Anda di halaman 1dari 11

HUKUM EKONOMI SYARIAH

ASURANSI SYARIAH DAN ASURANSI KONVENSIONAL

Anggota :
Surana Halim Machandra (1610010086)
Pipit Saraswati (1610010090)
Mutia Nursanti (1610010102)
Ian Lambang Wirawan (1610010114)
Gempur Maulida Gaza (1610010106)

Kelas : IVC

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
APRIL, 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan, kita tidak bisa lepas dari yang namanya resiko. Kita tak
pernah bisa prediksi kapan datangnya hal itu, yang paling mungkin untuk kita
lakukan hanyalah bersiap-siap untuk menghadapinya. Untuk menghadapinya, kita
mengenal program yang namanya asuransi, baik itu asuransi jiwa, kesehatan
maupun asuransi pendidikan. Konsep dari asuransi sendiri adalah dengan
mengalihkan resiko dari pihak yang terkena musibah kepada pihak penanggung.
Resiko dalam asuransi merupakan ketidakpastian akan terjadinya peristiwa
yang akan terjadi. Dengan kata lain, kita tidak akan pernah tau kapan hal tersebut
akan terjadi. Kemudian asuransi datang untuk mempersiapkan supaya setiap resiko
tersebut dapat terkover oleh pihak penanggung (perusahaan asuransi) apabila hari
dimana resiko datang itu tiba.
Kita mengenal ada dua macam asuransi Di Indonesia. Yakni asuransi
konvensional dan asuransi berbasis syariah. Keduanya tentu punya perbedaan baik
dari segi proses, landasan operasional maupun tujuanya. Asuransi konvensional
sudah kita kenal sejak lama Di Indonesia, oleh sebab itu pemahaman masyarakat
tentangnya sudah lebih baik daripada mengenal asuransi syariah.
Meskipun begitu, asuransi tetaplah asuransi. Kedua jenis asuransi tersebut
sama-sama berfungsi untuk menanggung resiko dari klienya. Dan sekali lagi bahwa
yang membedakan keduanya adalah proses, landasan operasional dan tujuanya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asuransi?
2. Bagaimana perbedaan dari asuransi syariah dan asuransi konvensional?
3. Bagaimana kondisi asuransi syariah Di Indonesia?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi
Sebagai Warga Negara Indonesia, kita mengenal yang namanya asuransi, baik
itu asuransi jiwa, pendidikan hingga asuransi kendaraan. Dalam konsep asuransi,
orang yang berstatus sebagai pemakai jasa asuransi punya kewajiban untuk
menyetorkan sejumlah uang atau premi dalam jangka waktu dan jumlah yang telah
ditentukan. Disamping itu, mereka juga punya hak untuk ditanggung resikonya
apabila resiko itu tercantum dalam perjanjian sebelumnya. Lalu, apa pengertian dari
asuransi itu?
Menurut Undang-Undang No. 1 th 1992, asuransi diartikan sebagai perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan. (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian)
Asuransi dalam bahasa Arab disebut At-ta’min yang berasal dari kata amanah.
Amanah berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari
rasa takut. Istilah men-ta’min-kan sesuatu berarti seseorang membayar atau
memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya
mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang (Amrin, 2006 : 3).
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.
21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah, asuransi syariah
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau
pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan

2
syariah. Asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang
dikenal dengan istilah ta’awun, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling
menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota peserta asuransi
syariah dalam menghadapi malapetaka.

B. Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional


Semua kontrak asuransi bertumpu atas prinsip-prinsip:
a. Ketidakpastian (gharar) yang artinya adanya ketidakpastian sumber dana
yang dipakai untuk membayar klaim dari pemegang polis asuransi,
b. Unsur spekulasi atau perjudian (maysir) artinya adanya kemungkinan salah
satu pihak yang diuntungkan sedangkan pihak lainnya dirugikan,
c. Unsur bunga uang (riba) artinya adanya kemungkinan dana asuransi yang
terkumpul dari pembayaran premi di bungakan, yang kemungkinan sering
terjadi atau tercantum di dalam perjanjian antara perusahaan-perusahaan
asuransi dengan tertanggung. (Riski Redhika, 2014: 323)
Untuk menghindari semua unsur-unsur yang diharamkan tersebut, maka
munculah perusahaan asuransi yang berbasis syariah. Tujuan dari asuransi syariah
adalah untuk saling melindungi dan tolong menolong. Ditegaskan dalam Al-
Qur’an, yang artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksaannya.” (Q.S. al-Maidah (5): 2). Ayat Al-Qur’an tersebut mengingatkan kita
agar selalu tolong-menolong dalam berbuat kebajikan dan melarang kita untuk
tidak saling tolong-menolong dalam berbuat dosa.
Di samping prinsip dasar seperti tolong-menolong, asas keadilan dan
menghindari kezaliman, lembaga atau perusahaan asuransi syariah juga harus
mengembangkan sebuah manajemen asuransi secara mandiri, terpadu, profesional
serta tidak menyalahi aturan dasar yang telah diatur dalam hukum syariah Islam.
Untuk menjaga agar sesuai dengan syariat Islam, maka setiap asuransi harus ada
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Hal inilah yang membedakan antara asuransi
syariah dengan asuransi konvensional. (Riski Redhika, 2014 : 324)

3
Adapun menurut Nur Hidayati (2014 : 6-12) dalam membedakan antara
asuransi syariah dengan asuransi konvensional, ada 3 klasifikasi penting, yaitu :
1. Berdasarkan Tujuan
Tujuan utama dari perusahaan asuransi konvensional adalah murni bisnis.
Seperti kebanyakan bisnis lain tujuan tersebut adalah untuk mendapatkan profit
yang besar. Hal ini terlihat dari dana yang diperoleh dari premi nasabah, semuanya
menjadi milik perusahaan.
Sedangkan asuransi syariah, tujuan utamanya bukanlah untuk mendapatkan
laba yang besar. Tujuan utama asuransi syariah adalah mencari keuntungan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan perjuangan umat. Hal ini terlihat dari visi dan misi
yang diemban oleh asuransi syariah, yaitu: misi aqidah, misi ibadah, misi
isghtishodi, dan misi keumatan.
Perbedaan tujuan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah akan
berpengaruh kepada pelaksanaan usaha asuransi tersebut. Transaksi yang sama
antara kedua asuransi tersebut bisa berbeda cara pengakuannya. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan tujuan yang harus dicapai oleh asuransi konvensional dan
asuransi syariah. (Sholihin, 2010 : 72)
2. Berdasarkan Prinsip
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, asuransi konvensional
memiliki 6 prinsip dasar yang digunakan yaitu:
a. Insurable interest adalah hak mengasuransikan yang timbul dengan adanya
hubungan keuangan antara yang tertanggung dan obyek pertanggungan serta
dilindungi hukum atau sah menurut hukum yang berlaku.
b. Utmost good faith adalah kedua belah pihak yang terlibat dalam asuransi
secara timbal balik harus didasari kesepakatan asuransi dengan itikad yang
baik.
c. Proximate cause merupakan prinsip yang berkaitan dengan masalah yang
akan timbul jika terjadi peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian-
kerugian bagi pihak yang tertanggung.
d. Indemnity merupakan metode dan sistem yang diperlukan dalam proses
penggantian kerugian.

4
e. Subrogation merupakan prinsip yang berhubungan dengan keadaan ketika
kerugian yang dialami tertanggung akibat dari pihak ketiga (orang lain).
f. Contribution berarti ketika perusahaan asuransi telah membayar ganti rugi
kepada pihak tertanggung, maka perusahaan berhak menuntut perusahaan
asuransi lain yang terlibat ke dalam obyek tersebut untuk membayar kerugian
sesuai dengan prinsip contribution.
Prinsip yang dijadikan pegangan dalam akuntansi islami adalah prinsip
pertanggungjawaban atau akuntabilitas, keadilan, transparan, dan kejujuran
(amanah) (Amrin, 2009 : 7). Menurut kami, apabila penerapan akuntansi tidak
dilandasi kejujuran dan transparansi maka akan terjadi rekayasa dan kecurangan.
Hal ini akan bertentangan dengan prinsip akuntansi islami.
Menurut PSAK 108 tentang akuntansi transaksi asuransi syariah, prinsip dasar
dalam asuransi syariah adalah saling tolong menolong (ta’awun) dan saling
menanggung (takaful) antara sesama peserta asuransi. Tolong menolong dalam
bahasa Al-Qur‟an disebut ta’awun adalah inti dari semua prinsip dalam asuransi
syariah (Sula, 2004 : 229).
3. Berdasarkan Sistem
Sistem akuntansi pada asuransi syariah menggunakan cash basis, yaitu
mengakui pendapatan dan beban saat kas sudah benar-benar masuk ataupun keluar
atau mengakui apa yang benar-benar dimiliki perusahaan. Sedangkan sistem
akuntansi pada asuransi konvensional menggunakan accrual basis, yaitu mengakui
ketika terjadinya suatu transaksi tanpa mempedulikan adanya aliran kas masuk
ataupun keluar.
Menggunakan accrual basis dalam akuntansi asuransi syariah tidak
diperkenankan. Hal ini karena accrual basis dianggap bertentangan dengan syariah
karena telah mengakui suatu transaksi yang telah terjadi. Padahal belum tentu
transaksi tersebut dapat terealisasi di masa yang akan datang karena berbagai
kemungkinan bisa saja terjadi.
Penetapan bentuk akad pada asuransi syariah akan berdampak langsung pada
sistem akuntansi yang diterapkan dalam asuransi syariah. Akad sendiri merupakan

5
perjanjian tertulis antara dua pihak atau lebih. Ada dua akad dalam akuntansi
syariah, yaitu akad mudharabah dan akad wakalah.
Akad mudharabah ada pemisahan pengelolaan dana antara dana pemegang
saham dengan peserta asuransi. Dana yang dikelola oleh operator merupakan milik
peserta dan dana tersebut tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan pemegang
saham. Sistem akuntansi yang digunakan harus dipisahkan antara akuntansi dana
pemegang saham dan peserta asuransi.
Akad wakalah tidak terdapat pemisahan pengelolaan dana seperti pada akad
mudharabah. Perusahaan menerima dana tabarru dari peserta dan dana tersebut
dapat dipergunakan untuk semua kegiatan perusahaan. Dana yang diperoleh dari
pemegang saham dan dari peserta asuransi dapat dicampur sehingga tidak harus
dipisahkan antara akuntansi pemegang saham dan peserta asuransi. (Maryati Ulfi,
2007)
Premi asuransi syariah terdiri atas dua unsur yaitu tabungan dan tabarru.
Tabarru adalah derma kebajikan atau iuran kebajikan yang telah diniatkan oleh
peserta untuk dana tolong-menolong apabila ada peserta lain yang terkena musibah.
Dana tersebut tidak dapat digunakan sebagai biaya komisi agen dan uang jalan bagi
agen. Jika peserta, mengundurkan diri, uang premi akan dikembalikan sepenuhnya,
kecuali dana tabarru. Premi asuransi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika
diterima secara tunai. (Anwar, 2007:36).
Dalam praktik akuntansi konvensional, premi asuransi diakui sebagai
pendapatan, walaupun premi asuransi belum dibayarkan. Sedangkan dalam
asuransi syariah, angsuran atau premi dan laba dari investasi benar-benar diakui
sebagai pendapatan jika perusahaan telah menerimanya secara tunai. (Sula, 2004 :
397)
Pada praktik asuransi konvensional beban retakaful yang terjadi selama masa
perjanjian diakui sebagai asuransi awal yang dikover. Sedangkan dalam akuntansi
asuransi syariah beban retakaful selama masa perjanjian diakui sebagai utang
sampai angsuran atau premi takaful tersebut dibayarkan. Beban retakaful diakui
sebagai pendapatan apabila dibayar lebih awal. (Sula, 2004 : 398)

6
Akuntansi asuransi konvensional dana asuransi yang terhimpun akan dikelola
untuk kepentingan bisnis perusahaan. Keuntungan yang diperoleh akan dinikmati
oleh perusahaan dan pemegang saham. Sedangkan pada akuntansi asuransi syariah,
dana asuransi takaful yang terhimpun akan dikelola dengan konsep mudharabah.
Dengan konsep mudharabah ada pemisahan pengelolaan dana antara dana
pemegang saham dengan peserta asuransi. (Sula, 2004 : 397)
Dalam asuransi konvensional surplus dari investasi ditransfer ke pemegang
saham sebagai pendapatan. Sedangkan pada asuransi syariah hanya laba dari dana
investasi yang dibagikan antara peserta dan perusahaan sesuai ang diperjanjikan.
Akuntansi asuransi konvensional keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan
asuransi diakui sebagai laba perusahaan. Sedangkan pada akuntansi asuransi
syariah apabila terdapat keuntungan dibagikan berdasarkan rasio pembagian
keuntungan yang telah disepakati antara perusahaan dan peserta (Sula, 2004:398).

C. Kondisi Asuransi Syariah Di Indonesia


Pada dasarnya pengelolaan keuangan menggunakan prinsip syariah, termasuk
didalamnya asuransi telah mendapat perhatian yang cukup kuat di mata masyarakat
Indonesia secara filosofis, sosiologis maupun yuridis. Dalam aspek yuridis saja,
kita tau bahwa asuransi syariah telah diakui secara sah oleh pemerintah. Secara
sosiologis, kami menilai bahwa masyarakat bisa dengan mudah menerimanya.
Begitu juga apabila dikaitkan dengan pandangan filosofis, kita yakin bahwa tujuan
dari praktek asuransi syariah ini mendukung kemaslahatan bersama sehingga sesuai
dengan cita-cita bangsa ini.
Di Indonesia, asuransi syariah baru ada pada akhir tahun 1994 yaitu dengan
berdirinya Asuransi Takaful Indonesia yang diprakarsai oleh Tim Pembentuk
Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) dan dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan
Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari
Departemen Keuangan, dan Pengusaha Muslim Indonesia. Pertumbuhan
perusahaan perasuransian syariah di Indonesia sediri mengalami pertumbuhan yang
lumayan baik. Perkembangan asuransi syariah di Indonesia ditandai dengan jumlah
perusahaan asuransi syariah per 31 Desember 2015 adalah 55 perusahaan yang

7
terdiri dari 8 perusahaan asuransi syariah (pure syariah), 44 perusahaan asuransi
yang memiliki unit syariah, dan 3 perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah.
Jumlah ini meningkat dari tahun 2011 yakni sejumlah 43 perusahaan. (Buku
Perasuransian OJK, 2015).
Dibalik perkembangan asuransi syariah di Indonesia yang mengalami
peningkatan, industri asuransi syariah di Indonesia memang masih tertinggal
dibanding dengan negara lain. Ada hal yang menunjukkan bahwa tidak banyak
masyarakat yang menikmati asuransi. Perusahaan asuransi, baik syariah maupun
konvensional kebanyakan membidik masyarakat kelas atas. Hal ini dikarenakan
masyarakat kelas atas lebih sadar asuransi dibandingkan dengan masyarakat kelas
bawah. Kondisi ini terkait juga dengan tingkat kesejahteraan dan pemahaman
masyarakat akan asuransi. Paradigma berasuransi di masyarakat saat ini identik
dengan kematian, kecelakaan, atau sakit. Sehingga ketika seseorang diajak
berasuransi atau ditawari polis asuransi, mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan
finansial diri sendiri dan keluarga. (Muhammad Maksum, 2011 : 15)
Jika paradigma ini dibiarkan terus-menerus hidup dalam masyarakat,
perkembangan asuransi, baik syariah maupun konvensional akan menjadi lambat.
Untuk menghilangkan paradigma tersebut, diperlukan edukasi dan sosialisasi ekstra
dari perusahaan asuransi untuk menyadarkan masyarakat tentang manfaat asuransi.
Asuransi adalah upaya melindungi diri dan keluarga dari berbagai risiko. Oleh
sebab itu, paradigma masyarakat tentang asuransi, harus diubah dan diganti menjadi
pesan kesejahteraan dan tolong menolong, sesuai dengan prinsip asuransi syariah.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan materi diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa asuransi
merupakan suatu program yang berfungsi sebagai pengalihan resiko dari nasabah
suatu perusahaan syariah kepada perusahaan syariah yang bersangkutan. Seperti
yang selalu ditekankan sebelumnya bahwa asuransi syariah dan konvensional tidak
memiliki perbedaan apabila dilihat secara kasat mata dari fungsinya. Yang
membedakan keduanya adalah proses, tujuan, dan sistem pengelolaanya.
Dari perbedaan-perbedaan tersebut, asuransi syariah memang nampak lebih
bersahabat dengan kondisi manusia saat ini. Maka tidak heran apabila posisi
asuransi syariah akan menggeser eksistensi dari asuransi konvensional suatu hari
nanti. Hal ini ditunjukan dengan semakin banyaknya, perusahaan asuransi syariah
yang tumbuh Di Indonesia.
Namun, dari pesatnya pertumbuhan tersebut ternyata terdapat satu problem
yang fundamental. Pertumbuhan tersebut ternyata tidak diiringi dengan tumbuhnya
kesejahteraan rakyat kecil, karena asuransi pada dewasa ini dinikmati oleh
masyarakat menengah keatas.

B. Saran
Dengan ditulisnya makalah ini, penulis berharap agar para pembaca terbuka
pengetahuan dan kesadaranya bahwa meskipun perkembangan asuransi syariah
semakin pesat, namun hal itu tidak diikuti dengan kesejahteraan masyarakat kelas
bawah. Hal tersebut menjadi suatu ironi di tengah kehidupan kita, karena ditengah
pesatnya pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia namun tidak diimbangi dengan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan ini diharapkkan agar
para pembaca tumbuh kesadaranya untuk mencari solusi agar dapat tercapai cita-
cita negeri ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Amrin, Abdullah. 2006. Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah


Asuransi Konvensional. Jakarta: PT Elex Media Komputind
Amrin, Abdullah. 2009. Bisnis, Ekonomi, Asuransi, dan Keuangan. Jakarta:
Grasindo
Anwar, Khoiril. 2007. Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat. Solo: Penerbit Tiga
Serangkai
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 21/DSNMUI/X/2001
tentang pedoman umum asuransi syari‟ah
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 2010. Bandung: Citra Umbara
Kristianto, Djoko. 2009. “Implikasi Akuntansi Syariah dan Asuransi Syariah dalam
Lembaga Keuangan Syariah” dalam Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi
Informasi Vol 7 No. 1
Maryati, Ulfi. 2007. “Analisis Laporan Keuangan Pada Perusahaan Asuransi Bagi
Hasil” dalam Jurnal Akuntansi dan Manajemen Politeknik Negeri Padang
Vol 2 No. 2 Juni 2007
Muhammad Maksum. “Pertumbuhan Asuransi Syariah di Dunia dan Indonesia”.
Jurnal AL-IQTISHAD, Volume 3, No. 1, Januari 2011.
Nur Hidayati Rosidah. “Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah : Perbedaan
dalam Lingkup Akuntansi”.
Rizki Redhika dan Kasyful Mahalli. “Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan
Asuransi Syariah di Kota Medan”. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.2
No.5.
Sholihin, Ahmad Ifham. 2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah: Life and General: Konsep dan
Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani Press.

10

Anda mungkin juga menyukai