Anda di halaman 1dari 16

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. MI
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Sidorejo, Temon, Kulon Progo
Masuk RS tanggal : 08 Maret 2017
Pembimbing : dr. Triyogo Djoko P., Sp. B

Dokter yang merawat : dr. Suismaji, Sp.B


Ko-asisten : Rahmi Sofya

B. SUBYEKTIF ANAMNESIS
Keluhan Utama : Tidak bisa BAK

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Wates pada hari Jumat, 3 Maret 2017 dengan
keluhan tidak bisa BAK sejak 2 hari sebelumnya. Di IGD pasien dipasang kateter dan
disuruh ke poli bedah pada hari Senin, 6 Maret 2017. Pasien mengatakan disarankan
untuk mondok dan dilakukan operasi. Pasien mengatakan jika BAK, BAK terasa lebih
panas dari biasanya. Pasien tidak pernah merasakan BAK tidak tuntas sebelumnya.
Frekuensi BAK tidak terlalu banyak, kurang dari 6 kali sehari. Tidak pernah merasakan
BAK terhenti dan mulai lagi. Tidak pernah merasakan tak bisa menahan BAK. Pasien
juga tidak mengeluh tentang pancaran BAK yang lemah. Beberapa hari ini pasien
cukup sering mengejan saat BAK. Pasien juga mengeluh sering BAK saat waktu tidur.
Pasien tidak mengeluh demam, nyeri saat BAK, BAK berdarah atau berwarna seperti
teh.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit kencing manis : disangkal
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit kanker : disangkal
Riwayat penyakit alergi : disangkal
Riwayat penyakit serupa :
Dua bulan yang lalu pasien mengatakan mengalami keluhan serupa. Lalu
pasien dibawa ke puskesmas temon lalu dipasang kateter. Setelah dipasang kateter
beberapa hari, kateter dilepas dan BAK seperti biasa lagi

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit kencing manis : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit kanker : disangkal
Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat Personal Sosial


Pasien dulu adalah seorang petani. Pasien saat tinggal bersama istrinya. Pasien
memiliki tiga orang anak yang sudah berkeluarga. Pasien mengaku merokok. Pasien
tidak pernah mengkonsumsi alkohol, maupun narkoba.

Review System
 Sistem Syaraf Pusat : Tidak ada keluhan
 Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
 Respirasi : Tidak ada keluhan
 Pencernaan : Tidak ada keluhan
 Urogenital : BAK sering saat malam hari (+), BAK terasa
panas
 Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
 Kesadaran : Compos mentis
 Vital Signs
o Tekanan Darah : 120/70 mmHg
o Suhu Tubuh : 36,2 °C
o Frekuensi Nafas : 18 x/menit
o Frekuensi Nadi : 84 x/menit
 Status Gizi : baik
2. Kepala
 Mata
Konjunctiva anemis ( - / - ), Sklera ikterik ( - / - ), Pupil isokhor ( + / + )
 Mulut
Mukosa kering ( – ), Bibir sianosis ( – ), Stomatitis ( – ), Karies gigi ( + ),
gigi palsu ( – )
3. Leher
Benjolan ( – ), Limfonodi teraba ( – )
4. Thorax
 Inspeksi
o Simetris ( + )
 Palpasi
o Benjolan (–)
o Ictus cordis teraba (–)
o Vocal fremmitus normal
 Perkusi
o sonor (+)
 Auskultasi Paru
o Vesikuler (+/+)
o Wheezing (‒/‒)
o Ronkhi (‒/‒)
 Auskultasi Jantung
o S1-S2 reguler (+)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
o Bising jantung (–)
5. Abdomen
 Inspeksi : distensi ( – )
 Auskultasi : bising usus (+)
 Perkusi : timpani ( + ), Ukuran hepar dalam batas normal
 Palpasi
o Nyeri tekan epigastrium ( ‒ )
o Hepar lien tidak teraba
o Ascites ( – )
o Nyeri ketok ginjal ( – )
6. Ekstremitas
 Akral hangat (+)
 Nadi kuat regular
 Edema (–)
 Capillary refill time < 2”
 Kekuatan otot normal

7. Anorektal
- Digital recta examination : didapati prostat teraba membesar, konsistensi
kenyal, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan
nodul, menonjol ke dalam rectum.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Darah Rutin, Kimia dan elektronik


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
Hematologi
Leukosit 8,32 4,00 - 10,6 103 / uL
Eritrosit 4,61 4,50 - 6,00 106 / uL
Hemoglobin 15,1 13,0 - 18,0 g/dL
Hematokrit 41,4 L 42,0 - 52,0 %
MCV 89,8 81 - 99 fL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
MCH 32,8 27 - 31 pg
MCHC 36,5 33 - 37 g/dL
Trombosit 285 150 – 450 103 / uL
Differential Telling
Neutrofil % 74,3 H 50 - 70 %
Limfosit % 16,5 L 20 - 40 %
Monosit % 4,2 3,0 - 12 %
Eosinofil % 4,7 0,5 - 5,0 %
Basofil % 0,3 0-1 %
Neutrofil # 6, 18 2-7 103/uL
Limfosit # 1,37 L 0,8 - 4,0 103/uL
Monosit # 0,35 0,12 - 1,20 103/uL
Eosinofil # 0,39 0,02 - 0,50 103/uL
Basofil # 0,03 0 -1 103/uL
Kimia
GDS 83 50-200 mg/dL
Ginjal
Ureum 5229 10 - 50 mg/dL
Creatinin 0,81 <1,1 mg/dL
Prothrombin time
Hasil PT 12,7 11-15 Detik
INR 0,95 0,8-1,2
Kontrol normal PT 13,5 11,5-15,5 Detik
Hasil APTT 31,9 25-40 Detik
Kontrol normal APTT 28,5 25-37
Elektrolit
Natrium 139,3 135-148 mmol/l
Kalium 4,0 3,7-5,3 mmol/l
Chlorida 101,5 98-109 mmol/l

Hbs-Ag Negatif
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
 Foto Rontgen

 EKG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

E. DIAGNOSIS
Benign Prostatic Hiperplasy
F. TERAPI
 Operatif :
 Prostatektomi terbuka

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kelenjar Prostat


Prostat merupakan organ yang terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang
tersembunyi di bawah kandung kemih. Dalam keadaan normal, prostat mempunyai berat
20 gram dan panjang 2,5 cm yang terletak pada uretra posterior. Di bagian depan prostat
disokong oleh ligamentum prostatik dan di bagian belakang oleh diafragma urogenital.
Dalam klasifikasi of Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus yaitu anterior, posterior,
median, lateral kanan, dan lateral kiri. Sedangkan menurut McNeal, prostat terbagi
atas zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona anterior, dan zona preprostatik
sfingter.

Vaskularisasi pada prostat berasal dari arteri dan vena. Arteri vesikal inferior, arteri
pudendal interna, dan arteri hemoroid menyuplai darah ke prostat. Sedangkan vena dari
prostat akan berlanjut ke pleksus periprostatik yang terhubung dengan vena dorsal dalam
dari penis dan vena iliaka interna
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
Persarafan pada prostat didapat dari inervasi simpatis dan parasimpatis dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut simpatis dari nervus
hipogastrikus (T10-L2) dan parasimpatis dari korda spinalis (S2-4). Stimulasi simpatis
menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke uretra posterior seperti saat ejakulasi,
sedangkan rangsangan parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat.
Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu untuk menetralisir
keasaman vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas sperma yang optimum
pada pH 6,0 sampai 6,5. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di
uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada
saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
Epidemiologi
BPH adalah tumor jinak prostat yang sering dialami pada pria. Pada BPH
terjadi proliferasi elemen epitel dan stroma yang menyebabkan prostat membesar
(Frekuensi kejadian BPH meningkat secara progresif seiring usia mulai dari umur
41-50 tahun (20%), 51-60 tahun (50%), hingga mencapai 90% pada usia 80 tahun ke atas.

Faktor Resiko
Faktor resiko kejadian BPH masih belum diketahui. Dalam beberapa penelitian
dikatakan bahwa predisposisi genetik dan perbedaan ras memungkinkan untuk terjadinya
BPH. Tetapi yang pasti jenis kelamin pria, usia, testosteron, dan faktor pertumbuhan
merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan BPH.

Etiopatogenesis
Etiologi BPH masih belum sepenuhnya dipahami, namun bukti yang ada saat ini
menunjukkan bahwa androgen dan estrogen berperan sinergis dalam pembentukannya.
Ada beberapa teori yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat antara
lain :
1. Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron (DHT) suatu androgen yang berasal dari testosterone
melalui kerja 5α-reduktase dan metabolitnya 3α-androstanediol merupakan hormon
pemicu utama terjadinya proliferasi kelenjar dan stroma pada pasien BPH. DHT
berikatan dengan reseptor pada nukleus dan pada gilirannya merangsang sintesis
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
DNA, RNA, faktor pertumbuhan, dan protein sitoplasma lainnya yang kemudian
menyebabkan hiperplasia.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia lanjut, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen-testosteron relatif meningkat.
Estrogen pada prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat. Akibatnya sel-sel prostat mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Sel-sel stroma mendapat stimulasi dari DHT dan estradiol yang kemudian
akan menstimulasi faktor pertumbuhan sehingga mempengaruhi sel-sel stroma itu
sendiri dan sel epitel. Stimulasi itu menyebabkan proliferasi sel-sel stroma maupun
epitel yang mengakibatkan hiperplasia prostat.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Sampai sekarang belum dapat dijelaskan dengan pasti. Tapi diduga
hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
(apoptosis), estrogen mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, dan faktor
pertumbuhan TGF-β berperan dalam proses ini. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa
prostat.
5. Teori sel stem
Sel stem mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif sehingga
mampu mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis. Kehidupan sel ini
dipengaruhi oleh keberadaan hormon androgen. Kadar androgen yang meningkat
menyebabkan ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi sel
stroma maupun epitel yang berlebihan.

Gejala Klinis
Gejala klinis BPH terjadi pada hanya sekitar 10% pria yang mengalami
kelainan ini. Karena hiperplasia nodular terutama mengenai bagian dalam prostat,
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
manifestasinya yang tersering adalah gejala saluran kemih bawah atau Lower Urinary
Track Syndrome (LUTS). Gejala tersebut terdiri atas obstruksi dan iritasi. Sulit memulai
aliran urine (hesitancy), pancaran kencing yang lemah (weak stream), kencing tidak
lampias (incomplete emptying), mengedan saat kencing (straining), dan kencing terputus-
putus (intermittency) termasuk dalam gejala obstruktif. Sedangkan tidak dapat menunda
kencing (urgency), sering kencing (frequency), dan kencing di malam hari (nocturia)
tergolong dalam gejala iritasi

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BPH diperlukan beberapa tindakan seperti :
1. Anamnesis
Hal yang perlu ditanyakan pada pasien adalah usia dan gejala-gejala yang
dialami pasien seperti pada gejala klinis. Sistem skoring diperlukan untuk
menilai tingkat keparahan dari keluhan pasien yg diisi secara subjektif. Sistem
skoring yang digunakan adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau
International Prostate Symptom Score (IPSS)

1. Pemeriksaan Fisik
a. Kandung kemih
Pada pemeriksaan didapati kandung kemih terisi penuh dan teraba massa
akibat retensi urin.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
b. Colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE)
Pada pemeriksaan DRE didapati prostat teraba membesar, konsistensi
kenyal, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul,
menonjol ke dalam rectum.

3. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah lengkap : komponen yang diperiksa antara lain ureum, kreatinin,
elektrolit, BUN, dan gula darah
b. Urin : dilakukan kultur urin dan sensitivitas untuk melihat kemungkinan
infeksi.
c. Prostate Spesific Antigen (PSA) : Pemeriksaan PSA ditujukan pada pasien
yang memiliki resiko BPH. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai skreening untuk
deteksi dini kanker prostat

4. Pemeriksaan pencitraan
a. Foto polos abdomen (Buik Nier Overzich, BNO)
Foto polos abdomen digunakan untuk mencari adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu atau kalkulosa prostat, dan kadang dapat
menunjukkan bayangan kandung kemih yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari suatu retensi urin
b. Intravenous Pyelography (IVP)
IVP digunakan untuk melihat kemungkinan adanya hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh
adanya indentasi prostat (pendesakan kandung kemih oleh kelenjar prostat),
dan penyulit-penyulit yang lain. Pemeriksaan IVP sekarang tidak
direkomendasikan pada BPH
c. Transrectal Ultrasound (TRUS)
TRUS digunakan untuk mengetahui volume kelenjar prostat, adanya
kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan
biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residu urin, dan mencari kelainan
lain yang mungkin ada di dalam kandung kemih.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
d. Ultrasonografi transabdominal
Ultrasonografi transabdominal digunakan untuk mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
e. Sistografi
Sistografi digunakan bila terdapat hematuria atau kemungkinan
terdapat tumor.
f. CT-scan / MRI jarang digunakan

5. Pemeriksaan lain
a. Uroflowmetri
Uroflowmetri digunakan untuk pemeriksaan derajat obstruksi prostat. Dari
uroflowmetri dapat diketahui lawa waktu miksi (voiding time), lama pancaran
(flow time), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum
(time to max flow), pancaran maksimum (max flow rate), rata- rata pancaran
(average flow rate), dan volume urin yang keluar sewaktu miksi (voided
volume).
b. Pemeriksaan volume residu urin
Tindakan ini dilakukan dengan memasang kateter dengan batas indikasi 100 cc.

Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah untuk memperbaiki keluhan miksi,
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi infravesika, mengembalikan fungsi
ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi, dan
mencegah progresifitas penyakit. Pilihan terapi tergantung dari hasil skor IPSS pasien.

1. Watchful waiting
Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat
terapi apapun karena dapat sembuh sendiri dan diberi penjelasan mengenai semua
hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, seperti jangan mengkomsumsi
kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi komsumsi kopi atau coklat
(mengiritasi kandung kemih), batasi penggunaan obat flu yang mengandung
fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, serta jangan menahan kencing terlalu
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
lama. Selain itu pasien juga diminta untuk datang kontrol secara periodik setelah 6 bulan
untuk mengevaluasi keluhannya sambil dilakukan pemeriksaan uroflowmetri dan volume
residu urin.
2. Medikamentosa
Pilihan terapi medikamentosa ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS 8-19.
Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain :
a. Penghambat reseptor adrenergik-α1 (α1 adrenergic blocker)
Tujuannya adalah untuk mengurangi resistensi otot polos prostat. Awalnya obat
yang digunakan adalah golongan non selektif (fenoksibenzamine) yang mampu
memperbaiki laju pancaran dan mengurangi keluhan miksi. Tetapi obat ini menyebabkan
komplikasi sistemik sehingga tidak disenangi oleh pasien. Kemudian ditemukan obat
penghambat adrenergik α1 yang punya waktu paruh pendek (prazosin) dan panjang
(tetrazosin, doxazosin). Golongan penghambat adrenergik α1a (tamsulosin) sangat
selektif terhadap otot polos prostat.
b. Penghambat 5α-reduktase
Tujuannya adalah untuk mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan
kadar DHT. Obat ini (finasteride) menghambat pembentukan DHT dari testosterone
yang dikatalisis oleh enzim 5α – reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar
DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pemberian
obat ini 5 mg sehari selama 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga
28% dan memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Finasteride mempunyai efek
samping antara lain penurunan libido, penurunan volume ejakulasi, dan impotensi.
Kombinasi finasteride dengan penghambat reseptor adrenergik α lebih baik
daripada obat tunggal.
c. Fitoterapi
Terapi ini menggunakan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, namun data-data farmakologik tentang
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypoxis rooperi, dan masih banyak lainnya.
3. Operasi
Pilihan operasi ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS 20-35. Penyelesaian
masalah hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
pembedahan. Indikasi pembedahan ditujukan pada pasien BPH yang tidak
menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, mengalami retensi urin, infeksi
saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, dan timbul batu saluran kemih atau
penyulit lainnya akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah. Tindakan pembedahan
tersebut antara lain :
a. Transuretral Resection of the Prostate (TURP)
TURP merupakan gold standart dan operasi yang paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat menggunakan cairan pembilas agar daerah yang
akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang sering dipakai
adalah H2O steril (aquades) karena tidak menyebabkan hantaran listrik saat operasi
dan harganya cukup murah.
b. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Teknik ini dilakukan dengan cara melakukan dua insisi dengan pisau Collins
pada posisi jam 5 dan 7. Insisi diawali dari distal ke orificium uretra dan keluar
melalui verumontanum
c. Prostatektomi terbuka
Prostatektomi terbuka dilakukan pada keadaan prostat yang sangat besar
(>100 gram). Tindakan ini dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesikal
(Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin).
d. Laser prostatektomi
Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam
jangka waktu lama dan tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya.
Tindakan ini lebih sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis,
dan penyembuhan lebih cepat. Akan tetapi terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% tiap
tahunnya. Selain itu tidak diperolehnya jaringan untuk pemeriksaan patologi, sering
menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak
langsung miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca
TURP merupakan komplikasi yang dapat terjadi dari tindakan ini.
4. Tindakan invasif minimal
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko
tinggi terhadap pembedahan. Tindakan tersebut antara lain :
a. Termoterapi
b. Transurethral Needle Ablation of the prostate (TUNA)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS
c. High Intensity Focused Ultrasound (HIFU)
d. Stent

Prognosis
Prognosis BPH berubah-ubah dan tidak bisa diprediksi tiap individu. BPH
yang tidak diterapi akan menunjukkan efek samping yang merugikan pasien itu
sendiri seperti retensi urin, insufisiensi ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, dan
hematuria
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat.R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi revisi. Jakarta : penerbit
buku kedokteran EGC, 1997
2. Sari DK, Mirzanie H, Leksana, Slamet AW. Chirurgica (re-package edition). Jakarta: Tosca
Enterprise. 2005. Bab-IV.
3. Grace PA, Borley NR. At a glance: ilmu bedah. Ed. III. Jakarta: Erlangga. 2002.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhini WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III
jilid 2. Jakarta: Media Aescupalis. 2000

Yogyakarta, Maret 2017


Dokter Pembimbing,

dr. Triyogo Djoko P., Sp. B

16

Anda mungkin juga menyukai