PENDAHULUAN
Dalam setiap aspek kehidupan, kita tidak akan terlepas dari apa yang
disebut dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan serta teknologi. Proses
pendidikan menuntut seseorang untuk memahami setiap bidang kajian ilmu
dengan lebih luas dan mendalam. Proses pembelajaran atau pendidikan ini akan
menuntun seseorang untuk latihan berfikir ilmiah, logis dan kritis. Sehingga peran
ilmu filsafat sangatlah mendukung seseorang untuk memahami ilmu pengetahuan
secara lebih mendalam dan menyeluruh. Secara historis filsafat merupakan induk
ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun
mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu,
maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Menurut Sobirin (2016),
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian
dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri
substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia.
Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam
bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan dan
pendalaman yang dilakukan oleh para akhli. Menurut Fullerton (2005), seorang
professor filsafat mengatakan bahwa “At any rate, both the words “philosopher”
and “philosophy” are freely used in the writings of the disciples of Socrates (470-
399 B.C.), and it is possible that he was the first to make use of them” yang berarti
istilah filsuf dan filsafat pertama kali digunakan untuk mewakilkan ilmu-ilmu
Socrates dan kemungkinan Socrateslah yang pertama kai menggunakan istilah
tersebut. Secara epistemologis, istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani,
‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ = cinta, suka (loving), dan ‘sophia’ =
pengetahuan, (wisdom). Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau
cinta kepada kebenaran. Menurut Plato (427SM – 347SM) seorang filsuf Yunani
1
yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli).
2
menuntun kita untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap dan berpikir secara
filosofis berarti introspeksi tentang kehidupan secara umum, manusia, penciptaan,
dan topik membingungkan abstrak lainnya hadir di dunia saat ini. Terdapat enam
karakteristik berfikir filsafat yaitu: Holistik-Komprehensif, Radikal, Spekulatif,
Metodis dan Sistematis, Universal dan Rasional.
HOLISTIK-KOMPREHENSIF
3
berinteraksi satu dan lainnya dibawah. Artinya kita selalu berpikir lebih
luas dan memahami bahwa suatu bagian itu berkoneksi dengan bagian
lainnya. Sehingga ketika ada gejala ketidak beresan, yang diperlukan
adalah melihat dan bertanya sampai kita menemukan akarnya. Inilah yang
penting dimiliki oleh individu yang ingin lebih maju
RADIKAL
Kata radikal berasal dari radix Latin, yang berarti 'akar': yang berarti hal
paling fundamental atau lebih dikenal dengan istilah mendasar. Menurut kamus
besar Bahasa Indonesia, berfikir radikal berarti berfikir secara mendasar (sampai
kepada hal yang prinsip). Sedangkan menurut kamus Cambridge, berfikir radikal
berarti berfikir pada inti atau hal yang sangat penting yang mendasari sesuatu. Jadi
berfikir radikal, secara definisi berarti berfikir sampai pada akar-akarnya, jika
digali lebih dalam, berfikir sampai keakar-akanya berarti terdapat titik batasan
sebuah pemikiran. Jadi lebih tepatnya berfikir radikal adalah berfikir dengan
semaksimalnya,mendalam dan mendasar sampai ditemukanya kebenaran yang
diyakini. Tak jarang yang mengartikan kata radikal dengan sikap yang anarkis,
keras atau sifat yang negatif. Itu dikarnakan karena cara berfikir dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang mengakibatkan pandangan dan pemahaman yang negatif
dari kata radikal tersebut.
4
pemotongan pajak besar atau kenaikan pajak besar mungkin ekstrim, tetapi tidak
radikal. Sebuah ide yang radikal akan mempertanyakan alasan untuk pemungutan
pajak dan / atau menunjukkan cara baru untuk mendukung pemerintah selain
melalui pajak.
SPEKULATIF
5
Secara sederhana, berfikir metodis adalah enggunakan metode, cara, jalan
yang lazim yang digunakan oleh para filsuf dalam proses berfikir filsafati.
Pemikiran filsafat diperoleh dengan suatu metode atau cara agar didapatkan
kebenaran yang akan membuat manusia mampu menilai hidup dan mengambil
keputusan secara tepat dan berpandangan tidak parsial. Metode-metode yang
digunakan untuk mencari kebenaran dalam upayanya mengurangi kemungkinan
penyimpangan dari suatu kebenaran. Tujuan berfikir metodis adalah pencarian
kejelasan pengertian dan kejelasan intelektual dari seluruh realitas. Jadi, berpikir
metodis berarti berpikir dengan cara tertentu yang teratur. Dalam membeberkan
pikiran-pikirannya, filsafat senantiasa menggunakan cara tertentu yang teratur.
Keteraturan ini membuat pikiran-pikiran yang dibeberkan oleh filsafat menjadi
jelas dan terang. Tapi agar cara tertentu itu dapat teratur, filsafat membutuhkan
faktor lain, yakni sistem. Sedangkan sistematis adalah saling berkaitan dan
metodis adalah cara yang ditempuh dalam mendapatkan kebenaran. Berpikir
sistematis lebih kepada sequential thinking, berpikir dengan pola yang terstruktur
dan berurutan. Berpikir sistematis lebih menekankan kepada pola pikir linear,
sesuatu disebabkan oleh sesuatu yang telah ada sebelumnya (Hassan:2015).
Kesimpulannya adalah, Berpikir metodis dan sistematis artinya memikirkan
segala sesuatu berdasarkan kerangka metode tertentu, ada urutan dan proses
pengambilan keputusan. Di sini diperlukan ketaatan dan kedisiplinan terhadap
proses dan metoda yang hendak dipakai. Metoda berpikir yang berbeda akan
menghasilkan kesimpulan yang berbeda, namun semuanya dapat
dipertanggungjawabkan karena sesuai dengan proses yang diakui luas.
UNIVERSAL
Pemikiran filsafat bersifat Universal yaitu berpikir tentang hal-hal yang
bersifat umum. Berpikir tentang hal dan proses yang bersifat umum. Filsafat
mencari kebenaran tentang segala sesuatu dan menyatakannya dalam bentuk
paling umum. Filsafat berkaitan dengan pengalaman umum manusia. Menurut
Tashadi (2015), terdapat 3 konsep pemikiran universal. Yaitu:
1. Berpikir di luar kotak (think outside the box) Dalam menghadapi setiap
permasalahan, setiap manusia selalu cenderung mengedepankan ego yang
6
dimilikinya. Pemikiran egois inilah sebenarnya yang membuat perbedaan
satu dengan yang lainnya.
2. Jangan mengalah atau mengalahkan Pemikiran egois di atas bila
dibiarkan maka akan mensikapi sebuah perbedaan sebagai sebuah
pertandingan atau perlombaan yang harus dimenangkan. Bila ini
dibiarkan, maka tujuan kebersamaan menuju perdamaian tidak akan
pernah tercapai.
3. Berdiskusi bukan berdebat. Hal yang paling krusial dalam menyatukan
pendapat adalah memberikan argumen-argumen, membuka perbedaan-
perbedaan yang ada dan mempunyai target yang harus dicapai. Masa-
masa ini adalah yang paling sensitif sebelum memberikan keputusan
akhir, karena pada masa ini setiap insan ataupun negara mempunyai
agenda yang harus diperjuangkan. Harga diri dan martabat sebagai tolok
ukur seorang individu atau sebuah negara kadang menghambat
penyelesaian masalah.
RASIONAL
7
pertimbangan yang diberi, keputusan yang dibuat, andaian yang dirumuskan
mengambil pertimbangan akal sebagai sumber rujukan. Faktor-faktor seperti
agama, kepercayaan dan faktor-faktor ghaib yang lain dianggap sebagai sesuatu
yang irrational atau tidak masuk akal dan dikaitkan sebagai tahyul atau dogma.
Berpikir Rasional diperlukan untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan
yang dihadapi sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Sanusi (1998), Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian,
Bandung: Program Pasca Sarjana IKIP Bandung
Bagaskara, (2015). Filsafat Itu Haknya Orang Berfikir. www.Kompasiana.com
Fullerton, G.,S. (2005). An Introduction to Philosophy. Retrived from
www.gutenbreg.net
Gasper, (2016). Think Holistically In The Context Of Science.
www.philosphy.com
Hassan. (2015). Apa Bedanya Berpikir Sistem dan Berpikir Sistematis?.
https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/09/21/apa-bedanya-
berpikir-sistem-dan-berpikir-sistematis/
Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan pemikiran filosofi,
(terjemahan Achamda Bimadja, PH.D ) , Bandung : ITB Bandung.
Hardiman, Budi F. 2004, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia
Mufti,M.O. (2005). Psycholostory: Berpikir Holistik. Diakses dari
Kompasiana.com
Sobirin, H. (2016). Kosep dan dasar berfikir filsafat. Sekolah Tinggi Agama
Islam Jam’iyah.
Sujatmo. (2013). PENTINGNYA BERPIKIR HOLISTIK PADA KEHIDUPAN
MANUSIA. Diakses dari
http://mahadhammo.blogspot.co.id/2013/09/pentingnya-berpikir-
holistik-pada.html
Tashadi,F. (2015). Pola Pikir Universal. Diakses dari www.kompasiana.com