Anda di halaman 1dari 63

Pembimbing : dr. Budi Wiranto, Sp.

THT-KL
Oleh : Pinta Anastasia
1. Epistaksis 4A
2. Furunkel pada hidung 4A
3. Rhinitis alergika 4A
4. Rhinitis akut 4A
5. Rhinitis vasomotor 4A
Definisi: Keluarnya darah dari cavum nasi.
Epistaksis merupakan suatu gejala dan bukan
suatu penyakit.

Etiologi
Kelainan Lokal
 Trauma
 Kelainan anatomi  spina septi tajam
 Kelainan pembululuh darah (tipis)
 Infeksi lokal
 Benda asing
 Tumor (angiofibroma)
Kelainan Sistemik
 Penyakit kardiovaskular (hipertensi)
 Kelainan darah (trombositopenia, hemofilia)
 Infeksi sistemik (Demam berdarah)
 Perubahan tekanan atmosfer (cuaca sangat
dingin atau kering)
 Kelainan hormonal (wanita hamil)
 Kelainan kongenital (telangiektasis
hemoragik herediter)
Sumber perdarahan
Epistaksis
Posterior
- a. etmoidalis
posterior/a.
Epistaksis
sfenopalatina
Anterior
- lebih hebat,
- Plesus
jarang berhenti
Kiesselbach
sendiri
- Ringan
 ANAMNESA
 Riwayat perdarahan sebelumnya
 Lokasi perdarahan, apakah bila pasien duduk tegak darah
mengalir ke tenggorok (posterior) ataukah keluar dari
hidung depan
 Lama perdarahan dan frekuensinya
 Kecenderungan perdarahan
 Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
 Riwayat penyakit lain (hipertensi, diabetes, penyakit
hati,jantung,dll)
 Riwayat penggunaan obat-obatan (antikoagulan, NSAID,
fenilbutazon,dll)
 Riwayat trauma (terutama pada hidung)
 PEMERIKSAAN FISIK
 Vital sign
 Rhinoskopi anterior-posterior

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan lab (darah lengkap, hapusan darah,faal
hemostasis, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal,dll)
 Radiologi x-photo, CT scan, MRI (berkaitan dengan
trauma dan penyakit lain)
 Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit
diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan
agak sukar mencari sumber perdarahan di
posterior dengan rinoskopi anterior, sehingga
kadang-kadang tidak mungkin untuk mencari
sumber perdarahan itu.
 Untuk menanggulangi perdarahan posterior
dilakukan pemasangan tampon posterior yang
disebut tampon Bellocq. Tampon ini harus tepat
menutup koana (nares posterior). Pada tampon
bellocq terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah
pada satu posisi dan sebuah benang pada sisi
lainnya.
Komplikasi dapat terjadi karena proses epistaksis
atau karena proses usaha penanggulangan
epistaksis sendiri.
 Aspirasi darah ke saluran napas
 Syok
 Anemia
 Tekanan darah menurun  hipoksia  iskemia
serebri  insufisiensi koroner  infark miokard 
kematian
 Infeksi
 Pemasangan tampon  Rinosinusitis  otitis media
 Septikemia
 Hemotimpanum
 Airmata berdarah
 Laserasi palatum mole karena pemasangan tampon
Belloc
Cari faktor penyebab
 Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan
untuk mencari faktor penyebab dan
mencegah berulangnya epistaksis.
Pemeriksaan dapat berupa:
◦ Pemeriksaan darah lengkap
◦ Fungsi hepar dan ginjal
◦ Gula darah
◦ Hemostasis
◦ Foto polos atau CT scan sinus
Definisi  Furunkel adalah peradangan pada folikel
rambut dan jaringan subkutan sekitarnya. Furunkel
dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika
lebih dari satu tempat disebut furunkulosis.

Etiologi dan Faktor Predisposisi


 Iritasi
 Tekanan
 Gesekan
 Dermatitis (kerusakan dari kulit dipakai sebagai
jalan masuknya Staphylococcus aureus)
 Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik
karena faktor predisposisi : malnutrisi atau keadaan
imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus
Gejala
Mula-mula nodul kecil kemudian menjadi
pustule  nekrosis  menyembuh setelah
pus keluar  sikatriks.

Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang


akut, besar, dan lokasinya di hidung. Bisa
timbul gejala prodromal yang seperti panas
badan, malaise, mual.
 Pengobatan topikal, bila lesi masih basah
atau kotor dikompres dengan solusio
sodium chloride 0,9%. Bila lesi telah bersih,
diberi salep natrium fusidat atau
framycetine sulfat kassa steril

  Antibiotik sistemik : mempercepat resolusi


penyembuhan dan wajib diberikan terutama
pada seseorang yang beresiko mengalami
bakteremia. Antibiotik diberikan selama 7-
10 hari. Lebih baiknya, antibiotik
(Levofloxacin 500 mg/hari) diberikan sesuai
dengan hasil kultur bakteri terhadap
sensitivitas antibiotik
Definisi
 Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya
sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen
spesifik tersebut

 Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-


bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar allergen yang
diperantai IgE. (WHO)
Gambaran histologik
 Dilatasi pembuluh darah
 Pembesaran sel goblet dan sel kelenjar

mukosa
 Pembesaran ruang interseluler
 Penebalan membran basal
 Infiltrasi sel-sel eosinofil pada mukosa dan

submukosa hidung
 Persisten: proliferasi jaringan ikat,

hiperplasia mukosa (irreversibel)


Macam-macam alergen
 Inhalan
 Ingestan
 Injektan
 Kontaktan
Berdasar sifat berlangsungnya:
 Intermitten (kadang-kadang) : bila gejala <4
hari/minggu / <4 minggu
 Persisten (menetap) : bila gejala >4
hari/minggu dan >4 minggu

Berdasar berat ringannya penyakit:


 Ringan : bila tidak ada gangguan tidur, gangguan
aktifitas harian (bersantai, berolahraga), tidak ada
gangguan ketika bekerja/bersekolah

Sedang-berat : bila terdapat satu/lebih


gangguan diatas
Anamnesis
 Gejala khas: bersin-bersin berulang >5kali,
terutama pagi hari atau setelah paparan
debu

 Gejala lain: rinore encer dan banyak, hidung


tersumbat, hidung dan mata gatal, kadang
lakrimasi
Pemeriksaan Fisik
 Rinoskopi anterior: mukosa edema, basah,
warna pucat, sekret encer dan banyak. Bila
persisten: mukosa hipertrofi

 Nasoendoskopi: bayangan gelap di daerah


bawah mata akibat stasis vena sekunder
karena obstruksi hidung (allergic shiner).

Dapat ditemukan hal-hal berikut:


 Anak menggosok-gosok hidung karena gatal
dengan punggung tangan (allergic salute).
 Allergic crease : garis melintang pada dorsum
nasi 1/3 bagian bawah akibat bekas gosokan
tangan anak

 Facies adenoid:: mulut sering terbuka dengan


lengkung langit-langit tinggi disertai gangguan
pertumbuhan gigi-geligi

 Cobblestone apperance : dinding posterior faring


tampak granular dan edema
 Penebalan dinding lateral faring

 Geographic tongue: lidah seperti gambaran peta

 Orang yang alergi menjadi sensitif terhadap


rangsang dingin
Pemeriksaan Penunjang
In vitro:
 Hitung eosinofil darah tepi : dapat
normal/meningkat
 IgE total : seringkali normal kecuali jika
terdapat bersamaan penyakit alergi yang lain
 IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno
Sorbent Test)/ELISA (Enzyme Linked Immuno
Sorbent Test)
In vivo:
 Mencari allergen penyebab (Skin test, uji
intrakutan atau intradermal tunggal atau
berseri (SET))
 Alergi makanan diidentifikasi dengan
Intracutaneus Provocative Dilutional
Food Test (IPDFT) atau diet eliminasi
dan provokasi (Challenge Test)
 Menghindari kontak dengan allergen penyebab
 Medikamentosa:
 Non-operatif  AH1
Oral:
Generasi 1:
Chlorpheniramin
dewasa 3-4x4 mg/hari (max 24 mg/hari)
anak-anak 6 – 12 tahun: 0.5 dosis dewasa
anak-anak 1 – 6 tahun: 0.25 dosis dewasa

Generasi 2:
Cetirizine 1x10 mg/hari
Loratadine 1x10 mg/hari
Topikal (intranasal)
 Azelastine nasal spray (137 mcg per
spray)
Dekongestan oral  Ephedrine 3-4x50 mg,
Phenylpropanolamine 3-4x25 mg,
Pseudoephedrine 3-4x60 mg

 Dekongestan topikal (intranasal)


Oxymethazoline tetes hidung 1-3 x 2-3
tetes larutan 0,05% (HCl) di setiap lubang
hidung
 Kortikosteroid topikal (intranasal)
Dipilih apabila gejala utama sumbatan
hidung akibat respon fase lambat tidak
berhasil diatasi, Triamnicolone acetonide
nasal spray 220 mcg/hari (2 semprotan
tiap lubang hidung sehari)

 Antikolinergik topikal
Ipratropium bromida 3-4 x 0,4-2 ml/hari
(3-4 x 2 semprot)
Operatif
 Konkotomi parsial (pemotongan sebagian

konka inferior)
 Konkoplasti
Dignosis Rinitis alergi

(anamnesis, pemeriksaan fisik, tes kulit)

Penghindaran alergen

Intermitten Persisten/menetap

Ringan Sedang/berat Sedang/berat

-AH oral/topical -AH oral/topical, atau KS topikal


Atau -AH + dekongestan oral,
-AH + dekongestan oral atau
Evaluasi setelah 2-4 minggu
-KS topical,atau
-(Na kromoglikat)
Membaik Tidak ada
Gejala persisten

Biterapi mundur 1 -Salah diagnosis


Evaluasi setelah 2-4 minggu langkah dan terapi -Nilai kepatuhan
dilanjutkan 1 bulan pasien
Bila gagal : maju 1 -komplikasi/infeksi
langkah -faktor kelainan
anatomis
Bila terapi berhasil :
lanjutkan 1 bulan

Pertimbangkan Sumbatan hidung menetap KS topical Gatal hidung Rinore


imunoterapi menetap ditingkatkan
Dekongestan (3-5 KS topikal+AH Ipratroprium
hari) atau KS oral bromida
(jangka pendek)

Gagal

Kaustik konka/konkotomi
 Polip hidung
 Otitis media
 Sinusitis paranasal
 Definisi
Radang akut pada mukosa hidung yang
disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus.
Penyakit ini sering ditemukan dan
merupakan manifestasi :
◦ Rinitis simpleks (commod cold)
◦ Influenza
◦ Beberapa penyakit eksantesma (morbili, variola,
varisela, pertusis), dan beberapa penyakit infeksi
spesifik.
◦ Penyakit ini dapat juga timbul sebagai reaksi
sekunder akibat iritasi lokal atau trauma.
 Penyakit ini sangat menular dan gejalanya
dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
kekebalan atau menurunnya daya tahan
tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya
penyakit menahun dll).
 Etiologi:
◦ Rhinovirus
◦ Myxovirus
◦ Virus coxsackie
◦ Virus ECHO
 Stadium prodromal (berlangsung beberapa jam)
◦ Rasa panas
◦ Kering
◦ Gatal dalam hidung
◦ Bersin bersin berulang
◦ Hidung tersumbah
◦ Ingus encer (disertai deman dan nyeri kepala)
◦ Permukaan hidung tampak merah dan membengkak
 Infeksi sekunder oleh bakteri
◦ Sekret menjadi kental
◦ Sumbatan hidung >>
◦ Bila tidak terjadi komplikasi  gejala akan berkurang 
pasien sembuh sesudah 5 -10 hari.
◦ Komplikasi yang mungkin terjadi adalah : Sinusitis
◦ Tuba katar
◦ Otitis media
◦ Faringitis
◦ Bronkitis
◦ Penumon
 Bila tidak terjadi komplikasi  gejala akan
berkurang  pasien sembuh sesudah 5 -10
hari.
 Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
Sinusitis
◦ Tuba katar
◦ Otitis media
◦ Faringitis
◦ Bronkitis
◦ Penumon
 Tidak ada terapi spesifik
 Non medikamentosa :

◦ Istirahat
 Medikamentosa (simtomatis) :
◦ Analgetik
◦ Antipiretik
◦ Obat dekongestan
Definisi
Keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa
adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
perubahan hormonal (kehamilan), dan
pajanan obat (kontrasepsi oral, b-bloker,
obat topikal dekongestan).

Disebut juga vasomotor cattarh, vasomotor


rinorhea, nasal vasomotor instability, atau
non-allergic parenhial rhinitis
 Obat-obatan yang menekan dan
menghambat kerja saraf simpatis (spt :
ergotamin, chlorpromazin, obat anti
hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal).
 Faktor fisik (spt : iritasi oleh asap rokok,
udara dingin, kelembapan udara yang tinggi
dan bau yang merangsang dan makanan
yang pedas dan panas).
 Faktor endokrin (spt : kehamilan, pubertas,
pemakai pil anti hamil dan hipotiroidisme).
 Faktor psikis (seperti : rasa cemas, tegang).
Etiologi dan patofisiologi belum diketahui
dengan pasti namun terdapat beberapa
teori yang mengemukakan patofisfiologi
rinitis vasomotor:
 Neurogenik (disfungsi saraf otonom)
 Neuropeptida
 Nitrit Oksida (NO)
 Trauma
 Hidung dipersarafi oleh serabut simpatis dan
parasimpatis. Serabut simpatis berasal dari korda
spinalis segmen Th1-2 dengan fungsi menginervasi
terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian
kelenjar. Serabut simpatis melepas ko-transmiter
noradrenalin dan neuropeptida Y yang
menyebabkan vasokontriksi dan penurunan sekresi
hidung. Tonus simpatis ini berfluktuasi sepanjang
hari yang menyebabkan adanya peningkatan
tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4
jam. Keadaan ini disebut sebagai “siklus nasi”.
Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu
untuk dapat bernafas dengan tetap normal melalui
rongga hidung yang berubah-berubah luasnya.
 Sedangkan serabut parasimpatis berasal
dari nukleus salivatori superior menuju
ganglion sfenopalatina dan membentuk
n.vidianus. Serabut parasimpatis
menginervasi pembuluh darah dan kelenjar
eksokrin. Pada perangsangan akan terjadi
pelepasan ko-transmiter asetilkolin dan
vasoaktif intestinal peptida yang
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
sekresi hidung.

 Dalam keadaan normal, perasarafan


simpatis lebih dominan bekerja. Pada rinitis
vasomotor diduga terjadi karena
ketidakseimbangan impuls saraf otonom di
mukosa hidung yang berupa bertambahnya
 Terjadi disfungsi oleh meningkatnya
rangsangan terhadap saraf sensoris serabut
C di hidung. Rangsangan abnormal ini akan
diikuti dengan peningkatan pelepasan
neuropeptida seperti substance-P dan
calcitonin gene-related protein yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan peningkatan sekresi kelenjar
hidung.
 Kadar NO yang tinggi dan persisten di
lapisan epitel hidung dapat merusak epitel
sehingga rangsangan non spesifik
berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel.
Akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas
serabut trigeminal dan recruitment refleks
vaskular dan kelenjar hidung.
 Rinitis vasomotor dapat merupakan
komplikasi jangka panjang dari trauma
hidung melalui mekanisme
neurogenik/neuropeptida.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan melakukan eksklusi yaitu
menyingkirkan adanya:
◦ rinitis infeksi
◦ rinitis alergi
◦ rinitis okupasi
◦ rinitis hormonal
◦ rinitis akibat obat
 Hidung tersumbat bergantian kanan kiri (tergantung
pada posisi pasien),
 Rinorhea mukus atau serus (terkadang agak banyak).
 Jarang disertai bersin dan tidak terdapat rasa gatal pada
mata.
 Gejala memburuk pada pagi hari (waktu bangun tidur
oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara
lembab) atau memburuk oleh karena asap rokok dsb.
3 golongan:
 Golongan bersin (sneezers) : gejala biasanya
memberikan respon yang baik dengan terapi
antihistamin dan glukokortikosteroid topikal
 Golongan rinore (runners) : gejala dapat
diatasi dengan pemberian antikolinergik
topikal
 Golongan tersumbat (blockers) : kongesti
umumnya memberikan respon yang baik
dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan
vasokontriksi oral
Pemeriksaan Fisik
 Rinoskopi anterior:
 edema mukosa hidung
 konka warna merah gelap atau pucat,
permukaan licin atau berbenjol-benjol
 sekret mukoid biasanya sedikit

Pemeriksaan Penunjang
Lab untuk menyingkirkan rinitis alergi.
Kadang ditemukan eosinofil pada sekret
hidung tapi sedikit. IgE spesifik tidak
meningkat.
RHINITIS
RHINITIS ALERGI
VASOMOTOR
Sering ditemukan Sering ditemukan

pada usia < 20 pada usia > 20

tahun tahun
Skin test (+) Skin test (-)
Terapi Non-Medikamentosa:
 Hindari stimulus atau faktor pencetus

Terapi Medikamentosa
Non-Operatif
 Dekongestan oral  Ephedrine 3-4x50 mg,
Phenylpropanolamine 3-4x25 mg,
Pseudoephedrine 3-4x60 mg
 Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis
 Kauterisasi konka hipertrofi dengan AgNO3
25% atau triklor-asetat pekat
 Kortikosteroid topikal  beklometason
dipropionat 100-800 mikrogram/hari
 Antikolinergik topikal, ipratropium bromida 40
mcg, 3-4x/hari (untuk rinore berat)

Operatif
 Bedah beku
 Elektrokauter
 Konkotomi parsial konka inferior
 Neurektomi n.vidianus atau blocking gangglion
sferopalatina
 Rinitis medikamentosa adalah suatu
kelainan pada hidung, berupa gangguan
respon normal vasomotor, sebagai akibat
pemakaian vasokonstriktor topikal (obat
ttes hidung atau obat semprot hidung)
dalam waktu lama dan berlebihan sehingga
menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini
disebabkan oleh pemakaian obat yang
berlebihan (drug abuse).
 Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung
pada pemakaian obat tetes hidung dalam
waktu lama ialah :
◦ silia rusak
◦ sel goblet berubah ukurannya
◦ membran nasal menebal
◦ pembuluh darah melebar
◦ stroma tampak edem
◦ hipersekresi kelenjar mukus
◦ lapisan submukosa menebal
◦ lapisan periostium menebal
 Mukosa hidung merupakan organ yang
sangat peka terhadap rangsangan (iritant),
sehingga harus berhati-hati memakai
vasokonstriktor topikal.
 Oleh karena itu obat vasokonstriktor topikal

sebaiknya yang isotonik dengan sekret


hidung yang normal, dengan pH antara 6,3
dan 6,5 serta pemakaiannya tidak lebih dari
satu minggu.
 Pasien mengeluh hidungnya tersumbat
terus menerus. Pada pemeriksaan tampak
edem konka dengan sekret hidung yang
berlebihan. Apabila diuji dengan adrenalin,
edem konka tidak berkurang.
 Hentikan pemakaian obat tetes atau obat
semprot hidung
 untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound
congestion) beri kortikosteroid secara
penurunan bertahap (tapering off) dengan
menurunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari.
(misalnya hari 1 : 40 mg, hari 2 : 35 mg dan
seterusnya)
 Obat dekongestan oral (biasanya mengandung
pseudoefedrin). Apabila dengan cara ini tidak
ada perbaikan setelah 4 minggu, pasien dirujuk
ke dokter spesialis THT

Anda mungkin juga menyukai