Anda di halaman 1dari 8

KERANGKA BERFIKIR FILSAFATIS

I GEDE YOGA PERMANA


yogapermana@gmx.com

PENDAHULUAN

Dalam setiap aspek kehidupan, kita tidak akan terlepas dari apa yang
disebut dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan serta teknologi. Proses
pendidikan menuntut seseorang untuk memahami setiap bidang kajian ilmu
dengan lebih luas dan mendalam. Proses pembelajaran atau pendidikan ini akan
menuntun seseorang untuk latihan berfikir ilmiah, logis dan kritis. Sehingga peran
ilmu filsafat sangatlah mendukung seseorang untuk memahami ilmu pengetahuan
secara lebih mendalam dan menyeluruh. Secara historis filsafat merupakan induk
ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun
mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu,
maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Menurut Sobirin (2016),
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian
dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri
substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia.
Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam
bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan dan
pendalaman yang dilakukan oleh para akhli. Menurut Fullerton (2005), seorang
professor filsafat mengatakan bahwa “At any rate, both the words “philosopher”
and “philosophy” are freely used in the writings of the disciples of Socrates (470-
399 B.C.), and it is possible that he was the first to make use of them” yang berarti
istilah filsuf dan filsafat pertama kali digunakan untuk mewakilkan ilmu-ilmu
Socrates dan kemungkinan Socrateslah yang pertama kai menggunakan istilah
tersebut. Secara epistemologis, istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani,
‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ = cinta, suka (loving), dan ‘sophia’ =
pengetahuan, (wisdom). Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau
cinta kepada kebenaran. Menurut Plato (427SM – 347SM) seorang filsuf Yunani

1
yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli).

KONSEP BERFIKIR FILSAFATI

Berpikir adalah sebuah proses yang menghasilkan pengetahuan. Proses ini


merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu
yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan
pendapat, dan kesimpulanatau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki
(Achmadi, 1998). Menurut Himsworth (1997) manusia adalah makhluk yang
berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia
tak pernah berhenti berpikir. Seperti dikutip dari Hardiman (2004), hampir tak ada
masalah yang menyangkut dengan perihal kehidupan yang terlepas dari jangkauan
pikirannya. dari soal paling remeh sampai soal paling asasi. Menurut beberapa
ahli, berfikir filsafat sangatlah penting untuk semua orang dalam rangka menjalani
aktivitas sehari-hari, atau untuk mencari solusi bagi sebuah permasalahan. Jika
ditelaah secara mendalam, begitu banyak manfaat, serta pertanyaan-pertanyaan
yang mungkin orang lain tidak pernah memikirkan jawabannya. Karena filsafat
merupakan induk dari semua ilmu. Tetapi dalam kenyataannya, Tidak semua
orang mampu berfilsafat, orang yang akan mampu berfilsafat apabila memiliki
sifat rendah hati, karena memahami bahwa tidak semuanya akan dapat diketahui
dan merasa dirinya kecil dibandingkan dengan kebesaran alam semesta. Seorang
yang picik akan merasa sudah memiliki ilmu yang sangat tinggi dan memandang
oang lain lebih rendah, atau meremehkan pengetahuan orang lain, bahkan
meremehkan moral, agama, dan estetika. Orang yang berfilsafat seolah-olah
memandang langit sembari merenungkan bahwa betapa kecil dirinya
dibandingkan seisi alam semesta, bahwa betapa diatas langit masih ada langit, dan
akhirnya dia menyadari kekerdilan dan kebodohannya. Jadi, filsafat membawa
kita berpikir secara mendalam, maksudnya untuk mencari kebenaran substansial
atau kebenaran yang sebenarnya dan mempertimbangkan semua aspek, serta

2
menuntun kita untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap dan berpikir secara
filosofis berarti introspeksi tentang kehidupan secara umum, manusia, penciptaan,
dan topik membingungkan abstrak lainnya hadir di dunia saat ini. Terdapat enam
karakteristik berfikir filsafat yaitu: Holistik-Komprehensif, Radikal, Spekulatif,
Metodis dan Sistematis, Universal dan Rasional.

HOLISTIK-KOMPREHENSIF

Menurut Mufti (2005), berpikir holistik berarti berpikir secara menyeluruh


dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin mempengaruhi tingkah
laku manusia atau suatu kejadian. Secara sederhana, berpikir holistik itu tidak
hanya melihat masalah dari satu sisi saja, tapi mempertimbangkan sisi-sisi lain
yang bahkan terkadang sebenarnya kurang atau tidak disadari. Sujatmo (2013)
menambahkan, holistic thinking adalah aktivitas berpikir yang merupakan
gabungan antara dimensi-dimensi spiritual (moral, etika, tujuan hidup),
psikososial (motivasi, empati), rasional (tingkat pertama dan tingkat kedua, lihat
penjelasan di bawah), dan fisikal (eksekusi, implementasi, menerima umpan
balik). Kecerdasan pada dimensi-dimensi tersebut dilabeli dengan istilah SQ
(spiritual), EQ (emosional), IQ (rasional), dan PQ (fisikal). Menurut Gasper
(2016), didalam memahami suatu objek, diperlukan pemahaman secara utuh dan
menyeluruh terhadap objek tersebut atau disebut juga berpikir secara holistik. Ciri
berpikir filsafat ini berlaku umum terhadap berbagai fenomena kehidupan
manusia di dunia untuk mewujudkan keseimbangan hidup manusia. Dengan
demikian konsep berpikir holistik dapat diuraikan sebagai berikut

1. Model berpikir yang menggunakan model divergen dan konvergen secara


bertahap. Kemampuan menggunakan kedua model berpikir tersebut,
ditambah kemampuan “melihat” hubungan antara ide-ide atau informasi-
informasi yang sebelumnya tidak terhubung merupakan dasar bagi
berpikir cerdas.
2. Berpikir secara utuh, tidak terlepas-lepas dalam kapsul egoisme
(kebenaran) sekoral yang sempit.
3. Suatu pola pikir dengan cara melihat keseluruhan sistem seakan-akan kita
berada diatas helicopter dan melihat semua komponen sistem itu

3
berinteraksi satu dan lainnya dibawah. Artinya kita selalu berpikir lebih
luas dan memahami bahwa suatu bagian itu berkoneksi dengan bagian
lainnya. Sehingga ketika ada gejala ketidak beresan, yang diperlukan
adalah melihat dan bertanya sampai kita menemukan akarnya. Inilah yang
penting dimiliki oleh individu yang ingin lebih maju

RADIKAL

Kata radikal berasal dari radix Latin, yang berarti 'akar': yang berarti hal
paling fundamental atau lebih dikenal dengan istilah mendasar. Menurut kamus
besar Bahasa Indonesia, berfikir radikal berarti berfikir secara mendasar (sampai
kepada hal yang prinsip). Sedangkan menurut kamus Cambridge, berfikir radikal
berarti berfikir pada inti atau hal yang sangat penting yang mendasari sesuatu. Jadi
berfikir radikal, secara definisi berarti berfikir sampai pada akar-akarnya, jika
digali lebih dalam, berfikir sampai keakar-akanya berarti terdapat titik batasan
sebuah pemikiran. Jadi lebih tepatnya berfikir radikal adalah berfikir dengan
semaksimalnya,mendalam dan mendasar sampai ditemukanya kebenaran yang
diyakini. Tak jarang yang mengartikan kata radikal dengan sikap yang anarkis,
keras atau sifat yang negatif. Itu dikarnakan karena cara berfikir dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang mengakibatkan pandangan dan pemahaman yang negatif
dari kata radikal tersebut.

Menurut Bagaskara (2015), berfikir secara radikal, yaitu bermaksud


mencari dan mengetahui sampai ke akar-akarnya yang palingdalam, seorang filsuf
tidak akan puas dengan hal hal yang kelihatan. Berfikir secara mendasar dapat
dilakukan dengan cara terus bertanya hingga mendapat suatu jawaban yang lebih
hakiki. Juga, menghubungkan suatu konsep atau gagasan dengan yang lainnya,
menanyakan "mengapa?" dan mencari jawaban yang lebih baik dibanding dengan
jawaban yang sudah tersedia pada pandangan pertama. Pandangan itu bisa
dibongkar sampai ke akarnya jika kita mampu membongkar sejumlah asumsi-
asumsi sampai menemukan apa landasan filsafatnya. Kita perlu memahami
bagaimana hal-hal yang terhubung. Bagaimana satu hal mempengaruhi yang lain,
bagaimana bahasa digunakan. Bagaimana kita menganalisis apa yang dikatakan,
ditawarkan dan dilaksanakan atas nama diri kita sendiri. Misalnya, mendukung

4
pemotongan pajak besar atau kenaikan pajak besar mungkin ekstrim, tetapi tidak
radikal. Sebuah ide yang radikal akan mempertanyakan alasan untuk pemungutan
pajak dan / atau menunjukkan cara baru untuk mendukung pemerintah selain
melalui pajak.

SPEKULATIF

Seperti halnya experimen yang dilakukan oleh Thomas Alva Edison, Ia


selalu melakukan uji coba, meskipun lebih dari 99 kali mengalami kegagalan dan
membutuhkan waktu beberapa tahun, namun cara berpikirnya yang pantang
menyerah ahirnya menciptakan lampu pijar yang mempermudah penerangan
semua umat manusia. Cara berfikir inlah yang disebut dengan berfikir spekulatif.
Sifat spekulatif itu pula seorang filosof terus melakukan uji coba lalu melahirkan
sebuah pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan terhadap kebenaran yang
dipercayainya. Hasil pemikiran spekulatif dapat dijadikan dasar bagi pemikiran
selanjutnya. Hasil pemikiran selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah
wilayaha pengetahuan nyang baru. Meskipun demikian tidak berarti hasil
pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena tidak pernah mencapai keselesaian.

Contoh berfikir spekulatif adalah berandai-andai. Berandai-andai adalah


sifat dari pemikiran filsafat yang spekulatif. Berandai-andai adalah menggunakan
pikiran kita untuk mengumpamakan suatu kemungkinan yang ada. Dengan
demikian berandai-andai adalah sesuatu yang penting bagi perkembangan
manusia. Berandai-andai berhubungan dengan Imajinasi, dengan berandai-andai
kita menggunakan imajinasi kita untuk membentuk suatu dunia yang lepas dari
dunia ini. Membentuk dunia agar kita bisa keluar dari kungkungan dunia sekarang
dan menemukan jalan keluar atau jalan kreatif yang baru dalam menyelesaikan
suatu persoalan atau menemukan suatu sudut pandang baru dalam mengatasi
masalah-masalah.

METODIS dan SISTEMATIS

5
Secara sederhana, berfikir metodis adalah enggunakan metode, cara, jalan
yang lazim yang digunakan oleh para filsuf dalam proses berfikir filsafati.
Pemikiran filsafat diperoleh dengan suatu metode atau cara agar didapatkan
kebenaran yang akan membuat manusia mampu menilai hidup dan mengambil
keputusan secara tepat dan berpandangan tidak parsial. Metode-metode yang
digunakan untuk mencari kebenaran dalam upayanya mengurangi kemungkinan
penyimpangan dari suatu kebenaran. Tujuan berfikir metodis adalah pencarian
kejelasan pengertian dan kejelasan intelektual dari seluruh realitas. Jadi, berpikir
metodis berarti berpikir dengan cara tertentu yang teratur. Dalam membeberkan
pikiran-pikirannya, filsafat senantiasa menggunakan cara tertentu yang teratur.
Keteraturan ini membuat pikiran-pikiran yang dibeberkan oleh filsafat menjadi
jelas dan terang. Tapi agar cara tertentu itu dapat teratur, filsafat membutuhkan
faktor lain, yakni sistem. Sedangkan sistematis adalah saling berkaitan dan
metodis adalah cara yang ditempuh dalam mendapatkan kebenaran. Berpikir
sistematis lebih kepada sequential thinking, berpikir dengan pola yang terstruktur
dan berurutan. Berpikir sistematis lebih menekankan kepada pola pikir linear,
sesuatu disebabkan oleh sesuatu yang telah ada sebelumnya (Hassan:2015).
Kesimpulannya adalah, Berpikir metodis dan sistematis artinya memikirkan
segala sesuatu berdasarkan kerangka metode tertentu, ada urutan dan proses
pengambilan keputusan. Di sini diperlukan ketaatan dan kedisiplinan terhadap
proses dan metoda yang hendak dipakai. Metoda berpikir yang berbeda akan
menghasilkan kesimpulan yang berbeda, namun semuanya dapat
dipertanggungjawabkan karena sesuai dengan proses yang diakui luas.

UNIVERSAL
Pemikiran filsafat bersifat Universal yaitu berpikir tentang hal-hal yang
bersifat umum. Berpikir tentang hal dan proses yang bersifat umum. Filsafat
mencari kebenaran tentang segala sesuatu dan menyatakannya dalam bentuk
paling umum. Filsafat berkaitan dengan pengalaman umum manusia. Menurut
Tashadi (2015), terdapat 3 konsep pemikiran universal. Yaitu:
1. Berpikir di luar kotak (think outside the box) Dalam menghadapi setiap
permasalahan, setiap manusia selalu cenderung mengedepankan ego yang

6
dimilikinya. Pemikiran egois inilah sebenarnya yang membuat perbedaan
satu dengan yang lainnya.
2. Jangan mengalah atau mengalahkan Pemikiran egois di atas bila
dibiarkan maka akan mensikapi sebuah perbedaan sebagai sebuah
pertandingan atau perlombaan yang harus dimenangkan. Bila ini
dibiarkan, maka tujuan kebersamaan menuju perdamaian tidak akan
pernah tercapai.
3. Berdiskusi bukan berdebat. Hal yang paling krusial dalam menyatukan
pendapat adalah memberikan argumen-argumen, membuka perbedaan-
perbedaan yang ada dan mempunyai target yang harus dicapai. Masa-
masa ini adalah yang paling sensitif sebelum memberikan keputusan
akhir, karena pada masa ini setiap insan ataupun negara mempunyai
agenda yang harus diperjuangkan. Harga diri dan martabat sebagai tolok
ukur seorang individu atau sebuah negara kadang menghambat
penyelesaian masalah.

RASIONAL

Berpikir rasional dalam arti epistemik adalah sebuah seni pencapaian


sebuah keyakinan yang benar. Sebagai contoh, adalah sangatlah rasional jika
berfikir bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Sedangkan rasionalitas
adalah kualitas atau keadaan yang wajar, berdasarkan fakta atau alas an. Jika
dikaitkan dengan cara berfikir filsafati, berfikir rasional adalah cara berpikir
menggunakan penalaran berdasarkan data yang tersedia untuk mencari kebenaran
faktual, keuntungan dan tingkat kepentingan. Kita harus menggunakan pemikiran
rasional jika kita ingin maju dan ingin mengejar ilmu pengetahuan. Selain itu,
menjadi sangat diperlukan jika kita ingin bekerja untuk kepentingan publik,
memecahkan isu-isu publik, di mana kita bertemu berbagai jenis orang, tradisi dan
kepercayaan, maka kita bakal punya alasan obyektif yang bisa ditunjukkan kepada
publik (transparan), bukti-bukti, referensi, yang bisa diperdebatkan (dengan logis
dan relevan argumentasi) dan sebanding dengan adanya alat ukur.

Berfikir rasional bermakna berfikir menggunakan akal untuk mendapat


jawapan atau pedoman tentang sesuatu perkara. Ikhtiar yang dilakukan,

7
pertimbangan yang diberi, keputusan yang dibuat, andaian yang dirumuskan
mengambil pertimbangan akal sebagai sumber rujukan. Faktor-faktor seperti
agama, kepercayaan dan faktor-faktor ghaib yang lain dianggap sebagai sesuatu
yang irrational atau tidak masuk akal dan dikaitkan sebagai tahyul atau dogma.
Berpikir Rasional diperlukan untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan
yang dihadapi sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Sanusi (1998), Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian,
Bandung: Program Pasca Sarjana IKIP Bandung
Bagaskara, (2015). Filsafat Itu Haknya Orang Berfikir. www.Kompasiana.com
Fullerton, G.,S. (2005). An Introduction to Philosophy. Retrived from
www.gutenbreg.net
Gasper, (2016). Think Holistically In The Context Of Science.
www.philosphy.com
Hassan. (2015). Apa Bedanya Berpikir Sistem dan Berpikir Sistematis?.
https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/09/21/apa-bedanya-
berpikir-sistem-dan-berpikir-sistematis/
Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan pemikiran filosofi,
(terjemahan Achamda Bimadja, PH.D ) , Bandung : ITB Bandung.
Hardiman, Budi F. 2004, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia
Mufti,M.O. (2005). Psycholostory: Berpikir Holistik. Diakses dari
Kompasiana.com
Sobirin, H. (2016). Kosep dan dasar berfikir filsafat. Sekolah Tinggi Agama
Islam Jam’iyah.
Sujatmo. (2013). PENTINGNYA BERPIKIR HOLISTIK PADA KEHIDUPAN
MANUSIA. Diakses dari
http://mahadhammo.blogspot.co.id/2013/09/pentingnya-berpikir-
holistik-pada.html
Tashadi,F. (2015). Pola Pikir Universal. Diakses dari www.kompasiana.com

Anda mungkin juga menyukai