48 jam diberi immunoglobulin
hepatitis B
5) Bila perlu diberi booster
6) Penelitian dan pencegahan harus melingkupi seluruh petugas

7. Penempatan Pasien
a. Tempatkan pasien yang potensial menimbulkan kontaminasi lingkungan atau
yang tidak dapat diharapkan menjaga kebersihan atau control lingkungan ke
dalam ruang rawat yang terpisah. Bila ruang isolasi tidak memungkinkan,
konsultasikan dengan petugas PPI
b. Cara penempatan sesuai jenis kewaspadaan terhadap transmisi infeksi.

8. Hygiene Respirati / Etika Batuk


a. Target : pasien, keluarga dan pengunjung dengan infeksi saluran nafas yang
dapat di transmisikan , batuk, rhinorrhoe, pilek.
b. Efektif menurunkan transmisi patogen droplet melalui saluran nafas (influenza,
adenovirus, B pertusis, mycoplasma pneumoniae).
c. Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi untuk
mencegah transmisi pathogen
d. Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa pasien rawat jalan atau
pengunjung dengan gejala klinis infeksi saluran napas harus menutup mulut dan
hidung dengan tisu kemudian membuangnya dan mencuci tangan
e. Menyediakan tisu dan tempat sampah infeksius
f. Menyediakan sabun, wastefel dan cara mencuci tangan pada ruang tunggu
pasien rawat jalan, atau alcohol handrub
g. Pada musim infeksi saluran napas, tawarkan masker pada pasien dengan gejala
infeksi saluran napas dan pendampingnya. Anjurkan untuk duduk berjarak > 1
meter dari pengunjung lain.
h. Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus :
1) Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
2) Pakai tisu, saputangan, masker dan buang ke tempat sampah infeksius bila
sudah tidak digunakan lagi
3) Lakukan cuci tangan
9. Praktek Menyuntik yang Aman
a. Semua injeksi harus disiapkan di area bersih bebas kontaminasi.
b. Tehnik aseptik selalu dilakukan pada saat mengambil obat injeksi dari vial dan
saat memberikan ke pasien.
c. Pakai jarum steril, disposable untuk mencegah kontaminasi pada peralatan
injeksi.
d. Gunakan single dose vial jika memungkinkan.
e. Jangan gunakan single dose vial untuk banyak pasien.
f. Jangan tinggalkan sisa obat dan diberikan untuk waktu berikutnya.

10. Praktek untuk Lumbal Punksi


Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat ke dalam area spinal
/ epidural melalui prosedur lumbal punksi misalnya saat melakukan anastesi spinal
dan epidural untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.
CATATAN : Kewaspadaan Standar diterapkan untuk semua pasien yang beresiko
tinggi untuk menularkan penyakit atau pada pasien yang kekebalan tubuhnya
menurun, misalnya : Pasien dengan HIV atau pada pasien yang rentan akibat
imunosupresi, misalnya pada pasien dengan SLE ( Sindrom Lupus Eritema )

B. Kewaspadaan berdasarkan Transmisi.


1. AIRBORNE PRECAUTIONS.
Diterapkan pada pasien yang menderita atau diduga menderita
mikroorganisme yang menular melalui udara diantaranya : TBC, Campak, cacar air
(dengan krusta yang banyak),herpes zoster dengan krusta yang terlokalisir atau yang
menyebar (Immunocompromised patient).

KEBUTUHAN PENULARAN MELALUI UDARA


Sarung tangan Sesuai kewaspadaan standart
Apron/gown Sesuai kewaspadaan standart
Masker Masker N 95 (P2 Particulate respiratory) digunakan
untuk kasus TBC dan SARS
Untuk kasus lain bisa digunakan masker bedah. Masker
dipakai oleh petugas yang sama, dan dibuang setelah
kontak.
Catatan : masker diganti setelah dipakai terus menerus
selama 4 jam atau jika masker basah atau kotor
Penempatan Tempatkan pasien di ruang isolasi dengan tekanan
pasien negatif, aliran udara 6-12 x/ jam, pengeluaran udara
terfiltrasi sebelum udara mengalir keruang atau tempat
lain di RS. Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila
ruang terpisah tidak memungkinkan, tempatkan pasien
dengan pasien lain yang mengidap mikroba yang sam,
jangan dicampur dengan infeksi lain ( Kohorting )
dengan jarak > 1 meter.
CATATAN :
Konsultasikan dengan petugas PPIRS sebelum
menempatkan pasien bila tidak ada ruang isolasi
bertekanan negatif dan kohortong tidak memungkinkan.
Penanganan Membatasi furniture dan peralatan terpapar pasien.
peralatan Peralatan yang digunakan ulang dilakukan desinfeksi
dan sterilisasi sesuai prosedur sebelum digunakan untuk
pasien lain
Transportasi Pasien menggunakan masker bedah
pasien Hubungi ruangan yang akan menerima pasien. Petugas
tidak perlu menggunakan masker jika pasien sudah
menggunakan masker
Pasien dengan adanya luka/lesi di kulit diberi tutup
Linen Minimalkan kontak dan mengibaskan linen pasien.
Linen yang terkontaminasi dimasukkan ke dalam
kantong plastik berwarna kuning dan ditangani sesegera
mungkin. Dekontaminasi sesuai prosedur. Gunakan
APD saat menangani linen yang terkontaminasi
Limbah Tangani limbah sesuai prosedur
Lain-lain Cuci tangan sesuai prosedur dan five moment dan
setelah melepas APD

2. DROPLET PRECAUTIONS.
Diterapkan saat melakukan tindakan yang kontak dengan mebrane mukosa atau
konjungtiva pasien yang diduga menular.Partikel lebih besar dari 5 ɥm, dan memercik
dalam radius 1 meter.
Contoh Kondisi :
a. Bronchiolitis.
b. Meningo-coccal Infectius.
c. Viral infections termasuk influenza, Mumps & Rubella.
PENATALAKSANAAN
KEBUTUHAN PENULARAN MELALUI UDARA
Sarung tangan Sesuai kewaspadaan standar
Apron/gown Sesuai kewaspadaan standar
Masker Masker bedah. Petugas harus menggunakan masker saat
merawat pasien dengan batuk produktif, terutama bila
melakukan penanganan dengan jarak ± 1meter
Goggles/face Lindungi wajah bila ada resiko percikan
shield
Penanganan Peralatan yang digunakan ulang dilakukan desinfeksi
peralatan dan sterilisasi sesuai prosedur sebelum digunakan untuk
pasien lain
Transportasi Pasien menggunakan masker bedah
pasien Hubungi ruangan yang akan menerima pasien. Petugas
tidak perlu menggunakan masker jika pasien sudah
menggunakan masker
Linen Minimalkan kontak dan mengibaskan linen pasien.
Linen yang terkontaminasi dimasukkan ke dalam
kantong plastik berwarna kuning dan ditangani sesegera
mungkin. Dekontaminasi sesuai prosedur. Gunakan
APD saat menangani linen yang terkontaminasi
Limbah Sesuai kewaspadaan standar
Lain-lain Cuci tangan sesuai prosedur &five moment, dan setelah
melepas APD
3. CONTACT PRECAUTIONS.
Diterapkan untuk menurunkan resiko penularan mikroorganisme pathogen
melalui kontak langsung maupun tidak langsung diantaranya :
a. Kontak kulit dan kulit.
b. Kontaminasi dari peralatan pasien.
c. Lingkungan pasien.
Contoh kondisi :
a. Kolinisasi atau infeksi MRSA, EsβL (Extended spectrum Betalactamase
producing organism) VRE (Vancomycin Resisten Staphilococus).
b. Penyakit saluran pencernaan : Rotavirus, hepatitis A, Clostridium difficle.
c. Respiratory : SARS, Bronchiolitis.
d. Infeksi kulit : Herpes Zoster, Scabies, HSV.

Anda mungkin juga menyukai