Ipi 434159

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA ANYERI PULAU RUMBERPON

TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH (The Study of Ecotourism


Development of Anyeri, Rumberpon Island Teluk Cenderawasih National Park)

Iga Nurapriyanto dan/and Hadi Warsito

Balai Penelitian Kehutanan Manokwari


Jl. Inamberi-Pasir Putih PO. BOX 159 Manokwari, Papua Barat; Tlp. (0986) 213437-213442
Fax.(0986) 212389, 213441; email: bpk_mkw@manokwari.wasantara.net.id
igasharky@yahoo.co.id dan warsito_17@yahoo.co.id

*Diterima : 31 Desember 2009; Disetujui : 9 September 20014

ABSTRACT
Teluk Cenderawasih National Park has a coast in Rumberpon island and potentially can be developed as
ecotourism based, it is Pantai Anyeri. The coast is also known as Pantai Pasir Panjang because it has long
coastline around 8.5 km. The combination of stretch of white sand, terrestrial forest and coral reef around
the coast are potentialy natural tourism that can be developed in future. Some interesting natural tourism
objects (ODTWA) identify in Anyeri, some of them are beach tourism, snorkeling, diving, birds watching,
camping, and hiking, sightseeing boat, or wind surfing. Hopefully this report can contribute on
ecotourism development in Anyeri.
Key words: Development, eco-tourism, Anyeri, Rumberpon.

ABSTRAK
Taman Nasional Teluk Cenderawasih memiliki sebuah pantai di Pulau Rumberpon dan berpotensi dapat
dikembangkan menjadi obyek wisata berbasis ekowisata yaitu pantai Anyeri. Pantai ini dikenal juga dengan
nama pantai Pasir Panjang karena memiliki bentang pantai sekitar 8,5 km. Kombinasi antara hamparan pantai
berpasir putih, hutan terestrial dan terumbu karang di sekitar pantainya merupakan potensi wisata alam yang
dapat dikembangkan di masa mendatang. Hasil penelitian mengidentifikasi beberapa obyek daya tarik wisata
alam (ODTWA) di Anyeri diantaranya wisata pantai, snorkling, diving, pengamatan burung, berkemah
(camping) dan wisata penjelajahan (hiking, traditional conoeing, sightseeing boat, or wind surfing).
Diharapkan kajian ini dapat memberikan masukan dalam pengembangan wisata berbasis alam di Anyeri.
Kata kunci: Pengembangan, Ekowisata, Anyeri, Rumberpon

I. PENDAHULUAN
Teluk Cenderawasih ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional laut berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 8009/Kpts-II/2002 tanggal 29 Agustus 2002
(Dephut, 2002). Luas kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) adalah
1.453.500 ha terdiri dari 55.800 ha (3,8%) daratan, 12.400 ha (0,9%) pesisir pantai, 80.000
ha (5,5%) bentangan terumbu karang dan 1.305.300 ha (89,8%) berupa lautan (Dephut,
2007). TNTC memiliki potensi sumber daya alam hayati dari lima jenis ekosistem yaitu
ekosistem terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, hutan pantai dan ekosistem
hutan hujan daratan. Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) (2009)
menyebutkan terdapat lima tipe pertumbuhan terumbu karang, 46 jenis vegetasi daratan,
200 spesies karang, 836 spesies ikan, 153 spesies moluska, tiga spesies mamalia laut,
empat spesies reptil laut dan 38 spesies aves. Tingginya keragaman hayati kawasan TNTC
merupakan potensi sumber daya alam yang memerlukan pengelolaan optimal agar fungsi-
79
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 79-88

fungsi ekologis dapat berjalan baik tanpa mengesampingkan aspek sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat setempat.
Salah satu upaya pengembangan daerah konservasi dengan menerapkan fungsi-fungsi
tersebut adalah wisata berbasis alam. Basuni dan Koesmaryandi (2008) menyebutkan
tentang pentingnya peranan kawasan konservasi karena diprediksi akan menjadi benteng
terakhir bagi eksistensi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya serta berperan besar bagi
sistem penyangga kehidupan yang dapat mendukung kesejahteraan hidup manusia.
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2010 tentang pengusahaan pariwisata alam
mendefinisikan wisata alam sebagai seluruh atau sebagian kegiatan perjalanan yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan
keindahan alam di kawasan-kawasan tersebut. Selain itu Darusman dan Widada (2004)
menyatakan bahwa pengelolaan kawasan konservasi dapat dikatakan berhasil jika dapat
terwujud tiga sasaran penting yaitu (1) Perlindungan sistem penyangga kehidupan bagi
kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia; (2) Pengawetan sumber plasma
nutfah, sehingga mampu menunjang kegiatan pembangunan, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia; dan (3) Pemanfaatan
sumber daya alam hayati secara lestari. Oleh sebab itu pengembangan wisata alam
memerlukan upaya inventarisasi potensi keanekaragaman hayati yang terdapat dalam suatu
kawasan dan mengidentifikasi potensi flora/fauna yang khas sebagai informasi penting
dalam menyusun rencana pengembangan obyek wisata.
Salah satu pulau dalam kawasan TNTC adalah Pulau Rumberpon seluas 10.086 ha
(01o44’–01o57’LS dan 134o08’–134o14’BT). Pulau Rumberpon berada di wilayah
administrasi Distrik Rumberpon Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat. Pulau
ini berbatasan dengan Tanjung Oransbari di sebelah Utara, P. Mioswaar/Roswaar di
sebelah Timur, Distrik Windesi di Selatan dan P. Papua di sebelah Barat.
Sebelum ditetapkan sebagai bagian dari kawasan TNTC, status konservasi pulau
Rumberpon adalah Taman Buru melalui SK Menhut Nomor 231/kpts-II/1996 dengan
satwa buru adalah babi hutan (Sus scrofa) dan rusa timor (Rusa timorensis) (Dephutbun,
1996a). Setelah resmi menjadi Taman Nasional, 4.206 ha kawasan ditetapkan sebagai zona
pemanfaatan TNTC dan sisanya 5.880 ha menjadi areal penggunaan lain terutama yang
berada di sisi timur pulau. Areal penggunaan lain ini, yang kemudian ditetapkan sebagai
zona pemanfaatan pariwisata melalui SK Dirjen PHKA No. SK/121/IV-KK/2009 (Dephut,
2009). Penetapan tersebut didasari oleh adanya potensi sumber daya alam dan dapat
dikembangkan untuk kegiatan pariwisata alam. Selain itu masyarakat lokal yang bermukim
di Pulau Rumberpon memiliki ketergantungan dengan sumber daya alamnya yang
ditunjukkan dengan kegiatan pemungutan hasil hutan atau hasil laut dan telah berlangsung
turun temurun.
Pengembangan pariwisata berbasis wisata alam di kawasan TNTC telah menjadi
perhatian BBTNTC, Pemerintah daerah Kabupaten Teluk Wondama, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), agen pengelola wisata, maupun masyarakat lokal diantaranya dengan
menjaga fungsi-fungsi kawasan maupun upaya optimalisasi kegiatan ekonomi lokal, salah
satunya adalah dengan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif terhadap program
pengembangan wisata.
Kajian ini bertujuan mengkompilasikan berbagai informasi tentang aspek-aspek yang
dapat mendukung upaya pengembangan zona wisata Pulau Rumberpon khususnya Anyeri
sebagai salah satu kawasan ekowisata di Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

80
Kajian Pengembangan Ekowisata Anyeri Pulau Rumberpon… (I. Nurapriyanto; H. Warsito)

II. METODE
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Anyeri dan Kampung Isenebuai Distrik Rumberpon Pulau
Rumberpon TNTC selama 2 bulan (April dan Mei 2008). Kampung Isenebuai dipilih
sebagai lokasi contoh disebabkan karena Anyeri merupakan bagian dari wilayah kampung
Isenebuai. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar (Figure) 1. Anyeri Pulau Rumberpon Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih
(Anyeri of Rumberpon Island of Teluk Cenderawasih National Park)

B. Bahan dan Alat Penelitian


Bahan yang menjadi obyek penelitian adalah kawasan Anyeri Pulau Rumberpon dan
masyarakat Kampung Isenebuai. Alat yang digunakan adalah peta kerja 1:50.000,
perekam suara (tape recorder), dan kuisioner.
C. Metode Penentuan Responden, Pengumpulan dan Analisis Data
Metode penentuan responden dilakukan dengan pendekatan pusposive sampling dengan
jumlah responden 30 KK. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara dan observasi.
Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data sosial dan ekonomi masyarakat
Kampung Isenebuai serta informasi menyangkut kegiatan wisata alam di Anyeri
menggunakan panduan pertanyaan. Observasi dilakukan untuk mendeskripsikan kondisi
sosial, ekonomi dan landskap dengan masyarakat Kampung Isenebuai untuk mengetahui
dan memahami kondisi sebenarnya. Data selanjutnya diolah secara tabulasi dan
didiskripsikan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi di lapangan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Potensi Sumberdaya Hayati Anyeri
Keragaman hayati Anyeri dapat dijumpai mulai dari ekosistem laut (terumbu karang)
hingga dataran rendahnya dan berpotensi menjadi objek wisata berbasis alam. Identifikasi
potensi sumber daya hayati perairan Anyeri seperti Tabel 1.

81
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 79-88

Tabel (Table) 1. Potensi biodiversitas perairan di Kawasan Anyeri, Pulau Rumberpon (Potency of coastal
biodiversity in Anyeri, Rumberpon Island)
Kawasan (Area) Karang (Coral) Ikan (Fishes) Herpetofauna
Zona rataan terumbu Koloni Blue Coral (Coral Ikan pelangi (Rainbow  Penyu hijau/green
(Reef flat) Blue Colony) fish) turtle (Chelonia
 Heliopora coerulea  Chaetodontidae mydas),
(kepe-kepe (butterfly  Penyu
Karang lunak (soft coral) fishes), belimbing/star
 Sacrophyton sp  Pomacanthridae fruit turtle
 Gorgonion (Anthipathes (angelfish, damselfish, (Dermochelys
sp dan/and Gorgonaceae) dan/and coriaceae),
. anemonefish),  Penyu sisik/scales
 Labridae (wrasse), turtle
 Scaridae (parrotfish), (Eretmochelys
Zona lereng terumbu  Leptoseris spp.  Acanthuridae imbricata)
(Reef slope)  Montipora spp (surgeanfishes),
 Oxypora spp  Siganidae
 Pachyseris spp (rabbitfishes),
 Mycedium elephantatus  Balistidae
 Poritesrus (triggerfishes)

Ekosistem terumbu karang TNTC umumnya terbagi menjadi dua zona yaitu zona rataan
(reef flat) dan zona lereng terumbu (reef slope). Reef flat umumnya berada dekat dengan
garis pantai (intertidal area) dan didominasi oleh substrat pasir dan lamun. Beberapa
spesies karang pada reef flat di perairan Anyeri berasal dari marga Porites, Acropora,
Poccilopora, dan Favites antara lain koloni blue coral (Heliopora coerulea), karang lunak
(soft coral) dari jenis Sacrophyton sp., gorgonion (Anthipathes sp dan Gorgonaceae),
sedangkan pada zona reef slope diantaranya Leptoseris spp., Montipora spp., Oxypora
spp., Pachyseris spp., dan Mycedium elephantatus serta Poritesrus (BBTNTC, 2009).
Potensi wisata yang dapat dinikmati di kedua zona terumbu karang tersebut diantaranya
spesies ikan dari famili Chaetodontidae (kepe-kepe/butterflyfishes), Pomacanthridae
(angelfish, damselfish, dan anemonefish), Labridae (wrasse), Scaridae (parrotfish),
Acanthuridae (surgeanfishes), Siganidae (rabbitfishes), maupun Balistidae (triggerfishes);
maupun spesies herpetofauna yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing
(Dermochleys coriaceae) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) (BBTNTC, 2009).
Potensi di zona reef flat dan reef slope, pada wilayah perairan dan daratan Anyeri juga
dijumpai beberapa spesies mamalia, burung dan serangga yang menarik untuk dinikmati
sebagai obyek wisata seperti pada Tabel 2.

Tabel (Table) 2. Potensi satwa perairan dan daratan sekitar Anyeri Pulau Rumberpon (Potency of sea and
land fauna around Anyeri, Rumberpon Island)
Wilayah (Area) Mamalia (Mammal) Burung (Aves) Serangga (Insect)
Perairan (marine) Lumba- Pelican, Egrets dan/and
lumba/dolphin Terns
Daratan (land) (Dolphinidae)
Cassowaries, Megapodius, Kupu-kupu/butterfly
Rusa timor/Timor Cormorant, Darter, Bittern, (Papiopidae dan/and
deer (Rusa Falcons dan/and Parrots Pieridae)
timorensis) (larger, lories dan/and
cockatoos)

82
Kajian Pengembangan Ekowisata Anyeri Pulau Rumberpon… (I. Nurapriyanto; H. Warsito)

Potensi wilayah perairan Anyeri untuk wisata alam adalah pengamatan lumba-lumba
(Dolphinidae), pelicans, egrets maupun terns. Perairan Anyeri memiliki nilai strategis
dalam penting untuk wilayah jelajah beberapa spesies laut dilindungi. Hal ini disebabkan
posisinya diapit oleh P. Rumberpon dan P. Roswaar. Salah satu spesies penyu yang sering
melintas di perairan ini adalah penyu belimbing (D. coriaceae). Pulau Wairundi di Utara P.
Roswaar merupakan lokasi peneluran alami D. coriaceae antara bulan Juni hingga Agustus
dan merupakan salah satu pulau dalam zona inti TNTC. Kondisi yang sama juga terlihat
dari beberapa spesies daratan Anyeri, diantaranya rusa timor (R. timorensis), Cassowaries,
Megapodius, Cormorant, Darter, Bittern, Falcon, Parrots (larger, lories dan cockatoos)
dan kupu-kupu (Papiopidae dan Pieridae). Posisi P. Rumberpon yang berdekatan dengan
daratan P. Papua dan P. Roswaar memberikan nilai strategis terhadap penyebaran spesies-
spesies tersebut di Papua.
Keragaman biodiversitas perairan maupun daratan Anyeri tersebut merupakan potensi
daya tarik wisata berbasis alam yang menarik dan dapat dikemas dalam atraksi alam tanpa
mengganggu kondisi alaminya melalui beberapa jenis wisata alam seperti Tabel 3.

Tabel (Table) 3. Potensi wisata alam yang dapat dikembangkan di Anyeri, Pulau Rumberpon. (Tourism
potential can be developed in Anyeri, Rumberpon Island)
Jenis wisata Keterangan
(Tourist object) (Remarks)
Wisata pantai (Coastal tourism)
 Berenang (Swiming) Anyeri memiliki bentang pantai yang indah dan
 Berjemur pada pantai berpasir (Sunbathe in landai dengan pasir putih yang lurus membentang ±
the sandy coast) 8,5 km dan dikelilingi oleh coral reef ± 500 m dari
tepi pantai (Anyeri has beautifully coastal line
landscape and slope with white sandy as long ± 8.5
km and surrounded by coral reef ± 500m)

Wisata bahari (Marine tourism)


 Perjalanan dengan perahu motor (Traveling by Potensi pengembangan wisata bahari ini
boat) membutuhkan prasarana penunjang yang memadai
 Perjalanan dengan mendayung perahu terutama untuk menikmati keindahan pantai, pulau
tradisional (Traveling by traditional canoe, dan biota laut (Marine tourism development
sightseeing boat, or wind surfing) potency is need infrastructure to support tourism
 Penyelaman permukaan (Snorkling) enjoy the coast, island and marine biota)
 Menyelam (Diving)

Wisata daratan (Land tourism)


 Penjelajahan (Jungle tracking/hiking) Kegiatan wisata lebih difokuskan pada hutan
 Penjelajahan dengan menyusuri hutan terestrial P. Rumberpon (The tourism activities be
mangrove (Tracking by walk on mangrove) focused by terrestrial in Rumberpon island)
 Pengamatan burung (Bird watching)
 Berkemah (Camping)

B. Sinergitas Pola Pengembangan Ekowisata


Pengelolaan kawasan konservasi melalui wisata berbasis alam dewasa ini mulai
bergeser ke arah ekowisata. Deklarasi Quebec secara spesifik menyebutkan bahwa
ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata
berkelanjutan dan membedakan dengan bentuk wisata lain. Kegiatan wisata yang
dimaksud adalah (1) secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya, (2)
melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata
serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka, dan (3) dilakukan
dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kecil (UNEP 2000, Heher
83
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 79-88

2003, dalam Damanik dan Weber 2006). Selain itu ekowisata dianggap cukup ideal
mengoptimalkan fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.
Ecotourism Society (1997) dalam Subarudi (2009) menyatakan terdapat 4 ciri utama
ekowisata yaitu (1) perjalanan dengan maksud tertentu pada areal yang bersifat alamiah,
(2) mengenal budaya dan kealamiahan lingkungan, (3) menjaga dan tidak mengubah
keutuhan ekosistem, (4) menghasilkan kesempatan ekonomi yang membuat sumber
konservasi alam bermanfaat bagi penduduk lokal.
Diharapkan dengan ekowisata dapat meningkatkan kesadaran dan peran serta berbagai
pihak dalam upaya-upaya konservasi. Gunawan dan Sibagariang (2007), menyebutkan
bahwa ekowisata sebagai suatu peluang berfungsi sebagai 1). Sarana pendidikan
lingkungan bagi pengunjung maupun penduduk lokal; 2). Menghasilkan uang untuk
pembiayaan kawasan konservasi agar dapat bertahan; 3). Menciptakan lapangan pekerjaan;
4). Menjadikan pembenaran atas penetapan kawasan konservasi; 5). Menjadi sarana untuk
meningkatkan apresiasi dan kepedulian terhadap lingkungan; 6). Pertukaran kebudayaan
dan 7). Pemeliharaan/peningkatan kualitas keanekaragaman hayati.
Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ekowisata tidak bisa diabaikan.
Masyarakat Kampung Isenebuai sebagai pemilik ulayat wilayah Anyeri memiliki peran
penting sebagai pemangku wilayah pengembangan. Masyarakat Isenebuai merupakan
masyarakat pesisir terdiri dari tiga suku, yaitu Hatam (5,6%), Biak (34%) dan Wamesa
(60,4%). Kondisi sosial ekonomi masyarakat Isenebuai mencakup sebaran umur, tingkat
pendidikan dan mata pencaharian seperti pada Tabel 4, Gambar 2 dan Gambar 3.

Tabel (Table) 4. Sebaran penduduk Kampung Isenebuai berdasarkan kelas umur (Distribution of Isenebuai
inhabitant according to age level)
Kelas umur Jumlah jiwa Persen (Percent)
(Age level) (Number of person) %
0-5 46 21.6
6-14 30 14.1
15-25 60 28.2
26-35 25 11.7
36-55 39 18.3
>56 13 6.1
Jumlah (amount) 213 100.0
Sumber (source): Data Kampung Isenebuai (Isenebuai village’s data, 2008)

Komposisi usia tenaga kerja (15-55 tahun) mencapai 58,2% dan didominasi pada
komposisi usia 15-25 tahun (28,2%), sedangkan 41,8% berada pada usia balita, usia
sekolah dan usia tua. Komposisi usia penduduk ini dapat menggambarkan proporsi usia
produktif dan non produktif tenaga kerja Kampung Isenebuai relatif seimbang.
Komposisi tingkat pendidikan masyarakat Isenebuai didominasi oleh kepala keluarga
berpendidikan SD (43%) dan SMP (38%), sedangkan pada tingkat SMA sebesar 19%
(Gambar 2).
Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Isenebuai umumnya adalah nelayan,
namun mereka juga bekerja sebagai peladang atau mengekstraksi sumber daya hutan
(peramu hasil hutan). Kombinasi jenis pekerjaan sebagai nelayan, petani dan peramu
merupakan jenis mata pencaharian terbesar (87%), sedangkan pekerjaan sebagai PNS,
guru, pedagang dan rohaniawan memiliki persentase yang rendah antara 2-4% (Gambar 3).

84
Kajian Pengembangan Ekowisata Anyeri Pulau Rumberpon…
… (I.
(I. Nurapriyanto; H. Warsito)
Warsito

Figure) 2. Sebaran tingkat


Gambar ((Figu t Education level of Isenebuai
penddidikan masyarakat Isenebuai (Education
community
community)

Remark):
Keterangan (Remark
A: nelayan, petani dan peramu (Fisherman, Farmer
and Getter);
);
(Civil Servant);
B: Pegawai Negeri Sipil (Civil Servant
Trader);
C: Pedagang (Trader
Teacher);
D: Guru (Teacher
E: Rohaniawan (Churchman)
( )

(Livinghood
Gambar ((Figure) 3. Sebaran mata pencaharian masyarakat Isenebuai (Livingho d distribution of Isenebuai
community)

Usaha wisata alam Anyeri sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1997 dengan
dibangunnya beberapa resort wisata oleh PT. Wamesa Alam Wisata, Wisata, namun kegiatan
wisata tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan terhenti. Upaya pengembangan
potensi wisata alam
alam Anyeri juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama,
BBTNTC, LSM, maupun agen travel wisata lainnya melalui kegiatan penyuluhan,
penyiapan sarana homestay dan shelter
shelter,, dan promosi, namun jumlah kunjungan wisata
belum terlihat secara nyata, minim
minim dan hanya dilakukan oleh wisatawan mancanegara.
Wawancara dengan beberapa wisatawan mancanegara menyebutkan bahwa sesungguhnya
potensi wisata alam di Anyeri cukup bagus, namun tidak ditunjang dengan kondisi sarana
dan prasarana wisata representatif dan memadai, sehingga mereka memilih untuk
menikmati atraksi alam dengan mempersiapkan seluruh keperluan hidup dan wisata selama
berada di Anyeri. Pendapat serupa juga dilontarkan oleh masyarakat bahwa informasi
menyangkut pengembangan wisata telah diketahui ddari ari berbagai penyuluhan di Kampung,
namun masyarakat belum merasakan manfaat ekonomi dari kegiatan tersebut.
Dep 1996b) menyebutkan bahwa ssebagai
Dephutbun (1996 ebagai kawasan konservasi, Taman Nasional
merupakan perwakilan dari suatu tipe ekosistem asli, oleh sebab itu dampak negatif akibat
kegiatan wisata harus dapat diminimalkan terutama pada zona pemanfaatan. Kegiatan yang
diperbolehkan dalam zona tersebut adalah:
1. K
Kegiatan
egiatan pemanfaatan kawasan dan potensinya dalam bentuk kegiatan penelitian,
pendidikan dan wisata alam,
alam, sedangkan kegiatan yang dapat merubah bentang alam
yang ada/asli tidak boleh dilakukan;
2. Kegiatan pengusahaan wisata alam dapat diberikan kepada pihak ketiga, baik koperasi,
BUMN, swasta, maupun perorangan;
3. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pembangunannya harus
memperhatikan gaya arsitektur setempat;
4. D
Diperkenankan
iperkenankan adanya pemanfaatan tradisional.
85
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 79-88

Anyeri sebagai lokasi potensial pengembangan ekowisata dalam zona pemanfaatan


tradisional TNTC diharapkan dapat menjadi peluang bagi pengembang ekowisata di masa
mendatang. Pendekatan yang dapat dilakukan sebaiknya secara komprehensif terutama
terhadap institusi pemangku kawasan, masyarakat pemilik ulayat, dan ekologi yang dapat
menciptakan dampak paling minimum dengan biaya terendah guna tercapai sinergisitas
pengelolaan.
Pengembangan ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan informasi menyangkut
ekologi, sosial budaya, ekonomi dan keberlanjutannya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Vanhove (2005) bahwa pengembangan wisata terkait dengan ketersediaan sarana dan
prasarana pendukung wisata dari hulu hingga hilir. Oleh sebab itu diperlukan peran serta
berbagai pihak sejak proses perencanaan. Perencanaan terpadu dimaksudkan untuk
mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor dalam
perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir dan
lautan. Pengelolaan terpadu dimaksudkan secara terprogram untuk mencapai tujuan yang
dapat mengharmonisasikan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara
lingkungan, keterlibatan masyarakat dan pembangunan ekonomi (Sorensen dan Mc.
Creary, 1990 dalam Dahuri et al, 2001). Rancangan pola pengembangan ekowisata di
Anyeri dapat digambarkan seperti Gambar 4.

Potensi ekologis, sosial budaya dan ekonomi


(Potency of ecologies, socio culture and economic)

Upaya konservasi Pengembangan ekowisata Para pihak


(Conservation action) (Ecotourism development) (Stakeholders)

Manfaat ekonomi
(Economic benefits)

Gambar (Figure) 4. Pola pengembangan ekowisata Anyeri (Pattren of eco-tourism development in Anyeri)

Gambar 4 menunjukkan pola pengembangan ekowisata di Anyeri dimana untuk


memperoleh manfaat kegiatan ekowisata dibutuhkan potensi ekologis yang dapat
dikembangkan serta didukung berbagai aspek seperti daya dukung alam, masyarakat,
institusi pengelola (pusat dan daerah), sumber daya manusia, sarana/prasarana,
aksesibilitas, informasi dan promosi serta pelayanan yang memadai dalam pengelolaannya.
Sedangkan wisatawan sasaran diharapkan dapat mengefisiensikan dan mengoptimalkan
fungsi pemasaran dan pelayanan dengan melihat karakteristik ketersediaan
sarana/prasarana yang terbatas di lokasi penelitian.
Melihat peluang pengembangan ekowisata di Anyeri, potensi alam yang ada dan kondisi
sarana dan prasarana yang kurang mendukung, maka pengembangan ekowisata di daerah
ini sebaiknya ditujukan pada wisatawan yang memiliki jiwa petualang dan keingintahuan
yang tinggi terhadap wisata dan alam. Pengklasifikasian wisatawan ini dimaksudkan untuk
meminimalkan faktor-faktor kendala sementara proses pengembangan ekowisata dapat
terus dilanjutkan. Beberapa faktor tersebut antara lain masih kurang tersedianya sarana
akomodasi, aksesibilitas dan keterpaduan kelembagaan wisata dalam pelayanan wisata di
lokasi.

86
Kajian Pengembangan Ekowisata Anyeri Pulau Rumberpon… (I. Nurapriyanto; H. Warsito)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Pengembangan wisata alam di Anyeri berpotensi dapat ditingkatkan dengan titik berat
pada keanekaragaman hayati di perairan maupun daratannya.
2. Aktivitas wisata alam yang dapat dikembangkan agar fungsi ekologis, sosial budaya dan
ekonomi dapat berjalan, diantaranya wisata pantai, snorkling, diving, pengamatan
burung, berkemah (camping), mendayung perahu tradisional (traditional canoe,
sightseeing boat, or wind surfing) dan wisata penjelajahan (hiking).

B. Saran
1. Anyeri berpotensi dikembangkan menjadi salah satu kawasan ekowisata berbasis
keanekaragaman hayati, namun diperlukan peran serta komprehensif para pihak terkait
diantaranya dukungan kebijakan pihak Taman Nasional, Pemerintah Daerah Kabupaten
Teluk Wondama, dukungan masyarakat lokal, LSM, agen wisata dan sarana/prasarana.
2. Pengklasifikasian wisatawan sasaran adalah wisatawan petualang.
3. Pemberdayaan masyarakat lokal untuk mendukung kegiatan wisata alam.

DAFTAR PUSTAKA
Basuni S, Kosmaryandi N. (2008). Pengembagan ekowisata pada kawasan hutan
konservasi. Makalah dalam buku Ekoturisme-Teori dan Praktek diedit oleh Ricky
Avenzora. BRR NAD-Nias CV Tamita Perdana Nias.
BBTNTC (2009). Rencana pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih tahun 2010-
2029. Manokwari. (Tidak dipublikasikan).
Dahuri, R. Rais Jacub. Ginting Sapta Putra, Sitepu, MJ. (2001). Pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Damanik J dan Weber HF. (2006). Perencanaan ekowisata dari teori ke aplikasi. Pusat
Studi Pariwisata UGM dan Penerbit Andi. Jogjakarta.
Darusman D, Widada. (2004). Konservasi dalam perspektif ekonomi pembangunan.
Bogor: Ditjen PHKA, JICA dan Laboratorium Politik, Sosial dan Ekonomi
Kehutanan IPB.
Dephut. (2002). Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 8009/Kpts-II/2002 tanggal 29
Agustus 2002 tentang Penetapan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Departemen
Kehutanan. Jakarta.
Dephut. (2007). Buku informasi 50 taman nasional di Indonesia. Departemen Kehutanan.
Jakarta.
Dephut. (2009). Surat Keputusan Direktorat Jenderal PHKA No. 121/VI-KK/2009 tentang
Zonasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Dephutbun. (1996a). Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 231 Tahun 1996 tentang
Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam. Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru
dan Hutan Lindung. Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Dephutbun. (1996b). Surat Keputusan PHPA No. 129 Tahun 1996 tentang Pola
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam. Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan
Hutan Lindung. Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Gunawan. H dan Sibagariang. Indah.L. (2007). Peluang, tantangan dan strategi
pengembangan ekowisata di taman nasional pada era otonomi daerah. Prosiding
Seminar. Ekowisata Dalam Taman Nasional. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

87
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 79-88

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata alam di


Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
Jakarta.
Subarudi. (2009). Prospek bisnis ekowisata di taman nasional. Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Kehutanan. Bogor.
Vanhove Norbert. (2005). The economic of tourism destinations. Elsevier Butterworth
Heinemann. Burlington.

88

Anda mungkin juga menyukai