Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi
dan interaksi sosial. Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai
penelitian klinis hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab autisme.
Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa Autisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
muktifaktorial dengan banyak ditemukan kelainan pada tubuh penderita. Beberapa ahli
menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat gangguan biokimia, ahli lain
berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Terdapat juga
pendapat seorang ahli bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang
salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan
pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk
autisme.
Tetapi beberapa penelitian menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan
diperberat oleh banyak hal, salah satunya karena manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun
1995 melaporkan autism berkaitan erat dengan alergi. Menage P tahun 1992
mengemukakan bahwa didapatkan kaitan IgE dengan penderita Autism. Obanion dkk 1987
melaporkan setelah melakukan eliminasi makanan beberapa gejala autisme tampak
membaik secara bermakna. Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang
menunjukkan adanya perbaikan gejala pada anak autism yang menderita alergi, setelah
dilakukan penanganan elimnasi diet alergi.
Beberapa laporan lain mengatakan bahwa gejala autism semakin buruk bila
manifestasi alergi itu timbul. Autisme diartikan oleh Lei Kanner dalam penelitiannya pada
tahun 1943 adalah suatu gangguan metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan kelainan
pada seseorang sehingga secara tidak langsung individu tersebut dapat dikatakan “ hidup
dalam dalam dunianya sendiri” (Dr. Melly Budhiman, 2002).

1
Autisme infatil adalah salah satu kelainan psikosis (istilah umu yang dipakai untuk
menjelasakan suatu perilaku aneh dan tak dapat diprediksi berlanjut) yang berarti penarikan
diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain yang terjadi pada masa usia
anak-anak (M.Sacharin, 1993).
Autisme adalah ketidakmampuan anak untuk mengerti perilaku, apa yang mereka
lihat, dengan yang mengakibatkan masalah yang cukup berat dalam hubungan sosialnya.
Autisme merupakan istilah untuk sekumpulan gejal / masalah gangguan
perkembangan pervasif pada 3 tahun pertama kehidupan karena adanya abnormalitas pada
pusat otak, sehingga terjadi gangguan dalam interaksi sosialgangguan komunikasi dan
gangguan perilaku.
Autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif yang
ditandai dengan gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi dan adanya suatu
pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku minatdan kegiatan yang terjadi
pada anak sebelum umur 3 tahun. Autisme bukanlah penyakit menular namun suatu
gangguan perkembangan yang luas yang ada pada anak. Bahkan ada seorang ahli yang
mengatakan bahwa autisme merupakan dasar dari manusia yang berkepribadian ganda
(scizhophren).
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang
pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002
disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang
kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan
semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini
penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan
dokter di dunia. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 – 15.000 anak
dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam
10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal
tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1
diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 – 4
: 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.

2
Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa
persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austime dapat mencapai
150 – 200 ribu orang.
ADHD menjelaskan kondisi anak -anak yang memperlihatkan simtom- simtom
(ciri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif,dan impulsif yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka. Kenyataannya, ADHD ini
tidak selalu disertai dengan gangguan hiperaktif. Oleh karena itu, makna istilah
ADHD di Indonesia, lazimnya diterjemahkan menjadi Gangguan Pemusatan Perhatian
dengan/tanpa Hiperaktif (GPP/H). Anak yang mengalami ADHD atau GPP/H kerap
kali tumpang tindih dengan kondisi- kondisi lainnya, seperti disleksia (dyslexia),
dispraksia (dyspraxsia), gangguan menentang dan melawa n (oppositional defiant
disorderlODD). Selanjutnya pada tulisan ini akan digunakan istilah ADHD.
ADHD merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi pada masa anak dan
dapat berlangsung sampai masa remaja. Gangguan perkembangan tersebut berbentuk
suatu spectrum, sehingga tingkat kesulitannya akan berbeda dari satu anak dengan anak
yang lainnya. ADHD pertama kali ditemukan pada 1902 oleh seorang dokter Inggris,
Profesor George F. Still, di dalam penelitiannya terhadap sekelompok anak yang
menunjukkan suatu "ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian, gelisah,
dan resah'." la menemukan, bahwa anak-anak tersebut memiliki kekurangan yang serius
'dalam hal kemauan' yang berasal dari bawaan biologis. Anggapannya, bahwa
gangguan tersebut disebabkan oleh sesuatu 'di dalam' diri anak dan bukan karena faktor-
faktor lingkungan.Pendapat lain menyatakan, bahwa ADHD disebabkan oleh epidemi
encephalitis (peradangan otak) yang menyebar ke seluruh dunia yang terjadi sejak
1917-1926. Bagi banyak anak yang bertahan hidup, hal itu dapat menimbulkan
berbagai masalah perilaku, termasuk mudah marah, perhatian yang lemah,dan
hiperaktif. Anak-anak yang mengalami trauma kelahiran, luka di bagian otak, atau
mengalami keracunan memperlihatkan masalah tingkah lakua yang diberi nama 'brain
injured child syndrome' yang terkadang dikaitkan dengan terbelakang mental.
Diperkirakan sekitar 2-20% anak usia sekolah di Amerika Serikat mengalami ADHD
dan rasio anak laki-laki: perempuan berkisar antara 3-5 berbanding.

3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Autisme dan ADHD


Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan
realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305).
Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal,
aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30
bulan.(Behrman, 1999: 120.
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk
mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan,
perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305).
Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock
dan sadock 2000).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan
perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas
imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan antar
pribadi (umur 30 bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena
ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas.
Attention-deficit/ hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kelainan
neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan suatu
keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia sekolah, dan merupakan
gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak. ADHD ditandai oleh kurangnya
kemampuan memusatkan perhatian, termasuk peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk
mempertahankan perhatian; kesulitan mempertahankan kontrol impuls, overaktifitas
motorik dan kegelisahan motorik.

5
B. Etiologi Autisme dan ADHD
Penyebab kelainan ini masih belum diketahui secara pasti dan masih dalam tahap penelitian.
Penyebab / etiologi autisme yaitu sebagai berikut:
1. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil)
2. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti)
3. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak
menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur
serebellum, lesi hipokompus otak depan.
4. Kelainan otak organik, hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan SSP yaitu jumlah
serat Purkinje Cerebellum yang diikuti oleh dampak menurunnya jumlah serotonin
sehingga jumlah rangsang informasi antar otak menurun. Pada struktur sistem limbik otak
yang mengatur emosi juga mengalami kelainan.Penyakit otak organik dengan adanya
gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta kejang epilepsy.
5. Lingkungan yang terpapar oleh organisme atau bahan beracun seperti virus, jamur, rubella,
herpes toxoplasma dalam vaksin imunisasi MMR (Mums, Measles, Rubella), zat aditif
yaitu MSG, pewarna, ethil mercury (Thimerosal) dalam pengawetmakanan, serta beberapa
logam berat seperti Arsen (As), Cadmium (Cd), Raksa (Hg), Timbal (Pb), alergi berat,
obat-obatan, jamu peluntur, muntah hebat, perdarahan berat.
6. Adanya gangguan pencernaan dan radang dinding usus karena alergi sehingga terjadi
ketidak sempurnaan pencernaan kasein dan gluten.
7. Faktor genesis atau keturunan (yang diperkirakan menjadi penyebab utama) dan kelainan
gen yang dapat menyebabkan gangguan proses sekresi logam berat dari tubuh yang dapat
berdampak pada keracunan otak. Hal ini dapat menjadi pencetus autisme jika ada faktor
pemicu lain yang ikut berperan.
Faktor pemicu lain yang berperan dalam timbulnya gejala Autisme adalah :
a. Kelainan Otak Organik
Bagian otak yang mengalami kelainan adalah :
1) Lobus Parietalis otak, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.
2) Otak kecil (cerebellum) pada lobus VI dan VII yang bertanggung jawab pada proses
sensoris, daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi

6
(perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinje di otak kecil yang sangat sedikit,
sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin, lalu terjadi
kekacauan impuls di otak.
3) Sistem Limbik yang disebut hippocampus dan amygdala, yang
mengganggu fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Amygdala bertanggung
jawab terhadap berbagai rangsang sensoris, Hippocampus bertanggung jawab
terhadap fungsi belajar dan daya ingat, sehingga terjadilah kesulitan menyimpan
informasi baru.
b. Faktor Genetika
Diperkirakan adanya kelainan kromosom pada anak autisme.
c. Gangguan Kehamilan dan Kelahiran
1) Gangguan pada ibu saat kehamilan semester pertama
2) Faktor pemicunya adalah : infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida), logam berat
(Pb, Al, Hg, Cd), zat aditif (MSG, pengawet, pewarna), alergi berat, obat-obatan,
jamu peluntur, hiperemesis dan perdarahan hebat.
3) Kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi
pada janin serta pemakaian forcep.
d. Lingkungan
Terjadi sesudah lahir yaitu infeksi ringan-berat pada bayi oleh karena imunisasi MMR
dan Hepatitis B (masih kontroversi), logam berat, zat pewarna dan pengawet, protein
susu sapi (kasein), protein tepung terigu (gluten), infeksi jamur akibat pemakaian
antibiotik yang berlebihan.

Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari tetapi belum ada satu
pun penyebab pasti yang tampak berlaku bagi semua gangguan yang ada. Berbagai
virus, zat-zat kimia berbahaya yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor
genetika, masalah selama kehamilan atau kelahiran, atau apa saja yang dapat
menimbulkan kerusakan perkembangan otak, berperan penting sebagai faktor
penyebab ADHD ini. Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi penyebab
terjadinya ADHD. faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula

7
penelitian yang menyebutkan bahwa faktor-faktor sosial dan lingkunganlah yang
lebih berperan. Ada dugaan kuat bahwa televisi, komputer, dan videogame
mempunyai andil dalam memunculkan atau memperberat gejala ini. Anak dengan
ciri ADHD tetapi tidak ditemukan adanya kelainan neurologis, penyebabnya diduga
ada kaitan dengan faktor emosi dan pola pengasuhan.
Menurut Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, 20003 (dalam MIF
Baihaqi & Sugiarmin, 2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor yang
berpengaruh terhadap munculnya ADHD , yaitu:
1. Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting
dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota keluarga
ADHD memiliki gangguan, yaitu jik orang tua mengalami ADHD, maka
anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu
mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.
2. Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa
terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang
muncul pada kerusakan fungsi lobus prefrontl. Demikian juga penurunan
kemampuan pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan
dengan fungsi lobus prefrontal.

C. Manifestasi Klinis Autisme dan ADHD


Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme yaitu sebagai berikut :
1. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak atau
kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang
didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual kelainan
pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial
abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang
memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat

8
memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak austik mungkin terisolasi,
berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan
menghabiskan waktu untuk bermain sendiri
2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit,
keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek.
Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak tercenggang
dengan objek mekanik.
4. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara
lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa
dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan .
5. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
6. Kontak mata minimal atau tidak ada.
7. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan menggosok
permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap rangsangan,
sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut terhadap suara
keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada rangsangan lain.
8. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emosional
9. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat berbicara,
pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal, bentuk bahasa
aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar
umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
10. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
11. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan mata,
wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.

Karakteristik prinsip dari ADHD adalah inatensi, hiperaktifitas, dan impulsivitas yang
mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-anak. Biasanya gejala hiperaktifitas dan
impulsivitas mendahului inatensi. Gejala yang berbeda dapat muncul pada tempat yang
berbeda dan tergantung pada situasi. Anak-anak bisa jadi tidak dapat duduk dengan

9
tenang di kelasnya atau suka mengacau di sekolah, sedangkan tipe inatensi sering terlihat
melamun. Anak yang impulsif suka bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, sehingga
sering dianggap memiliki masalah dengan kedisiplinan. Sedangkan anak-anak yang pasif
atau lebih banyak diam dapat terlihat tidak memiliki motivasi. Semua anak ADHD terkadang
terlihat gelisah, terkadang bertindak tanpa berpikir, terkadang dapat terlihat melamun.
Saat hiperaktifitas anak, distraktibilitas, konsentrasi yang kurang, atau impulsivitas mulai
berpengaruh pada penampilan anak di sekolah, hubungan sosial dengan anak lain, atau perilaku
anak di rumah maka terjadinya ADHD dapat diperkirakan.

Oleh karena gejalanya bervariasi pada tempat yang berbeda, maka ADHD sulit
didiagnosis terutama bila inatensi menjadi gejala utamany. Anak yang hiperaktif biasanya
akan terus bergerak. Mereka suka menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya, menyentuh
atau bermain dengan apa saja yang dilihatnya, atau bicara tanpa henti. Anak tersebut menjadi
sangat sulit untuk duduk diam saat makan ataupun di sekolah. Mereka suka menggeliat
dan gelisah di tempat duduknya atau suka mengelilingi kamar. Mereka juga suka
menggoyang-goyangkan kakinya, menyentuh segala sesuatu, atau membuat keributan dengan
mengetuk-ketukan pensilnya. Sedangkan remaja atau orang dewasa yang hiperaktif lebih
sering merasakan.

D. Patofisiologi Autisme dan ADHD


Diperkirakan bahwa genetik merupakan penyebab utama dari autisme. Tapi selain itu
juga faktor lingkungan misal terinfeksi oleh bahan beracunyang akan merusak struktur tubuh.
Selain itu bahan-bahan kimia juga dapat menyebabkan autisme.karena kita ketahui bahwa bila
bahan tersebut masuk dalam tubuh akan merusak pencernaan dan radang dinding usus karena
alergi. Bahan racun masuk melalui pembuluh darah yang bila tidak segera diatasi bisa menuju
ke otak kemudian bereaksi dengan endhorphin yang akan mengakibatkan perubahan perilaku.
Anak dengan autisme mengalami gangguan pada otaknya yang terjadi karena infeksi
yang disebabkan oleh jamur, logam berat, zat aditif, alergi berat,obat-obatan, kasein dan
gluten. Infeksi tersebut terjadi pada saat bayi dalam kandungan maupun setelah lahir. Kelainan
yang dialami anak autisme terjadi pada otak bagian lobus parietalis, otak kecil (cerebellum)
dan pada bagian sistem limbik. Kelainan ini menyebabkan anak mengalami gangguan dalam

10
berpikir, mengingat dan belajar berbahasa serta dalam proses atensi. Sehingga anak dengan
autisme kurang berespon terhadap berbagai rangsang sensoris dan terjadilah kesulitan dalam
menyimpan informasi baru.

Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa area kortek
frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal kortek itu sendiri,
merupakan area utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap patofisiologi ADHD.
Mekanisme inhibitor di kortek, sistem limbik, serta sistem aktivasi reticular juga
dipengaruhi. ADHD dapat mempengaruhi satu, dua, tiga, atau seluruh area ini sehingga
muncul tipe dan profil yang berbeda dari ADHD. Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus
frontal berfungsi untuk mengatur agar pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang
terfokus, membuat keputusan yang baik, membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa
yang telah kita pelajari,serta dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme
inhibisi di kortek befungsi untuk mencegah agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu
yang tidak terkontrol, serta marah pada keadaan yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70
% dari otak kita berfungsi untuk menghambat 30 % yang lain. Pada saat mekanisme inhibitor
dari otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka hasilnya adalah apa yang
disebut dengan ”dis-inhibitor disorder” seperti perilaku impulsif, quick temper, membuat
keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lainlain. Sedangkan sistem limbik mengatur emosi dan
kewaspadaan seseorang. Bila system limbik teraktivasi secara berlebihan, maka seseorang
memiliki mood yang labil, temperamen yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut,
selalu menyentuh apapun yang ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem
limbik yang normal mengatur perubahan emosional yang normal, level energi normal, rutinitas
tidur normal, dan level stress yang normal. Disfungsi dari sistem limbik mengakibatkan
terjadinya masalah pada hal tersebut.

Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek prefrontal mesial
kanan penderita ADHD menunjukkan penurunan aktivasi. Selama pemeriksaan juga terlihat
hambatan respon motorik yang berasal dari isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD
juga menunjukkan aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan
kaudatum kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi lobus frontal

11
adalah katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dannoradrenergik terlihat sebagai fokus
utama aktifitas pengobatan yang digunakan untuk penanganan ADHD. Dopamin merupakan
zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial, serta mengontrol
aktivitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan
perasaan. Dukungan terhadap peranan norepinefrin dalam menimbulkan ADHD juga
ditunjukkan dari hasil penelitian yang menyatakan adanya peningkatan kadar norepinefrin
dengan penggunaan stimulan dan obat lain seperti desipramine efektif dalam memperbaiki
gejala dari ADHD. Pengurangan gejala juga terlihat setelah penggunaan monoamine oxidase
inhibitor, yang mengurangi pemecahan terhadap norepinefrin sehingga kadar norepinefrin
tetap tinggi dan menyebabkan gejala ADHD berkurang.

E. Penatalaksanaan Autisme
1. Terapi perilaku misal dengan Tx. Okupasi, Tx. Wicara, sosialisasi dengan menghilangkan
perilaku yang tidak benar. Terapi perilaku pada anak dengan autisme berguna untuk
mengurangi perilaku yang tidak lazim dan menggantinya dengan perilaku yang bisa
diterima oleh masyarakat.
a. Terapi Okupasi
Terapi okupasi pada anak dengan autisme bertujuan untuk membantu menguatkan,
memperbaiki koordinasi dan ketrampilan ototnya karena kadang anak autisme juga
mempunyai perkembangan motorik yang kurang baik.
b. Terapi Wicara
Speech Therapy merupakan suatu keharusan karena semua penyandang autisme
mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa
c. Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar
Terapi ini dimulai dari kepatuhan dan kontak mata, kemudian diberikan pengenalan
konsep atau kognitif melalui bahasa reseptif dan ekspresif. Setelah itu barulah anak
dapat diajarkan hal-hal yang bersangkutan dengan tata krama.
2. Terapi Biomedik
Obat-obatan untuk autisme sifatnya sangat individual dan perlu berhati-hati, sebaiknya
dosis dan jenisnya diserahkan kepada dokter spesialis yang memahami autisme. Jenis obat,
12
food suplement dan vitamin yang sering dipakai saat ini untuk anak autisme adalah
risperidone (Risperdal), ritalin, baloperidol, pyridoksin (vit. B6), DMG (vit. B15), TMG,
magnesium, omega-3 dan omega- 6.
3. Sosialisasi school regular
Anak dengan autisme yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik
dapat dicoba untuk memasuki sekolah normal sesuai dengan umurnya.
4. Sekolah Khusus.
Di dalam pendidikan khusus ini biasanya telah diramu terapi perilaku, terapi wicara dan
terapi okupasi dan bila perlu dapat ditambah dengan terapi obat-obatan, vitamin dan nutrisi
yang memadai.
Pada saat ini masih belum terdapat terapi medis maupun psikologis yang dianggap
efektif dalam proses penyembuhan autis ini. Tujuan umum terapi pada autis ini menurut
Sacharin (1995) ialah untuk membantu mengatasi cacatnya dan mengembangkan
ketrampilan sosialnya. Farmakoterapi pada penderita auits hany a bermanfaat untuk
menangani masalah penyimpangan perilaku ( gelisah, selalu ribut, dan berusaha untuk
melukai diri sendiri)yaitu dengan Tionidazin dan Klorpromazin. Keadaan tidak bisa tidur
dapat diatasi dengan Sedatif(Kloralhidrat), konvulsi dapat diatasi dengan Antikonvulsant,
dan hiperkinesis dapat diatasi dengan diit bebas pengawet. Metode terapi non farmakologis
dapat berupa dukungan Reward-punishment yaitu pemberian haida sebagai dorongan
positif dan dorongan negatif berupa hukuman.
Sedangkan pada terapi yang diterapkan oleh Dr. Amdreas Rett (Peduliautisme.org)
didapatkan 3 buah langkah terapi yang disebut dengan istilah Rehabilitasi :
1. Tahapan yang pertama adalah Rehabilitasi dasar, kegiatan ini ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan anak untuk menggerakkan tangan dan kaki, berbicara dan
mengenali suara senormal mungkin.
2. Tahap kedua adalah tahap Rehabilitasi lanjutan atau tahap fungsiologis yang nantinya
diarahkan untuk memulihakan kelemahan yang tak dapat diatasi pada tahap sebelumnya,
berisikan kegiatan pelatihan fisik lanjutan, pelatihan emosi kejiwaan, dan peningkatan
intelektualitasdasar anak secara padu dalam kelompok bermain.
3. Tahap ketiga adalah tahap Rehabilitasi antisipasi Plateu or Pseudo-Stationery Stage, yang

13
diarahkan pada terapis dan orang tua anak untuk terus mengawasi anak dari tahapan makin
sulit bergerrak ( Late Motor Deterioration) walaupun pada tahap 1 dan 2 telah mengalami
kemajuan. Bentuk lain dari terapi autis yang ada pada masa sekarang ini pelatihan oleh
sekolah autis yang bekerja sama dengan organisasi internasional penanggulangan autis
yang salah satu bentuk pengajarannya adalah dengan melatih anak dengan berbicara sambil
menatap wajah lawan bicara dan car duduk yang tenang. Informasi dalam bidang terapi
autis yang sedang trend saat ini adalah Kasein (susu, keju, yogurth, krim), dan Glutein
(terigu, tepung vanir, bulgur, gandum dan oath).
4. Keduanya adalah semacam protein enzim yang tak dapat dipecah oleh metabolisme tubuh
penderita autis, kerusakan mukosa kecil akan menyebabkan bahan masuk melalui
pembuluh darah. Bahan beracun dalam sawar darah terbawa ke otak dan kemudian beraksi
dengan endhorphin sehingga muncul gangguan perilaku. Terapi seperti ini disebut terapi
biomedis yang tujuannya adalah untuk memperbaiki sistem pencernaan dan menurunkan
jumlah alergen yang masuk. Prinsip dari kelainan autis adalah kemunculannya disebabkan
karena adanya daya tahan tubuh anak yang menurun, sehingga prinsip pengobatan ialah
untuk meningkatkan kekebalan tubuh klien.

F. Faktor Yang Mempengaruhi Kesembuhan autisme


1. Berat ringannya derajat
2. Usia anak pertama tidak ditangani secara benar dan teratur
3. Intensitas penanganan, metode menetapkan 40 jam perminggu
4. IQ anak

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak. Gejalanya sudah
tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka menjadi terganggu
terutama dalam komunikasi, interaksi dan perilaku. Anak-anak memperlihatkan keterlambatan
yang menonjol dalam perkembangan kognitif dan bahasa serta menampilkan perilaku tertentu
yang aneh, mungkin menggaruk-garuk atau mengayun-ayunkan tangan secara spontan, selalu
mengulang apa yang telah dikatakan orang lain, atau memperlihatkan ketertarikan yang tidak
biasa pada objek-objek tertentu (Ormrod, 2008: 246). Pada usia 2-3 tahun, di mana anak balita
lain mulai belajar bicara, anak autis tidak menampakkan tanda-tanda perkembangan bahasa.
Kadang kala ia mengeluarkan suara tanpa arti. Namun anehnya, sekali-kali ia bisa menirukan
kalimat nyanyian yang sering ia dengar. Tapi bagi dia, kalimat ini tidak ada maknanya.
Penyandang autisme menunjukkan gangguan komunikasi yang menyimpang. Gangguan
komunikasi tersebut dapat dilihat dalam bentuk keterlambatan bicara, tidak bicara, bicara
dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti (bahasa planet), atau bicara hanya meniru saja
(ekolalia). Gangguan perkembangan ini khas dimana pola normal penguasaan Bahasa
terganggu sejak awal perkembangan (Maslim, 2003: 130). Anak autisme tidaklah memiliki
fitur-fitur yang sama. Fitur pertama adalah anak yang selalu membisu atau tidak mengeluarkan
kata-kata. Akan tetapi, sejumlah anak yang cenderung diam, kadang-kadang mengucapkan
sesuatu. Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa sekitar 25-40% anak autis digambarkan
sebagai seorang yang bisu selama hidup. Hal itu terjadi karena mereka tidak berbicara atau
hanya berbicara beberapa kata yang memiliki makna komunikatif. Fitur kedua adalah anak
yang mengalami kehilangan bahasa. Sekitar seperempat orang tua dengan anak autis
melaporkan bahwa anak mereka mengalami kehilangan bahasa (Sastra, 2011: 134).
Kebanyakan anak penyandang autisme, mereka memperlihatkan keterlambatan yang menonjol
dalam perkembangan kognitif dan bahasa serta menampilkan perilaku tertentu yang aneh –
mungkin menggaruk-garuk atau mengayun-ayunkan tangan secara konstan, selalu

15
mengulang apa yang telah dikatakan orang lain, atau memperlihatkan ketertarikan yang tidak
biasa pada objek-objek tertentu . American Psychiatric Association (1994) dalam Ormrod
(2008: 246).

16
DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih.1995. Tumbuh Kembang Anak..Jakarta : EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1998. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika.

Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta

Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR.
Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta

Grad, L. Flick. (1998). ADD/ADHD Behavior-change Resource Kit. New York: The Center

for Applied R esearch in Education.

Support Group for ADHD Children and ADHD Adults. http://www.adhdnews.com/ Last update:
2005. Accessed: August 2 nd 2006.

American Psychiatric Association (1994) dalam Ormrod (2008: 246).

diagnosa keperawatan NANDA

Anda mungkin juga menyukai