LAPORAN KASUS
1
Riwayat Pribadi dan Sosial
- Os hanya sebagai IRT
2
Auskultasi: BJ I-II Regular, Bunyi jantung tambahan (-)
Abdomen:
- Inspeksi : Datar, tegang (-), massa (-), caput medusa (-).
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal.
- Palpasi :NTE (-), nyeri tekan-lepas (-), defans muscular (-).
- Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen kecuali kuadran kanan atas.
Korpus Vetebra:
- Inspeksi : Normal, Gibbus (-), tanda-tanda peradangan (-).
- Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-).
- Perkusi :-
- Auskultasi : -
2. Status Neurologi
A. Tanda Rangsangan Salaput Otak
Kaku Kuduk : - Brudzinki II :-
Brudzinki I :- Tanda Kerning :-
B. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pupil : Isokor Optalmoskop : TDP
C. Pemeriksaan Nervus Kranialis
N. I Olfaktorius
Penciuman Kanan Kiri
Subyektif TDP TDP
Objektif dengan bahan TDP TDP
N. II Optikus
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Normal Normal
Lapangan pandang Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
Funduskopi Tidak Dilakukan Pemeriksaan
N. III Okulomotorius
Kanan Kiri
Bola mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Normal Normal
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endopthalmus Tidak ada Tidak ada
3
Pupil: Bentuk Normal Normal
Reflek cahaya Normal Normal
Reflek akomodasi Normal Normal
Refleks konvergensi Normal Normal
N. IV Troklearis
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N. V Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakkan rahang Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Sensorik
Divisi optalmika
Reflek kornea Normal Normal
Sensibilitas Normal Normal
Devisi maksila
Reflek masseter Normal Normal
Sensibilitas Normal Normal
Devisi mandibula
Sensibilitas Normal Normal
N. VI Abdusen
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Normal Normal
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N. VII Fasialis
Kanan Kiri
Raut wajah Normal Normal
Sekresi air mata Normal Normal
Fisura palpebra Normal Normal
Menggerakan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Mencibir/bersiul Abnormal Normal
4
Memperlihatkan gigi Abnormal Normal
Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal
hiperakusis Tidak diperiksa Tidak di periksa
N. VIII Vestibularis
Kanan Kiri
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test TDP TDP
Weber test TDP TDP
Scwabach test
Memanjang TDP TDP
Memendek TDP TDP
Nistagmus
Pendular TDP TDP
Ventikal TDP TDP
Siklikal TDP TDP
Pengaruh posisi kepala TDP TDP
N. IX Glosospharingeus
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Normal Normal
Reflek muntah/gag reflek + +
N. X Vagus
Kanan Kiri
Arkus faring Normal Normal
Uvula Normal Normal
Menelan Normal Normal
Artikulasi Normal Normal
Suara Normal Normal
Nadi 62x/menit 62x/menit
N. XI Asesorius
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Normal Normal
Mengangkat bahu ke kanan Normal Normal
Mengakat bahu ke kiri Normal Normal
5
N XII Hipoglosus
Kanan Kiri
Kedudukan lidah di dalam Normal Normal
Kedudukan lidah di julurkan Abnormal Normal
Tremor TIdak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Normotrofi Normotrofi
D. Pemeriksaan Koordinasi
Cara berjalan Normal Disartria Normal
Romberg test Normal Disgrafia Normal
Ataksia Normal Supinasi-pronasi Normal
Rebound fenomena Normal Tes jari hidung Normal
Tes tumit lutut Normal Tes hidung jari Normal
F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Normal
Sensibilitas nyeri Normal
Sensibilitas termis Normal
Sensibilitas kortikal Normal
Stereognosis Normal
Pengenalan 2 titik Normal
Pengenalan rabaan Normal
6
G. Sistem Refleks
A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea Normal Normal Biseps ++ ++
Berbangkis TDP TDP Triseps ++ ++
Laring TDP TDP APR ++ ++
Maseter TDP TDP KPR ++ ++
Dinding perut TDP TDP Bulnokavernosa TDP TDP
Atas TDP TDP Kremaster TDP TDP
Bawah TDP TDP Sfingter TDP TDP
Tengah TDP TDP
B. Patologis
Lengan Tungkai
Hoffman-Tromner - - Babinski - -
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus kaki - -
C. Fungsi Otonom
Miksi : Memakai kateter
Defekasi : Pasien belum ada BAB selama dirawat
Sekresi keringat : Normal
D. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Normal Refleks glabella Normal
Fungsi intelek Normal Refleks snout Normal
Reaksi emosi Normal Refleks mengisap Normal
Refleks memegang Normal
7
Refleks palmomental Normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
MASALAH
Diagnosis
Diagnosis klinis : Hemiparase dextra parese N VII dan N XII tipe UMN
Diagnosis topik : Subkortek Hemisphere Sinistra
Diagnosis etiologi : Intracerebral Hemorrhage
Diagnosis Sekunder : Hipertensi Emergency
Diferensial diagnosis : -
Prognosa : Dubia at bonam
PEMECAHAN MASALAH
Terapi
Umum/Suportif : - O2 = 3 L/menit
- Setelah vital sign stabil, mobilisasi dan rehabilitasi medik
- IVFD RL 500 cc 12 gtt/menit
Khusus : - Drip Herbeser 50 mg 50 cc/jam (Target TD = 160/90 mmHg)
- Simvastatin 1 x 1/NGT
- Injeksi citicolin 2 x 250 mg
- Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul
- Injeksi Asam traneksamat 4 x 1 gr
FOLLOW UP
Hari/Tanggal Perkembangan
Kamis, 21/11/2013 S/ pasien tampak lemah, lemah anggota gerak sebelah kanan,
tidak bisa bicara (afasia), demam (+)
O/ Kesadaran = CM
TD = 161/92 mmHg, HR = 78 x/I, RR = 24 x/I, T = 37,9 0C
Labor : Kolesterol total = 249 mg/dl
A/ Intracerebral Hemorrhage
P/ Terapi lanjut
Jumat, 22/11/2013 S/ Pasien tampak lemah, kelemahan anggota gerak sebelah kanan
, demam (-)
O/ Kesadaran = Compos Mentis
TD = 189/113 mmHg, HR = 68 x/I, RR = 22 x/I, T = 36,5 0C
A/ intracerebral hemorrhage
P/ Lanjut
Simvastatin 1x20
8
Furosemid 1x1 tab
Valsartan 1x2
Sabtu, 23/11/2013 S/ Pasien tampak lemah, kelemahan anggota gerak sebelah kanan
, demam (-)
O/ Kesadaran = Compos Mentis
TD = 202/123 mmHg, HR = 82 x/I, RR = 24 x/I, T = 37,2 0C
A/ Intracerebral hemorrhage
P/ Terapi lanjut
Minggu, 24/11/2013 S/ Pasien tampak lemah, kelemahan anggota gerak sebelah kanan,
nyeri kepala (+)
O/ Kesadaran = Compos Mentis
TD = 202/109 mmHg, HR = 76 x/I, RR = 27 x/I, T = 36,0 0C
A/ Intracerebral hemorrhage
P/ Terapi lanjut
Senin, 25/11/2013 S/ kelemahan anggota gerak sebelah kanan, nyeri kepala (-), NGT
kecoklatan
O/ Kesadaran = Compos Mentis
TD = 187/113 mmHg, N = 91 x/I, RR = 20 x/I, T = 36,5 0C
A/ Intracerebral hemorrhage
P/ Terapi lanjut
Rabu, 27/11/2013 S/ kelemahan anggota gerak sebelah kanan, nyeri kepala (-)
O/ Kesadaran = Compos Mentis
TD = 148/110 mmHg, HR = 75 x/I, RR = 20 x/I, T = 36,5 0C
A/ Intracerebral Hemorrhage
P/ Terapi lanjut dan pindah ruang interna
Jumat. 29/11/2013 S/ kelemahan anggota gerak sebelah kanan, nyeri kepala (-), sulit
menelan
O/ Kesadaran = Compos Mentis
TD = 190/110 mmHg, HR = 76 x/I, RR = 26 x/I, T = 37,7 0C
A/ Intracerebral Hemorrhage
P/ terapi lanjut
9
Diet : ML minum dengan NGT
Alprazolam 1x1
Senin, 2/12/2013 S/ kelemahan anggota gerak sebelah kanan, sakit perut (+), sulit
tidur malam hari
O/ Kesadaran = Compos Mentis
TD = 220/130 mmHg, HR = 80 x/I, RR = 26 x/I, T = 36,30C
A/ Intracerebral Hemorrhage
P/ terapi lanjut
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas
dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya
yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala
stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang
cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak
akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat
pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin
terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan keputusan
kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan, investigasi
laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada keluarga.4
12
lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
13
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih
tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik
untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada
laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang
mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan
dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.
14
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, sepertisakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibattrombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoidkadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C
systempembekuan serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
15
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal NocturnalHemoglobinuria:
Dapat mengakibatkan trombosisvenaserebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan
stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul
untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis,
khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak adahubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali.
Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih
dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi,
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau
jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
16
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada
orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atauhomosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%.
17
di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke
hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang
dewasa, dan perdarahan lebih umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi
faktor musim dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa
perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin
relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman
dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam
arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan
rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian
cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah
berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan
pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau
jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di
18
sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari
dinding arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada
saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun
dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan
subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7
19
okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum
anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan
dari sistem limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat,
ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus
(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di
talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:8
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
20
tetap dipertahankan).
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun,
pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa
gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya
mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi
bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda
21
atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan
dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.2,9
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.
Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan
kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum
mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan
sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau
bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit
kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit
atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah
perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan
subaraknoiddapatmembeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak
(cairanserebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
22
darahterakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk,
kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan
kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapatkontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak
tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip denganstroke iskemik, seperti
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan
atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.
23
Sistem grading yang dipakai antara lain :
24
Fisher grade
Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu
modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada
kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit,
dan kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi
malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.2
25
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan
subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan
Transient Ischemic Attack (TIA).2
26
dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman
untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini
harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena
efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight
heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau
adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin,
transfusi platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah terjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life
saving.
Dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
27
B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk
upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif:
1
28
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk
keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung
pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau
secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan
“cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia
serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan
ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
29
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid
dengan dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih
dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit
sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200
mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan
vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam
dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang
yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
30
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada
arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau
drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi
perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic
compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
31
2.11. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan
pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi
pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering
deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada,
25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke
dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah
penyebab utama dari disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume
darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan
outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya
darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
32
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan
sebagainya.1
33
BAB III
DISKUSI KASUS
Pasien Ny. MW, berusia 61 tahun, pada tanggal 20/11/2013 masuk ke RSUD
Bangkinang melalui IGD pukul 14.20 WIB didiagnosa mengalami intracerebral
hemorrhage dengan keluhan lemah tangan dan kaki kanan, sulit bicara. Pemeriksaan fisik
didapat kesadaran sopor dengan GCS 15 (E4VafasiaM5), TD = 198/112 mmHg, N = 62 x/I,
RR = 20 x/I, T = 39,5 0C. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Hipertensi
merupakan factor risiko terjadinya stroke.
Dilihat dari umur dan riwayat hipertensi dalam kasus kali ini memiliki risiko yang
tinggi untuk terkena stroke. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama untuk
terjadinya stroke. Dari riwayat penyakit sebelumya diketahui bahwa pasien mempunyai
riwayat hipertensi. Hipertensi ini dapat dicegah antara lain diet rendah natrium yang
banyak terdapat dalam garam, mengurangi stress, mengontrol berat badan, dan lain-lain.
Hal ini perlu disampaikan kepada pasien untuk pengobatan hipertensi dengan merobah
gaya hidup. Tanggal 2/11/2013, pasien meminta dipulangkam oleh dokter spesialis saraf
yang merawat.
34
DAFTAR PUSTAKA
35