Anda di halaman 1dari 13

TUGAS SWAMEDIKASI

DEMAM DAN DEMAM BERDARAH

Dosen Pengampu:

Dra. Rina Melani, Apt

Di susun oleh
Kelompok 4:

Ari Pratama Putra (175020099)


Hazena Misgi Damayanti (175020108)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam adalah suatu tanda bahwa tubuh sedang melawan infeksi atau bakteri
yang berada di dalam tubuh. Demam juga biasanya menjadi pertanda bahwa sistem
imunitas anak berfungsi dengan baik (Nurdiansyah, 2011). Demam bukan merupakan
penyakit melainkan reaksi yang menggambarkan adanya suatu proses dalam tubuh. Saat
terjadi kenaikan suhu, tubuh bisa jadi sedang memerangi infeksi sehingga terjadi demam
atau menunjukan adanya proses inflamasi yang menimbulkan demam (Arifianto, 2012).
Protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center mendefinisikan
demam yaitu temperatur rektal diatas 38°C, aksilar 37,5°C dan diatas 38,2°C dengan
pengukuran membrane tympani. Sedangkan dikatakan demam tinggi apabila suhu tubuh
>41°C (Kania, 2010). Demam pada anak terjadi ketika suhu tubuh anak diatas 38°C
(Arifianto, 2012). American Academy of Pediatrics (AAP) menyebutkan bahwa demam
sering terjadi pada anak usia sekolah yaitu 5-11 tahun yang disebabkan oleh infeksi virus
seperti batuk, flu, radang tenggorokan, common cold (selesma) dan diare.
Penyebab demam yaitu demam yang berhubungan dengan infeksi sekitar 29-52%
sedangkan 11-20% dengan keganasan, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12%
dengan penyakit lain. Penyebab demam terbanyak di Indonesia adalah penyakit infeksi,
dimana penyakit infeksi menjadi penyebab demam sebesar 80%, yaitu infeksi saluran
kemih, demam tifoid, bakteremia, tuberkulosis serta otitis media. Penyebab tersebut akan
menimbulkan dampak apabila tidak diberikan penanganan yang tepat pada demam
tersebut.
Penanganan pertama demam pada anak dapat berupa terapi farmakologi dan
terapi non farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan biasanya adalah berupa
memberikan obat penurun panas, sedangkan terapi non farmakologi yang dapat dilakukan
yaitu mengenakan pakaian tipis, lebih sering minum, banyak istirahat, mandi dengan air
hangat, serta memberi kompres. Tindakan kompres yang dapat dilakukan antara lain
kompres hangat basah, kompres hangat kering dengan larutan obat antiseptik, kompres
basah dingin dengan dengan air biasa dan kompres dingin kering dengan kantung untuk
mengompres (Asmadi, 2008).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang
perjalanan penyakitnya cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa
(KLB) di Indonesia (Depkes RI, 2011). Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue
Haemorragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue.Virus
dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Depkes RI,
2004). DBD merupakan suatu penyakit terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri
adanya demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan renjatan (syok) yang berakibat pada kematian.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kemenkes RI, 2010). Data
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam Profil Kesehatan Indonesia
menyebutkan bahwa penyakit demam berdarah dengue termasuk sepuluh terbesar
penyakit pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia pada tahun 2010.
Demam Berdarah Dengue menempati urutan kedua setelah penyakit diare dan
gastroenteritis karena infeksi tertentu (Depkes RI, 2011). DBD merupakan penyakit yang
ditandai oleh demam akut akibat infeksi virus dengue yang menyerang baik dewasa
maupun anak-anak. Namun demikian, penyakit ini lebih banyak menimbulkan korban
pada anak-anak dibawah usia 15 tahun, karena pada pasien anak disertai dengan
terjadinya perdarahan yang mengakibatkan renjatan sehingga dapat berakibat kematian
pada penderita. Di Indonesia, penderita penyakit DBD terbanyak berusia 5-11 tahun
(Ginanjar, 2008). Penyakit ini menunjukkan peningkatan jumlah orang yang terserang
setiap 4-5 tahun. Kelompok umur yang sering terkena adalah anak-anak umur 4-10 tahun,
walaupun dapat pula mengenai bayi dibawah umur 1 tahun.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari demam?
2. Apa saja tipe-tipe demam ?
3. Apa faktor-faktor penyebab demam ?
4. Bagaimana patofisiologi demam?
5. Bagaimana penatalaksanaan demam?
6. Apa pengertian dari demam berdarah dengue?
7. Bagaimana cara penularan demam berdarah dengue?
8. Bagaimana cara pencegahan demam berdarah dengue?
9. Bagaimana penatalaksanaan demam berdarah dengue?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari demam.
2. Untuk mengetahui tipe-tipe dari demam.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dari demam.
4. Untuk mengetahui patofisiologi demam.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari demam.
6. Untuk mengetahui pengertian dari demam berdarah dengue.
7. Untuk mengetahui cara penularan dari demam berdarah dengue.
8. Untuk mengetahui pencegahan dari demam berdarah dengue.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari demam berdarah dengue.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Demam
1. Pengertian Demam
Suhu tubuh adalah cerminan dari keseimbangan antara produksi dan
pelepasan panas, keseimbangan ini diatur oleh pengatur suhu (termostat) yang
terdapat di otak (hipotalamus). Pada orang normal termostat diatur pada suhu
36,50 C-37,20 C. Demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,20 C
(Nelwan, 2007). Demam didefinisikan sebagai suatu bentuk system pertahanan
nonspesifik yang menyebabkan perubahan mekanisme pengaturan suhu tubuh
yang mengakibatkan kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkadian yang normal
sebagai akibat dari perubahan pusat termoregulasi yang terletak dalam
hipotalamus anterior. Suhu tubuh normal dapat dipertahankan pada perubahan
suhu lingkungan, karena adanya kemampuan pada pusat termoregulasi untuk
mengatur keseimbangan antara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya
oleh otot dan hepar, dengan panas yang hilang. Mekanisme kehilangan panas
yang penting adalah vasodilatasi dan berkeringat. Berkeringat terutama menonjol
saat demam mulai turun (Dinarello dan Gelfrand, 2005). Biasanya terdapat
perbedaan antara pengukuran suhu di aksilla dan oral maupun rektum. Dalam
keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,50 C; suhu rectal lebih tinggi
daripada suhu oral (Nelwan, 2007).
2. Tipe-Tipe Demam
Menurut Nelwan (2007), terdapat beberapa tipe demam yang mungkin
dijumpai, antara lain:
a. Demam septic
Pada tipe demam septik, suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi
hari. Demam sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Pada tipe demam remiten, suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam
septik.
c. Demam intermiten
Pada demam intermiten, suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dua hari sekali
disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan
demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Pada demam tipe kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat.
e. Demam siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
3. Faktor-Faktor Penyebab Demam
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non infeksi. Beberapa
penyebab demam dari infeksi meliputi infeksi dari virus, jamur, parasit maupun
bakteri. Penyebab demam non infeksi bisa dari faktor lingkungan seperti
lingkungan yang padat dan dapat memicu timbulnya stres ataupun pengeluaran
panas berlebihan dalam tubuh (Guyton dan Hall, 2007). Secara umum, demam
dapat disebabkan oleh karena produksi zat pirogen (eksogen atau endogen) yang
secara langsung akan mengubah titik ambang suhu hipothalamus sehingga
menghasilkan pembentukan panas dan konservasi panas (Behrman et al., 2000).
4. Patofisiologi Demam
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat
pirogen sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme dan
toksin. Sedangkan pirogen endogen merupakan pirogen yang berasal dari dalam
tubuh meliputi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosing
factor-alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah monosit,
limfosit dan neutrofil (Guyton dan Hall, 2007). Seluruh substansi di atas
menyebabkan sel-sel fagosit mononuclear (monosit, makrofag jaringan atau sel
kupfeer) membuat sitokin yang bekerja sebagai pirogen endogen, suatu protein
kecil yang mirip interleukin, yang merupakan suatu mediator proses imun antar
sel yang penting. Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun local
dan berhasil memasuki sirkulasi. Interleukin-1, interleukin-6, tumor nekrosis
factor α dan interferon α, interferon β serta interferon γ merupakan sitokin yang
berperan terhadap proses terjadinya demam. Sitokin-sitokin tersebut juga
diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf Pusat (SSP) dan kemudian bekerja pada
daerah preoptik hipotalamus anterior. Sitokin akan memicu pelepasan asam
arakidonat dari membrane fosfolipid dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam
arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin karena peran dari enzim
siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan menyebabkan demam
pada tingkat pusat termoregulasi di hipotalamus (Dinarello dan Gelfrand, 2005).
Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform
berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang
berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalis pembentukan
prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lender
traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan
COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang,
mitogenesis atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid
yang merupakan mediator nyeri dan radang. Penemuan ini mengarah kepada,
bahwa COX-1 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang bertanggung jawab
menjalankan fungsi-fungsi regulasi fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalis
pembentukan prostaglandin yang menyebabkan radang (Davey, 2005).
Prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu jenis prostaglandin yang
menyebabkan demam. Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron
termosensitif. Area ini juga kaya dengan serotonin dan norepineprin yang
berperan sebagai perantara terjadinya demam, pirogen endogen meningkatkan
konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua monoamina ini akan
meningkatkan adenosine monofosfat siklik (cAMP) dan prostaglandin di susunan
saraf pusat sehingga suhu thermostat meningkat dan tubuh menjadi panas untuk
menyesuaikan dengan suhu thermostat (Dinarello dan Gelfrand, 2005).
5. Penatalaksanaan Demam
Demam merupakan respon fisiologis normal dalam tubuh oleh karena
terjadi perubahan nilai set point di hipotalamus. Demam pada prinsipnya dapat
menguntungkan dan merugikan. Demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh
untuk meningkatkan daya fagositosis sehingga viabilitas kuman mengalami
penurunan, tetapi demam juga dapat merugikan karena apabila seorang anak
demam, maka anak akan menjadi gelisah, nafsu makan menurun, tidurnya
terganggu serta bila demam berat bisa menimbulkan kejang demam (Kania,
2010).
Penatalaksanaan demam pada umumnya bertujuan untuk menurunkan
suhu tubuh yang terlalu tinggi ke dalam batas suhu tubuh normal dan bukan untuk
menghilangkan demam. Penatalaksanaannya terdiri dari dua prinsip yaitu
pemberian terapi farmakologi dan non farmakologi. Adapun prinsip pemberian
terapi non farmakologi meliputi pemberian cairan yang cukup untuk mencegah
dehidrasi, memakai pakaian yang mudah menyerap keringat, memberikan
kompres hangat agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga set point akan
tercapai dan kembali ke batas suhu tubuh inti yang normal. Pengobatan
farmakologi pada intinya yaitu pemberian obat antipiretik, obat anti inflamasi, dan
analgesik yang terdiri dari golongan berbeda serta memiliki susunan kimia.
Tujuan pemberian obat tersebut yaitu untuk menurunkan set point hipotalamus
melalui pencegahan pembentukan prostaglandin dengan cara menghambat enzim
cyclooxygenase (Kania, 2010).
Parasetamol atau asetaminofen merupakan analgetik antipiretik yang
popular dan banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk sediaan tunggal
maupun kombinasi. Di Indonesia, parasetamol tersedia sebagai obat bebas.
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin yang mempunyai efek antipiretik
yang sama. Dalam dosis yang sama, parasetamol mempunyai efek analgesik dan
antipiretik sebanding dengan aspirin, namun efek antiimflamasinya sangat lemah
(Katzung, 2002). Parasetamol bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus
untuk menurunkan suhu tubuh (antipiretik). Bekerja menghambat sintesis
prostaglandin sehingga dapat mengurangi nyeri ringan-sedang. Dosis dewasa
500mg-1000mg per kali, diberikan tiap 4-6 jam, maksimum 4 gram per hari.
Dosis anak <12 tahun 10mg/kgBB/kali. Pada umumnya parasetamol dianggap
sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Reaksi alergi terhadap parasetamol jarang terjadi, manifestasinya berupa
eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada
mukosa (Freddy, 2007). Pada dosis terapi, kadang-kadang timbul peningkatan
ringan enzim hati dalam darah tanpa disertai ikterus; keadaan ini reversibel bila
obat dihentikan. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan
hati, pada dosis di atas 6 g mengakibatkan nekrose hati yang tidak reversibel
(Tjay dan Rahardja, 2002).

B. Demam Berdarah Dengue (DBD)


1. Pengertian Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus Dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis
perdarahan yang menimbulkan syok yang berujung kematian. Virus ini bisa
masuk ke dalam tubuh manusia dengan perantara nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu
penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu
singkat dan sering menimbulkan wabah

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak


ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara,
Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia,
agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan
genus Flavivirus (Candra, A. 2010).
2. Cara Penularan Demam Berdarah Dengue
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis
dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini. Aedes tersebut
mengandung virus Dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8 – 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali
pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif).
3. Pencegahan dari Demam Berdarah Dengue
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
A. Lingkungan
 Menguras bak mandi/penampungan air- sekurang-kurangnya sekali seminggu.
 Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
 Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah- dan lain
sebagainya.

B. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

C. Kimiawi

 Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk


mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti,
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
4. Penatalaksanaan dari Demam Berdarah Dengue

Suportif yaitu adalah dengan cara:

1. Penggantian cairan tubuh.


2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula
sirup atau susu).
3. Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau
perlu 1 sendok makan setiap 3-5 menit.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau nyeri perut
yang berlebihan maka cairan intravena perlu diberikan. Medikamentosa yang bersifat
simptomatis :
1. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala, ketiak, inguinal.
2. Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
Sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit
demam berdarah belum tersedia.
DAFTAR PUSTAKA

Arifianto. 2012. Pro Kontra imunisasi. Noura Books : Jakarta.

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Salemba Medika: Jakarta.

Candra, A. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan Faktor


Risiko Penularan. Aspirator. 2(2):110-119. Diunduh dari
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/aspirator/article/download
/2951/2136. Diakses pada tanggal 5 Januari 2014

Behrman, Robert M, Kliegman, Ann M.Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Volume 3 Edisi 15 . EGC: Jakarta.

Davey. 2005. At a Glance Medicine. Erlangga: Jakarta.

Depkes RI. 2011. Pencegahan Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Dirjen
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.

Depkes R.I. 2004. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Direktorat


Jendral P2M Depkes R.I. : Jakarta.

Depkes RI. 2010. Pusat Data dan Surveilens Epidemologi Demam Berdarah Dengue.
Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.

Depkes RI. 2011. Informasi umum Demam Berdarah Dengue. Ditjen PP dan PL
Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.
Dinarello, C.A., Gelfand, J.A., 2005, Fever and Hyperthermia.In: Kasper, D.L., et. al.,
ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. The McGraw-Hill
Company: Singapore hal. 104-8.

Freddy, I.W. 2007. Analgesik, Antipiretik, Antiinflamasi Non Steroid dan Obat Pirai.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.

Ginanjar. 2008. Demam Berdarah, Mizan Media Utama IDAI : Bandung.

Guyton dan Hall. 2007. Textbook of Medical Physiology, 11th ed. Elsevier
Saunders: Philadelphia.
Kania. 2010. Penatalaksanaan Demam Pada Anak Disampaikan pada acara Siang Klinik
Penanganan Kejang Pada Anak : Bandung.

Katzung, B. 2002. Obat-obat antiinflamasi nonsteroid, obat-obat rematik pemodifikasi


penyakit, analgesik nonopioid dan obat-obat untuk pirai. In: Farmakologi Dasar
dan Klinik. Salemba Medika : Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 2. Jakarta. hal.1.

Kemenkes. 2011. Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Lampung. Pusat Data Dan
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
http://www.depkes.go.id/downloads/Data%20Informasi%20Kesehatan%20
Prov%20Lampung.pdf. Diakses pada tanggal 5 Januari 2014

Nurdiansyah. 2011. Buku Pintar Ibu dan Bayi. Jakarta.

Nelwan. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta.

Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai