DI SUSUN OLEH :
VARA AL KAUTSARINA
14172011
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan penulisan makalah dengan judul Asuhan keperawatan pruritus. Shalawat
beserta salam tak lupa pula kita hanturkan ke pangkuan nabi akhir zaman Muhammad
SAW beserta keluarga sahabat beliau sekalian.
Pada makalah ini akan membahas tentang pruritus (gatal) merupakan salah satu dari
sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai pada gangguan dermatologik dengan sensasi
tidak menyenangkan di kulit yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan kami sendiri mengharapkan
kritikan dan saran, karena makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Terima kasih atas
dukungan segala pihak yang membantu kami.
Penyusun
Vara Al Kautsarina
2
DAFTAR ISI
ASKEP PRURITUS.............................................................................................................1
A. DEFINISI...................................................................................................................1
C. ETIOLOGI.................................................................................................................3
D. EPIDEMIOLOGI......................................................................................................4
E. MANIFESTASI KLINIS...........................................................................................5
F. PATOFISIOLOGI.....................................................................................................6
A. PEMERIKSAAN PENUNJANG.............................................................................8
H. PENATALAKSANAAN............................................................................................9
I. HEALTH EDUCATION.........................................................................................11
3
ASKEP DENGAN PRURITUS
A. DEFINISI
1. Pruritus (gatal) merupakan ketidaknyamanan utama sampai tingkat ringan atau
berat pada inflamasi kulit (Long, BC, 1996)
2. Pruritus (gatal-gatal) merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling
sering dijumpai pada gangguan dermatologik yang menimbulkan gangguan rasa
nyaman dan perubahan integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan
(Brunner dan Suddarth, 2002)
3. Pruritus adalah gejala dari berbagai penyakit kulit, baik lesi primer maupun lesi
sekunder, meskipun ada pruritus yang ditimbulkan akibat faktor sistemik non-
lesi kulit. Pruritus yang tidak disertai kelainan kulit disebut pruritus esensial
(pruritus sine materi). (Djuanda A., 2007)
Jadi, pruritus (gatal) merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering
dijumpai pada gangguan dermatologik dengan sensasi tidak menyenangkan di kulit
yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk. Pruritus yang hebat menyebabkan
pasien menggaruk kulit lebih dalam dan lama, sehingga kadang kulit bisa sampai
berdarah karena sensasi nyeri ditoleransi lebih baik daripada rasa gatal. Pruritus yang
tidak disertai kelainan kulit disebut sebagai pruritus esensial (pruritus sine materi).
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan jenisnya pruritus dibagi menjadi:
1. Pruritus Primer adalah pruritus tanpa adanya penyakit dermatologi atau alat
dalam dan dapat bersifat lokalisata atau generalisata, bisa bersifat psikogenik
yang disebabkan oleh kompenen psikogenik yang memberikan stimulasi pada
itch centre.
2. Pruritus Sekunder adalah pruritus yang timbul sebagai akibat penyakit sistemik,
pada pruritus sistemik toksin-toksin metabolik mungkin tertimbun di cairan
interstisium dibawah kulit. (Djuanda A., 2007)
Klasifikasi pruritus berdasarkan patofisiologinya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
1. Gatal pruritoseptif adalah gatal yang berasal dari kulit dan terjadi akibat adanya
pruritogen, seperti kulit yang kering, terjadi inflamasi, serta terjadi kerusakan
kulit.
2. Gatal neuropatik adalah gatal yang terjadi akibat terdapat lesi di jaras aferen
penghantaran impuls, seperti neuralgia dan gangguan serebrovaskuler.
4
3. Gatal neurogenik adalah gatal yang berasal dari pusat (sentral) tanpa disertai
keadaan patologis. Contohnya adalah sumbatan kantung empedu yang akan
meningkatkan kadar senyawa opioid yang akan memicu timbulnya pruritus.
4. Gatal psikogenik adalah gatal yang cenderung ditimbulkan akibat aktivitas
psikologis dan kebiasaan berulang. Misalnya, ketakutan terhadap parasit
(parasitofobia) dapat menyebabkan sensasi gatal. (Twycross R et al, 2003)
C. ETIOLOGI
Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen.
1. Eksogen, misalnya dermatitis kontak iritan (pakaian, logam, benda asing),
dermatitis kontak allergen (makanan, karet, pewangi, perhiasan, balsem, sabun
mandi), rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau, skabies, pedikulus, larva
migrans) atau faktor lingkungan yang membuat kulit lembab atau kering.
2. Endogen, misalnya reaksi obat atau penyakit sistemik seperti gangguan ginjal,
gangguan metabolik (DM, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme), dan stress
psikologis yang menyebabkan meningkatnya sensitivitas respon imun.
Seringkali kausa secara klinis belum diketahui.(Moscella, 1986)
Pruritus dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan. Secara umum, penyebab
pruritus dapat diklasifikasikan menjadi lima golongan, yaitu:
1. Pruritus local
Pruritus lokal adalah pruritus yang terbatas pada area tertentu di tubuh.
Penyebabnya beragam, diantaranya:
a. Kulit kepala : Seborrhoeic dermatitis, kutu rambut
b. Punggung : Notalgia paraesthetica
c. Lengan : Brachioradial pruritus
d. Tangan : Dermatitis tangan, dll.
2. Gangguan sistemik
Beberapa Gangguan Sistemik Penyebab Pruritus
a. Gangguan ginjal seperti gagal ginjal kronik.
b. Gangguan hati seperti obstruksi biliaris intrahepatika atau ekstrahepatika.
c. Endokrin atau metabolik seperti diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipoparatiroidisme, dan myxoedema.
d. Gangguan pada darah seperti defisiensi seng (anemia), polycythaemia,
leukimia limfatik, dan Hodgkin's disease.
5
Penyebab pruritus yang berasal dari gangguan kulit sangat beragam. Beberapa
diantaranya, yaitu dermatitis kontak iritan dan alergi, kulit kering, prurigo
nodularis, urtikaria, psoriasis, dermatitis atopic, folikulitis, kutu, scabies, miliaria,
dan sunburn.
5. Hormonal
Dua persen dari wanita hamil menderita pruritus tanpa adanya gangguan
dermatologic. Pruritus gravidarum diinduksi oleh estrogen dan terkadang terdapat
hubungan dengan kolestasis. Pruritus terutama terjadi pada trimester ketiga
kehamilan, dimulai pada abdomen atau badan, kemudian menjadi generalisata. Ada
kalanya pruritus disertai dengan anoreksi, nausea, dan muntah. Pruritus akan
menghilang setelah penderita melahirkan. Ikterus kolestasis timbul setelah
penderita mengalami pruritus 2-4 minggu. Ikterus dan pruritus disebabkan oleh
karena terdapat garam empedu di dalam kulit. Selain itu, pruritus juga menjadi
gejala umum terjadi menopause. Setidaknya 50% orang berumur 70 tahun atau
lebih mengalami pruritus. Kelainan kulit yang menyebabkan pruritus, seperti
scabies, pemphigoid nodularis, atau eczema grade rendah perlu dipertimbangkan
selain gangguan sistemik seperti kolestasis ataupun gagal ginjal. Pada sebagian
besar kasus pruritus spontan, penyebab pruritus pada lansia adalah kekeringan kulit
akibat penuaan kulit. Pruritus pada lansia berespon baik terhadap pengobatan
emollient. (Djuanda, 2007)
D. EPIDEMIOLOGI
Pruritus mengenai 20% orang dewasa di Amerika Serikat dengan sekitar 40-50% di
dasari oleh penyakit penyerta sitemik :
1. Renal pruritus mengenai sekitar 60% pasien CRF yang mendapat HD. Pasien
yang tidak mendapat HD prevalansinya sekitar 30%.
6
2. Pasien kolestasis dengan sirosis bilier primer 60% mengalami pruritus.
3. Pasien polisitemia vera 48-70% mengalami pruritus aquagenik.
4. Hipertiroidisme menyebabkan priritus sekitar 4-11%, umumnya pada pasien
yang tidak mendapat terapi/penanganan adekuat. Sedangkan prevalensi pruritus
untuk hipotiroidisme dan DM tidak diketahui dengan pasti karena lebih jarang
terjadi.
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner dan Suddarth (2000), manifestasi klinis pruritus adalah
1. Garukan, sering lebih hebat pada malam hari
Pada garukan akut dapat menimbulkan urtikaria, sedangkan pada garukan kronik
dapat menimbulkan perdarahan kutan dan likenifikasi (hasil dari aktivitas menggaruk
7
yang dilakukan secara terus menerus dengan plak yang menebal). Apabila garukan
dilakukan dengan menggunakan kuku dapat menyebabkan ekskoriasi linear pada
kulit dan laserasi pada kukunya sendiri.
3. Rasa gatal yang hebat dapat menyebabkan ketidakmampuan pada individu dan
menganggu penampilan pasien. Dalam beberapa kasus, gatal yang terjadi
biasanya disertai dengan nyeri dan sensasi terbakar.
F. PATOFISIOLOGI
Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen.
Faktor eksogen, misalnya dermatitis kontak iritan (pakaian, logam, benda asing),
dermatitis kontak allergen (makanan, karet, pewangi, perhiasan, balsem, sabun mandi),
rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau, skabies, pedikulus, larva migrans) atau
faktor lingkungan yang membuat kulit lembab atau kering. Faktor endogen, misalnya
reaksi obat atau penyakit sistemik seperti gangguan ginjal, gangguan metabolik (DM,
hipertiroidisme, dan hipotiroidisme), dan stress psikologis yang menyebabkan
meningkatnya sensitivitas respon imun. Seringkali kausa secara klinis belum diketahui
(Moscella, 1986).
Kulit kering dan pajanan terhadap faktor tertentu (zat kimia dan rangsangan fisik
dan mekanik, misalnya logam) akan mengakibatkan kerusakan kulit oleh pruritogen.
Penyakit sistemik seperti gangguan ginjal akan meningkatkan ureum serum yang
berkontribusi sebagai agen pruritogenik. Gangguan metabolism seperti DM,
hipertiroidisme dan hipotiroidisme juga merupakan penyebab timbulnya pruritus, selain
itu penyebab lainnya seperti penyakit hepar akan menyebabkan kolestasis (sumbatan
kantung empedu) yang dapat meningkatkan sintesis senyawa opioid. Faktor lain seperti
stress yang juga berpengaruh terhadap timbulnya pruritus karena stress meningkatkan
sensitivitas respon imun, hal ini mengakibatkan sistem imun melepaskan mediator
8
inflamasi secara berlebihan dan menyebabkan substansi P mensensitisasi nosiseptor secara
kimiawi. Proses imunologi sebagai salah satu faktor endogen lainnya disebabkan karena
terpapar bahan allergen (pewangi, pengawet, perhiasan, pewarna rambut, balsam, karet)
akan mengakibatkan reaksi imunologi (allergen terikat dengan protein membentuk antigen
lengkap, antigen ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel langerhans, antigen yang
telah diproses dipresentasikan oleh sel T, sel T berdiferensiasi dan berploriferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori, tersebar ke
seluruh tubuh menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh, dan
apabila terpapar bahan allergen kembali maka akan menstimulasi ujung saraf bebas di
dekat junction dermoepidermis, kemudian merangsang epidermis dan percabangan serabut
saraf tipe C tak termielinasi. Selanjutya, korteks serebri mempersepsikan stimulus gatal
melalui jaras asenden yang memicu timbulnya pruritus dan adanya scratch reflexes (reflex
garuk akibat eksitasi terhadap reseptor pruritus). Stimulasi serabut saraf C hingga
dipersepsikannya rasa gatal oleh korteks serebri juga menjadi patofisiologi pruritus yang
disebabkan oleh faktor eksogen (lingkungan yag mengakibatkan kulit kering) serta faktor
endogen (stress psikologik, hormonal, dan penyakit sistemik).
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai
pada gangguan dermatologik yang menimbulkan gangguan rasa nyaman dan perubahan
integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan. Reseptor rasa gatal tidak
bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat (peniciate) yang hanya ditemukan dalam
kuit, membrane mukosa dan kornea (Sher, 1992 dalam Brunner&Suddart 2002). Garukan
menyebabkan terjadinya inflamasi sel dan pelepasan histamine oleh ujung saraf yang
memperberat pruritus yang selanjutnya menghasilkan rasa gatal dan menggaruk.
Meskipun pruritus biasanya disebabkan oleh penyakit kulit yang primer dengan terjadinya
ruam atau lesi sebagai akibatnya, namun keadaan ini bisa timbul tanpa manifestasi kulit
apapun. Keadaan ini disebut sebagai esensial yang umumnya memiliki awitan yang cepat,
bisa berat dan menganggu aktivitas hidup sehari-hari yang normal. Pruritus juga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit akibat kerusakan kulit (erosi, ekskeriasi)
yang dipicu oleh rangsangan dari saraf motorik.
9
A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk mengetahui penyebab pruritus walaupun
pemeriksaan klinis juga bisa menandai adanya kelainan sistemik tertentu. Pemeriksaan yang
bisa dilakukan untuk mendiagnosis kemungkinan pruritus karena penyakit penyerta sistemik
antara lain :
10
- TSH Hipotiroidisme
meningkat, T3-
bebas menurun
8 Chest Radiography Limfadenopati Hodgkin Pruritus
mediastinum lymphoma malignansi
H. PENATALAKSANAAN
Pada gatal yang tergeneralisasi dan terjadi hampir di seluruh tubuh, pasien
sebaiknya tetap dalam keadaan tubuh yang dingin dan menghindari udara panas.
Hindari konsumsi alkohol dan makanan yang pedas. Penggunaan menthol secara
topikal dapat menimbulkan sensasi dingin melalui persarafan reseptor TPR nosiseptor
dan dapat menekan terjadinya gatal.
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa gatal itu sendiri.
Sementara pemeriksaan untuk mencari penyebab pruritus dilakukan, terdapat beberapa
cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga menimbulkan perasaan lega pada penderita,
yaitu:
b. Medikasi Oral
Pengobatan dengan medikasi oral mungkin diperlukan, jika rasa gatal cukup parah
dan menyebabkan tidur terganggu:
1) Aspirin: efektif pada pruritus yang disebabkan oleh mediator kinin atau
prostaglandin, tapi dapat memperburuk rasa gatal pada beberapa pasien.
2) Doxepin atau amitriptyline: antidepresan trisiklik dengan antipruritus yang
efektif. Antidepresan tetrasiklik dapat membantu rasa gatal yang lebih parah.
11
3) Antihistamin:. Antihistamin memiliki efek yang kurang baik, kecuali pada
pruritus yang dicetuksan terutama akibat aksi histamin. Contohnya adalah
urtikaria. Antihistamin yang tidak mengandung penenang memiliki
antipruritus. Antihistamin penenang dapat digunakan karena efek penenangnya
tersebut
4) Thalidomide terbukti ampuh mengatasi prurigo nodular dan beberapa jenis
pruritus kronik.
Secara ringkas, obat-obat yang bekerja secara perifer antara lain antagonis H1,
agonis H3, antagonis SP, antagonis TRPV1, agonis CB1, antagonis PAR-2.
Sementara yang bekerja secara sentral adalah gabapentin (untuk gatalneuropati),
talidomit (mensupresi persarafan), mirtazapin, inhibitor uptake serotonin, dan opioid
miu antagonis atau agonis kappa (Burton G, 2006)
I. HEALTH EDUCATION
Sebagian besar terapi lesi kulit ditujukan untuk mengurangi atau meredakan
pruritus, yakni keluhan subjektif yang paling sering ditemukan pada pasien dengan
12
gangguan kulit. Adapun manajemen pruritus yang kami dapat di Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik (Donna L. Wong, 2009) adalah :
1. Menyejukan area yang terkena dan meningkatkan PH kulit dengan cara mandi air
dingin atau kompres dingin dengan tujuan untuk menurunkan stimulasi eksterna ke
area luka
2. Kompres alkalin (misalnya mandi dengan baking soda) dengan tujuan untuk
meningkatkan PH kulit, bantu mencegah untuk menggaruk kembali area yang gatal.
3. Pakaian dan alas tidur hendaknya terbuat dari bahan yang lembut dan ringan dengan
tujuan untuk mencegah iritasi akibat gesekan
4. Yang paling utama adalah diusahakan sedapat mungkin tidak menggaruk bagian yang
gatal
5. Pada anak dengan pemahaman yang kurang dan kurangnya sikap kooperatif mereka
terhadap manajemen ini, dapat dilakukan peggunaan alat seperti mitten (sejenis
sarung tangan) terutama waktu anak tidur karena reflek menggaruk pasti tidak
disadari anak sewaktu tidur
6. Memastikan agar kuku jari anak tetap pendek, dipotong dengan baik guna mencegah
infeksi sekunder (Wong, hal : 1330)
7. Penggunaan kompres dingin, batu es atau bedak dingin yang mengandung mentol
dan kamfor yang menimbulkan vasokonstriksi
8. Antihistamin seperti difenhidramin (Benadryl) yang diresepkan dengan takaran
sedatif pada saat akan tidur malam merupakan obat yang efektif untuk menghasilkan
tidur yang nyenyak dan menyenangkan.
Obat anthistamin nonsedasi seperti terfenadin (Seldane) harus dipakai untuk meredakan
pruritus pada siang harinya.
13
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRURITUS KARENA DERMATITIS
KONTAK ALERGEN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
Nama : Tn.B
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Status perkawinan : Menikah
Agama : Hindu
14
Suku : Bali
Alamat : Br. Ulundesa, Beratan Kediri Tabanan
Tanggal masuk : 12 Februari 2015
Tanggal pengkajian : 12 Februari 2015
Sumber Informasi : Pasien
Diagnosa masuk : Dermatitis kontak allergen
2. Status kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
Keluhan utama:
Gatal di seluruh tubuh.
15
gatal-gatal muncul sejak 1 bulan yang lalu sejak pasien menggunakan sabun mandi
dengan merek yang berbeda
c. Pola eliminasi:
Pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning
kecoklatan, dan pasien mengatakan BAK 5-6x /hari dengan kosistensi warana
kuning darah (-), nyeri (-).
16
Masalah keperawatan: ganguan rasa nyaman
f. Pola kognitif-perseptual
Pasien mengatakan tidak memiiki masalah pada panca inderanya seperti
perabaan, penghidu, pengecap, penglihatan dan pendegaran pasien.
17
i. Pola peran-hubungan
Pasien mengatakan sebelum dan sesudah sakit hubungan dengan keluarganya
baik. Keluarga mendukung pasien terutama dalam penyembuhan ke tenaga
kesehatan.
k. Pola keyakinan-nilai
Pasien mengatakan bahwa ia menganut agama hindu dan sembahyang secara
rutin yaitu 1-2x sehari. Saat ditanya berkaitan dengan kepercayaan, pasien
memiliki kepercayaan bahwa balian dapat menyembuhkan penyakit. Namun,
berkaitan dengan kepercayaan yang dapat mengganggu kesehatannya misalnya
larangan memotong rambut dan kuku selama sakit, pasien dan keluarganya
cukup percaya akan tetapi belum pernah menerapkan larangan tersebut selama
ia gatal-gatal.
18
g) Pasien mengatakan bekerja di bawah paparan sinar matahari tetapi pasien tidak
pernah gatal-gatal pada kulitnya. Pasien juga mengatakan sejak mengganti
merek sabun yang berbeda sejak 1 bulan yang lalu pasien menjadi gatal-gatal
pada tubuhnya.
7. Pemeriksaan diagnostik
a) Hitung darah lengkap (CBC)
b) Kadar vitamin B12 serum
c) TIBC (Total Iron Binding Capacity)
d) BUN (Blood Urea Nitrogen), serum kreatinin
e) AFP Bilirubin direk, indirek
f) USG Abdomen
g) Level TSH, T3-bebas
h) Chest Radiography
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisis Data
DO:
- Pada inspeksi kulit,
terlihat adanya
ruam di tangan,
kaki, hingga kulit
abdomen.
- Pada bagian sekitar
lutut, ditemukan
Kerusakan Integritas Kulit
adanya eksoriasi
(goresan).
2. DS:
- Pasien mengatakan Gangguan Rasa
rasa gatal yang Nyaman
meningkat di
malam hari
menyebabkan sulit
tidur.
- Pasien mengatakan
20
Korteks serebri
Gangguan Rasa Nyaman
mempersepsikan gatal
tidak mampu untuk
relaks.
DO:
- Pasien terkadang
tampak merintih
karena lesi pada
bagian lutut.
- Pasien tampak
gelisah karena
pruritus yang
dirasakannya.
3. DS:
- Pasien mengatakan Gangguan Citra
malu akibat adanya Tubuh
bekas lesi karena
garukan, terutama
di bagian kaki.
DO:
- Pasien tampak
menutupi bagian
yang gatal-gatal
dengan
mengenakan celana
21
Inflamasi
Scratchsel
Menimbulkanreflex
dan (refleks
ruampelepasan
dan lesi
Gangguan Citra Tubuh
histamine
menggaruk)
oleh ujung saraf
panjang dan baju
berlengan panjang.
4. DS:
- Pasien mengatakan Defisiensi
selalu menggaruk Pengetahuan
bagian kulit yang
gatal dengan kuku,
kecuali pada bagian
yang terasa perih
digaruk dengan
telapak tangan.
- Pasien mengatakan
telah mengalami
gatal-gatal selama
kurang lebih 1
bulan, akan tetapi
22
Defisiensi
Pengetahuan
tidak mengerti cara
menanganinya.
DO:
- Pasien merupakan
lulusan SD.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b.d zat kimia (bahan atau komposisi sabun) ditandai
dengan kerusakan lapisan kulit (lesi, erosi, dan rash).
2. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit dermatitis kontak allergen
(gatal-gatal yang tidak dapat diabaikan) dan risiko munculnya manifestasi
sekunder seperti ekskoriasi, infeksi, dan perubahan pigmentasi) ditandai dengan
gangguan pola tidur, melaporkan rasa gatal.
3. Gangguan citra tubuh b.d penyakit (dengan mekanisme klinis adanya pruritus)
ditandai dengan mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan
pandangan tentang tubuh individu dalam penampilan (mengenakan celana
panjang dan baju lengan panjang untuk menutupi bagian kulit yang ruam).
23
24
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
25
kuku) obat antiinflamasi topikal dapat
2. Lakukan tindakan delegatif
mengurangi terjadinya peradangan
dengan memberikan obat
pada kulit
topical anti inflamasi pada area 3. Agar dapat mengetahui tanda-tanda
kulit yang terjangkit, bila awal bila terjadi lesi, ruam kembali,
dianjurkan. sehingga dapat dilakukan
3. Lakukan pemantauan pada
penatalaksanaan dengan segera.
kulit secara berkala.
26
melaporkan rasa gatal. lengan atau siku selama tidur. keinginan untuk menggaruk pada
saat pasien tertidur.
4. Berikan terapi antipruritus topikal,
4. Terapi antipruritus dan antihistamin
sesuai indikasi. Dan berikan obat
dapat menggurangi rasa gatal pada
oral antihistamin, sesuai indikasi.
pasien.
5. Instruksikan pasien untuk
5. Dengan menggunakan telapak
menggunakan telapak tangan
tangan untuk menggaruk untuk
untuk menggosok area yang gatal
mencegah terjadinya lesi pada kulit
atau menjepit ujung kulit secara
yang gatal.
lembut antara jempol dan telunjuk
untuk meredakan gatal.
27
tentang tubuh individu tubuhnya. citra tubuh yang dialami. nantinya perawat dapat mengetahui
dalam penampilan secara lebih jelas tentang
(mengenakan celana masalahnya.
panjang dan baju
lengan panjang) untuk 3. Agar dapat mengurangi persepsi
menutupi bagian kulit 3. Bantu klien dalam negatif klien tentang dirinya.
yang ruam. mengembangkan kemampuan
untuk menilai diri dan mengenali
4. Agar meningkatkan keinginan klien
masalahnya.
4. Bantu dan motivasi klien untuk untuk beradaptasi sehingga dapat
beradaptasi dengan kondisinya memulihkan situasi.
saat ini (misalnya dengan
membebaskan klien untuk
memilih pakaian untuk menutupi
kulitnya yang ruam akan tetapi
tetap motivasi klien agar tidak
merasa malu dan harga diri rendah
karena pruritus).
28
Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan NIC Label:
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam Teaching: Disease Process
1. Dapat mengetahui tingkat
kurang pajanan diharapkan dapat meningkatkan 1. Kaji pemahaman klien mengenai
pemahaman dan dapat memberikan
informasi dan pemahaman mengenai gangguan gangguan yang dialami.
penjelasan mengenai gangguan
keterbatasan kognitif yang dialami dengan kriteria
yang dialami oleh pasien
(lulusan SD) ditandai hasil: 2. Pemaparan mengenai peruritus
dengan NOC Label: 2. Jelaskan pada pasien mengenai akan menambah wawasan pasien
mengungkapkan Knowledge: Disease Process gangguan pruritus secara spesifik sehingga dalam penatalaksanaannya
1. Pasien paham akan
masalah (dan tidak (etiologi dalam hal ini yakni pasien menjadi lebih paham.
gangguan yang dialami.
memahami cara karena sabun yang digunakannya,
2. Pasien paham mengenai
menangani pruritus) tanda dan gejala, patofisiologi)
cara untuk menangani dan
beserta penatalaksanaanya (seperti
mencegah gangguan yang
penggunaan terapi antiprurius dan 3. Pencegahan tersebut dapat
timbul.
antihistamin) membantu pasien agar dapat
3. Diskusikan dengan pasien
menimasilir terjadinya hal yang
mengenai pencegahan terhadap
sama.
pruritus ataupun komplikasinya
seperti dengan menjaga
kebersihan diri dan mengikuti
dengan baik penatalaksanan yang
diberikan.
29
30
D. IMLPLEMENTASI
E. EVALUASI
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia (bahan atau komposisi
sabun) ditandai dengan kerusakan lapisan kulit (lesi, erosi, dan rash)
- S : keluarga pasien mengatakan merah-merah pada kulit pasien berkurang
- O : ruam tampak berkurang, tidak tampak penambahan lesi
- A : tujuan tercapai
- P : pertahankan kondisi klien,mengajarkan pasien melakukan pemantauan
secara berkala terhadap kemungkinan ruam maupun lesi yang dapat muncul
kembali
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Terjemahan
Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
32
David F Butler, MD, Jared J Lund, MD, 2010. Pruritus and Systemic Disease. Diakses
tanggal 16 Februari 2015, dari www.emedicine.medscape.com
Djuanda A. Hamzah M. Aisah S. (editor). 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin: Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Long, Barbara, C,. 1996. Keperawatan Medical Bedah, Volume 3. VAIA Pendidikan
Keperawatan Padjajaran: Bandung
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United
States of America : Mosby
Moscella SL. Hurley HJ.(editor). Dermatologu: third edition. Philadelphia: W.B. Saunders
Company; 1986. P.2042-7.
Wong, Donna L, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. EGC: Jakarta
33