PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Nefrotik (sn) adalah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif, hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai
dengan hiperlipidemia. angka kejadian sn di amerika dan inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun
per tahun, sedangkan di indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak pertahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan.
Sindrom Nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di poliklinik khusus nefrologi, dan merupakan
penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun1995-2000. Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus
sehingga mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom
ini.etiologi sn secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik seperti pada purpura henoch-schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom Nefrotik pada tahun pertama
kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan.
Sindrom Nefrotik merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Sifat dari SN ini
adalah sering kambuh,sering gagalnya pengobatan dan timbulnya penyakit baik akibat dari penyulitnya sendiri maupun oleh
karena pengobatannya. Penyulit yang sering terjadi pada syndrome nefrotik adalah infeksi, thrombosis, gagal ginjal akut,
malnutrisi, gangguan pertumbuhan hiperlidemia dan anemia.Obat-obatan yang digunakan untuk terapi penyakit ini pada
umumnya sangat toksis seperti kortikosteroid dan imunosuperresant, pemakaian kortikosteroid dosis tinggi dalam waktu yang
lama dapat menekan system imun dan menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan seperti munculnya infeksi sekunder.
Infeksi yang tidak ditangani sebagaimana mestinya akan mengakibatkan kekambuhan dan resistensi terhadap steroid (rauf 2002).
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan.mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan.
Sindrom Nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom Nefrotik Perubahan Minimal ( snpm ) menacakup 60 –
90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari snpm telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan
majunya terapi dan pemberian steroid.bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal. berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik
berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien
dengan rasio 1,71 : 1. Insiden Sindrom Nefrotik pada anak di hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun ( chiu
and yap, 2005 ).
Insiden Sindrom Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di amerika serikat dan inggrisadalah 2 - 4 kasus baru per 100.000
anak per tahun.Di negara berkembang, insidennya lebih tinggi.Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia
adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih
jelas tentang bagaimana “asuhan keperawatan pada an. a (6 tahun )yang mengalami sindrom nefrotik”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar dari penyakit sindrom nefrotik?
2. Bagaimana konsep keperawatan penyakit sindrom nefrotik?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Memperoleh pengetahuan dan gambaran yang jelas tentang penerapan asuhan keperawatan pada penderita penyakit
sindrom nefrotik.Serta diharapkan mahasiswa mampu sindrom nefrotik.Serta di harapkan mahasiswa mampu membuat
asuhan keperawatan tentang penyakit sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
Dengan membaca makalah ini mahasiswa ataupun pembaca mampu
a. Mengetahui Bagaimana Konsep Dasar Dari Penyakit Sindrom Nefrotik
1
b. Mengetahui Bagaimana Konsep Keperawatan Dari Penyakit Sindrom Nefrotik
D. Manfaat Penulisan
a. Sebagai sumbangan informasi tentang kasus- kasus dengan penyakit sindrom nefrotik.
b. bagi institusi pendidikan
c. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pembelajaran atau perkuliahan mengenai konsep dasar dan konsep
keperawatan yang berhubungan dengan penyakit sindromnefrotik.
d. Bagi profesi keperawatan
e. Dapat menjadi penambah pengetahuan mengenai konsep dasar dan konsep keperawatan khususnya dalam melakukan praktik
kesehatan serta dalam proses pembuatan askep.
f. bagi penulis
g. menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep dasar dan konsep keperawatan mengenai penyakit sindrom
nefrotik,serta dapat dijadikan sebagai panduan belajar dan dalam pembuatan asuhan keperawatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinik yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan
hiperkolesterolemia (baughman 2000).
Nefrotik sindrom adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma yang menimbulkan proterinuri, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.(sowden 2002).
Nefrotik sindrom merupakan keadaan klinis dan biokimia yang melibatkan peningkatan permeabilitas glomeruli.Dapat
terjadi berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal.tanda khas penyakit ini adalah edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperlipidemia (sacharin, 1994).
Nefrotik sindrom adalah suatu ganggua dimana ginjal telah mengalami kerusakan, yang menyebabkan kebocoran
protein dari darah kedalam urine. Nefrotik sindrom ditandai oleh proteinuri (lebih dari 3,5 g / hari), hipoalbuminemia,
hiperlipedemia edema. (http: / / en. Wikipedia.org /`wiki/Nephritic_syndoreme, 2007).
2. Etiologi
Penyebab nefrotik syndrome dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Primer
1) Glomeruloneftritis
2) Nefrotik Syndrome Peruahan Minimal
b. Sekunder
1) Diabetes Miletius
2) Sistema Lupus Eritematosus
3) Amyloidosis.
3. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara primer berkaitan dengan berbagai
penyakit ginjal, seperti: glomerulonefritis,nefrotik sindrom perubahan minimal.sedangkan secara sekunder yaitu akibat
infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti: diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler,
sistema lupus eritematosus, amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma
protein, terutama albumin ke dalam urine.meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak
mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi
hipoalbuminemia.terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari
sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler.penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-
angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut manifestasi hilangnya protein dalam serum akan
menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi]lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang memengaruhi glomerulus.
Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa
termasuk lansia..respon perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling
utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena
kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan
negative gliko protein dalam dinding kapiler.pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan
protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin.pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin
yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl.
3
Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan
onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia.keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. Akibat dari
pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif,
sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini
mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan
rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium
ditubulus distal aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti
diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi
karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. Stimulasi renis angiotensin,
aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol,
trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma.
Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan
lipoprotein serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein dan
katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak
dari plasma. Apakah lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap
penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus.
Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang
dewasa termasuk lansia. Respon perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat. Hilangnya protein menyebabkan penurunan
tekananosmeotik plasma dan peningkatan hidrostatik, yang mengakibatkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga
interstisial dan rongga abdomen .penurunan volume cairan vaskuler menstimulis sistem rennin – angiotensin yang
mengakibatkan disekresinya hormon antidiuretik (adh), dan aldostreron, yang mengakibatkan reabsorbsi natrium (na) dan air
hingga mengalami peningkatan dan akhirnyamenambah volume intravaskuler.
4
4. Pathway Syndrome Nefrotik
Proteinuria ( massive)
Pelepasan rennin
5
5. Pathogenesis
Glomeruli adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah pada nefrotik sindrom,glomeruli
mengalami kerusakan karena inflamasi dan hialinisasi sehingga protein kerusakan karena inflamasi dan hialinisasi sehingga
proteinprotein yang berukurang kecil seperti albumin, imunoglobulin dan anti-trombin dapat melewati ginjal dan keluar
bersama Urine. Albumin adalah protein dalam darah yang berfungsi mempertahankan tekanan osmotic koloid albumin
berfungsi mencegah bocornya darah dari pembuluh darah kedalam\ jaringan.hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembenukan edema pada nefrotik syndrome adalah dikarenakan kerusakan mikrovaskuler dan retensi natrium dan air oleh
karena kerusakan ginjal (akibat peningkatan sekresi angio tensin). Didalam merespon kebocoran albumin, hati (liver)
mensistesis lebih banyak protein, dan kadar protein-protein yang berukuran lebih besar menjadi meningkat (seperti alpha 2 –
macoglobulindan lipoprotein). Peningkatan lipoprotein, kemudian direabsobsi oleh sel-sel tubuler, yang kemudian menompok
dan membentuk oval fat bodies atau fatty casts(http: // en. Wekipedi.org / wiki / nephrotik syndrome, 2007).
6. Manifestasi Klinik
Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh, diantaranya adalah :
a. Edema periorbital, yang tampak pada pagi hari
b. Pitting, yaitu edema (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas
c. Penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleure
d. Penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites
e. Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi
renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
f. Beberapa pasien mungkin mengalami dimana urine berbusa, akibat penurunan tekanan permukaan akibat proteinurin
g. Hematuri dan oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik syndrome)
h. Pucat
i. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus
j. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
k. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
l. Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg bb/hr pada anak-anak.
m. Hipoalbuminemia < 30 gr/k
n. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
o. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko
p. Trombosis vena dan arteri.
q. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
r. Klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit\ payah.
7. Pemeriksaan Dignostik
a. Laboratorium :
Pemeriksaan sample urine pemeriksaan sample urine menunjukkan adanya proteinuri (adanya protein dalam urine
pemeriksaan darah
1) Hipoalbunemia, dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter
2) Hiperkolestrolemia (kadar kolestrol darah meningkat), khususnya peningkatan low density lipoprotein (ldl), yang
secara umum bersamaan dengan peningkatan vldl
3) pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan Lain :
Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum diketahui secara jelas, yaitu:
1) Biosi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak)
2) pemeriksaan penanda auto – immune (ana, asot, c3,cryyoglobulins, serum electrophoresis).
3) Analisa urine: adanya protein ,silinder,sel darah merah
4) Analisa darah: protein serum(total albumin,globulin,kolestrol)
6
8. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan risiko komplikasi.
Penatalaksanaan medis pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan
proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia,mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan
menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari.
Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50
mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
c. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC.
d. Diuretikum Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam ektarinat.
Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis
aldosterone.
e. Kortikosteroid International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan
sebagai berikut :
Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum
80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam
satu minggu dengan dosis maksimum 60mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu.
Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya
dihentikan.Lain-lain Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.Bila ada gagal jantung,
diberikan digitalis. ( Behrman, 2000 )
f. Diet Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan
mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologic
tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak. Pada beberapa
unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari.
Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang
seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul
akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami
anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat. Makanan yang mengandung protein tinggi
sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi
garam sedikit. Diet rendah natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein di tubuh.
Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
g. Kemoterapi: ü Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping minimal.
Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya
sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi. ü Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya
obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis
dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
9. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah Baring
Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkandiuresis
guna mengurangi edema.Baringkan pasien Setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks Akan menyebabkan
sesak nafas. Berikan alas bantal pada Kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan Memanjang, karena jika bantal
melintang maka ujung kaki Akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
7
b. Terapi Cairan
Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk
mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
c. Perawatan Kulit
Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang
sering, plester atau verban harus dikurangisampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan Mata
Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e. Penatalaksanaan Krisis Hipovolemik.
Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus
plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
f. Pencegahan Infeksi.
Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus
juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
g. Perawatan Spesifik Meliputi
Mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
h. Dukungan Bagi Orang Tua Dan Anak
Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting.penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah
sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di
rumahn sakit.
i. Bila Pasien Seorang Anak Laki-Laki, Berikan Ganjal Dibawah
Skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah
dan menjadi penyebab kematian pasien).
10. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
a. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2
b. Tahun atau di atas 6 tahun.
c. Disertai oleh hipertensi.
d. Disertai hematuria.
e. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
f. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan
awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi
dengan berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
11. Komplikasi
a. Trombosis vena, akibat kehilangan anti – trombhin , yang berfungsi untuk mencegah terjadinya thrombosis. Thrombosis
vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin
b. Infeksi (seperti haemophilus influenzae end streptococcus pneumonia), akibat kehilangan immunoglobulin
c. Gagal ginjal akut, akibat hipovolemia. Di samping terjadinya penumpukan cairan didalam jaringan, terjadi juga
kehilangan cairan didalam intravaskuler.
d. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang masuk di dalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
e. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia
berat sehingga menyebabkan shock.
8
f. Kerusakan Kulit
g. Peritonitis (Berhubungan Dengan Asites)
h. Hipovolemia
i. Komplikasi Tromboemboli- Terombosis Vena Renal, Trombosis Vena Dan Arteri Ekstremitas Dan Trombosis Arteri
Serebral.
9
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat kesehatan
keluhan utama: penambahan BB , edema, wajah sebab, sesak nafas acites , pembekakan, labial/scrotal,
anoreksia, diare, mudah lelah, letargi.
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan lalu
Riwayat keluarga
Riwayat tumbuh kembang
c. pemeriksaan persistem
1) keadaan umum:kesadaran, vital sign, status gizi, (BB,TB)
2) Sistem:
B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi
menglami peningkatan terutama pada faseakut.Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan
pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban
volume.,tekanan darah normal/menurun.
B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sclera tidak ikterik .status neurologis mengalami
perubahan sesuai tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna gelap,berbau buah.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, sehingga sering didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secar umum, efek sekunder dari edema tungkai dari
keletihan fisik secara umum.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan Volume Cairan b/d Kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus
b. Resiko kerusakan integritas kulit b/d edema,penurunan pertahanan tubuh.
c. Resiko infeksi b/d pertahanan tubuh yang menurun /imunosupresi
3. Intervensi keperawatan
a. Nutrisi : domain 2 : Kelas 5.Hidrasi
Kode 00026
Kelebihan volume cairan
Defenisi: peningkatan retensi cairan isotonic
Batasan karakteristik:
Adanya bunyi jantung S3
Anasarka
Ansietas
Asupan melebihi haluaran
10
Azotemia
Bunyi nafas tambahan
Disnea
Dyspnea noktural paroksismal
Distensi vena jugularis
Edema
Efusi pleura
Gangguan pola napas
Gangguan tekanan darah
Gelisah
Hepatomegaly
Ketidakseimbangan elektrolit
Kongesti pulmonal
Oliguria
Ortopnea
Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat
Peningkatan vena sentral
Penurunan hematocrit
Penurunan hemoglobin
Perubahan berat jenis urine
Perubahan status mental
Perubahan tekanan arteri pulmonal
Reflex hepatojugular positif
Factor yang berhubungan
Tingkat kecemasan
kontrol diri terhadap kelainan makan
partisipasi latiahan
status nutrisi
berat badan : massa tubuh
outcome yang berkaitan dengan factor yang berhubungan atau outcome menengah
11
perilaku patuh: diet yang sehat
perilaku patuh: aktifitas yang disarankan
perilaku patuh: diet yang disarankan
pengetahuan: diet kesehatan
pengetahuan manajemen: berat badan
perilaku mengurangi berat badan
NIC:
modifikasi perilaku
peningkatan latihan
manajemen cairan
konseling nutris
monitor nutrisi
pengajran:peresepan diet
manajemen berat badan
bantuan penurunan BB
pilihan intervensi tambahan
pengurangan kecemasan
menejemen perilaku
pemberian makan dengan botol
peningkatan koping
pemberian makan dengan tabung enteral
terapi latihan:ambulasi
pemberian makanan
monitor cairan
manajemen hiperglikemia
manajemen hipoglikemia
perawatn bayi
pembatasan setting
pengaturan tujuansaling menguntungkan
terapi nutrisi
bantuan pasien untuk mengontrol:pemberian analgesic
rujukan
bantuan modifikasi diri
fasilitas tanggung jawab diri
pengecekan kulit
dukungan kelompok
pengajaran: individu
12
b. keamanan/perlindungan: Domain 11 kelas 2: cedera fisik
kode 00046
Resiko kerusakan integritas kulit
Defenisi: Rentan mengalami kerusakan epidermis dan/atau dermis yang dapat mengganggu kesehatan
Factor resiko
Eksternal:
Cedera kimiawi kulit(mis: luka bakar.kapsaisin,metilen klorida agens mustard)
Ekskresi
Factor mekanik(mis.daya gesek,tekanan mobilisasi fisik)
Hipertermia
Hipotermia
Kelembapan
Lembab
Sekresi
Terapi radiasi
Usia ekstrem
Internal:
Agens farmaseutikal
Factor psikogenik
Gangguan pigmentasi
Gangguan sensasi(akibat cedera medulla spinalis,diabetes mellitus dll)
Gangguan sirkulasi
Gangguan turgor kulit
Imunodefisiensi
Nutrisi tidak adekuat
Perubahan hormonal
Tekanan pada tonjolan tulang
NOC
13
Status imunitas
Status nutrisi bayi
Keparahan infeksi
Keparahan infeksi: baru lahir
Respon pengobatan
Menahan diri dari memutilasi
Status nutrisi
Status nutrisi: pengukuran biokemia
Status nutrisi:asupan nutrisi
Perawatan ostomi sendiri
Penuan fisik
Kematangan fisik: wanita
Kematangan fisik: pria
Kontrol resiko
Control resiko : hipertermia
Control resikok: hipotermia
Control resiko: proses infeksi
Control resiko: terpapar matahari
Deteksi resiko
Fungsi sensori: taktil
Perfusi jaringan
Perfusi jaringan seluler
Perfusi jaringan:perifer
Kontinensia urin
Berat badan:massa tubuh
NIC
Integritas
Perawatan amputasi
Memandikan
Perawatan tirah baring
Perawatan inkontenensial saluran cernah
Perawatan gips: pemeliharaan
Perawatan gips:Basah
Perawatan sirkulasi : insusiensi arteri
Perawatan sirkulasi : insusiensi vena
Perawatan sirkumsisi
Menajemen ganggguan makan
Perawatan kaki
Perawatan area sayafan
Control infeksi
Perlindungan infeksi
14
Konseling laktasi
Perlindungan terhadap latex
Monitor ekstremitas bawah
Pemberian obat: kulit
Manajemen nutrisi
Terapi nutrisi
Perwatan ostomi
Perawatan perineum
Pengaturan posisi
Pengaturan posisi : intraoperatif
Manajemen tekanan
Pencegahan luka tekan
Manajemen proritus
Manajemen terapi radiasi
Indentifikasi resiko
Perawatan kulit : pengobatan topical
Perawatan luka
Pilihan intervensi tambahan :
Pencegahan perdarahan
Monitor eliktrolit
Peningkatan latihan
Manajemen pengobatan
Perawatan kuku
Imunosupresi
Leukopenia
15
Penurunan hemoglobin
Supresi respon inflamasi(mis.interleukin 6)
Vaksinasi tidak adekuat
Pemajangan tubuh sekunder tidak adekuat
Resiko infeksi
Keparahan infeksi
16
Penyembuhan luka: sekunder
NIC
Infeksi risiko
Amnioinfusi
Perawatan amputasi
Perawatan sirkumsisi
Mananjemen penyakit menular
Manajemen batuk
Perawatan kehamilan risiko tinggi
Manajemen imunisasi/vaksinasi
Perawatan area sayatan
Control infeksi
Control infeksi : intraoperative
Perlindungan infeksi
Perawatan intrapartum
Perawatan intrapartum :risiko tinggi melahirkan induksi melahirkan
Manajemen pengobatan
Peresepan obat
Manajemen nutrisi
Terapinutrisi
Monitor nutrisi
Peningkatan kesehatan mulut
Perawatan perineum
Perawatan postpartum
Perawatan terminasi kehamilan
Perawatan luka tekan
Identifikasi risiko
Perawatan area donor
Perawatan kulit: area cangkok
Pengecekan kulit
Surveilans
Pengajaran:sex aman
Perawatanselang: tali pusat
Perawatan luka
Perawatan luka bakar
Perawatan luka:drainase tertutup
Pilihan intervensi tambahan
Manajemen jalan napas
Memandikan
Perawatan kelahiran ceaser
Monitor elektrolit
Manajemen lingkungan
17
Peningkatan latihan
Menjaga kesuburan
Manajemen elektrolit/cairan
Bantuan pemeliharaan rumah
Pengaturan posisi
Manajemen pruritus
Monitor pernapasan
Resusitasi : janin
Resusitasi: neonates
Bantuan penghentian merokok
Pengajaran: proses penyakit
Pengajaran: seksualitas
Perawatan selang
Perawatan selang: dada
Perawatan selang :gastrointestinal
Perawatan selang: perkemihan
Perawatan selang: drain lumber/ventrikulostomi
Monitor tanda-tanda vital
Perawatan luka : tidak sembuh
Irigasi luka.
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
An. (6 tahun), JK: laki-laki, datang dibawah ibunya kerumah sakit dengan keluhan badan anak-anaknya bengkak diseluruh
badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya mengatakan SMRS saat bangun tidur pagi hari, sebagian juga menyebar di bagian
perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari yang lalu BAK berwarna tua dan sedikit.Mual muntah (-) batuk pilek (-) dan sesak
nafas (-). Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. Keadaan umumpasien tampak sakit sedang,kesadaran
kompesmentis, pada pemeriksaan TTV di dapatkan nadi 112 kali/menit, RR: 44 kali/menit, suhu :36,7 c, dantekanan darah : 130/80
mmhg .BB: 42 KG, PB 136 cm. Pada pemeriksaan Lab darah rutin diperoleh HB: 10,9 G/dl, WBC: 5,900,Trombosit :398.00, Ht
:33%, kolsterol total 479 gr/dl,protein total 2,4 g/dl. Albumin: 1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl, Ureum : 31mg/dl,. Pasien anoreksia
(+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada pemeriksaan
urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan:agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-), bilirubin (-),darah
(+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1). Th/ medikamentosa yg diberikan furosemid 2x30gr.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya
bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata.
2) Riwayat penyakit sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab
berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari
yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit
An. A. Keadaan Umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV
didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan dara h 130/80mmHg. Pasien
anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan
derajat II.
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat penyakit keluarga
c. Pola fungsional
4. Pola Eliminasi sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit, Pada pemeriksaan urin lengkap
diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-),
bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1),
leukosit (+1).
5. Pola -
Nyeri/kenyamanan
6. Pola Pernapasan RR : 44x/menit.
7. Pola Keamanan -
8. Pola Istirahat-tidur -
9. Penyuluhan/pembelajaran -
10. Presepsi dan Sensori -
19
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis
2) TB : 136 cm
3) BB : 42 kg
4) Tanda-tanda Vital
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
Nilai Nilai Keterangan
lab Abnormalitas
Normal Pasien Pada pasien
20
Hb Wanita : 12-14 10,9 g/dl Normal Penurunan: anemia penyakit ginjal, dan
gr/dl pemberian cairan intra-vena (misalnya infus)
Pria:13-16gr/dL yang berlebihan. Selain itu dapat pula
Anak-anak: disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti
10-16 gr/dL antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker),
Bayi baru indometasin (obat antiradang). Peningkatan:
lahir: dehidrasi, penyakit paru obstruktif menahun
12-24gr/dL (COPD), gagal jantung kongestif, dan luka
bakar. Obat yang dapatmeningkatkan Hb
yaitumetildopa (salah satu jenisobat darah
tinggi) dangentamicin (Obat untuk infeksi pada
kulit).
Trombosit Pria: 398,00 Normal Menurun: apabila terjadidemam berdarah,
Trombosit perdarahan dan hambatan perm- bekuan darah,
: 150.000 – adanya infeksi, anemiaaplastik, leukimia,
440.000 mielofibrosis, immunologicthrombocitopenia
(150.000 – perpura(ITP). Meningkat: kelainan pada sumsum
400.000) tulang dan DNA sebagai pemberi perintah,
mm3 infeksi akut, perdarahan, hemolisis, kanker,
Wanita: spelenektomi, dan penyakit sel darah seperti
Trombosit leukemia serta TBC kronik.
: 150.000 –
400.000
mm3
21
multipel(igG, IgA, IgD, IgE, dan rantai ringan
bebas), limfoma.
Globulin 2.0 - 3.5 g/dL 1,46g/dl Tidak Meningkat: infeksi kronis(tuberculosis, adrenal
normal cortical hypofunction , disfungsi hati, collagen
(terjadi vascular disease(rheumatoid arthritis,systemic
penurunan) lupus, scleroderma), gejala
hipersensitivitas,dehidrasi, gangguan respirasi,
hemolisis, cryoglobulinemia,alcoholism,
leukimia.
Menurun: malnutrisi danmalabsorbsigangguan
Produksi protein, penyakitliver,
diare,ketidakseimbangan hormonesehingga
merusak jaringan,proteinuria, kehamilan.
Ureum 20-40 mg 31 mg/dl Normal kadar ureum disebuturemia: gagal ginjal,
penurunan aliran darah keginjal seperti pada
syok,kehilangan darah, dan
dehidrasi, peningkatankatabolisme protein
sepertipada perdarahangastrointestinal disertai
pencernaan hemoglobin danpenyerapannya
sebagaiprotein dalam makanan,perdarahan ke
dalamjaringan lunak atau ronggatubuh,
hemolisis, leukemia(pelepasan protein leukosit),
cedera fisik berat, lukabakar, demam,
obstruksisaluran kemih di bagianbawah ureter,
kandungkemih, atau urethra yangmenghambat
ekskresi urin,obat-obatan (nefrotoksik;diuretic
(hidroklorotiazid,asam etakrinat, furosemid,
triamteren); antibiotic(basitrasin, sefaloridin
(dosisbesar), gentamisin,kanamisin,
kloramfenikol,metisilin, neomisin,vankomisin).
Penurunan :Pada nekrosis hepatik akut,sirosis
hepatis, karsinomapayudara, malnutrisiprotein
jangka panjang,akhir kehamilan, dan obat
fenotiazin.
1. Pemeriksaan lainnya
Anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
2. Pemeriksaan urine
Kuning muda-kuning
Warna Kuning Normal
tua
Normal
Kejernihan Jernih agak keruh Agak keruh
Normal
Berat jenis 1,003-1,030 1,005
Ph 4,6-8,5 5,5
Normal
Glukosa (-) (-)
Normal
Bilirubin (-) (-)
Tidak Normal
Darah (-) (+2)
Tidak Normal
Protein (-) (+3)
Tidak Normal
Urobilinogen (-) (+1)
Tidak Normal
Leukosit (-) (+1)
a. Data Fokus
22
Data Subjektif Data Objektif
1. pasien datang dibawa ibunya kerumah sakit 1. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok
dengan keluhan badananaknya bengkak- padakulit An. A.
bengkak di seluruh badan terutamadibagian 2. Nadi 112x/menit,
wajah dan mata. 3. RR : 44x/menit,\
2. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun 4. Tekanan darah130/80mmHg
tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun 5. Kolesterol total 479 gr/dl,
sembab berkurang di sore hari,sembab juga 6. Wbc 5.900
menyebar dibagian perut dan esoknya 7. Protein total 2,4g/dl,
padakedua kaki. 8. Albumin: 1,0 g/dl,
3. sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua 9. Globulin : 1,46 g/dl
dan sedikit. 10. Pasien anoreksia (+),
11. Oedem priorbita (+),
12. Hipoalbuminemia (+)
13. pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat
II.
14. Darah (+2),
15. Protein (+3)
16. Urobilonogen (+1),
17. Leukosit(+1).
b. Analisa data
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Diagnosa medis : sindrom nefrotik
Data Data Masalah
Ds: Kehilangan protein sekunder terhadap Kelebihan volume cairan
An. A (6 tahun ), JK : laki- peningkatan premeabilitas glomerulus
laki, datang dibawa ibunya
kerumah sakit dengan keluhan
badan anaknya bengkak-
bengkak di seluruh badan
terutama dibagian wajah dan
mata.
· Ibunya mengatakan 5 hari
SMRS saat
bangun tidur pagi hari mata
anaknya
sembab, namun sembab
berkurang di sore
hari, sembab juga menyebar
dibagian perut
dan esoknya pada kedua kaki.
· sejak 4 hari yag lalu BAK
berwarna
merah tua dan sedikit.
Do:
oedem priorbita (+)
pada ektstremitas pitting
edema (+)
dengan derajat II.
nadi 112x/menit
Kehilangan
protein sekunder
terhadap
peningkatan
permeabilitas
sekunder
Kelebihan volume
Cairan
RR : 44x/menit
tekanan darah 130/80mmHg
Darah (+2)
Urobilonogen (+1)
Leukosit (+1)
23
Ds: Edema Kerusakan integritas kulit
An. A (6 tahun ), JK : laki-
laki, datangdibawa ibunya
kerumah sakit dengankeluhan
badan anaknya bengkak-
bengkakdi seluruh badan
terutama dibagian wajahdan
mata.
Ibunya mengatakan 5 hari
SMRS saatbangun tidur pagi
hari mata anaknyasembab,
namun sembab berkurang di
sorehari, sembab juga
menyebar dibagian perutdan
esoknya pada kedua kaki.
DO:
Pada saat dikaji terlihat
terdapat lukaborok pada kulit
An. A.
oedem priorbita (+)
pada ektstremitas pitting
edema (+) dengan derajat II.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan Volume Cairan b/d Kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus
b. kerusakan integritas kulit b/d edema,penurunan pertahanan tubuh
24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinik yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan
hiperkolesterolemia (baughman 2000).
Nefrotik sindrom adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma yang menimbulkan proterinuri, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.(sowden 2002).
Nefrotik sindrom merupakan keadaan klinis dan biokimia yang melibatkan peningkatan permeabilitas glomeruli.Dapat
terjadi berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal.tanda khas penyakit ini adalah edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperlipidemia (sacharin, 1994).
Sindrom Nefrotik (sn) adalah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif, hipoproteinemia, edema, dan dapat
disertai dengan hiperlipidemia. angka kejadian sn di amerika dan inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di
bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak pertahun, dengan perbandingan anak laki-
laki dan perempuan.
Sindrom Nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di poliklinik khusus nefrologi, dan
merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun1995-2000. Semua penyakit yang mengubah fungsi
glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang bowman akan menyebabkan
terjadinya sindrom ini. Etiologi sn secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan
sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura henoch-schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom
Nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan.
B. Saran
Untuk seluruh teman-teman perawat, semoga dengan adanya informasi dari makalah ini, kita menjadi lebih mampu
melakukan pengkajian keperawatan system perkemihan terutama pada kasus Syndrome Nefroyik dengan cara yang benar.
Perlu diperhatikan agar mempelajari lebih dalam tentang pengkajian secara keseluruhan pada Syndrome Nefrotik
dalam pemberian asuhan keperawatan agar kita bisa lebih baik dalam memberikan asuhan keperawatan, pada klien maupun
masyarakat yang menjadi sasaran pengkajian kita.
25
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15.Jakarta: EGC
Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. Salemba medika. Jakarta.
Kelia, BaWindarwati,HD.,dkk, 2016. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klarifikasi 2015-2017 Edoisi 10, Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:Salemba Medika
Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius: Jakarta
Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika.
Jakarta.
26