Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PBL BLOK 12

TUMBUH KEMBANG;
TETANUS
Ayu anas silvya*
10 2010 072
BP16
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan
Tetanus adalah satu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang
disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan sering fatal yang disebabkan oleh basil Clostridium
tetani, yang menghasilkan tetanospasmin neurotoksin, biasanya masuk ke dalam tubuh melalui
luka tusuk yang terkontaminasi (seperti oleh jarum logam, splinter kayu, atau gigitan
serangga).1,2 Penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani ini,
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan
tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

*Alamat Korespondensi :
Ayu Anas Silvya,
Fakulltas Kedokteran Universitas Krida Wacana,
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat, 11510
E-mail : yafonaso@yahoo.com

1|Problem Based Learning


Skenario
Seorang laki – laki berusia 22 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan demam, mulut terasa
kaku , dan nyeri pada tungkai bawah sebelah kanan. Menurut keterangan pasien, 2 minggu lalu
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas , dan mengalami luka robek pada tungkai bawah kanan
dan mendapa 27 jahitan oleh seorang petugas kesehatan di desanya. Saat dilakukan inspeksi ,
kulit tungkai bawah kanan didaerah luka tampak kemerahan , teraba panas dan bengkak, dari
sela-sela luka yang dijahit keluar nanah. Pasien juga tidak diberikan antibiotik oleh petugas
kesehatan setelah menjahit lukanya. Tekanan darah pasien 110/70 mmHg, denyut nadi
82x/menit.

Rumusan masalah
Laki-laki 22 tahun datang dengan keluhan demam, mulut terasa kaku,nyeri pada tungkai bawah
kanan. Dua minggu yang lalu mengalami kecelakaan sehingga mengalami luka sobek.

Hipotesis
Laki-laki 22 tahun datang dengan keluhan demam, mulut terasa kaku,nyeri pada tungkai bawah
kanan setelah 2 minggu yang lalu mengalami luka sobek di diagnosis Tetanus.

PEMBAHASAN

A. Anamnesis
Anamnesis merupakan tanya jawab antara dokter dan pasien atau bisa juga terhadap keluarga
atau relasi terdekat atau yang membawa pasien tersebut ke rumah sakit atau tempat praktek.
Pada kasus skenario 6, hasil anamnesa adalah sebagai berikut:
 Keluhan Utama :
o Demam (bagaimana Demamnya?)
o Mulut terasa kaku
o Nyeri pada tungkai bawah kanan
 Keluhan Tambahan :
o Kulit tungkai bawah kanan di daerah luka kemerahan , teraba panas &
bengkak, keluar nanah.

2|Problem Based Learning


o Dijahit dan tidak diberi antibiotik.
 Riwayat kecelakaan lalu lintas
o Luka robek tungkai bawah kanan 2 minggu lalu.
o Tanyakan riwayat imunisasi

B. Pemeriksaan
o Pemeriksaan Fisik
o Pemeriksaan fisik dapat kita lihat dengan adanya luka dan gejala-gejala yang khas
pada penyakit tetanus seperti demam , mulut terasa kaku dan tampak kemerahan ,
panas dan bengkak serta keluarnya nanah di tungkai bawah kanan di daerah
terjadinya luka. Tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 82 kali/menit.
o Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang penyakit tetanus meliputi:1-3
 Lab darah : tidak spesifik. Pemeriksaan seperti kadar elektrolit darah
terutama kalsium dan magnesium, analisa gas darah, kadar bilirubin darah,
gula darah sewaktu, foto dada setelah hari kelima sangat penting
dilakukan.
 Pada pemeriksaaan bakteriologik ditemukan clostridium tetani.
 Rekam EMG : hilangnya periode diam pada 50-100 ms setelahkontraksi
reflek.
 Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

C. Diagnosis Kerja
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890 ditemukan
toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari
tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut
menghasilkan pencegahan dari tetanus. 1,2

3|Problem Based Learning


Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa
gejala klinik : kejang tetanik, trismus, dysphagia, Rhisus sardonicus ( otot wajah kaku ).
Biasanya tampak luka yang mendahuluinya. Pembuktian kuman seringkali tidak perlu
karena amat sukar mengisolasi kuman dari luka penderita.

D. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit juga mempunyai gejala yang mirip dengan tetanus. Berikut beberapa
differential diagnosis dari tetanus dan mengapa penyakit itu berbeda dari tetanus.
 Keracunan striknin
Gejalan klinis keracunan sriknin akut sangat mirip dengan tetanus. Striknin adalah
suatu inhibitor neurotransmitter. Pada kondisi ini terdapat kejang pada wajah yang
diikuti oleh hiperflexi lengan dan tungkai. Sesaat kemudian kejang menyebar ke seluruh
tubuh disertai rasa nyeri hebat yang distimulasi oleh sentuhan atau suara yang tiba-tiba.
Pasien mungkin ditemukan dalam keadaan sadar. Kondisi ini dapat berlanjut ke
kesulitan bernafas dan koma.
Jika pasien tidak dapat diselamatkan, rigor mortis muncul dengan cepat. Jika pasien
bertahan hidup, pemulihan berlangsung cepat, tidak seperti tetanus yang membutuhkan
waktu lama.4 Kejang pada keracunan striknin dapat dibedakan dengan tetanus. Pada
keracunan striknin dijumpai relaksasi komplit diantara kejang, sementara tetanus tidak.5
 Tetanus hipokalemik
Pada tetanus hipokalemik muncul kejang pada kaki dan tangan (carpopedal)5, rasa
perih di sekitar mulut. Trismus jarang ditemukan. Chvostek’s dan Trousseau’s sign
mungkin ditemukan.4
Pada Chvostek’s sign ditemukan kedutan pada sisi ipsilateral dari otot wajah jika
wajah diketuk di anterior telinga dan di bawah tulang zygomaticus. Pada Trousseau’s
sign ditemukan kontraksi otot berupa fleksi pada pergelangan dan metacarpophalangeal,
hiperekstensi dari jari-jari, dan flexi pada ibu jari ke telapak tangan jika lengan dioklusi
selama beberapa menit.
Pada tetanus tidak muncul kejang pada carpopedal serta Chvostek’s dan Trousseau’s
sign.

4|Problem Based Learning


 Meningoencephalitis
Pada meningoencephalitis dapat ditemukan dysphagia dan kaku pada leher.4 Juga
ditemukan demam dan cairan cerebrospinal yang tidak normal, ditambah dengan tidak
adanya trismus merupakan perbedaannya dengan tetanus.5
 Rabies4-5
Pada rabies ditemukan kejang pada oropharing. Khas dari rabies adalah hidrofobik yang
dialami pasien. Pada rabies tidak ditemukan trismus dan terdapat riwayat gigitan
binatang.
 Proses intraabdominal akut4,6
Proses intraabdominal akut dapat menyebabkan kaku pada otot perut seperti yang
ditemukan juga pada tetanus. Namun pada proses intraabdominal akut ini tidak
ditemukan kejang khas tetanus lainya.
 Epilepsi
Epilepsis dapat menyebabkan kejang. Namun tidak ditemukan kekakuan otot di antara
kejang. Bisanya sudah ada riwayat serangan epilepsi sebelumnya.5
 Histeria
Histeria merupakan masalah psikiatri. Dapat terjadi kejang dan trismus. Namun trismus
inkomplit dan terdapat relaksasi komplit di antara kejang.5

E. Penatalaksanaan
1. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut
dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
-membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang
benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan,
terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar
luka disuntik ATS.7-8
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan
menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

5|Problem Based Learning


3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Obat-obatan

1.Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada
anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-
10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti
tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam
dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis
200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan
membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai
adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.7-8
2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U,
satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG
mengandung "anti complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat mencetuskan
reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin,
yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U
dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara
intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang
tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.7-8

3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan
secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.7-8

6|Problem Based Learning


4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular
dan laryngeal spasme beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan sedasi/muscle
relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.7-8 Contohnya :
- Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)
- Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM)
- Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM)
- Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM)

F. Manisfestasi Klinis
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau
beberapa minggu).
Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni:5

 Localized tetanus (Tetanus Lokal)

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat
dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari
tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa
bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa
berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang
menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari
klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian
profilaksis antitoksin.

 Cephalic Tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2
hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India), luka pada daerah
muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.

7|Problem Based Learning


 Generalized tetanus (Tctanus umum)
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak
dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus
merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50%), yang disebabkan oleh kekakuan
otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya
kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin)
yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding
perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran
nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan
pendarahan di dalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun
bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak
stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan
hanya berdasarkan gejala klinis.

 Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan
persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora
C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.

Klasifikasi tingkat keparahan tetanus5


 Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan pernapasan,
tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
 Derajat II (sedang)
Trismus sedang, rigiditas yang Nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang,
gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30, disfagia
ringan.

8|Problem Based Learning


 Derajat III (berat)
Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme reflex berkepanjangan, frekuensi
pernapasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia berat dan takikardia lebih dari 120.
 Derajad (IV) sangat berat
Derajat 3 dengan gangguan otonomik berat melibatkan system kadiovaskular.
Hipertensi berat takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia,salah
satunya dapat menetap.

Keempat tolak ukur dan besarnya nilai (Philips):

Tolah ukur Nilai

Kurang 48 jam 5
2-5 hari 4
Masa inkubasi 6-10 hari 3
11-14 hari 2
lebih 14 hari 1
Internal/umbilikal 5
Leher, kepala, dinding tubuh 4
Lokasi infeksi Ekstremitas proksimal 3
Ekstremitas distal 2
Tidak diketahui 1
Tidak ada 10
Mingkin ada/ibu mendapat 8
Imunisasi Lebih dari 10 tahun yang lalu 4
Kurang dari 10 tahun 2
Proteksi lengkap 0
Penyakit atau trauma yang membahayakan jiwa 10
Faktor yang Keadaan yang tidak langsung membahayakan
memberatkan jiwa 8
Keadaan yang tidak membahayakan jiwa 4

9|Problem Based Learning


Trauma atau penyakit ringan 2
A.S.A.** derajat 1
** Sistim penilaian untuk menentukan risiko penyulit

G. Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Clostridium tetani. Bakteri ini hidupnya
anaerob dan berbentuk batang berspora. Bentuk vegetatif C. tetani adalah basil, Grampositif,
tidak berkapsul, motil, dan bersifat obligat anaerob. Bentuk vegetatif rentanterhadap efek
bakterisidal dari proses pemanasan, desinfektan kimiawi, dan antibiotik.Bentuk ini
merupakan bentuk yang dapat menimbulkan tetanus.Pada basil yang mengandung spora
terdapat bentukan endospora pada salah satu ujungnya sehingga memberikan penampilan
seperti stik drum. Spora C. tetani relatif resisten terhadap desinfeksi kimiawi dan pemanasan.
Dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah
yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda
daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut. Spora Clostridium tetani
biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk
ataupun luka bakar , kecelakaan, serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ). Bakteri
ini lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
Toksin ini mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin
ini labil pada pemanasan, pada suhu 650 C akan hancur dalam lima menit. Di samping itu
dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam
proses penyakit.1,9

H. Epidemiologi
Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non imun, individu
dengan imunitas parsial, dan individu dengan imunitas penuh yang kemudian gagal
mempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksin ulangan. Walaupun tetanus
dapat dicegah dengan imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang membebani di
seluruh dunia terutama di Negara beriklim tropis dan Negara – Negara sedang

10 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g
berkembang, sering terjadi di brasil, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan Negara lain di
benua Asia. 1-2,10
Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani suatu basil anaerob Gram positif
pembentuk spora, yang terdapat dalam usus berbagai hewan herbivora dan terdistribusi
luas dalam tanah. Bila tidak memiliki imunisasi aktif, seorang pasien dengan usia
berapapun dapat mengalami tetanus melalui luka yang terkontaminasi oleh tanah. Orang
dewasa yang berusia > 60 tahun merupakan kelompok berisiko tertinggi, terutama wanita
yang mungkin lahir sebelum dikenalkan imunisasi pada anak-anak . 1-2,10
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus,
bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal
dengan nama tetanus neonatorum. Tetanus neonatal merupakan masalah khusus di
beberapa negara berkembang akibat kontaminasi sekitar umbilikus oleh tanah atau
kotoran hewan untuk tujuan terapi. 1-2,10
Tetanus dapat pula berkaitan dengan luka bakar, infeksi telinga tengah,
pembedahan, absorsi dan adanya porte d’entrée. Port of entry tidak selalu dapat diketahui
dengan pasti, namun dapat diduga melalui luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar. Bisa
juga melalui luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik, caries gigi,
serta pemotongan tali pusar yang tidak steril.

I. Patofisiologi
Tetanus dapat terjadi apabila tubuh terkena luka dan luka tersebut kemudian
terkontaminasi oleh spora dari Clostridium tetani.5 Bentuk spora dari bakteri akan
berubah menjadi vegetatif bila lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk
tersebut (anaerobic) dan kemudian mengeluarkan eksotoksin yang menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Dua macam eksotoksin yang
dihasilkan, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Kuman tetanusnya sendiri akan tetap
tinggal di daerah luka, sehingga tidak ada penyebaran kuman.
Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal
dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar
ke motor end plate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal
kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya

11 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g
menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin
terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap
inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu Gama
Aminobutyric Acid (GABA) dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan
spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus),
pada saat toxin masuk ke sumsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada
extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin
mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan.
Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi
namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti.11

J. Komplikasi
Komplikasi tetanus dapat terjadi akibat penyakitnya ataupun konsekuensi dari
terapinya (terjadi perubahan fisiologi kardiovaskular, ginjal dan respirasi).10
Komplikasi pada jalan nafas:
 Aspirasi* (Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air didalam rongga
mulut karena pasien mengalami disfagia, dan keadaan ini memungkinkan terjadinya
aspirasi serta dapat menyebabkan pneumonia aspirasi)
 Laringospasme/ obstruksi* (karena efek toksin yang menggangu neuromuskular
mengakibatkan spasme otot, spasme dapat terjadi pada otot laring)
 Obstruksi berkaitan dengan sedatif*

Komplikasi pada respirasi:


 Apnea*
 Hipoksia*
 Gagal nafas tipe 1* (atelektasis, aspirasi, pneumonia)
 Gagal nafas tipe 2* (spasme laringeal, spasme trunkal berkepanjangan, sedasi
berlebihan)
 ARDS*
 Komplikasi bantuan ventilasi berkepanjangan seprti pneumonia
 Komplikasi trakeostomi seperti stenosis trakea

12 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g
Komplikasi pada kardiovaskuler:
 Takikardia*, hipertensi*, iskemia*
 Brakikardia*, hipotensi*
 Takiartitmia*, brakiaritmia*
 Asistol*
 Gagal jantung*

K. Prognosis
Prognosis tetanus diklasifikasikan dari tingkat keganasannya, : 10
1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )
2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek atau pun lebih
panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek
masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.

L. Pencegahan
Imunisasi aktif
 Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6
minggu, ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal Imunisasi).
 Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanita
usia subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT lifelong-card).

Pencegahan pada luka


 Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang
 Luka ringan dan bersih
 Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin
 Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT.
 Luka sedang/berat dan kotor

13 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g
 Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atautetanus immunoglobulin 250-
500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain.
 Imunisasi (+), lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U,
tetanus imunoglobulin 250-500 U(3).10

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, disimpulkan pasien menderita tetanus.
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri anaerob Clostridium tetani. Penyakit
ini berasal dari luka tusukan ysng berasal dari benda kotor seperti paku, injeksi yang tidak steril,
pascapartus, serta keadaan yang tidak lazim yang dapat menimbulkan tetanus seperti gigitan
binatang, abses, luka bakar, fraktur, gangren, dan sirkumsisi wanita. Secara etiologi, Clostrisium
tetani memiliki spora yang dapat bertahan dalam air mendidih tetapi tidak dalam autoklaf.
Clostridium tetani memiliki toksin tetanus yang merupakan bahan kedua yang paling beracun
setelah toksin botulinum.
Tetanus memiliki gejala awal seperti nyeri kepala, gelisah, dan iritabilitas yang sering
disertai kekakuan, sukar mengunyah, dan spasme otot leher. Pada keadaan yang lebih lanjut
terdapat gejala seperti trismus, kejang opistotonus, penderita berpostur lengkung, dan sampai
menimbulkan kematian. Tetanus tidak menyerang saraf sensorik atau fungsi korteks. Hal ini
menyebabkan penderita sadar dan harus menahan rasa yang sangat nyeri.
Pemeriksaan tetanus dapat dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan darah, dan diagnosis. Setelah melakukan pemeriksaan barulah dilakukan tindakan
pengobatan seperti pemberian globulin anti tetanus, debridemen luka, dan antitoksin tetanus. Jika
pasien telah mengalami kejang, maka pasien diberikan obat yang bersifat melemaskan otot dan
untuk sedasi digunakan fenobarbital, klorpromazin, atau diazepam. Pada tetanus berat kadang
diperlukan paralisis total otot (kurarisasi) dengan mengambil alih pernapasan memakai
respirator.
Pencegahan dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu perawatan luka yang adekuat dan
imunisasi aktif, penggunaan profilaksis antitoksin dan pemberian penisilin.

14 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g
Masa inkubasi dan periode onset (periode awal yaitu masa dari timbulnya gejala klinis pertama
sampai timbul kejang) merupakan faktor yang menentukan prognosis. Kematian tertinggi yang
diakibatkan oleh tetanus yaitu anak-anak ( balita dan bayi) dan lansia.

Daftar Pustaka
1. Adams. R.D,et al. Tetanus. in: Principles of New'ology. McGraw-Hill, 2001 (p)1205-7.
2. Behrman.E.Richard. Tetanus. chapter 193, edition 15 th. Nelson, W.B.Saunders Company,
2000. (p) 815 -7.
3. Feigen. R.D. Tetanus. In: Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds. Nelson
Textbook of pediatrics, ed. 13 th. Philadelphia: W.B Saunders Company, 2002. (p) 617 -20.
4. Ritarwan K. Tetanus [jurnal]. Bagian Neurologi FK USU/ RSU H. Adam Malik. Diunduh
dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3456/1/penysaraf-kiking2.pdf. 29
November 2010
5. Dire DJ. Tetanus [jurnal]: Deparment of emergency medicine. University of Texas-
Houston. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/786414-diagnosis. 16
September 2010.
6. Ismanoe G. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing; 2009: Bab 445.
7. Glickman J, Scott K.J, Canby R.C. Infectious Disese, Phantom notes medicine ,ed. 6 th.
Singapore: Info Acces and Distribution Ltd, 2006. (p)53-5.
8. Gilroy, John MD, et al. Tetanus. in :Basic Neurology, ed.1.982.(p) 229-230
9. Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H. Tetanus Neonatorum in babies
Delivered by Traditional Birth Attendance in Medan, Vol. 25. Jakarta: Paeditrica
Indonesiana, Departement of Child Health, Medical School University of lndonesia, Sept-
Okt 2002. (p) 167 -74.
10. Harrison. Tetanus. in: Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th. New York:
McGrawHill. Inc, 2003. (p)577-9.
11. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. 2. 2004;Jakarta: EGC p.21-4.

15 | P r o b l e m B a s e d L e a r n i n g

Anda mungkin juga menyukai