Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya

dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk

terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen

Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang

gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi

buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi

gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-

19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).4,5

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah

Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan

bahwa jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989

meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya

11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian

makanan tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan

pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga

kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun

1998, 8,1% pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002

terjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.4,7

1
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen

Kesehatan-Unicef tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi

buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257

kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap

masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama

ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua

kelompok umur. Perempuan adalah yang paling rentan, disamping anak-anak.

Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya

kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir

350.000 bayi lahir dengan kekurangan berat badan (berat badan rendah).4

2
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan pembuatan referat ini adalah :

1. Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, serta penatalaksanaan gizi buruk

pada anak

2. Memenuhi persyaratan untuk dapat mengikuti ujian pada akhir

kepaniteraan di bagian ilmu kesehatan anak

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pengertian dari gizi buruk adalah sebuah keadaan tubuh yang

merusak beberapa bagian dalam tubuh akibat dari kurangnya gizi yang di

konsumsi anak tersebut. Gizi buruk ini terjadi ketika kondisi tubuh dalam

keadaan kekurangan gizi yang diakibatkan oleh kurangnya asupan

makanan yang mengandung gizi dan juga protein. Jadi dengan kata lain,

gizi buruk terjadi ketika anak tidak mendapatkan asupan energi dan

protein yang cukup sehingga perkembangan organ tubuh sang anak tidak

bisa berkembang dengan maksimal 11

Pengertian gizi buruk menurut Depkes RI, masalah gizi buruk

adalah faktor pembunuh utama bagi bayi dan balita. Gizi buruk pada balita

tidak terjadi secara tiba – tiba, tetapi diawali dengan tidak bertambahnya

berat badan bayi sehingga tidak mampu melewati batas minimal berat bayi

yang sesuai dengan umurnya. Petunjuk awal terjadinya gizi buruk adalah

perubahan berat badan balita dari waktu kewaktu. Dalam periode 6 bulan,

bayi yang berat badannya tidak naik dua kali dari berat awalnya berisiko

mengalami gizi buruk 12,6 kali di bandingkan pada balita yang berat

badannya naik terus 11

4
Malnutrisi (gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk

pada kondisi medis yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak

cukup. Walaupun seringkali disamakan dengan kurang gizi yang

disebabkan oleh kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan

besar nutrisi atau gizi, istilah ini sebenarnya juga mencakup kelebihan gizi

(overnutrition) yang disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya

nutrien spesifik secara berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan

mengalami malnutrisi jika tidak mengkonsumsi jumlah atau kualitas

nutrien yang mencukupi untuk diet sehat selama suatu jangka waktu yang

cukup lama. Malnutrisi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan

kelaparan, penyakit, dan infeksi 12

Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan

masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan

kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik.

Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan

protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat

harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi

badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu

dengan pemeriksaan laboratorium 12

Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat

berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau

5
menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat

kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis

menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor


12.

2..2 Etiologi

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis

besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang

kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk

dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk,

kemiskinan, dan lain-lain.4,5

A. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak2

1. Peranan diet

Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang

terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung

cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi

penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi

esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita

marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak

sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya

anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum

dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu

6
tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi

pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau

keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu

akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.

2. Peranan penyakit atau infeksi

Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan

makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan

yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara

tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana

kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan

adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada

anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan,

karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi

kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya

memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga

memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.

B. Faktor lain penyebab gizi buruk pada anak4,5

1. Peranan sosial ekonomi

Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah

sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain

menunjukan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan

7
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah

kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta

keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih

menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan

yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka

harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak

hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang

bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang

suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut

tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya

tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama

mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri

yang menghidupi anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent).

2. Peranan kepadatan penduduk

Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization

memaparkan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa

diimbangi dengan bertambahnya persediaan pangan maupun bahan

makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan.

Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu padat penduduknya

dengan keadaan higiene yang buruk, contohnya dikota-kota besar yang

laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi dan

tingginya angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang

8
semakin meningkat. Pada akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak

akan mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan makanan masyarakat di

daerah tersebut.

2.3 PATOFISIOLOGI

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.

Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri

(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet

(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.

Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi

tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan

kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan

memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk

mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat

penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai

oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk

menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi

setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi

karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan

lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak

tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam

lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada

akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein

9
akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini

berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan

asupan energi dan protein.1

kurang makan, menderita penyakit


kemiskinan, pendidikan rendah

Gizi buruk

marasmus

tubuh kekurangan makanan

adaptasi tubuh terhadap kekurangan


energi

menggunakan karbohidrat, protein


lemak

cadangan makanan diambil


dari lemak bawah kulit

kulit tipis, kering, & berkeripu

10
2.4 KLASIFIKASI

gizi buruk pada anak terdiri dari marasmus, kwasiorkor dan marasmic-
kwasiorkor. Perbedaannya dapat dilihat dari masing-masing ciri berikut
(DepKes RI, 2008) 15 :

a. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak
tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan,
karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah:

- Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak


dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Iga gambang dan perut cekung
- Otot paha mengendor (baggy pant)
- Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa
lapar

Gambar 1. Marasmus

11
b. Kwarsiokor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat
adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung
kaki sampai seluruh tubuh

- Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis


- Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat
rambut kepala kusam.
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata anak sayu
- Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba
dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir
yang tajam.
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

12
Gambar 2. Kwasiorkor

c. Marasmic-kwasiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari
normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.

13
2.5 ANTROPOMETRI

Berat Badan

Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah

diukur dan diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. Hasil

pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar Berat badan/ Umur (BB/U)

dan Berat Badan/ Tinggi Badan (BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat

badan yaitu:4

BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan

dalam persentase:4

 > 120 % : disebut gizi lebih

 80 – 120 % : disebut gizi baik

 60 – 80 % : tanpa edema ; gizi kurang dengan edema ; gizi buruk

(kwashiorkor)

 < 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema

(marasmus – kwashiorkor)

Tinggi Badan (TB)

Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat

badan akan memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status

nutrisi dan pertumbuhan fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk

pengukuran tinggi badan juga diperlukan informasi umur yang tepat, jenis

kelamin dan baku yang diacu yaitu CDC 2000.4

Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:4

14
 90 – 110 % : baik/normal

 70 – 89 % : tinggi kurang

 < 70 % : tinggi sangat kurang

Rasio Berat Badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan beraat badan menurut umur dan

tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status

nutrisi karena ia mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antar

“wasting” dan “stunting” atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak

perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi

badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena

adanya percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak

diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat.3,4

BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x

100%, interpretasi di nilai sebagai berikut:4

 > 120 % : Obesitas

 110 – 120 % : Overweight

 90 – 110 % : normal

 70 – 90 % : gizi kurang

 < 70 % : gizi buruk

15
2.6 GEJALA KLINIS

Gejala klinis Kwashiorkor 14

Gambar 3. Manifestasi klinis anak dengan kwashiorkor

16
 Penampilan

Penampilannya seperti anak yang gemuk (suger baby) bilamana


dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun di bagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat
adanya atrofi.

 Gangguan Pertumbuhan

Pertumbuhan terganggu, berat badan di bawah 80% dari baku


Harvard persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi
badannya terutama jika KEP sudah berlangsung lama.

 Perubahan Mental

Perubahan mental sangat mencolok. Pada umummnya mereka


banyak menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis.
Perbaikan kelainan mental tersebut menandakan suksesnya
pengobatan.

 Edema

Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pada sebagian


besar penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, asites dapat
mengiringi edema.

17
Gambar 4. Edema dan kelainan kulit pada kwashiorkor

 Atrofi otot

Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring
terus-menerus, walaupun sebelum menderita penyakit demikian
sudah dapat berjalan.

 Sistem gastro-intestinum

Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia


yang berat penderita menolak segala macam makanan, hingga
adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde lambung.
Diare tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair
dan mengandung banyak asam laktak karena mengurangnya
produksi lactase dan enzim disakaridase lain. Adakalanya diare
demikian disebabkan pula oleh cacing dan parasit lain.

18
 Perubahan rambut

Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya


(texture) maupun warnanya. Sangat khas bagi penderita kwashiorkor
ialah rambut yang mudah dicabut. Pada penyakit kwashiorkor yang
lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang,
dan berubah warnanya. Warna rambut yang hitam menjadi merah,
coklat, kelabu, maupun putih. Rambut alispun menunjukkan
perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian dengan rambut
matanya yang justru memanjang.

 Perubahan kulit

Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter wanita pertama yang


melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi nama crazy
pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi
penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-
titik merah menyerupai ptechiae, berpadu menjadi bercak yang
lambat-laun menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka
terdapat bagian-bagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yag
masih hitam. Bagian tubuh yang sering membasah dikarenakan
keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus mendapat tekanan
merupakan predileksi crazy pavement dermatosis,seperti di
punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit
lainnya seperti kulit kering dengan garis kulit yang mendalam, luka
yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada
kasus yang sangat lanjut ditemui petechiae tanpa trombositopenia
dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.

 Pembesaran hati

19
Termasuk gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang batas hati
terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat
diraba dan terasa kenyal pada rabahan dengan permukaan yang lici
dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah
mikroskop menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak.
Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak itu terdapat
terutama di segi taga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak
sel hati yang terisi dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat
perlemakan terdapat pada hamper semua sel hati. Adakalanya terlihat
juga adanya fibrosis dan nekrosis hati.

 Anemia

Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita demikian. Bilamana


kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama ankylostomiasis,
maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis anemia pada
kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik normokrom,
mikrositik hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya.
Perbedaan macam anemia pada kwashiorkor dapat dijelaskan oleh
kekurangan berbagai faktor yang mengiringi kekurangan protein,
seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, tembaga,
insufisiensi hormone, dan sebagainya. Macam anemia yang terjadi
menunjukkan faktor mana yang lebih dominan. Pada pemeriksaan
sumsum tulang sering ditemukan mengurannya sel system eripoitik.
Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang demikian disebabkan
terutama oleh kekurangan protein dan infeksi menahun.

 Kelainan biokimiawi darah

Ada hipotesis mengatakan bahwa pada penyakit kwashiorkor tubuh


tidak dapat beradaptasi terhadap keadaan baru yang disebabkan oleh

20
kekurangan protein maupun energi. Oleh sebab itu banyak perubahan
biokimiawi dapat ditemukan pada penderita kwashiorkor, misalnya:

o Albumin serum

Albumin serum yang merendah merupakan kelainan yang sering


dianggap spesifik dan sudah ditemukan pada tingkat dini, maka
McLarena member angka (skor) untuk membedakan
kwashiorkor dan marasmus. Lebih rendah kadar albumin serum,
lebih tinggi pemberian angkanya. 2

o Globulin serum

Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi


tidak sebanyak menurunnya albumin serum, hingga pada
kwashiorkor terdapat rasio albumin/globulin yang biasanya 2
menjadi lebih rendah, bahkan pada kwashiorkor yang berat
ditemukan rasio yang terbalik. 2

o Kadar kolesterol serum

Pada penderita kwashiorkor, terutama yang berat, kadar


kolesterol darahnya rendah. Mungkin saja rendahnya kolesterol
darah disebabkan oleh makanan sehari-harinya yang terdiri dari
sayuran hingga tidak mengandung kolesterol, atau adanya
gangguan dalam pembentukan kolesterol dalam tubuh. 2

o Tes thymol turbidity(derajat kekeruhan)

Merupakan tes fungsi hati. Penentuan terhadap 109 penderita


kwashiorkor member hasil sebagai berikut : pada 73 penderita
meninggi, sedangkan pada selebihnya tidak. Tidak ditemukan
korelasi antara tingginya kekeruhan dan beratnya perlemakan

21
hati maupun tingginya angka kematian, maka tes tersebut tidak
mempunyai nilai diagnosis maupun prognosis.

Gejala klinis Marasmus

Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain, seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau
jantung, malabsorbsi, gangguan metabolic, penyakit ginjal menahun, dan juga
pada gangguan saraf pusar. Perhaian ibu dan pengasuh yang berlebihan sehingga
anak dipaksa menghabiskan makanan yang disediakan, walaupun jumlahnya jauh
melampaui kebutuhannya, dapat menyebabkan anak kehilangan nafsu makannya,
atau muntah begitu melihat makanan atau formula yang akan diberikannya.
Adakalanya anak demikian menolak segala macam makanan hingga
pertumbuhannya terganggu. 13

Gambar 5. Manifestasi klinis marasmus

22
 Penampilan

Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seorang tua.


Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya.

 Perubahan mental

Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih


merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada
penderita marasmus yang berat.

 Kelainan pada kulit tubuh

Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan


banyak lemak dibawah kulit serta otot-ototnya.

 Kelainan pada rambut kepala

Walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor,


adakalanya tampak rambut kering, tipis dan mudah rontok.

 Lemak dibawah kulit

Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang.

 Otot-otot

Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas.

 Saluran pencernaan

Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi.

 Jantung

23
Tidak jarang terdapat bradikardi.

 Tekanan darah

Pada umummnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan


dengan anak sehat seumur.

 Saluran nafas

Terdapat pula frekuensi pernafasan mengurang.

 Sistem darah

Pada umummnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah.

Gejala klinis Marasmus-Kwashiorkor

Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara


penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, disamping menurunnya berat badan di bawah 60% dari
normal memperlihatkan gejala-gejala kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. 14

24
Gambar 6. Manifestasi klinis Marasmus-Kwashiorkor

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis,tetapi untuk

mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan

anak serta riwayat penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan

berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,

dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar

karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir

yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal

25
sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar

dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat

hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism

basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian

menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat

muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.3,4

Ciri dari marasmus antara lain:3,4

- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus

- Perubahan mental

- Kulit kering, dingin dan kendur

- Rambut kering, tipis dan mudah rontok

- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang

- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas

- Sering diare atau konstipasi

- Kadang terdapat bradikardi

- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya

- Kadang frekuensi pernafasan menurun

Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi

lainnya yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa

yang dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan

sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan

kalori yang cukup. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di

dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang.

26
Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi menghisap,

gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun,

biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat

badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi

dan berat badan anak normal.3,6

Ciri dari Kwashiorkor antara lain:3,4

- Perubahan mental sampai apatis

- Sering dijumpai Edema

- Atrofi otot

- Gangguan sistem gastrointestinal

- Perubahan rambut dan kulit

- Pembesaran hati

- Anemia

2.8 PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila

penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana

kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa

diantaranya ialah:4,7

1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber

energi yang paling baik untuk bayi.

2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein

serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas

27
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan

dan kebersihan perorangan

4. Pemberian imunisasi.

5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu

kerap.

6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat

merupakan usaha pencegahan jangka panjang.

7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang

endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.

9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan

makanan

10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan

penduduk.

Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini

Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk

memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Tidak hanya dari

dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka

masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk

adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan “frekuen

feeding” ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet (

penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan

28
pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein

serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak. Pada

daerah endemis gizi buruk, diperlukan tambahan distribusi makanan yang

memadai.5,7

Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining

atau deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus

gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan

tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x

berturut-turut tidak naik timbangan berat badannya untuk segera mendapat akses

pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi

yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari

penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun

lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika

membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam

menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan

pada anak.5,7

2.9 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi

kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa

komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian

makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta

29
dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.

Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam dua fase.1,7,8,9

Pada fase initial, tujuan yang diharapkan adalah untuk menangani atau

mencegah hipoglikemia, hipotermi, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam

per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa,

antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan

intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat

Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula

diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya

diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.1,2,8

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada

keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau

orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode

Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.

Semua anak, menurut guideline dari WHO, diberikan antibiotic untuk

mencegah komplikasi yang berupa infeksi, namun pemberian antibiotic yang

spesifik tergantung dari diagnosis, keparahan, dan keadaan klinis dari anak

tersebut. Pada anak diatas 2 tahun diberikan obat anti parasite sesuai dari protocol

Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak

memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai

dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan.Pada hari-hari pertama jumlah

kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg

30
BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara

berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari

dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet

tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak

150 ml/kg BB/hari. Formula yang biasa diberikan dalam tahap ini adalah F-75

yang mengandung 75kcal/100ml dan 0,9 protein/100ml) yang diberika terus

menerus setiap 2 jam.2,4,8

Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak

200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke

dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya

gejala defisiensi Vitamin A untuk mencegah terjadinya xeroftalmia karena pada

kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah. Mineral yang perlu ditambahkan

ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100

mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium

oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C (IM),

selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.2,4,8

Fase rehabilitasi dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi

yang ada berhasil ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi

kadar gulanya untuk mengurangi osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi

syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu dan diberikan bergantian dengan

F-100. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.

Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan

untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang

31
dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak.

Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun,

dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.1,7,8

gambar 7. 10 langkah tatalaksana gizi buruk

Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara

berkala (1minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 3 fase yang harus dilalui yaitu

fase stabilisasi (Hari 1-2), fase transisi (Hari 3 – 7), fase rehabilitasi (Minggu ke

2– 6), ditambah fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26) seperti tampak pada tabel

diatas.1,7

32
2.10 KOMPLIKASI

Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan

penyakit penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus

tidak segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:4,6

1. Noma

Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe

marasmus-kwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan

pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat

menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya

penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan

tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi

menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung

atau tidak dapat menutupnya mata karena proses fibrosis.

2. Xeroftalmia

Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada

tipe marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum

sangat rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu

setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara

parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung

vitamin A.

3. Tuberkulosis

33
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan

kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah

satunya adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman

mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis.

4. Sirosis hepatis

Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan

lemak pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak.

Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti

hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan

malnutrisi berat.

5. Hipotermia

Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe

marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi

yang akan diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh

tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis bahkan menghilang akan

menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh

penderita.

6. Hipoglikemia

Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan

malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat

mempengaruhi tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga

dapat membahayakan penderitanya.

7. Infeksi traktus urinarius

34
Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak

bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi

berat mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat

mempermudah terjadinya infeksi tersebut.

8. Penurunan kecerdasan

Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan

organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah

satunya ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang

diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel

neuron otak. Keadaan ini akan berpengaruh pada kecerdasan seorang anak

yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal

daya tangkap, analisa, dan memori.

2.11 PROGNOSIS

Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian

dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi

prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani

secara cepat dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan

penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan

terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi

pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih

besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi

pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak

35
yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang

lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung

mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan

anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya

saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi

marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal

pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat

secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.1,4,7

36
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition (kekurangan energi dan

protein) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara-

negara tertinggal maupun negara berkembang seperti Indonesia dan lainnya.

Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita),

dan ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Pada kondisi ini ditemukan

berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun

protein dalam tingkat yang bermacam-macam. Akibat dari kondisi tersebut,

ditemukan malnutrisi dari derajat yang ringan hingga berat. Pada keadaan yang

sangat ringan tidak ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang

kurang sedangkan kelainan biokimiawi dan gejala klinis tidak terlihat. Pada

keadaan yang berat ditemukan dua tipe malnutrisi, yaitu marasmus dan

kwashiokor, serta diantara keduanya terdapat suatu keadaan dimana ditemukan

percampuran ciri-ciri kedua tipe malnutrisi tersebut yang dinamakan marasmus-

kwashiokor. Masing-masing dari tipe itu mempunyai gejala-gejala klinis yang

khas. Pada semua derajat maupun tipe malnutrisi ini mempunyai persamaan

bahwa adanya gangguan pertumbuhan pada penderitanya. Untuk membedakan

tipe ataupun derajat beratnyamalnutrisi terdapat beberapa cara maupun klasifikasi,

salah satunya menurut Gomez atau Wellcome trust dan yang biasa dipakai sehari-

hari menurut perhitungan antropometri. Banyak faktor yang mempengaruhi

terjadinya malnutrisi pada anak, terutama adalah peranan diet sehari-hari yang

37
kurang mencukupi kebutuhan gizi seimbang anak pada masa usia pertumbuhan,

adanya penyakit penyerta yang memperburuk keadaan gizi serta peranan sosial

ekonomi yang mempunyai peranan tinggi terutama kemiskinan dalam hal

mempengaruhi status gizi seseorang. Gejala klinis yang timbul pada kekurangan

gizi tipe marasmus mempunyai gambaran yang khas dalam hal membedakannya

dengan kekurangan gizi tipe kwashiokor. Pada tipe marasmus, gejala klinis yang

lebih menonjol bahwa penderita terlihat wajahnya seperti orang tua dan anak

sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan atrofi dari otot-ototnya.

Sedangkan pada tipe kwashiokor, gejala klinis yang lebih terlihat adalah

penampilannya yang gemuk disertai adanya edema ringan maupun berat dan

adanya ascites dikarenakan kekurangan protein, disamping itu juga terlihat

perubahan warna rambut menjadi merah seperti rambut pada jagung serta mudah

dicabut. Pengobatan marasmus adalah dengan pemberian diet tinggi protein,

sedangkan pada malnutrisi tipe kwashiokor terutama dengan pemberian diet tinggi

protein disertai pemberian cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika ada. Selain

itu juga diberikan vitamin A untuk mencegah terjadinya kebutaan pada matanya

dan pemberian mineral lain untuk membantu meningkatkan gizi penderita.

Penyakit ini mempunyai komplikasi dari yang ringan seperti infeksi traktus

urinarius hingga yang berat seperti tuberkulosis. Penatalaksanaannya dilakukan

secara bersama-sama dengan memperbaiki keadaan gizinya.Walaupun

prognosisnya terlihat buruk tetapi dengan penganganan yang cepat dan tepat dapat

menghindarkan penderitanya dari kematian.1,2,7,9

38
SARAN

Penyakit marasmus ini merupakan penyakit kekurangan gizi yang banyak

sekali terjadi di Indonesia dan terutama anak-anaklah yang banyak terkena kondisi

gizi buruk atau malnutrisi ini. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka akan

banyak sekali anak indonesia yang terhambat perkembangan dan pertumbuhannya

dalam menatap masa depannya, sehingga diperlukan usaha yang ekstra untuk

menanggulangi permasalahan tersebut, diantaranya adalah:4,7,9

1. Anak-anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sebaiknya

mendapatkan asupan gizi yang adekuat sesuai “gizi seimbang”, yaitu

kecukupan karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, mineral dan

terutama air.

2. Orang tua harus lebih memperhatikan asupan anak-anaknya apakah

makanan yang diberikan sudah mencukupi nutrisi yang dibutuhkan dalam

masa tumbuh kembangnya, selain itu orang tua sebaiknya memeriksakan

anak-anaknya ke pusat kesehatan terdekat seperti posyandu atau

puskesmas secara rutin untuk memantau tumbuh kembang anak-anaknya.

3. Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat melalui posyandu dan

puskesmas turut berperan serta aktif sebagai basis terdepan dalam usaha

meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama anak-anak dalam menuju

indonesia sehat di masa yang akan datang.

39
4. Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui

puskesmas-puskesmas yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal

untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dengan

rendahnya pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan tingkat

kesejahteraan individu dan keluarga terutama anak-anak. Sehingga kasus

gizi buruk pada anak-anak dapat ditekan serendah-rendahnya.

40
Daftar Pustaka

1. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and

Undernutrition in Nelson Textbook of Pediatric 18th edition, 2004 : 225-

232

2. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical Nutrition

of the Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154

3. Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. Normal Childhood

Nutrition and its Disorders in Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics 18th

edition, 2005 : 283-311

4. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi

Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, 2005 : 95-137

5. Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy

Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in Paediatrica

Indonesiana, 42th volume, December, 2002 : 261-266

41
6. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy

Malnutrition and Urinary Tract Infectiont in Children in Paediatrica

Indonesiana, 48th volume, May, 2008 : 166-169

7. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe

Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe

Malnutrition, World Health Organization, 2004 : 80-91

8. Bernal, C.,Velasquez, C., Alcaraz &G., Botero, J. 2007. Treatment of Severe

Malnutrition in Children: Experience in Implementing the World Health

Organization Guidelines in Turbo, Colombia.http://journals.lww.com. Diakses

tanggal 9 Juni 2013

10. Reginald, A., Annan & Florence, M. 2011. Treatment of severe acute

malnutrition in HIV-infected children. http://www.who.int. Diakses tanggal 9

Juni 2013.

11. Sihombing, Helda. 2013. Pengertian Gizi Buruk Untuk Diketahui

Penyebabnya, (online), (http://www.prokesehatan.com/blog/pengertian-gizi-

buruk-untuk-ketahui-penyebabnya/), diakses 03 Januari 2014.

42
12. Dirga. 2012. Makalah Gizi Buruk, (online),

(http://dirgaultra.wordpress.com/2012/12/23/makalah-gizi-buruk-2/), diakses

03 Januari 2014.

13. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak. Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia.
Jakarta. 2005 : 95-137.

14. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak. Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia.
Jakarta. 2005 : 95-137.

15. DepKes RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/2008.


Penanggulangan Gizi Buruk.

43

Anda mungkin juga menyukai