Anda di halaman 1dari 71

UJI AKTIVITAS ENZIM α-AMILASE YANG DIPRODUKSI OLEH

JAMUR Trichoderma viride DENGAN FERMENTASI TERENDAM


(SUBMERGED FERMENTATION) PADA BERBAGAI VARIASI WAKTU
FERMENTASI

Skripsi

Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Kimia Pada Jurusan Kimia


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jenderal Achmad Yani

Oleh :
INDAH HANIFAH OKTAVIA
3212131021

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2017
“Bukanlah suatu aib jika kamu gagal dalam suatu usaha, yang merupakan
aib adalah jika kamu tidak bangkit dari kegagalan itu ”
(Ali bin Abu Thalib)

“dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh


kesayangan dan ucapkanlah: “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua
sebagaimana mereka telah mendidik aku diwaktu kecil”
(QS. Al-Isr, 17 ; 24)

“… Persembahan kecil ini kudedikasikan untuk Kedua Orang


Tuaku yang senantiasa memberikan do’a yang tak pernah putus
siang dan malam“
ABSTRAK

Produksi enzim α-amilase ekstraselular dapat dilakukan melalui metode


fermentasi terendam atau submerged fermentation menggunakan substrat pati 1%,
urea 0,1% dalam larutan buffer fosfat saline. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui waktu fermentasi optimum dalam menghasilkan produk enzim α-
amilase dari jamur Trichoderma viride. α-milase merupakan kelompok enzim
amilolitik yang menghidrolisis amilosa menjadi gula sederhana seperti glukosa.
Waktu fermentasi ditentukan dengan cara mengukur aktivitas pada variasi waktu
fermentasi dengan pati 1% dalam larutan buffer fosfat saline. Aktivitas enzim α-
amilase ditentukan dengan cara mengukur gula pereduksi yang dihasilkan selama
reaksi enzimatis secara spektrofotometri dengan menggunakan reagen DNS pada
panjang gelombang 540 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu
fermentasi optimum produksi enzim α-amilase dari Trichoderma viride
menggunakan fermentasi terendam atau submerged fermentation adalah 3 hari
pada suhu 30 oC dan pH 7.00 dengan didapatkan aktivitas tertinggi 296,27 U/mL

Kata Kunci: Trichoderma viride, α-amilase, Fermentasi terendam, Optimalisasi


produksi enzim

i
ABSTRACT

Extracellular enzyme α-amilase can be produced by saturating a starch substrate


for 1% and urea for 0,1% in a saline phosphate buffer liquid. That process is
called submerged fermentation. The aim of this research is to know the optimum
fermentation time in producing α-amylase from Trichoderma viride fungus. α-
amylase is a part of amilolitik enzym group. It hydrolizes amylose into a plain
sugar, i.e. sucrose. The fermentation time can be determined by measuring the
process in every fermentation time. The enzym α-amylase activity can be known
by surveying the reducing sugar which is produced during spectrophotometrical
enzymatic reaction using DNS reagents at 540 nm wave length. This research
shows that the optimum fermentation time in producing α-amylase from
Trichoderma viride fungus is 3 days with a temperature of 30 oC and with a pH of
7.00. In addition, the research presents the highest activity is in 296,27 U/mL.

Keywords: Trichoderma viride, α-amilase, Submerged Fermentation,


Optimalization of Enzyme Production.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan segala limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga

dengan IzinNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Aktivitas

Enzim α-amilase Yang Diproduksi Oleh Jamur Trichoderma viride dengan

Fermentasi Terendam (Submerged Fermentation) Pada Berbagai Variasi

Waktu Fermentasi ini bisa terwujud. Shalawat beriring salam hanyalah untuk

Rasulullah Muhammad SAW, yang melaluinya wahyu untuk membaca

diturunkan, sehingga menuntun umatnya menjadi manusia-manusia pembelajar.

Skripsi ini merupakan syarat dalam menempuh ujian akhir Sarjana Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Achmad Yani

Cimahi.

Skripsi ini merupakan bentuk kerja keras yang tidak akan selesai begitu saja

tanpa bimbingan, nasehat, dan pertolongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

izinkanlah Penulis dalam kesempatan ini menghaturkan ucapan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang dengan kerja keras dan do’a

merekalah Penulis sampai ditahapan penting dalam kehidupannya, untuk setiap

tetesan keringatnya yang menjadi pembakar semangat dan setiap do’a adalah

untuk masa depan penulis yang lebih baik, yang telah meyakinkan penulis untuk

tidak menyerah hingga skripsi ini terwujud.

iii
Pada kesempatan ini pula, dengan segala hormat Penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua yang telah membantu dalam

proses penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada:

1. Bapak Hernandi Sujono, S,Si., M.Si, selaku Dekan jurusan kimia di

Universitas Jendral Achmad Yani Cimahi.

2. Bapak Yulison Herry Chrisnanto, S.T., M.T, selaku Wakil Dekan 1 Jurusan

Kimia di Universitas Jendral Achmad Yani Cimahi.

3. Bapak Tacbir Hendro, S.Si., M.T, selaku Wakil Dekan 2 Jurusan Kimia di

Universitas Jendral Achmad Yani Cimahi

4. Bapak Drs. Senadi Budiman., M.Sc, selaku Wakil Dekan 3 dan selaku Wali

Dosen di Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi.

5. Ibu Rahmaniar Mulyani, S.Si., M.Si, selaku Ketua Jurusan kimia Universitas

Jenderal Achmad Yani Cimahi.

6. Ibu Dr. Valentina Adimurti K, selaku Pembimbing 1 di Universitas Jenderal

Achmad Yani Cimahi atas kerjasama dan ketersediaanya meluangkan waktu

dalam memberikan ilmu dan bimbingannya.

7. Bapak Briantono Djakaria B.Sc, M.T, selaku Pembimbing II atas kerjasama

dan ketersediaanya meluangkan waktu dalam memberikan ilmu dan

bimbingannya.

8. Bapak Rudi Harsono dan Ibu Sugiharti, selaku kedua orang tua dan kedua

adikku yang telah memberikan dukungan secara moril dan material kepada

penulis.

iv
9. Staff Dosen dan TU Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Jenderal Achmad Yani.

10. Teman-teman seperjuangan jurusan kimia UNJANI angkatan 2013 telah

memberikan semangat kepada penulis.

11. Dan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Tak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih jauh dari sempurna,

walaupun Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendekati

sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi saya sebagai

penulis dan untuk semua orang umumnya.

Jazza kumullahu khoiron katsiro.

Cimahi, Oktober 2017

Penulis

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................... 3
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian .................................................................... 3
1.4 Kegunaan Penelitian.................................................................................... 4
1.5 Metodologi Penelitian ................................................................................. 4
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
2.1 Amilum ....................................................................................................... 6
2.2 Enzim .......................................................................................................... 7
2.3.1 α –amilase (1,4-α-D-glukan-glukanohidrolase).................................... 10
2.3.2 β-amilase (1,4-α-D-glukan-maltohidrolase) ......................................... 11
2.3.3 γ-amilase (Glukoamilase) ..................................................................... 12
2.4 Jamur Trichoderma viride ......................................................................... 12
2.5 Jenis-Jenis Fermentasi ............................................................................... 14
2.5.1 Metode Solid State Fermentation (SSF) ............................................... 15
2.5.2 Metode Submerged Fermentation (SmF) ............................................. 15
2.6 Pertumbuhan Mikroorganisme .................................................................. 17
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................20
3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 20
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 21
3.2.1 Alat ....................................................................................................... 21

vi
3.2.2 Bahan .................................................................................................... 21
3.2 Prosedur Penelitian.................................................................................... 21
3.2.1 Pembuatan media .................................................................................. 22
3.2.2 Pembuatan larutan fosfat buffer saline (FBS)....................................... 22
3.2.3 Pembuatan media fermentasi ................................................................ 22
3.2.4 Peremajaan Trichoderma viride ........................................................... 23
3.2.5 Produksi enzim α-amilase..................................................................... 23
3.2.6 Penentuan aktivitas α-amilase .............................................................. 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................28
4.1 Peremajaan Trichoderma viride ................................................................ 28
4.2 Kurva Pertumbuhan Trichoderma viride .................................................. 29
4.3 Uji Karbohidrat Dengan Metode Iodin ..................................................... 31
4.4 Penentuan Panjang Gelombang dan Kurva Standar Glukosa ................... 32
4.5 Penentuan Waktu Fermentasi Optimum ................................................... 35
4.6 Analisis Statistik........................................................................................ 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................41
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 41
5.2 Saran.......................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................43
LAMPIRAN ...........................................................................................................47

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Kimia (a) Amilosa, (b) Amilopektin .....................................7


Gambar 2.2 Trichoderma viride.............................................................................13
Gambar 2.3 Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme ................................................17
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .....................................................................20
Gambar 3.2 Reaksi antara pereaksi DNS dan glukosa ...........................................25
Gambar 4.1 Trichoderma viride strain...................................................................28
Gambar 4.2 Kurva pertumbuhan Trichoderma viride ...........................................29
Gambar 4.3 Uji Kualitatif Trichoderma viride ......................................................31
Gambar 4.4 Kurva Panjang Gelombang (λmax) ......................................................33
Gambar 4.5 Kurva Standar Glukosa ......................................................................34
Gambar 4.6 Aktivitas enzim α-amilase berdasarkan variasi waktu fermentasi .....36
Gambar 4.7 Analisa Statistik Berdasarkan Standar Deviasi ..................................39

viii
DAFTAR TABEL

Tabel L.B.1 Data Absorbansi Panjang Gelombang ...............................................49


Tabel L.B.2 Data Absorbansi Kurva Standar Glukosa ..........................................49
Tabel L.B.3 Data Absorbansi Aktivitas Enzim......................................................50
Tabel L.B.5 Data Kurva Pertumbuhan Trichoderma viride ..................................50
Tabel L.C.1 Perhitungan Membuat Larutan Standar Glukosa ...............................51
Tabel L.C.2 Perhitungan Membuat Larutan Standar Glukosa ...............................51
Tabel L.C.3 Perhitungan Rata-Rata Absorbansi Sampel .......................................52
Tabel L.C.4 Perhitungan Rata-Rata Absorbansi Blanko .......................................52
Tabel L.C.5 Perhitungan Rata-Rata Absorbansi Delta ..........................................52
Tabel L.C.6 Perhitungan Rata-Rata Mikromol ......................................................53
Tabel L.C.7 Perhitungan Rata-rata Aktivitas Enzim (U/mL) ................................53
Tabel L.D.1Perbandingan Analisa Statistik Hari ke 1 dan hari ke 3 .....................53
Tabel L.D.2 Perbandingan Analisa Statistik Hari ke 2 dan hari ke 3 ....................54
Tabel L.D.3 Perbandingan Analisa Statistik Hari ke 3 dan hari ke 4 ....................54
Tabel L.D.4 Perbandingan Analisa Statistik Hari ke 3 dan hari ke 5 ....................54

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Prosedur Operasi Alat Percobaan .....................................................47


Lampiran B. Data Mentah Hasil Percobaan ...........................................................49
Lampiran C. Perhitungan .......................................................................................51
Lampiran D. Gambar Hasil Penelitian ...................................................................55
Lampiran E. Gambar Alat Yang Diginakan Dalam Percobaan .............................56

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu reaksi enzimatik yang paling penting dilakukan di laboratorium

maupun di industri yaitu hidrolisis enzimatik pati (Joseph dan Charles, 2013).

Hidrolisis secara enzimatik memiliki perbedaan dengan hidrolisis secara kimiawi

yang biasanya menggunakan asam kuat (HCl). Hidrolisis enzimatik memiliki

beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya dapat

dikontrol, biaya pemurnian lebih murah, dihasilkan sedikit produk samping, dan

kerusakan warna dapat diminimalkan (Giovanni dkk., 2013).

Enzim dapat dihasilkan dari beberapa sumber seperti tanaman, hewan, dan

mikroorganisme (Joseph dan Charles, 2013). Salah satu jenis enzim yang banyak

dihasilkan oleh mikroorganisme adalah enzim amilase. Enzim amilase memiliki

distribusi yang sangat luas dan merupakan salah satu jenis enzim yang paling

banyak dipelajari dan dibutuhkan didunia (Aiyer, 2005). Kebutuhan amilase di

dunia sangat tinggi, pada tahun 2004 mencapai penjualan sekitar US $2 milyar,

sedangkan amilase yang digunakan untuk industri makanan dan minuman pada

tahun 2004 bernilai sekitar US $11 juta (Sivaramakrishnan dkk., 2006). Sekitar

30% dari total produksi enzim dunia adalah enzim α-amilase, oleh karena itu

meskipun telah banyak diisolasi dan dikristalisasi, eksplorasi sumber α-amilase

yang lebih efisien masih dibutuhkan (Ahmadi dkk., 2010). Enzim α-amilase

merupakan kelompok enzim amilolitik yang dapat menghidrolisis amilosa

menjadi gula sederhana seperti maltose (Atmaja dkk., 2013).

1
2

Berdasarkan penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa genus Trichoderma

spp. mampu menghasilkan α-amilase dari berbagai jenis sumber amilum (Pacheco

dkk., 2004). Hal ini mendasari dilakukannya isolasi amilase dari genus

Trichoderma dan lebih spesifik terhadap spesies Trichoderma viride. Jamur

Trichoderma viride merupakan kapang berfilamen yang mampu hidup sebagai

mikoparasit yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolitik

yang dapat memecah senyawa polimer menjadi senyawa sederhana (Druzhinina

dkk., 2006).

Aktivitas enzim α-amilase yang di dapatkan dari Trichoderma viride dengan

waktu fermentasi 9 hari dengan suhu 30 °C dihasilkan unit aktivitas sebesar 6,55

Unit/mL (Atmaja dkk., 2013). Aktivitas α-amilase dengan waktu fermentasi 3 hari

dengan suhu 30°C dihasilkan unit aktivitas sebesar 0,51 Unit/mL (Mahmood dan

Rahman, 2008).

Pada penelitian ini dilakukan isolasi enzim α-amilase dari jamur Trichoderma

viride dengan fermentasi terendam (SmF) sebagai sumber α-amilase yang

didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Teknik

Kimia, ITB. Aktivitas enzim dalam mendegradasi suatu substrat menjadi produk

salah satunya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Belum diketahui waktu

fermentasi optimal Trichoderma viride untuk memproduksi enzim α-amilase

dengan menghasilkan jumlah yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pada penelitian

ini dilakukan karakterisasi α–amilase hasil isolat jamur Trichoderma viride untuk

menentukan kondisi optimum waktu fermentasi enzim α-amilase dalam

menghidrolisis amilum hingga menghasilkan enzim α-amilase dengan jumlah

yang lebih tinggi.


3

Dalam penelitian ini digunakan hipotesis Two-Sample Assuming Unequal

Variances dengan one tail dalam uji t, hipotesis one tail digunakan untuk melihat

nilai rata-rata dari satu sampel berdasarkan waktu yaitu hari ke 3 lebih dari (>),

kurang dari (<), atau sama dengan (=) dari sampel berdasarkan waktu (hari)

lainnya. Dalam pengujian hipotesis, kriteria penolakan atau penerimaan H 0 adalah

berdasarkan nilai P-Value atau nilai T-tabel, kriteria-kriteria tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Jika nilai P-value (Sig.) < α (biasanya 5%), maka H0 ditolak, jika nilai P-

value (Sig.) > α (biasanya 5%), maka H0 diterima.

2. Jika nilai t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak, jika nilai t-hitung < t-

tabel maka H0 diterima.

1.2 Identifikasi Masalah

Ditinjau dari latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat

dikemukakan yaitu perlu dicari berapa lama waktu fermentasi optimum

Trichoderma viride selama 1, 2, 3, 4 dan 5 hari. Berapa besarnya aktivitas enzim

α-amilase didalam jamur Trichoderma viride yang difermentasi selama 1, 2, 3, 4

dan 5 hari dan bagaimana pengaruh lama fermentasi jamur Trichoderma viride

terhadap aktivitas enzim α-amilase pada berbagai variasi waktu fermentasi. Dan

apakah ada perbedaan yang signifikan antara waktu (hari) fermentasi optimum

dengan waktu lainnya.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan melakukan

penelitian terhadap jamur Trichoderma viride sebagai sumber untuk menghasilkan


4

α-amilase dengan menggunakan metode fermentasi terendam (Submerged

fermentation).

Adapun tujuan penelitian ini yaitu, untuk mendapatkan waktu fermentasi

optimum Trichoderma viride pada berbagai variasi waktu fermentasi, untuk

mendapatkan aktivitas α-amilase dengan jumlah yang lebih tinggi yang

difermentasi selama 1, 2, 3, 4 dan 5 hari, untuk mengetahui pengaruh lamanya

waktu fermentasi terhadap aktivitas enzim α-amilase pada berbagai variasi waktu

fermentasi dan mengetahui hipotesa yang didapatkan ada perbedaan yang

signifikan atau tidak, dilakukan dengan uji statistik dengan uji T-Test.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan

jamur Trichoderma viride sebagai sumber penghasil α-amilase melalui proses

fermentasi terendam dan memberikan informasi produksi enzim α-amilase yang

lebih efisiensi dengan menghasilkan aktivitas tinggi dan stabilitas yang baik.

Kelak dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan dalam industri-industri yang

melibatkan penggunaan enzim menjadi produk industri yang baik.

1.5 Metodelogi Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan eksperimen nyata yang mengacu pada studi

literatur dan penelitian sebelumnya. Dimana proses penelitian yang dilakukan

meliputi tahapan-tahapan yaitu, persiapan bahan, preparasi sampel, uji kualitatif

dan uji aktivitas enzim dengan menggunakan metoda spektrofotometri hingga

sampai pembuatan laporan dalam bentuk skripsi.


5

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium R&D Mikrobiologi PT. Padi

Hijau Buana yang berlokasi di Jalan Mustang B2-13 Komplek Kumala Garden

Pasteur-Bandung. Penelitian ini dilakukan mulai november 2017 sampai dengan

bulan mei 2017.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amilum

Amilum adalah polimer karbohidrat dengan rumus molekul (C 6H10O5)n.

Karbohidrat golongan polisakarida ini banyak terdapat di alam, terutama pada

sebagian besar tumbuhan. Amilum dalam bahasa sehari-hari disebut juga pati.

Amilum merupakan kelompok terbesar karbohidrat cadangan yang dimiliki oleh

tumbuhan sesudah selulosa (Liu, 2005). Butir-butir pati apabila diamati dengan

mikroskop ternyata berbeda-beda bentuknya dan ukurannya tergantung dari

tumbuhan apa pati tersebut diperoleh (Poedjiadi, 1994).

Pati merupakan homopolimer glikosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai

macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta dilihat

dari rantai molekulnya bercabang atau lurus. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat

dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak

terlarut disebut amilopektin (gambar 2.1). Amilosa mempunyai struktur lurus

dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan percabangan amilopektin merupakan

ikatan α-(1,6)-D-glukosa (Winarno, 1986).

Pati yang diperdagangkan diperoleh dari berbagai bagian tanaman, misalnya

endosperma biji tanaman gandum (pati terigu), jagung dan padi. dari umbi

kentang, umbi akar Manihot esculenta (pati tapioka), batang Metroxylon sagu

(pati sagu), dan rhizom umbi tumbuhan bersitaminodia yang meliputi Canna

edulis, Maranta arundinacea, dan Curcuma angustifolia (pati umbi larut). Dalam

6
7

industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan

pada industri kosmetika (Khuzemah, 2014).

alpha-(1,4)-D-glukosa
6
6
6
6
CH2OH CH2OH
CH2OH CH2OH 5
5 5
O H H O H
5
O H H O H H H
H H H 1
H 1 4 H 1 4 OH H
1 4 OH H OH O O
4 OH H O
O 3
3 2
O 3 2 2
3 2
H OH H OH
H OH H OH

(a)

6
CH2OH
5
H O H
H 1
4 OH H
O
3 2 O alpha-(1,6)-D-glukosa
H OH 6 6
6
6
CH2OH CH2 CH2OH
CH2OH 5 5
5
H
5
O H H O H H O H
H O H H H
H H 1 1
1 4 OH H 1 4 OH H 4 OH H
4 OH H O O
O O
3 2 3 2
O 3 2
3 2
H OH H OH H OH
H OH

(b)

Gambar 2.1. Struktur Kimia (a) Amilosa, (b) Amilopektin (Lehninger, 1982)

2.2 Enzim

Enzim merupakan biokatalisator yang berfungsi sebagai katalis dalam proses

biologis (Lehninger, 1982). Enzim juga merupakan protein yang mengkatalisis

reaksi biokimia (Ngili, 2009). Organisme hidup mampu mendapatkan dan

menggunakan energi dengan cepat karena adanya katalis biologis. Enzim

mengubah kecepatan suatu reaksi kimia, tetapi tidak mempengaruhi


8

kesetimbangan akhir reaksi. Enzim dibutuhkan dalam jumlah yang kecil untuk

perubahan besar pada molekul substrat. Enzim hanya dapat bekerja dalam kondisi

yang sesuai, seperti pH, suhu, konsentrasi, kofaktor, dan sebagainya. (Bintang,

2010). Setiap enzim perlu suhu dan pH optimum yang berbeda-beda karena enzim

merupakan protein yang dapat mengalami perubahan jika suhu dan keasaman

berubah. Jika suhu dan pH tidak sesuai, enzim tidak akan bekerja optimum dan

akan mengalami perubahan atau kerusakan pada struktur.

Kecepatan reaksi hampir semua enzim meningkat dua kali lebih cepat pada

setiap kenaikan suhu 10 oC. Pada kisaran suhu 40-70 oC umumnya protein enzim

akan terdenaturasi, sehingga menyebabkan kehilangan aktivitasnya. Hal ini berarti

laju raksi awal akan meningkat, sama dengan naiknya suhu sampai tidak mungkin

lagi untuk mengukur aktivitasnya akibat terjadinya inaktivasi yang cepat. Bila

aktivitas enzim diukur dengan menghitung banyaknya substrat yang diubah dalam

jangka waktu tertentu pada suhu yang berbeda, maka didapatkan suhu optimum.

Suhu optimum bukan konstanta yang stabil untuk enzim, tetapi sangat tergantung

pada lama waktu pengukurannya. Semakin singkat waktu pengukurannya, maka

semakin tinggi suhu optimum yang didapat (Bintang, 2010).

Aktivitas enzim disebut juga sebagai kinetik enzim. Kinetik enzim adalah

kemampuan enzim dalam membantu reaksi kimia. Kemampuan enzim ini dapat

dihitung dengan mengukur jumlah produk yang terbentuk, atau dengan

menghitung kurangnya substrat dalam satuan waktu tertentu. Aktivitas enzim

sering digunakan dalam satuan unit (U) yaitu jumlah enzim yang mengkatalisis 1

mikromol substrat per menit pada kondisi tertentu. Sedangkan kemurnian enzim
9

dinyatakan dalam aktivitas spesifik yaitu jumlah unit aktivitas per miligram

protein (Winarno, 1986). Perhitungan aktivitas enzim dilakukan berdasarkan

rumus:

(Ksp – Kkt) . 1000. Fp


U =
BMglukosa . t.V

Dengan : U = aktivitas enzim (U/mL atau μmol/(menit.mL))

Ksp = kadar glukosa sampel (g)

Kkt = kadar glukosa kontrol (g)

1000 = faktor konversi dalam μmol

Fp = faktor pengenceran

BM glukosa = berat molekul glukosa (180 g/mol)

t = waktu inkubasi (menit)

V = volume enzim digunakan dalam analisis

Amilase adalah kelompok enzim yang memiliki kemampuan untuk

memutuskan ikatan glikosida yang terdapat pada molekul amilum. Hasil hidrolisis

atau pemecahan molekul amilum ini adalah molekul-molekul yang lebih kecil

seperti maltosa, dekstrin dan terutama molekul glukosa sebagai unit terkecil

(Reddy dkk., 2003). Amilase dihasilkan oleh berbagai jenis organisme hidup,

mulai dari tumbuhan, hewan, manusia bahkan pada mikroorganisme seperti

bakteri dan fungi. Kelompok enzim ini memiliki banyak variasi dalam

aktivitasnya, sangat spesifik, tergantung pada sumber organismenya dan

tempatnya bekerja. Enzim amilase memiliki nama asli diastase dan pertama kali
10

ditemukan dan diisolasi oleh Anselme Payen pada tahun 1833. Seiring dengan

penemuan-penemuan baru di bidang penelitian kelompok enzim amilase yang

dapat mendegradasi amilum dan senyawa polisakarida lainnya juga semakin

bertambah jumlahnya. Menurut Aiyer (2005) beberapa kelompok enzim amilase

tersebut adalah:

2.3.1 α –amilase (1,4-α-D-glukan-glukanohidrolase)

Alpha amilase (α-amilase), EC.3.2.1.1 disebut juga dengan 1,4–α-D-glukan

glukanohidrolase atau glukogenase. Enzim ini bekerja memutus ikatan α-1,4

glikosida pada amilum secara acak terutama pada rantai yang panjang, sehingga

menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari polimer amilosa pada amilum dan

menghasilkan glukosa dan sedikit dekstrin dari polimer amilopektin penyusun

amilum. Karena sifatnya yang dapat memutus ikatan glikosida secara acak, enzim

ini bekerja lebih cepat dibanding amilase lainnya terutama β-amilase. Pada

kelompok hewan α-amilase merupakan enzim pencerna amilum yang utama.

Dalam Atmaja dkk (2013), Suhartono menyatakan bahwa, α-amilase dapat

ditemukan dari beberapa sumber diantaranya tumbuhan, hewan (saliva dan

pankreas), dan mikroorganisme. Akan tetapi sumber yang berasal dari

mikroorganisme dianggap lebih menguntungkan karena mudah ditumbuhkan pada

kondisi yang terkontrol dengan baik serta mampu menghasilkan enzim dalam

jumlah yang lebih banyak. α-amilase yang dihasilkan dari kapang atau jamur lebih

stabil terhadap perubahan, seperti proses imobilisasi jika dibandingkan dengan α-

amilase dari kelompok bakteri (Suganthi dkk., 2011).


11

Suhu optimum enzim α-amilase adalah 50 ºC, kenaikan suhu menyebabkan

aktivitas enzim meningkat sampai mencapai suhu optimum. Setelah mencapai

kondisi optimum terlihat bahwa aktivitas enzim menurun. Terjadinya penurunan

aktivitas ini diperkirakan karena pada suhu tinggi struktur tertier enzim yang

terdiri dari ikatan bukan kovalen atau elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan

disulfida dan ikatan hidrofobik bila menyerap energi tinggi akan terjadi

pemutusan dan mengakibatkan terjadinya pembukaan struktur tertier dan

kuartener yang menyebabkan konformasi enzim berubah dan menyebabkan

aktivitasnya menurun (Sebayang, 2005). Aktifitas α-amilase ditentukan dengan

mengukur hasil degradasi pati, biasanya dari penurunan kadar pati yang larut atau

kadar dekstrinnya dengan menggunakan substrat jenuh. Hilangnya substrat dapat

diukur dengan pengurangan derajat pewarnaan iodium. Pati yang mengandung

amilosa bereaksi dengan iodium menghasilkan warna biru, sedangkan dekstrin

bila bereaksi dengan iodium berwarna coklat (Winarno, 1986).

2.3.2 β-amilase (1,4-α-D-glukan-maltohidrolase)

Beta amylase (β-amilase) ditemukan pada tanaman tingkat tinggi dan

mikroorganisme. Enzim β-amilase memecah ikatan glukosida α-1,4 pada pati dan

glikogen yang terjadi secara bertahap dari arah luar atau ujung rantai gula yang

bukan pereduksi, karena pemotongannya dari arah luar maka enzim ini disebut

eksoamilase (Winarno, 1986). Beberapa mikroorganisme yang mampu

menghasilkan enzim β-amilase yaitu B. polymyxa, B. cerens, B, megaterium,


12

Streptomyces sp, Psudomonas sp, dan R. japanicus (Crueger dan Anneliese,

1984).

2.3.3 γ-amilase (Glukoamilase)

Glukoamilase (γ-amilase) jarang ditemukan pada bakteri, glukoamilase

dihasilkan oleh beberapa fungi seperti A. niger, A. oryzae, A. awamori dan R.

javanicus (Cruger dan Anneliese, 1984). Glukoamilase memecah pati dari luar

dengan mengeluarkan unit-unit glukosa ujung bukan pereduksi polimer pati. Hasil

reaksinya hanya glukosa, sehingga dapat dibedakan dengan α dan β amilase.

Dengan pengaruh enzim glukoamilase posisi glukosa α dapat diubah menjadi β,

pH optimal 4 – 5 dan suhu optimal 50 – 60 oC (Winarno, 1986).

2.4 Jamur Trichoderma viride

Trichoderma viride merupakan spesies dari Trichoderma spp yang merupakan

salah satu jenis kapang yang mampu menghasilkan enzim ekstraseluler.

Trichoderma spp. ini dapat tumbuh secara cepat dalam berbagai kondisi dengan

kisaran suhu 7 °C - 41 °C dan dapat tumbuh optimal pada suhu 22 °C - 30 °C dan

pada pH asam antara 2 - 4, bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa jenis

bersifat parasit pada jamur lain, serta dapat memanfaatkan berbagai macam

substrat. Trichoderma viride suatu jamur yang memiliki susunan benang-benang

hifa yang berbentuk pipih, bersekat dan bercabang. Koloni dari jamur

Trichoderma viride ini berwarna putih, kuning, dan hijau (Sari, 2012). Secara

lengkap, klasifikasi Trichoderma viride sebaagi berikut:


13

Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Sordariomycetes
Subclass : Hypocreomycetidae
Order : Hypocreales
Family : Hypocreaceae
Genus : Trichoderma
Species : Trichoderma viride (Deacon, 1977).

Gambar 2.2 Trichoderma viride (Dokumen Penelitian, 2017)

Medium pertumbuhan atau peremajaan dari jamur Trichoderma viride yakni

Potato Dextrose Agar (PDA). Jamur Trichoderma viride tumbuh dengan optimal

pada suhu sekitar 30 - 35 oC dan kondisi pH sekitar 4,0 (Sukmana dkk, 2014).

Enzim ekstraseluler merupakan enzim yang diproduksi oleh mikroba untuk

merombak substrat yang ada di lingkungannya agar dapat digunakan sebagai

sumber energi untuk pertumbuhannya dan bahan untuk membentuk sel- sel yang

baru. Beberapa enzim ekstraseluler yang dapat diproduksi oleh Trichoderma

viride antara lain enzim kitinase yang berfungsi merusak dinding sel fungi

patogen (Lu dkk., 2004).


14

Menurut Hanson dan Howell (2004), Trichoderma viride juga mampu

memproduksi enzim xilanase yang dapat menghidrolisis xilan menjadi xilosa.

Biasanya jamur Trichoderma viride ini biasa digunakan dalam bidang ilmu

mikrobiologi dan teknologi bioproses sebagai jamur penghasil enzim selulase

yang dapat memecah selulosa menjadi glukosa. Selain enzim selulase

Trichoderma viride juga mampu menghasilkan enzim xilanase yang banyak

dimanfaatkan untuk pembuatan gula xilosa dan proses bleaching pada pembuatan

kertas (Sukmana dkk, 2014).

2.5 Jenis-Jenis Fermentasi

Bioteknologi merupakan suatu bidang penerapan biosains dan teknologi yang

menyangkut aplikasi praktis organisme hidup atau komponen subselulernya pada

industri jasa dan manufaktur serta pengelolaan lingkungan. Contoh bioteknologi

yaitu fermentasi, fermentasi adalah suatu proses dimana komponen-komponen

kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme

mikroba tanpa bantuan oksigen. Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan

yang berkualitas rendah serta berfungsi sebagai pengawetan bahan dan merupakan

suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi yang terkandung dalam suatu

bahan makanan

Fermentasi secara umum dibagi menjadi dua model utama yaitu fermentasi

media cair/terendam (Submerged Fermentation) dan fermentasi media padat

(Solid State Fermentation). Dalam fermentasi tradisional, baik fermentasi medium

cair maupun medium padat telah lama dikenal. Fermentasi cair meliputi
15

fermentasi minuman anggur, fermentasi asam cuka, yogurt, dan kefir. Fermentasi

media padat seperti fermentasi tempe, oncom, kecap, tape dan xilase.

2.5.1 Metode Solid State Fermentation (SSF)

Metode Solid State Fermentation (SSF) merupakan suatu proses di mana

substrat yang tidak larut (padat) difermentasikan dengan bantuan mikroorganisme

dalam kondisi kekurangan air. Pada SSF kadar air yang digunakan rendah yaitu

sekitar 50-60%. Mikroorganisme yang digunakan pada umumnya adalah fungi

yang menghasilkan enzim hidrolitik ekstraseluler yang mempu mendegradasi

materi terlarut. Proses ini berpotensi besar memproduksi enzim, menawarkan

keuntungan lebih dibandingkan kultur terendam seperti: peralatan yang sederhana,

hasil per volumetrik lebih banyak, konsentrasi produk yang lebih tinggi,

pemanfaatan bahan buangan serta represi yang lebih sedikit, dan tingkat

kontaminasi cukup rendah karena kadar air yang rendah pada substrat. Selain itu,

produk kasar hasil fermentasi dapat langsung digunakan sebagai sumber enzim

sehingga cocok untuk industri peternakan (Chalal, 1985). Akan tetapi terdapat

kekurangan pada SSF yakni sulit dilakukan agitasi dan hilangnya bobot kering

selama fermentasi. Di dalam bidang pangan SSF sering digunakan dalam

pembuatan tempe, miso, dan kecap (Tangerdy, 1998).

2.5.2 Metode Submerged Fermentation (SmF)

Metode Submerged Fermentation (SmF) atau fermentasi terendam adalah

proses fermentasi yang mikroorganisme dan subtrat berada menjadi satu dalam
16

“submerged state” dalam media cair dalam jumlah yang besar. Mikroorganisme

ditumbuhkan pada media cair dan sel yang tumbuh berada dalam kondisi tercelup

dalam media cairan. Tujuannya adalah untuk pembentukan produk yang

dihasilkan oleh pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan yang terjadi

umumnya cepat, dan menjadi tampak setelah 24 jam (Riadi, 2013). Banyak

penelitian yang sudah menggunakan metode fermentasi terendam ini, untuk

proses fermentasi menggunakan mikrooorganisme (Ratna, 2011). Enzim dapat

diproduksi menggunakan proses ini. Ini melibatkan pertumbuhan mikroorganisme

baik bakteri maupun jamur didalam wadah tertutup berisikan kaldu yang kaya

nutrisi (medium fermentasi). Sebagai mikroorganisme memecah nutrisi, mereka

melepaskan enzim yang diinginkan ke dalam larutan. Enzim yang dihasilkan dari

hasil panen menggunakan mikroorganisme harus di pisahkan dengan produk yang

tidak larut, misalnya sel-sel mikroorganisme (bakteri atau jamur), proses

pemisahan ini biasanya dilakukan dengan sentrifugasi (Vishwanath, 2011).

Dalam penelitian ini media fermentasi yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri dari larutan buffer fosfat, tepung terigu 1% dan urea 0,1% , dipilih larutan

buffer fosfat karena buffer tersebut satu-satunya komponen yang anorganik yang

mempunyai sifat buffer pada kisaran pH normal yaitu kisaran pH yang dapat

mempertahankan keseimbangan fisiologis dari mikroba. Selain itu, fosfat tidak

bersifat racun terhadap mikroba, dan dapat merupakan sumber fosfor untuk

pertumbuhan mikroba. Substrat tepung terigu yang merupakan sumber karbon

pada proses fermentasi, karena tepung terigu mengandung pati sekitar 75% dan

mengandung amilosa 65%, amilopektin 15% sehingga saat substrat diinkubasi


17

pada suhu 30°C tidak akan mengubah tekstur yang mudah mengental. Selain itu

tepung terigu mudah didapatkan dan relatif murah.

2.6 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran, subtansi atau masa zat

suatu organisme. Pada mikroorganisme pertumbuhan lebih diartikan sebagai

pertumbuhan koloni yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang

semakin besar atau massa mikroba dalam koloni tersebut yang semakin

bertambah. Pertumbuhan mikroba terdiri dari 4 fase, yakni:

1. Fase lag (adaptasi atau penyesuaian)

2. Fase eksponensial (logaritmik)

3. Fase stasioner

4. Fase kematian.

Kurva pertumbuhan mikroorganisme tersebut dapat digambarkan seperti pada

Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme (Oktaviani, 2014)


18

Fase lag atau fase adaptasi merupakan waktu yang dibutuhkan mikrobia

untuk tumbuh beradaptasi di dalam medium baru. Adaptasi mikrobia dilakukan

untuk mensintesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan lebih lanjut.

Pada fase Pada fase ini perubahan bentuk dan pertumbuhan jumlah individu tak

secara nyata terlihat. Jika dilihat dari kurva pertumbuhan mikroba, grafik selama

fase adaptasi umumnya mendatar. Pada fase adaptasi ini pebelahan sel belum

terjadi atau berlangsung sangat lambat (Gandjar dkk, 2006).

Fase logaritmik merupakan fasa dimana mikroba telah beradaptasi dengan

lingkungannya. Sel mikroba dapat mengalami reaksi metabolisme yang

maksimum pada kondisi yang optimum. Apabila populasi sel yang mengalami

fase ini dipindahkan pada medium baru dengan komposisi nutrient dan kondisi

lingkungan yang sama, maka di dalam medium baru populasi sel ini akan

langsung mengalami logaritma tanpa ada fasa lag atau adaptasi lagi (Lidya dkk,

2000). Maka dari itu pada fasa logaritmik ini sangat tepat digunakan sebagai

waktu panen yang seterusnya akan digunakan untuk fermentasi ataupun preservasi

atau pengawetan mikroba. Fasa logaritmik pada ragi Saccharomyces cerevisiae

terjadi pada jam ke 18-24 (Sari, 2009), untuk bakteri Lactobacillus plantarum

yakni pada jam ke 16-18 (Harmayani dkk, 2001), sedangkan untuk jamur

Trichoderma viride terjadi pada jam ke 96 (Sarjono dkk., 2012).

Fasa stasioner merupakan merupakan akhir dari fasa logaritmik (Harmayani,

2001). Pada fasa stasioner kecepatan pertumbuhan adalah nol. Hal ini dikarenakan

oleh jumlah pembentukan sel baru sebagai hasil reproduksi seimbang dengan
19

jumlah sel yang mati. Maka dari itu grafiknya linier atau relatif mendatar dan

sejajar dengan absisnya (Lidya, 2000).

Fasa kematian adalah suatu fasa dimana jumlah sel yang hidup semakin

menurun, sedangkan jumlah kematian sel semakin banyak (Lidya, 2000).

Kematian ini terjadi karena zat makanan yang diperlukan mikroba berkurang dan

hasil ekskresi dari mikroba tersebut bertimbun dalam medium, sehingga

mengganggu pembiaan dan pertumbuahn mikroba selanjutnya.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Jamur Trichoderma viride

- Diinokulasi kedalam cawan petri yang berisi media potato dextro agar,
inkubasi pada suhu 28 ± 2 oC selama 5 hari.
- Diberi label: A dan B (ikuti berdasarkan waktu fermentasi), masing-masing
dilakukan secara duplo. Kode A untuk uji kualitatif (digunakan untuk melihat
keaktifan enzim α-amilase dalam menghidrolisis pati). B untuk uji kuantitatif
(digunakan dalam produksi enzim α-amilase).

Hasil Inokulasi Jamur T. viride yang


tumbuh (A dan B)

Hasil Inokulasi Jamur T. viride (A) Hasil Inokulasi Jamur T. viride (B)

- Dibagi menjadi 5 potongan ± 1 cm2


- Diuji aktivitas enzim α-amilase - Diinokulasi pada media fermentasi (Larutan FBS +
dengan menggunakan reagent Amilum 1% + Urea 0,1 %).
kalium iodida. - Diinkubasi pada suhu 30 ± 2 oC selama 1, 2, 3, 4
dan 5 hari. Dilakukan secara triplo.
Menghasilkan warna biru - Disaring dengan kertas saring Whatman 0,45 µm.
atau kuning kecoklatan pada
sekitar jamur T. Viride
Filtrat hari ke 1,2,3,4 Residu hari ke 1,2,3,4 dan
dan 5 5

- Disentrifugasi dan Diuji aktivitas enzim α-amilase metode dinitrosalisilat


(DNS) menggunakan spektrofotometer 20-D, dicatat hasil yang didapatkan.

Pengolahan dan Evaluasi Data

Pelaporan Hasil Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

20
21

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi 10 mL,

botol scott 250 mL, 500 mL, cawan petri, gelas kimia 100 mL, jarum ose, bunsen,

labu erlenmeyer 250 mL, inkubator (Incucel 111), mikropipet (Eppendorf

Research), sentrifugasi (S 80-2), autoklaf (MC 30325), timbangan digital (MT

JL602), kertas saring Whatman no. 40 (Cellulose Acetate Filter Sartorius), hot

plate stirrer (Velp AREC), pompa vakum (R400), dan spektrofotometer

(spektronik-20D).

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan murni jamur

Trichoderma viride, akuades, media potato dextose agar (PDA), amilum 1%,

larutan Fosfat Buffer Saline (FBS), alkohol 70%, urea 0,1%, larutan kalium iodida

(KI), reagent dinitrosalicylic acid (DNS).

3.2 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa proses tahapan yaitu, persiapan

bahan, preparasi sampel dan uji produk yang dihasilkan. Teknik Kimia, ITB

merupakan salah satu instansi yang memiliki koleksi kultur atau biakan murni

yang cukup banyak baik itu bakteri, ragi dan jamur. Mikroorganisme yang

digunakan dalam percobaan ini yaitu biakan murni jamur Trichoderma viride ITB
22

CC L.67. Dapat dilihat dibawah ini tahapan-tahapan prosedur analisa secara rinci

yang akan di lakukan pada penelitian ini.

3.2.1 Pembuatan media

Sebanyak 4,88 gram media PDA ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas

kimia 250 mL. Dilarutkan dalam 150 mL akuades. Dipanaskan sambil diaduk

hingga larutan medium homogen menggunakan hot plate sttirer. Dipindahkan

kedalam botol scott 300 mL. Tutup sedikit dilonggarkan, medium yang telah siap

disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.

Setelah media steril dimasukan kedalam cawan petri steril lakukan secara aseptic,

diamkan hingga media agar dingin.

3.2.2 Pembuatan larutan fosfat buffer saline (FBS)

Ditimbang natrium klorida (NaCl) sebanyak 8 gram, kalium klorida (KCl)

sebanyak 0,2 gram, natrium hidrogen fospat (Na2HPO4) sebanyak 1,44 gram,

kalium hidrogen fospat (K2HPO4) sebanyak 0,24 gram. Ditambahkan akuadest

sebanyak 1 liter (Mahmood dan Rahman, 2008).

3.2.3 Pembuatan media fermentasi

Sebanyak 100 mL larutan FBS dimasukan ke dalam erlenmeyer 250 mL.

Ditambahkan pati 1%, urea 0,1 % kedalam 100 mL larutan FBS. Diaduk hingga

homogen dengan menggunakan hot plate sttirer. Mulut erlenmeyer ditutup

menggunakan kapas berlemak yang sudah dilapisi oleh aluminium foil, untuk
23

memanimalisir kontaminasi pada larutan tersebut. Medium yang telah siap,

disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit

(Bintang, 2010. Modifikasi).

3.2.4 Peremajaan Trichoderma viride

Proses peremajaan jamur Trichoderma viride dilakukan dengan memindahkan

isolat murni kedalam media Potato Dextro Agar (PDA) secara aseptik dan

berulang. Perlakuan pemindahan secara berulang dilakukan untuk memastikan

jenis mikroba yang digunakan serta menghindari dari kontaminasi. Diinkubasi

pada suhu 28 oC ± 2 oC selama 5 x 24 jam (Atmaja dkk., 2013. Modifikasi).

Setelah dilakukan pemindahan pada media padat, inokulum Trichoderma viride

dipindahkan pada media fermentasi cair agar menjadi aktif dan siap digunakan

sebagai starter dalam proses fermentasi.

3.2.5 Produksi enzim α-amilase

Produksi α-amilase diawali dengan membuat starter. Starter disiapkan sebagai

sumber mikroba yang akan mengawali fermentasi dalam proses produksi enzim α-

amilase. Sebelum dilakukan fermentasi Trichoderma viride yang telah

ditumbuhkan pada medium Potato Dextro Agar (PDA) yang telah diinkubasi pada

suhu 30 ± 2 oC selama 120 jam di uji keaktifan enzimnya dengan menggunakan

reagent kalium Iodida (Shah dkk., 2014. Modifikasi). Perhatikan perubahan pada

media Potato Dextro Agar (PDA) dan kultur mikroba. Jika hasilnya positif

dengan adanya warna terang pada sekitar mikroba, proses produksi enzim dapat
24

dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu tahap produksi enzim α-amilase dengan

metode fermentasi terendam.

Kultur mikroba Trichoderma viride dipotong menjadi 5 bagian ± 1cm, lalu

ditanamkan pada 100 mL medium fermentasi steril lalu diinkubasikan pada suhu

30 oC ± 2 oC selama 1, 2, 3, 4 dan 5 hari. Dilakukan secara triplo. Setelah

diinkubasi kultur mikroba yang telah ditanam pada medium cair, masing-masing

disaring perlahan menggunakan kertas saring 0,45 µm dan vakum filter 20 bar

selama 15 ± 5 menit untuk memisahkan massa selnya. Filtrat hasil saringan

dilanjutkan dengan sentrifugasi selama 15-20 menit dengan kecepatan putaran

4000 rpm untuk memisahkan spora atau sel mikroba yang lolos saat proses

penyaringan (Shah dkk., 2014. Modifikasi).

3.2.6 Penentuan aktivitas α-amilase

Metode ini digunakan untuk mengukur gula pereduksi dengan teknik

kolorimetri. Teknik ini hanya dapat mendeteksi gula pereduksi, misalnya glukosa.

Aktivitas α-amilase diukur dengan menggunakan metode dinitrosalisilat (DNS).

Dimana total gula pereduksi ditentukan dengan reagen DNS (3,5-asam-

dinitrosalisilat). Semakin banyak gula pereduksi maka semakin banyak Asam 3-

amino-5-dinitrosalisilat yang terbentuk. Adanya senyawa yang terbentuk tersebut

ditandai dengan adanya perubahan warna kuning menjadi merah jingga. Dengan

reaksi data dilihat pada Gambar 3.2.


25

COOH
CHO NO2 NH2
H OH
H OH
HO H OH- HO H
OH OH
H OH
H OH
H OH
H OH
HOOC NO2 HOOC NO2
CH2OH
CH2OH

Glucose DNS Gluconic acid 3-amino-5-nitrosalicyclic acid


Glukosa DNS Asam Glukonat 3-amino-5-asam nitrosalisiklikat

Gambar 3.2 Reaksi antara pereaksi DNS dan glukosa (Xia dkk., 2015)

3.2.6.1 Penentuan panjang gelombang maksimum

Penentuan aktivitas α-amilase diawali dengan penentuan panjang gelombang

maksimum larutan standar glukosa dan penentuan kurva standar glukosa.

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mereaksikan 1 mL

larutan glukosa standar 200 mg/mL dengan reagen DNS sebanyak 2 mL dan 1 mL

K-Na-tartrat 4% setelah terbentuk kompleks warna tutup mulut tabung uji dengan

alumunium foil. Tabung uji dimasukan dalam air mendidih selama 5 menit,

encerkan dengan 20 mL akuades dan diukur serapannya dengan spektrofotometer

20-D pada rentang panjang gelombang 510 - 550 nm.

3.2.6.2 Pembuatan kurva standar

Penentuan kurva standar dilakukan serupa dengan penentuan panjang

gelombang maksimum dimana pada penentuan kurva standar dilakukan dengan

membuat variasi konsentrasi dari 0, 50, 100, 150 dan 200 mg/mL, ditambahkan

reagen DNS sebanyak 2 mL dan 1 mL K-Na-tartrat 4% setelah terbentuk

kompleks warna kuning tutup mulut tabung uji dengan alumunium foil. Tabung
26

uji dimasukan dalam air mendidih selama 5 menit, encerkan dengan 20 mL

akuades dan diukur serapannya dengan spektrofotometer 20-D pada panjang

gelombang maksimum yang telah di plotkan.

3.2.6.3 Penentuan larutan blanko

Untuk blanko disiapkan 1 mL larutan substrat (1% soluble starch dalam

larutan FBS) ke dalam tabung uji, tutup mulut tabung dengan alumunium foil.

Lalu diinkubasi pada suhu 50 oC selama 15 menit. Reaksi dihentikan dengan

penambahan 2 mL reagen DNS dan 1 mL K-Na-tartrat 4% setelah terbentuk

kompleks warna tutup mulut tabung uji dengan alumunium foil. Tabung uji

dimasukan dalam air mendidih selama 5 menit, encerkan dengan 20 mL akuades.

Diukur serapannya dengan spektrofotometer 20-D pada panjang gelombang

maksimum yang telah di plotkan.

3.2.6.4 Penentuan larutan sampel uji

Disiapkan 15 tabung uji, dimasukan masing-masing 1 mL sampel ekstrak

enzim hasil sentrifugasi dimasukkan ke dalam tabung uji, lalu ditambahkan 1 mL

larutan sebstrat (1% soluble starch dalam larutan FBS). Lalu diinkubasi pada

waterbath dengan suhu 50 oC selama 15 menit. Untuk menghentikan reaksi setelah

20 menit, ke dalam tiap tabung uji ditambahkan 2 mL reagen DNS dan 1 mL K-

Na-tartrat 4% setelah terbentuk kompleks warna tutup mulut tabung uji dengan

alumunium foil. Tabung uji dimasukan dalam air mendidih selama 5 menit,

encerkan dengan 20 mL akuades. Diukur serapannya dengan menggunakan


27

spektrofotometer 20-D pada panjang gelombang maksimum yang telah di plotkan

(Bintang, 2010. Modifikasi).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Peremajaan Trichoderma viride

Proses peremajaan Trichoderma viride dilakukan dengan

memindahkan isolat murni kedalam media PDA (Potato Dextro Agar) secara

aseptik dan berulang, tahap adaptasi awal Trichoderma viride pada sumber

karbonnya, yaitu kentang dan dektrosa. Perlakukan pemindahan secara berulang

dilakukan untuk memastikan jenis mikroba yang digunakan serta menghindari

kontaminasi atau mutasi. Setelah dilakukan pemindahan pada media padat,

inokulum Trichoderma viride dipindahkan pada media fermentasi agar menjadi

aktif dan siap untuk digunakan sebagai starter dalam proses fermentasi

selanjutnya. Komposisi media fermentasi cair mengandung amilosa sebagai

sumber karbon agar Trichoderma viride menghasilkan enzim α-amilase.

Gambar 4.1 Trichoderma viride strain CC L.67

28
29

4.2 Kurva Pertumbuhan Trichoderma viride

Sebelum Trichoderma viride dilakukan uji kualitatif dengan metode iodin,

terlebih dahulu dibuatkan kurva pertumbuhan dari masing-masing mikroba.

Metode yang digunakan untuk perhitungan pertumbuhan mikroba yakni dengan

menggunakan metode TPC (Total Plate Count). Fasa Logaritmik yang diambil

untuk waktu panen Trichoderma viride yakni pada hari ke-2, sedangkan untuk

fasa stasioner diambil pada hari ke-3. Hasil dari pembuatan kurva pertumbuhan

Trichoderma viride dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Kurva pertumbuhan Trichoderma viride

Kurva pertumbuhan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk

mengetahui kapan terjadinya fasa logaritmik dan fasa stasioner, yang kemudian

waktu tersebut digunakan sebagai patokan untuk waktu panen. fasa logaritmik

terjadi pada rentang waktu antara 2-3 hari, fasa stasionernya sendiri terjadi pada

rentang waktu antara 3-4 hari. Maka, dari itu pada fasa logaritmik ini sangat tepat
30

digunakan sebagai waktu panen yang seterusnya akan digunakan untuk

fermentasi, waktu yang diambil sebagai patokan waktu panen pada fasa logaritmik

untuk biakan Trichoderma viride yakni hari ke-3 dan hari ke-4 untuk fasa

stasionernya. Pengambilan waktu panen tersebut dilakukan sebelum berakhirnya

dari masing-masing fasa, hal ini dikarenakan agar terdapat jarak antara fasa

logaritmik dan fasa stasioner sehingga dapat meminimalisir kemungkinan

terjadinya kesalahan pada saat pengambilan sampel. ataupun preservasi atau

pengawetan mikroba. Fasa logaritmik pada jamur Trichoderma viride terjadi pada

hari ke-4 (Sarjono dkk., 2012).

Pada fasa logaritmik pertumbuhan sel lebih sedikit dibandingkan dengan fasa

stasioner. Pada fasa logaritmik persedian nutrisi untuk kelangsungan hidup

mikroba lebih banyak dibandingkan dengan fasa stasioner namun pada fasa

logaritmik perkembangbiakan mikroba masih belum begitu sempurna, hal ini

karena fasa logaritmik ini terjadi setelah fasa adaptasi sehingga masih dalam

peralihan kondisi dari proses aklimatisasi meski terjadi peningkatan jumlah sel

hidup yang signifikan dibandingkan pada fasa adaptasi, namun tidak menutup

kemungkinan bahwa masih adanya beberapa sel yang beradaptasi dengan kondisi

perubahan lingkungan. Selain itu lama inkubasi yang lebih sebentar dibandingkan

dengan fasa stasioner, sehingga menyebabkan pertumbuhan pada fasa logaritmik

belum begitu banyak. Pada fasa stasioner, jumlah pertumbuhan sel hidup dan sel

yang mati seimbang karena nutrisi yang semakin sedikit namun persaingan hidup

yang semakin tinggi. Meski pada fasa stasioner ini sel sangat rentan dengan lisis

atau kematian, namun pada fasa ini perkembangbiakan sel terus terjadi selama
31

nutrisi masih ada dan kekuatan untuk bereproduksi masih tinggi dikarenakan

waktu inkubasi yang lebih lama dan kondisi sel yang lebih toleran dan terbiasa

dibandingkan dengan fasa logaritmik.

4.3 Uji Karbohidrat Dengan Metode Iodin

Prinsip utama dalam mendeteksi keberadaan enzim amilase adalah hidrolisis

pati (starch). Sebelum dilakukan starter awal Trichoderma viride dilakukan

pengujian secara kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui adanya Polisakarida.

Polisakarida yang ada dalam sampel akan membentuk komplek adsorpsi berwarna

spesifik dengan penambahan iodium. Polisakarida jenis amilum akan memberikan

warna biru, sedangkan dekstrin bila bereaksi dengan iodium berwarna coklat.

Gambar 4.3 Uji Kualitatif Trichoderma viride

Sebelum dilakukan fermentasi Trichoderma viride yang telah ditumbuhkan

pada medium agar PDA yang telah diinkubasi pada suhu 30 ± 2 oC selama 5 hari

di uji keaktifan enzimnya dengan menggunakan reagent kalium iodida (Shah dkk.,
32

2014. Modifikasi). Hasil isolat jamur Trichoderma viride ditambahkan beberapa

tetes larutan kalium iodida pada permukaan agar dengan metode spread plate

(cawan sebar), ini bertujuan agar kalium iodida merata pada bagian permukaan

agar. Dilihat pada gambar 4.2 hasil menunjukan sebagian area pada hasil isolat

terbagi menjadi dua, dimana terdapat polisakarida ditunjukan dengan warna biru

dan dekstrin ditunjukan dengan warna coklat hal ini terjadi karena pati yang sudah

terhidrolisis oleh enzim α-amilase. Oleh sebab itu dapat dilakukan produksi enzim

α-amilase.

4.4 Penentuan Panjang Gelombang dan Kurva Standar Glukosa

Metode penentuan komposisi gula reduksi dalam sampel yang mengandung

karbohidrat yang digunakan adalah menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat

atau 3,5-dinitrosalicylic acid. Metode ini adalah metode kimiawi. DNS merupakan

senyawa aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi maupun komponen

pereduksi lainnya untuk membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid, suatu senyawa

yang mampu menyerap dengan kuat radiasi gelombang elektromagnetik pada 540

nm. Semakin banyak komponen pereduksi yang terdapat dalam sampel, maka

akan semakin banyak pula molekul 3-amino-5-nitrosalicylic acid yang terbentuk

dan mengakibatkan serapan semakin tinggi.

Penentuan aktivitas α-amilase diawali dengan penentuan panjang gelombang

maksimum larutan standar glukosa dan penentuan kurva standar glukosa.

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mereaksikan 1 mL

larutan glukosa standar 1 mg/mL dengan reagen DNS sebanyak 2 mL dan 1 mL


33

K-Na-tartrat 4% setelah terbentuk kompleks warna tutup mulut tabung uji dengan

alumunium foil. Tabung uji dimasukan dalam air mendidih selama 5 menit,

encerkan dengan 20 mL akuades dan diukur serapannya dengan spektrofotometer

pada rentang panjang gelombang 510 - 550 nm. Hasil pengukuran penentuan

panjang gelombang maksimum ini ditunjukkan pada Gambar 4.3, dimana

absorbansi maksimum yang tercapai pada panjang gelombang 540 nm. Panjang

gelombang 540 nm adalah panjang gelombang warna komplementer dari larutan

yang diukur. Panjang gelombang maksimum 540 nm digunakan untuk

pengukuran selanjutnya.

Gambar 4.4 Kurva Panjang Gelombang (λmax)

Standarisasi total gula dilakukan untuk mendapatkan kurva standar yang

menunjukkan hubungan antara nilai penyerapan cahaya (absorbansi) dengan


34

konsentrasi total gula. Penentuan kurva standar dilakukan dengan menggunakan

glukosa standar. Pengukuran kandungan total gula pada berbagai sampel

penelitian mengacu pada kurva standar tersebut. Kurva standar dan persamaan

linear dapat ditentukan seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 Nilai R 2 dari kurva

standar melebihi 0,95 yaitu 0,9997 sehingga kurva standar dianggap layak dan

mampu mewakili data dengan baik. Data yang diambil untuk membuat kurva

standar juga sudah mewakili, yaitu 5 data. Kurva standar ini kemudian akan

digunakan untuk menentukan jumlah pati yang tersisa pada bagian pengujian

enzim.

Gambar 4.5 Kurva Standar Glukosa


35

4.5 Penentuan Waktu Fermentasi Optimum

Aktivitas enzim merupakan suatu ukuran kuantitas dari aktivitas enzim per

volume larutan, serta unit aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah mol

substrat yang dikonversi per unit waktu = 1 μmol/ menit. Pada uji aktivitas enzim,

aktivitas amilase dari enzim kasar ditentukan dengan cara mengukur jumlah gula

pereduksi yang dihasilkan oleh aktivitas hidrolisis enzim terhadap substrat pati.

Aktivitas α-amilase ditentukan dengan cara mengukur gula pereduksi yang

dihasilkan selama reaksi enzimatis secara spektrofotometri dengan menggunakan

reagen DNS pada panjang gelombang 540 nm.

Metode ini digunakan untuk mengukur gula pereduksi dengan teknik

kolorimetri. Teknik ini hanya dapat mendeteksi gula pereduksi, misalnya glukosa.

Aktivitas α-amilase diukur dengan menggunakan metode dinitrosalisilat (DNS).

Dimana total gula pereduksi ditentukan dengan reagen DNS (3,5-asam

dinitrosalisilat). Semakin banyak gula pereduksi maka semakin banyak Asam 3-

amino-5-dinitrosalisilat yang terbentuk. Adanya senyawa yang terbentuk tersebut

ditandai dengan adanya perubahan warna kuning menjadi merah jingga.

Waktu fermentasi merupakan waktu yang diperlukan oleh sel mikroba untuk

mengubah substrat menjadi produk. Sel mikroba membutuhkan waktu yang cukup

untuk dapat mengolah substrat secara optimum. Semakin lama waktu fermentasi

maka semakin optimum sel mikroba dalam mengolah substrat. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa waktu fermentasi optimum produksi α-amilase dari

Trichoderma viride menggunakan substrat pati dan larutan buffer fosfat saline

adalah hari ke-3, dapat dilihat pada gambar 4.6 dimana menunjukan hasil
36

pengukuran aktivitas enzim α-amilase yang di produksi oleh jamur Trichoderma

viride. Hal tersebut sesuai dengan kurva pertumbuhan Trichoderma viride pada

gambar 4.2 yang menunjukkan bahwa pada hari ke-3 adalah akhir dari fasa

logaritmik pertumbuhan Trichoderma viride yang merupakan waktu optimum

untuk produksi α-amilase.

Gambar 4.6 Aktivitas enzim α-amilase berdasarkan variasi waktu fermentasi

Berdasarkan gambar 4.6 waktu fermentasi optimum Trichoderma viride

didapatkan pada hari ke-3 dengan aktivitas enzim α-amilase sebesar 296,27 U/mL

pada suhu inkubasi 30 oC dan pH 7.00. Hasil dari penentuan aktivitas ekstrak

kasar α-amilase dari substrat pati dan larutan buffer fosfat saline menunjukkan

bahwa ekstrak kasar α-amilase mengalami peningkatan aktivitas seiring dengan

bertambahnya waktu fermentasi hingga hari ke-3 dan terjadi penurunan aktivitas

hingga hari ke-5. Waktu fermentasi merupakan waktu kontak antara enzim dan
37

subtrat untuk menghasilkan produk. Waktu fermentasi yang terlalu singkat

mengakibatkan hanya sedikit enzim yang berikatan dengan subtrat, sedangkan

pada waktu yang terlalu panjang seluruh enzim telah terjenuhi oleh substrat

sehingga tidak terjadi penambahan produk dan memungkinkan terjadinya reaksi

balik terurainya kompleks enzim substrat menjadi enzim bebas dan substrat

kembali sehingga produk yang dihasilkan semakin sedikit.

Pada proses produksi ini selain substrat, perlu diperhatikan adalah

mikroorganisme yang dipakai dan faktor lingkungan (Deb dkk., 2013). Setiap

langkah dalam proses enzimatik memerlukan substrat untuk menerima dan

melakukan suatu reaksi untuk menghasilkan enzim, jadi masing-masing molekul

enzim membutuhkan sejumlah waktu untuk memproduksi satu unit produk (Souza

dan Magalhaes 2010). Tingkat hidrolisis pati oleh α-amilase tergantung pada

beberapa kondisi seperti konsentrasi substrat, pH, suhu, aktivator dan inhibitor

(Divakaran dkk., 2011). Mekanisme kerja enzim juga ditentukan oleh konsentrasi

substrat yang tersedia. Jika konsentrasi substratnya sedikit, kecepatan kerja enzim

juga rendah. Sebaliknya, jika konsentrasi substrat yang tersedia banyak, kerja

enzim juga cepat. Pada keadaan substrat berlebih, kerja enzim tidak sampai

menurun tetapi konstan (Pujawati, 2012). Enzim membutuhkan pH tertentu untuk

menjalankan aktivitasnya. Setiap enzim membutuhkan pH yang berbeda-beda. pH

lingkungan berpengaruh terhadap kecepatan aktivitas enzim dalam mengkatalisis

suatu reaksi.

Hasil penelitian atmaja, dkk tahun 2013 bahwa aktivitas α-amilase yang di

dapatkan dari Trichoderma viride sebesar 6,55 U/mL dengan waktu fermentasi 9
38

hari dengan suhu 30°C dan pada penelitian Mahmood dan Rahman, tahun 2008

aktivitas α-amilase dengan waktu fermentasi 3 hari dengan suhu 30°C dihasilkan

unit aktivitas sebesar 0,51 U/mL. Hasil dari penelitian ini Trichoderma viride

mempunyai aktivitas enzim optimum pada pH 7.00 kondisi baik untuk digunakan

sebagai bahan makanan atau minuman. Enzim amilase juga dapat digunakan

untuk menghilangkan kanji dalam buah-buahan dan cocoa saat proses pengejusan

buah-buahan dan coklat, dan sebagai bahan tambahan dalam proses pencairan

kanji sebelum penambahan malt dalam industri alkohol. Pada industri pembuat

pemanis misalnya, enzim amilase dan glucose isomerase hipertermofilik akan

sangat membantu proses pemecahan pati (starch) menjadi oligomer lalu menjadi

fruktusa atau glukosa dalam bentuk sirup.

4.6 Analisis Statistik

Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji

statistik Paired T-Test sering kali disebut uji t sample berpasangan dengan syarat

data berdistribusi normal. Distribusi normal dipengaruhi oleh dua parameter, yaitu

rata-rata dan standar deviasi. Sudah diketahui aktivitas optimum enzim amilase

pada hari ke-3 terlihat pada gambar 4.7 dan ditunjukan berapa besar kesalahan

pada hasil analisa dengan menggunakan standar error (SE) atau kesalahan baku,

SE merupakan nilai yang mengukur seberapa tepat nilai rata-rata yang kita

peroleh. Pada hasil percobaan didapatkan nilai standar deviasi sekitar 4 sampai 8

dari rata-rata yang diperoleh sekitar 75 sampai dengan 296.


39

Gambar 4.7 Analisa Statistik Berdasarkan Standar Deviasi

Dalam penelitian ini digunakan hipotesis Two-Sample Assuming Unequal

Variances dengan one tail dalam uji t, hipotesis one tail digunakan untuk melihat

nilai rata-rata dari satu sampel berdasarkan waktu yaitu hari ke 3 lebih dari (>),

kurang dari (<), atau sama dengan (=) dari sampel berdasarkan waktu (hari)

lainnya. Dalam pengujian Dalam pengujian hipotesis, kriteria penolakan atau

penerimaan H0 adalah berdasarkan nilai P-Value atau nilai T-tabel, kriteria-

kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

3. Jika nilai P-value (Sig.) < α (biasanya 5%), maka H0 ditolak, jika nilai P-

value (Sig.) > α (biasanya 5%), maka H0 diterima.

4. Jika nilai t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak, jika nilai t-hitung < t-

tabel maka H0 diterima.

Setelah dianalisa didapatkan nilai t-hitung pada hari ke 1 sebesar 70.39

dengan derajat bebas 2 dengan nilai Sig (1-tailed) sebesar 0.0001008 dengan nilai
40

t-tabel dengan taraf signifikansi sebesar 0,05 adalah sebesar 2.919, pada hari ke 2

sebesar 42.48 dengan derajat bebas 1 dengan nilai Sig (1-tailed) sebesar 0.0075

dengan nilai t-tabel dengan taraf signifikansi sebesar 0,05 adalah sebesar 6.313,

pada hari ke 4 sebesar 39.60 dengan derajat bebas 1 dengan nilai Sig (1-

tailed) sebesar 0.0080 dengan nilai t-tabel dengan taraf signifikansi sebesar 0,05

adalah sebesar 6.313, pada hari ke 5 sebesar 68.97 dengan derajat bebas 2 dengan

nilai Sig (1-tailed) sebesar 0.000105 dengan nilai t-tabel dengan taraf signifikansi

sebesar 0,05 adalah sebesar 2.919.

Didapatkan nilai P-value (Sig.) < α (5%), dan nilai t-hitung > t-tabel,

maka TOLAK H0. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata aktivitas enzim

α-amilase terdapat perbedaan yang signifikan dari sampel yang memiliki aktivitas

optimum tertinggi dengan sampel lainnya berdasarkan waktu fermentasi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa:

1. Kondisi waktu fermentasi terbaik yang diperlukan oleh sel mikroba untuk

mengubah substrat menjadi produk yang di produksi jamur T. viride

adalah 3 hari pada suhu 30 oC pH 7.00.

2. Aktivitas enzim α-amilase tertinggi yang dihasilkan oleh T. viride dalam

menghidrolisis pati sebesar 296,27 U/mL.

3. Waktu fermentasi T. viride dalam memproduksi enzim dapat

mempengaruhi aktivitas enzim untuk menghidrolisis pati menjadi gula

sederhana. Dimana waktu fermentasi yang terlalu singkat mengakibatkan

hanya sedikit enzim yang berikatan dengan subtrat, sedangkan pada waktu

yang terlalu panjang seluruh enzim telah terjenuhi oleh substrat sehingga

tidak terjadi penambahan produk.

4. Nilai rata-rata aktivitas enzim α-amilase terdapat perbedaan yang

signifikan berdasarkan waktu fermentasi dengan taraf signifikansi sebesar

0,05.

41
42

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, kepada peneliti selanjutnya dapat

mengembangkan metode fermentasi terendam seperti mengenai larutan media

fermentasi lebih efisien. Dan agar dikembangkan pada mikroorganisme lain yang

lebih mudah di isolasi dengan waktu pertumbuhan yang jauh lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi A., Ghobadi S., dan Khajeh K., Nomanpour B., dan Badoei A.D., 2010,
Purification of α-amylase from Bacillus sp. GHA1 and it’s Partial
Caracterization, J. Iran. Chem. Soc., 7 (2), 432-440.

Atmaja S,D, Wuryanti, dan Anam K, 2013. Isolasi, Purifikasi dan Karakterisasi α-
Amilase Dari Trichoderma viride FNCC 6013. 1 (1), Hal 85 – 93, Jurusan
Kimia, Fakultas Sains dan, Universitas Diponegoro

Aiyer. PV. 2005. Amylases and their applications. African Journal of


Biotechnology. Vol. 4: Hal 1525-1529.

Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga

Chalal DS. 1985. Solid-State Fermentation with Trichoderma reesei for Cellulase
Production. Appl Environ Microbiol 49(1): 205-10

Crueger W., dan Anneliesse C. 1984. Biotechnology : A Text book of Industrial


Microbiology. Editor of the English Edition by Thomas D.Brock. Science
Tech Inc. Madison. New York.

Deacon, J. W. 1997. Modern Mycology Third Edition. Berlin: Blackwell Science.

Deb P, Talukdar SA, Mohsina K, Sarker PK, dan Sayem SMA. 2013. Production
and partial characterization of extracellular amylase enzyme from Bacillus
amyloliquefaciens P-001. Springerplus.

Divakaran D, Chandran A, dan Chandran RP. 2011. Comparative study on


production of a-amylase from Bacillus licheniformis strains. Braz J
Microbiol.

Druzhinina, I.R., Kopchinskiy, A. G., dan Kubicek, C. P. 2006. The first 100
Trichoderma species characterized by molecular data. Mycoscience 47:55–64.

Gandjar, I, 2006, Pertumbuhan Fungi, Dalam : Gandjar, I., W. Sjamsuridzal dan


A, Oetari. 2006, Mikologi dasar terapan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta :
36-46

43
44

Giovanni J, Pranata Sinung F, dan Purwijantiningsih Ekawati LM, 2013, Variasi


Waktu dan Enzim α – Amilase Pada Hidrolisis Pati Sukun (Artocarpus altilis
Park.), Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Hanson, L. E., dan Howell, C.R. 2004. Elicitors of Plant Defense Responses from
Biocontrol Strains of Trichoderma virens. Phytopathology 94:171-176.

Harmayani, E., Ngatirah., Rahayu, E.S dan Utami, T., 2001, Ketahanan dan
Viabilitas Probiotik Bakteri Asam Laktat Selama Proses Pembuatan Kultur
Kering dengan Metode Freeze dan Spray Drying, Jurnal Teknol dan Industri
Pangan, No. 2, Vol. XII, hal : 126-132

Joseph B, Charles S. 2013 Microbial Production and Maximization of α-Amylase


by Submerged Fermentation. International Journal of Science and Research
(IJSR), India Online ISSN: 2319-7064. Vol. 2: Hal 384-386.

Khuzemah, S. 2014. Identifikasi amilum pada tepung. https://plus.google.com/.


Diaskes pada tanggal 10 november 2016.

Lehninger A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Diterjemahkan oleh M.


Thenawijaya. Jakarta: Erlangga.

Lidya, B dan Djenar, N.S, 2000, Dasar Bioproses. Departemen Pendidikan


Nasional

Liu, Q. 2005. Understanding Starches and Their Role in Foods. Taylor & Francis
Group, LLC.

Lu, Z., Tombolini, R., Woo, S., Zeilinger, S., Lorito, M., Jansson, J. K. 2004. In
Vivo Study of Trichoderma-Pathogen-Plant Interactions, Using Constitutive
and Inducible Green Fluorescent Protein Reporter Systems. American Society
for Microbiology. Vol. 70, No. 5 p. 3073–3081.

Mahmood, S. Rahman, S. R. 2008. Production and Partial Characterization of


Extracellular α-Amylase by Trichoderma viride. Bangladesh J Microbiol,
Volume 25, Number 2, December 2008, pp 99-103.

Ngili, Y. 2009. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul. Yogyakarta. Graha


Ilmu.
45

Oktaviani, Maulida, 2011, Penggunaan Metode Freezing (-4 oC) dengan


Konsentrasi DMSO 5% untuk Preservasi Strain-Strain Nostoc [Vaucher 1803]
Bornet et Flahault 1886, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.. Universitas Indonesia, Depok

Pacheco R.A.C., Carvalho J.C.M., Converti A., Perego P., Tavares L.C., dan Sato
S., 2004, Chem Info Vol 1, No 1, Hal 85 - 93, 2013 Production of α-amylase
and Glucoamylase from Different Starches by a New Trichoderma sp. Isolate.
Annals of Microbiology, 54 (2), 169-180.

Poedjiadi. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Pujawati S. 2012 Seleksi, Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Termofilik Pasca


Erupsi Merapi Sebagai Penghasil Enzim Amilase [Skripsi]. Program Studi
Biologi. Jurusan Pendidikan Biologi. Fakultas Metematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Ratna S. 2011. Solid Substrate Fermentation (SSF) and Submerged Fermentation


(SmF) of Aspergillus versicolor A6 using pineapple waste as substrate for
pectinase production. Faculty of Resource Science and Technology University
Malaysia Sarawak.

Reddy, N. S. Nimmagadda, A dan RAO KR. 2003. An overview of the microbial


α-amylase family. African Journal of Biotechnology. 2:645-648.

Riadi Lieke. 2013. Teknologi Fermentasi. Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sebayang, F. 2005. Isolasi dan Pengujian Aktivitas Enzim α-Amilase Dari


Aspergillus Niger dengan Menggunakan Media Campuran Onggok dan
Dedak. Jurnal Komunikasi Penelitian, Vol 17 (5), Hal 1,3 dan 4, Departemen
FMIPA USU, Sumatera Utara.

Sarjono, R.P., Mulyani, N.S., Setyani, W.S, 2012, Molekul, Kadar Glukosa dari
Hidrolisis Selulosa pada Eceng Gondok Menggunakan Trichoderma viride

Sari, Fitriana, 2012, Purifikasi Parsial dan Karakterisasi Endoglukanase dari


Trichoderma viride T051 Pada Fermentasi Menggunakan Substrat Dedak
Padi, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Indonesia, Depok
46

Shah, I. J., Gami, P. N., Shukla, R.M., Acharya, D.K. 2014. Optimization for α-
amylase production by Aspergillus oryzae using submerged fermentation
technology. Basic Research Journal of Microbiology ISSN 2354-4082 Vol.
1(4) pp. 01-10.

Sivaramakrishnan S, Gangadharan D, Nampoothiri KD, Sossol CR & Pandey A.


2006. α-amylase from microbial sources- An overview on recent
developments. Food. Technol. Biotechnol. 44: 173-184.

Souza PM, Magalhaes PO. 2010. Application of microbial α-amylase in


industry-A review. Braz J Microbiol.

Suganthi, R., Benazir, J.F., Santhi R., Kumar R.V., Hari A., Meenakshi N.,
Nidhiya K.A., Kavitha G., dan Lakshmi R., 2011, Amylase Production by
Aspergillus niger under Solid State Fermentation Using Agroindustrial Wastes,
Internetional Journal of Engineering Science and Technology (IJEST), 1736-
1739.

Tangerdy RP. 1998. Advancer in Biotechnology. New Delhi: Educational


Publishers and Distributors. Hal. 38-44

Vishwanath H. 2011. Method of Production Submerged Fermentation.


http://www.scribd.com/. Diaskes pada tanggal 22 november 2016.

Winarno, F. G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Xia Meng-lei., Wang Lan., Yangc a Zhi-xia dan Hong-zhang Chen. 2015. A novel
digital color analysis method for rapid glucose detection. University of
Chinese Academy of Sciences, Beijing 100039, China. Anal. Methods This
journal is The Royal Society of Chemistry.
47

LAMPIRAN A
PROSEDUR OPERASI ALAT PERCOBAAN

A.1 Sentrifugator

Prosedur operasi sentrifugator adalah sebagai berikut:

1. Sambungkan catu daya sentrifugator ke sumber listrik.

2. Masukkan sampel ke dalam tabung sampel.

3. Pastikan sampel yang ingin di sentrifugasi berjumlah genap agar saat

proses sentrifugasi berlangsung seimbang.

4. Atur posisi penempatan tabung sampel dalam alat sentrifugasi secara

berlawanan agar proses sentrifugasi berlangsung seimbang.

5. Atur waktu dan kecepatan proses sentrifugasi.

6. Setelah proses sentrifugasi selesai, tekan tombol off dan putuskan

hubungan catu daya dari sambungan listrik.

A.2 Autoklaf

Prosedur operasi autoklaf adalah sebagai berikut:

1. Sambungkan catu daya autoklaf ke sumber listrik.

2. Siapkan sampel yang akan disterilisasi.

3. Tekan tombol on dan atur jenis sterilisasi menjadi mode liquid (121˚C, 10

atm selama 15 menit).

4. Masukkan fermentor terlebih dahulu, kemudian masukkan medium

fermentasi serta alat-alat yang akan disterilisasi.

5. Tutup autoklaf dan pastikan terkunci dengan baik.


48

6. Tekan tombol start.

7. Ketika alarm bunyi, buka autoklaf, dan keluarkan bahan yang telah

disterilisasi.

8. Tekan tombol off dan putuskan hubungan catu daya dari sambungan

listrik.

A.3 Inkubator

Prosedur operasi inkubator adalah sebagai berikut:

1. Sambungkan catu daya incubator ke sumber listrik.

2. Tekan tombol on.

3. Atur temperatur inkubasi.

4. Masukkan Erlenmeyer yang berisi inokulum ke dalam inkubator.

5. Tutup inkubator pastikan tertutup rapat.

5. Setelah waktu inkubasi selesai, keluarkan Erlenmeyer yang berisi

inokulum.

8. Tekan tombol off dan putuskan hubungan catu daya dari sambungan listrik.
49

LAMPIRAN B
DATA MENTAH HASIL PERCOBAAN

A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal (λmaks)

Tabel L.B.1 Data Absorbansi Panjang Gelombang

No Panjang Gelombang Absorban


1 500 0,009
2 510 0,012
3 520 0,017
4 530 0,027
5 540 0,065
6 550 0,038

B. Penentuan Kurva Standar Glukosa

Tabel L.B.2 Data Absorbansi Kurva Standar Glukosa

No Konsentrasi Glukosa (mg/mL) Absorban


1 0 0
2 50 0,02
3 100 0,042
4 150 0,063
5 200 0,083
50

C. Penentuan Absorbansi Aktivitas Enzim

Tabel L.B.3 Data Absorbansi Aktivitas Enzim

Absorban
No Sampel Enzim Ekstrak Kasar (hari)
1 2 3
1 A1 0,019 0,021 0,018
2 A2 0,025 0,024 0,025
3 A3 0,075 0,076 0,077
4 A4 0,027 0,029 0,029
5 A5 0,023 0,019 0,021

D. Penentuan Kurva Pertumbuhan

Tabel L.B.4 Data Kurva Pertumbuhan Trichoderma viride

Waktu Jumlah sel


TPC 1 TPC 2 Rata-rata Pengenceran
(Jam) (CFU/mL)
0 0 0 0 0 0
24 89 79 84 107 8,400 x 105
48 209 195 202 107 2,020 x 107
72 238 239 238,5 108 2,385 x 107
96 228 235 231,5 108 2,315 x 107
120 215 200 207,5 108 2,075 x 107
144 133 130 131,5 108 1,315 x 107
51

LAMPIRAN C

PERHITUNGAN

A. Penentuan Konsentrasi Larutan Standar Glukosa

Tabel L.C.1 Perhitungan Membuat Larutan Standar Glukosa

Stock glukosa Buffer FBS Concentration glukosa


No
(mL) (mL) (mg/mL)
1 0 2 0
2 0,5 1,5 50
3 1,5 1,5 100
4 1,5 0,5 150
5 2 0 200

B. Penentuan Grafik Kurva Larutan Standar

Tabel L.C.2 Perhitungan Membuat Larutan Standar Glukosa

Stock Buffer Concentration mol micromol


Absorban
glukosa (mL) FBS (mL) glukosa (mg/mL) glukosa/mL glukosa
0 2 0 0 0 0
0,5 1,5 50 0,00028 277,8 0,02
1,5 1,5 100 0,00056 555,6 0,042
1,5 0,5 150 0,00083 833,3 0,063
2 0 200 0,00111 1111,1 0,083
52

C. Penentuan Aktivitas Enzim

Tabel L.C.3 Perhitungan Rata-Rata Absorbansi Sampel

Sampel 1 2 3 Mean STDEV


A1 0,019 0,021 0,018 0,019 0,002
A2 0,025 0,024 0,025 0,025 0,001
A3 0,075 0,076 0,077 0,076 0,001
A4 0,027 0,029 0,029 0,028 0,001
A5 0,023 0,019 0,021 0,021 0,002

Tabel L.C.4 Perhitungan Rata-Rata Absorbansi Blanko

Blanko 1 2 3 Mean STDEV


A1 0,003 0,003 0,001 0,002 0,001
A2 0,002 0,005 0,004 0,004 0,002
A3 0,010 0,009 0,009 0,009 0,001
A4 0,006 0,007 0,005 0,006 0,001
A5 0,002 0,001 0,002 0,002 0,001

Tabel L.C.5 Perhitungan Rata-Rata Absorbansi Delta

Delta 1 2 3 Mean STDEV


A1 0,016 0,018 0,017 0,017 0,001
A2 0,023 0,019 0,021 0,021 0,002
A3 0,065 0,067 0,068 0,067 0,002
A4 0,021 0,022 0,024 0,022 0,002
A5 0,021 0,018 0,019 0,019 0,002
53

Tabel L.C.6 Perhitungan Rata-Rata Mikromol

Mikromol 1 2 3 Mean STDEV


A1 213,31 239,98 226,64 226,6 13,33
A2 306,64 253,31 279,97 280,0 26,66
A3 866,58 893,24 906,58 888,8 20,36
A4 279,97 293,30 319,97 297,7 20,36
A5 279,97 239,98 253,31 257,8 20,36

Tabel L.C.7 Perhitungan Rata-rata Aktivitas Enzim (U/mL)

Mikromol/min.mL 1 2 3 Mean STDEV


A1 71,10 79,99 75,55 75,5 4,44
A2 102,21 84,44 93,32 93,3 8,89
A3 288,86 297,75 302,19 296,3 6,79
A4 93,32 97,77 106,66 99,2 6,79
A5 93,32 79,99 84,44 85,9 6,79

D. Penentuan Analisa Statistik

Tabel L.D.1 Perbandingan Analisa Statistik Hari ke 1 dan hari ke 3

t-Test Sampel Hari ke -3 Sampel Hari ke -1


Mean 299,97 77,77
Variance 9,874568 9,874568
Hypothesized Mean Difference 1
df 2
t Stat 70,39244824
P(T<=t) one-tail 0,000100876
t Critical one-tail 2,91998558
54

Tabel L.D.2 Perbandingan Analisa Statistik Hari ke 2 dan hari ke 3

t-Test Sampel Hari ke -3 Sampel Hari ke -2


Mean 299,97 88,88
Variance 9,874568 39,498272
Hypothesized Mean Difference 1
df 1
t Stat 42,28402533
P(T<=t) one-tail 0,007526496
t Critical one-tail 6,313751515

Tabel L.D.3 Perbandingan Analisa Statistik Hari ke 3 dan hari ke 4

t-Test Sampel Hari ke -3 Sampel Hari ke -4


Mean 299,97 102,212
Variance 9,874568 39,498272
Hypothesized Mean Difference 0
df 1
t Stat 39,80201
P(T<=t) one-tail 0,00799565
t Critical one-tail 6,313751515

Tabel L.D.4 Perbandingan Analisa Statistik Hari ke 3 dan hari ke 5

t-Test Sampel Hari ke -3 Sampel Hari ke -5


Mean 299,97 82,214
Variance 9,874568 9,874568
Hypothesized Mean Difference 1
df 2
t Stat 68,97823468
P(T<=t) one-tail 0,000105053
t Critical one-tail 2,91998558
55

LAMPIRAN D
GAMBAR HASIL PENELITIAN

1. Peremajaan Trichoderma viride 2. Hasil Pengujian uji Iodin

3. Media Fermentasi 4. Hasil Produksi Enzim α-amilase

5. Hasil Sentrifugasi Enzim α-amilase 6. Ekstrak Enzim Kasar

7. Hasil pemanasan sebelum pengenceran 8. Hasil pemanasan setelah pengenceran


56

LAMPIRAN E
GAMBAR ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM PERCOBAAN

Timbangan Digital Hot plate stirrer Autoklaf


(MT JL602) (Velp AREC) (MC 30325)

Inkubator Sentrifugasi Pompa Vakum


(Incucel 111) (S 80-2) (R400)

Spirtus Waterbath Spektrofotometer


(spektronik-20D)

Anda mungkin juga menyukai