Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan kurikulum pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan untuk


kemajuan. Kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan dan mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan dan dinamika yang ada pada dunia pendidikan. Secara garis besar,
kurikulum dapat diartikan sebagai perangkat materi pendidikan dan pengajaran yang
diberikan kepada murid sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai.Sekarang ini kita
dapat melihat realita bahwa Indonesia sangatlah jauh tertinggal di bidang IPTEK
dibandingkan dengan bangsa Eropa dan Barat. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah
menegaskan perlunya pengembangan kurikulum dalam dunia pendidikan, baik pendidikan
formal maupun non formal.

Dalam pengembangan kurikulum harus sesuai dengan pengertian kurikulum yakni


seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam
mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Sesuai perkembangan masyarakat yang
berlatar belakang berbeda-beda maka dalam pengembangan kurikulum juga harus melibatkan
masyarakat sehingga terbentuk kurikulum yang ideal dan sistematik sesuai kebutuhan
mereka. GBHN 1999 menegaskan tentang perlunya pengembangan kurikulum yang dapat
melayani keanekaragaman kemampuan sumber daya manusia, kemampuan siswa, sarana
pembelajaran, dan budaya di daerah pengembangan kurikulum menjamin hasil pendidikan
bermutu yang dapat membentuk masyarakat Indonesia yang damai sejahtera, demokrastis dan
berdaya saing untuk maju.

Pengembangan kurikulum merupakan tuntutan desentralisasi pendidikan sebagaimana


tertuang dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang
menegaskan adanya kewenangan daerah propensi, kabupaten, dan kota untuk “mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasrakan aspirasi
masyarakat” (pasal 4). Dalam konteks desentralisasi dan seiring dengan perwujudan
pemerataan hasil pendidikan bermutu di perlukan kurikulum yang memuat kompetensi umum
lulusan yang dapat di pertanggung jawabkan dalam konteks lokal, nasional, dan global.
Kompetensi umum ini harus di kuasai siswa di seluruh Indonesia

1
B. Rumusan Masalah
.
1. Apa Itu Kurikulum
2. Apa saja komponen - komponen dari kurikulum
3. Bagaimana konsep dan teori kurikulum?
4. Bagaimana langkah - langkah pengembangan kurikulum?

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan apa itu Kurikulum


2. Menjelaskan tentang komponen - komponen dari kurikulum
3. Menjelaskan konsep dan teori kurikulum
4. Menjelaskan langkah - langkah pengembangan kurikulum

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum

Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar
mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta
staf pengajarnya. Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah
pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak
formal. (Nasution, 2008:5)

Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun
sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan memperhatikan:

1. Peningkatan iman dan takwa;


2. Peningkatan akhlak mulia;
3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
6. Tuntutan dunia kerja;
7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
8. Agama;
9. Dinamika perkembangan global;
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik
yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan
agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum
haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini

3
dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap
jenjang pendidikan.

B. Komponen - Komponen Kurikulum

Merujuk pada fungsi kurikulum dalam proses pendidikan, yakni merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti, sebagai alat pendidikan kurikulum
mempunyai komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lainnya. Para
pemikir pendidikan seperti Subandijah, Soetopo, soemato dan Nasution mempunyai ragam
dalam menentukan jumlah komponen tersebut, meskipun pada dasarnya pemahaman dan
pengertiannya hampir sama.

Subandijah (1993) membagi komponen kurikulum antara lain: tujuan, Isi atau materi,
Organisasi atau strategi, Media, daan Komponen proses belajar mengajar. Sedangkan yang
dikategorikan komponen penunjang kurikulum mencakup: Sistem administrasi dan supervisi,
Pelayanan bimbingan dan penyuluhan dan Sistem evaluasi.

Kemudian Soetopo dan Sumato (1993) membagi komponen kurikulum ke dalam 5


komponen, yaitu:

1. Tujuan,
2. Isi dan struktur program,
3. Organisasi dan strategi,
4. Sarana
5. Evaluasi.

Nasution (1993) membagi komponen kurikulum menjadi tiga, yaitu:

1. Tujuan,
2. Bahan belajar mengajar,
3. Penilaian.

Berikut ini akan diuraikan secara beberapa komponen tersebut:

a. Komponen Tujuan

Tujuan kurikulum mengacu kearah pencapaian tujuan pendidikan nasional, ditetapkan


dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum menyediakan
kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan

4
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional khususnya dan menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas umumnya.

Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan perwujudan domain-domain anak didik


diupayakan melalui suatu proses pendidikan, yang kalau dibuat secara berurutan tujuan
pendidikan sebagai berikut:

1. Tujuan Pendidikan Nasional


2. Tujuan Institusional
3. Tujuan Kurikuler
4. Tujuan Instruksional

Berikut penjelasan mengenai tujuan - tujuan pendidikan nasional:

1. Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Pendidikan Nasional, merupakan pendidikan yang paling tinggi dalam hirarkis
tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan dengan
falsafah Pancasila. Di dalam undang-undang No. 20 Tahun 2004, bab II pasal 2 dituangkan,
bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan YangMaha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2. Tujuan Institusional

Tujuan instruksional merupakan tindak lanjut dari tujuan pendidikan nasional. Sistem
Pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Tiap lembaga
memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut dengan tujuan institusional, sehingga dikenal
bermacam-macam tujuan insitusional. Keberadaan tujuan pendidikan mesti menggambarkan
kelanjutan dan memiliki relevansi yang kuat dengan tujuan pendidikan nasional. Agar tidak
terjadi penyimpangan, maka tujuan institusional mesti didahului dengan pengertian
pendidikan, dasar pendidikan, tujuan pendidikan nasional dan tujuan umum lembaga yang
dimaksud.

3. Tujuan Kurikuler

5
Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional. Dalam
me-laksanakan kegiatan pendidikan dari suatu lembaga pendidikan, maka isi pengajaran yang
telah disusun diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga
pendidikan memiliki tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari Garis-Garis Besar
Program Pengajaran (GBPP pada Kurikulum 1994 selanjutnya disebut silabus pada
Kurikulum 2006) dari suatu mata pelajaran. Pada Silabus tersebut terdapat suatu tujuan
kurikuler yang perlu dicapai oleh siswa setelah ia menyelesaikannya. Hal ini yang perlu
diperhatikan, bahwa tujuan kurikuler seharusnya mencerminkan tindak lanjut dari tujuan
institusional dan tujuan pendidikan nasional dan menggambarkan tujuan kurikuler. Sehingga
akan terlihat jelas hubungan hirarkis dari ketiga tujuan pendidikan tersebut.

4. Tujuan Instruksional

Tujuan instruksional merupakan tujuan akhir dari tiga tujuan yang telah di-kemukakan
terdahulu. Tujuan ini bersifat operasional, yakni diharapkan dapat tercapai pada saat
terjadinya proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi setiap hari dibahas.
Untuk mencapai tujuan-tujuan instruksional ini maka biasanya seorang guru perlu membuat
Satuan Pelajaran (SP) atau pada Kurikulum 2006 dikenal sebagai Rencana Pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Tujuan instruksional ini dalam upaya mencapai tujuannya sangat
ditentukan oleh kondisi proses mengajar yang ada, antara lain: kompetensi pendidik, fasilitas
belajar, anak didik, metode, lingkungan dan faktor yang lain.

b. Komponen Materi

Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan
disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik
pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
2. Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
3. Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Isi atau materi kurikulum hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang
dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan.

Secara umum isi kurikulum itu dapat dikelompokan menjadi :

1. Logika, yaitu pengetahuan tentang benar salah berdasarkan prosedur keilmuan.

6
2. Etika, yaitu pengetahuan tentang baik buruk, nilai dan moral.
3. Estetika, pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seninya.

Pengembangan materi kurikulum harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Mengandung bahan kajian yang dapat dipelajari siswa dalam pembelajaran.


2. Berorientasi pada tujuan, sesuai dengan hirarki tujuan pendidikan.

Materi kurikulum mengandung aspek tertentu sesuai dengan tingkat tujuan kurikulum,
yang meliputi :

1. Teori
2. Konsep
3. Generalisasi
4. Prinsip
5. Prosedur
6. Fakta
7. Contoh atau Ilustrasi
8. Istilah
9. Definisi
10. Preposis

Menurut Hilda Taba (1962) kriteria untuk memilih isi materi kurikulum yaitu :

1. Materi harus sahih dan signifikan, artinya menggambarkan pengetahuan mutakir.


2. Relevan dengan kenyataan social dan kultur agar anak lebih memahaminya.
3. Materi harus seimbang antara keluasan dan kedalaman.
4. Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan.
5. Sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik.
6. Materi harus sesuai kebutuhan dan minat peserta didik.

Banyak kegagalan dalam komponen ini karena guru tidak bisa memberikan
pengalaman belajar pada peserta didiknya. Cara untuk mewujudkan pengalaman peserta didik
adalah dengan merancang dan menjabarkan materi pelajaran menjadi berbagai kegiatan
belajar. Menurut Taba kegiatan belajar menimbulkan pengalaman belajar.

c. Komponen Proses

7
Komponen ini tentunya sangatlah penting dalam suatu proses pengajaran atau
pendidikan. Tujuan akhir dari proses belajar mengajar adalah diharapkan terjadinya
perubahan dalam tingkah laku anak. Komponen ini juga mempunyai keterkaitan erat dengan
suasana belajar kreativitas dalam belajar baik di dalam kelas maupun individual (di luar
kelas) merupakan suatu langkah yang tepat.

Dalam kaitannya dalam kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran


yang kondusif agar aktivitas tercipta dalam peroses pengajaran. Subandijah (1993)
mengemukakan, bahwa guru perlu memusatkan pada kepribadian dalam mengajar,
menerapkan metode mengajarnya, memusatkan pada proses yang produknya dan
memusatkan pada manager dan fasilitator merupakan suatu tuntunan dalam memperlancar
proses belajar mengajar ini.

Semakin maju dunia pendidikan suatu negara maka peran-peran di atas tentunya
semakin digunakan oleh seorang pendidik suatu negara maka peran-peran di atas tentunya
semakin digunakan oleh seorang pendidik dalam menggeluti profesinya, bagi kita mungkin
masih terlalu ideal. Dan hal yang disampaikan Subandijah tersebut dapat dicapai bila guru
dapat:

1. Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar.


2. Menerapkan metode mengajarnya
3. Memusatkan pada proses dan produknya
4. Memusatkan pada kompetensi yang relevan

d.Komponen Evaluasi

Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan kurikulum dan menilai
proses implementasi kurikulum secara keseluruhan. Hasil evaluasi sebagai umpan balik guna
perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, sebagai masukan dalam penentuan kebijakan
pengambilan keputusan tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari komponen program,
pelaksanaan dan hasil yang dicapai.

Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin ilmu yang berdiri sendiri, ada pihak
yang berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang
menyatakan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan tersebut merpakan
hubungan sebab akibat, perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum,
sebaliknya perubahan evaluasi perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan

8
kurikulum, hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis dan prosesnya
berlangsung secara evolusioner.

Evaluasi kurikulum sukar di rumuskan secara tegas hal itu disebabkan beberapa faktor :

1. Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah


2. Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep
yang digunakan
3. Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang
sifatnya juga berubah

Konsep-konsep evaluasi kurikulum dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Deskriptif
2. Preskriptif

Luas atau sempitnya suatu suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan
oleh tujuannya. Doll (1976) mengemukakan syarat-syarat suatu program evaluasi kurikulum
yaitu suatu evaluasi kurikulum harus nilai dan penilaian. Punya tujuan atau sasaran yang
jelas, bersifat menyeluruh dan terus menerus berfungsi diagnostik dan tevintegrasi.Evaluasi
kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi,
salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah kuantitas dan kualitas.

Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan peranan besar pada analisis
pengetahuan baru yang ada, konsep penilaian menutut penilaian secara rinci tentang
lingkungan belajar, dan konsep organisasi memberi perhatian besar pada struktur belajar.
Pengembangan kurikulum yang menekankan isi membutuhkan waktu mempersiapakan
situasi belajar dan menyatukannya dengan tujuan pengajaran yang cukup lama. Kurikulum
yang menekankan pada situasi waktu untuk mempersiapkannya lebih pendek, sedangkan
kurikulum yang menekankan pada organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan
kurikulum yang menekankan pada isi, kurikulum yang menekankan organisasi, strategi
penyebarannya sangat mengutamakan latihan guru.

Model evaluasi kaitannya dengan teori kurikulum perbedaan konsep dan strategi
pengembangan dan penyebaran kurikulumnya. Juga menimbulkan perbedaan dalam
rancangan evaluasi. Model evaluasi yang bersifat komporatif atau menekankan pada objek

9
sangat sesuai bagi kurikulum yang bersifat rasional dan menekankan isi, dalam kurikulum
menekankan situasi sukar disusun evaluasi yang bersifat kompratif karena konteksnya bukan
terhadap guru atau satu tujuan tetapi terdapat banyak tujuan.

Pada kurikulum yang menekankan organisasi, tugas evaluasi lebih sulit lagi, karena isi
dan hasil kurikulum bukan hal yang utama, yang utama adalah aktivitas dan kemampuan
siswa salah satu pemecahan bagi masalah ini dengan pendekatan yang bersifat elektrik seprti
dalam proyek kurikulum humanistik dan care (center for applied research in education) dalam
proyek itu dicari perbandingan materi antara proyek yang menggunakan guru yang terlatih
dengan yang tidak terlatih. Dalam evaluasinya juga diteliti pengaruh umum dari proyek,
dengan cara mengumpulkan bahan-bahan secara studi kasus dari sekolah-sekolah proyek.

Teori kurikilim dan teori evaluasi, model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan
konsep kurikulum yang digunakan, seperti model pengembangan dan penyebaran dihasilkan
oleh kurikulum yang menekankan isi.

Macam-macam model evaluasi yang dipergunkan bertumpu pada aspek -aspek tertentu
yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi yang bersifat
kompratif berkaitan erat dengan tingkah-tingkah laku individu, evaluasi yang menekakan
tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulum
model (pendekatan) antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi tingkah-
tingkah laku dalam suatu lembaga sosial, dengan demikian sesungguhnya terdpat hubungan
yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum.

a) Peranan evaluasi kurikulum

Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial
mempunyai asal usul, sejarah struktur serta intersef sendiri, beberapa karakteristik dari
proyek-proyek kurikulumyang telah dikembangkan di inggris, misalnya :

1. Lebih berkenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada


2. Lebih berskala nasional daripada lokal
3. Dibiayai oleh grant dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap
4. Lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris
daripada kebiasaan lamayang berupa penelitian social.

10
Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya
minimal berkenaan dengan 3 hal yaitu :

1. Evaluasi sebagai moral judgement, konsep utama dalam evaluasi adalah masalah
nilai, hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan
selanjutnya hal ini mengandung dua pengertian, evaluasi berisi suatu skala nilai
moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat dinilai, dan evaluasi
berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria suatu hasil dapat
dinilai.
2. Evaluasi dan penentuan keputusan, pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
pendidikan atau kurikulumbanyak yaitu:guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para
inspektur, pengembangan kurikulum dll, beberapa diantara mereka yang memegang
peranan paling besar dalam penetuan keputusan. Pada prinsipnya tiap individu diatas
membuat keputusansesuai dengan posisinya.
3. Evaluasi dan konsesus nilai dalam berbagai situasi pendidkan serta kegiatan
pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang
yang ikut terlibat dalam kegiatan penilaian atau evaluasi, para partisipan dalam
evaluasi pendidikan dapat terdiri dari :orang tua, murid, guru, pengembang
kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek dsb. Bagaimana
caranya agar dapat diantara mereka terdapat kesatuan penilaian hanya dapat di capai
melalui suatu konsensus.

Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam


konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai atau belum, juga digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan
strategi yang ditetapkan.

Evaluasi juga merupakan salah satu komponen kurikulum, dengan evaluasi dapat
diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran, keberhasilah siswa,
guru dan proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan
kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang diperlukan. Aspek
yang dinilai bertitik tolak dari tujuan yang akan dicapai.

Persyaratan suatu instrument penilaian adalah aspek validitas, realiabilitas,


obyektivitas, kepraktisan dan pembedaan. Penilaian harus bernilai objektif, dilakukan
berdasarkan tanggung jawab kelompok guru, rencana terkait dengan pelaksanaan kurikulum

11
sesuai tujuan dan materi kurikulum dengan alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan
serta memberikan hasil yang akurat.

Dalam evaluasi dapat di kelompokan kedalam dua jenis yaitu:

1. Tes

Tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam asfek kognitif. Tes
memiliki dua kriteria yaitu tes memiliki tingkat validitas seandainya dapat mengukur yang
hendak diukur. Kedua memiliki tingkat reliabilitas/kendalan jika tes tersebut bisa
menghasilkan informasi yang konsisten. Tes berdasarkan jumlah peserta dibedakan jadi tes
kelompok yaitu dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-sama dan tes individu
adalah tes yang dilakukan kepada seorang individu secara perorangan. Tes dilihat dari cara
penyusunannya yaitu tes buatan guru yaitu untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan
oleh guru bersangkutan dan tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa dan memprediksi kemampuan siswa pada masa yang akan datang. Tes
dilihat dari pelaksanaannya dibedakan menjadi tes tertulis adalah dengan cara siswa
menjawab sejumlah soal secara tertulis dan tes lisan adalah tes yang dilakukan langsung
komunikasi dengan siswa secara verbal.

2. Non Tes

Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk asfek tingkah laku
termasuk sikap, minat dan motivasi. Beberapa jenis non tes yaitu :

3. Observasi

Observasi adalah penilaian dengan cara mengamati tingkah laku pada situasi tertentu.
Observasi dibedakan jadi observasi partisipatif yaitu dimana observer ikut kedalam objek
yang sedang dia observasi. Observasi non partisipatif yaitu observasi yang dilakukan dengan
cara observer murni sebagai pengamat.

4. Wawancara

Wawancara adalah komunikasi langsung antara pewawancara dan yang diwawancarai.


Ada dua jenis wawancara yaitu wawancara langsung apabila pewawancara melakukan
komunikasi dengan subjek yang akan dievaluasi. Wawancara tidak langsung apabila
pewawancara mengumpulkan data subjek melalui pelantara.

12
5. Studi kasus

Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus
menerus.

6. Skala Penilaian

Skala penilaian/rating acale adalah salah satu alat penilaian dengan mengunakan alat yang
telah disusun dari yang negatif sampai positif, sehingga pada skala tersebut penilai tunggal
membubuhi tanda.

C. Konsep dan Teori Kurikulum

Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap
kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-
unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi
kurikulum.

Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah
konsep kurikulum.

1. Konsep kurikulum

Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah
konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai
sistem, dan sebagai bidang studi.

a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi

Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-
murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum
juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar,
kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan
sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum
dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat
mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.

13
b. kurikulum sebagai suatu sistem

Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan,


bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan
prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan
menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum,
dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap
dinamis.

c. kurikulum sebagai suatu bidang studi

Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.
Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan
sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep
dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan
percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat
bidang studi kurikulum.

Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut
untuk:

1. Mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis.


2. Mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-
pengetahuan baru.
3. Melakukan penelitian inferensial dan prediktif.
4. Mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-
model kurikulum.

Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui
pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi
kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.

2. Perkembangan Teori Kurikulum

Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah


perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan

14
Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun
1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis
pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis
kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum.
Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan
pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.

Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia.
Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah
kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut
dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun
dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis
lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan,
keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum.
Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh
tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori
kurikulum.

Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis


kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters lebih menekankan pada
pendidikan vokasional.

Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters:

1. Keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah


kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan
yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain.
2. Keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi
kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang
tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap,
nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang
dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap
dalam bentuk yang sistematis.

Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan


pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum berubah dari yang

15
menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa
(Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat
perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa.
pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman.
Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.

Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam


peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di
Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), itu mengembangkan konsep
kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell
mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya,
Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan
kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan
pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain
kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.

Pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang
teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:

a. Mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan


kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya.
b. Menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang
mendukungnya,
c. Mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk
memecahkan masalah tersebut.

Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti
kajian kurikulum:

1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?


2. Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai
tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?

Empat pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para
pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang

16
dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A.
Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-
tugas pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara
konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain.

Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-
istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan
penelitianpenelitian preckktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidahkaidah,
sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum.

Dalam makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam


pengembangan teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan
utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam :

1. Merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan


2. Memilih dan menyusun bahan,
3. Perluasan bahasa khusus kurikulum.

James B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat
sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching),
dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn.
Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan
dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga
dapat membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi
yang diperlukan dalam teori kurikulum.

Broudy, Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu
skema yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan proses mempengaruhi
anak. Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai
dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi,
yaitu:

1. Landasan kurikulum
2. Isi kurikulum
3. Desain kurikulum
4. Rekayasa kurikulum
5. Evaluasi dan penelitian

17
3. Pengembangan teori.

Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari


biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum
dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya.

Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik
dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum. Pertanyaan-
pertanyaan itu menyangkut:

a. Pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum


b. Sistem kurikulum
c. Unit analisis dan unsurunsurnya
d. Struktur sistem kurikulum,
e. Fungsi sistem kurikulum
f. Proses kurikulum
g. Prosedur analisis struktural-fungsional.

Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori
kurikulum, yaitu:

Teori kurikulum (curriculum theory),

2. Teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory),

3. Teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory),

4. Teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).

Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan teori yang
menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan
dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum merupakan bagian dari
pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal
memusatkan perhatiannya pada struktur isi kurikulum. Teori kurikulum valuasional mengkaji
masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang.

18
Teori kurikulum praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk
mencapai tujuan-tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh
pendapat Maccia, tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang
cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.

Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan


kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem
pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat
tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan
kegiatan. Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian
dari pengajaran.

Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:

1. A curriculum is a structured series of intended learning out comes.


2. Selection is an essential aspect of curriculum formulation.
3. Structure is an essential charactistic of curriculum.
4. Curriculum guide instrcution
5. Curriculum evaluation involeves validation of both selection and structure.
6. Curriculum is the criterion for instructional evaluation.

Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak,
dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum.
Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor
yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga langkah:
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Ada beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori kurikulum,
yaitu:

a. Definisi kurikulum
b. Sumber-sumber kebijaksanaan kurikulum
c. Desain kurikulum, rekayasa kurikulum
d. Peranan nilai dalam pengembangan kurikulum,
e. Implikasi teori kurikulum.
4. Desain dan Rekayasa Kurikulum

19
Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kurikulum, yaitu desain
kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering).Desain
kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan
mendidik. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan
antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsipprinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang
diperlukan dalam pelaksanaannya.

Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:

a. Substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,


b. Model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan
proses pengajaran.

Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu:

a. Kurikulum merupakan dokumen tertulis


b. Berisi garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut
desain kurikulum disusun
c. Isi atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai.

Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:

a. Ketentuan-ketentuan tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana


mengadakan penyemprunaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari
pengalaman.
b. Kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.

Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsikan kurikulum di


sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikulum agar kurikulum dapat
berfungsi sebaik-baiknya. pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para pengawas/penilik
dan kepala sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan
Kurikulum Balitbang Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat.

Dengan menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat
tersebut merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga
mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan berbagai bentuk
pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah
berperan melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.

20
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu:

a. Arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum


b. Keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum
c. Tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikulum,
d. Tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum
e. Tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.

Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp
mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:

a. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian
kejadian yang dicakupnya.
b. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-
sumber pangkal tolaknya.
c. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
d. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan
kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut.
e. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.

D. Langkah - Langkah Pengembangan Kurikulum

a. Sumber Pengembangan Kurikulum

Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hal yang menjadi sumber atau
landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari
kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bag! kehidupan
orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para
pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan
kehidupan orang dewasa.

Dalam pengembangan selanjutnya, sumber in! menjadi lugs meliputi semua unsur
kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan
turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus
mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini

21
mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-
nilai adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan lain-lain.

Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran,
yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak,
melainkan menumbuhkan potensipotensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber
kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak
sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa.
Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat
perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.

Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada


pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan
kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang
menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Beauchamp menegaskan bahwa
nilai dapat merupakan sumber penentuan keputusan yang dinamis.

Pertanyaan pertama yang muncul dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah:
Apakah yang harus diajarkan di sekolah? Ini merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai
apakah yang harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan
sebagai kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.

Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik.


Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan
dalam kurikulum adalah board of education lokal yang mewakill negara bagian. Di Indonesia,
pemegang kekuasaan sosialpolitik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar
dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbangdikbud. pada
pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada
pusat, sedangkan pada perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk menentukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.

b. Langkah - Langkah Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan


pembelajaran (instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar

22
(selection of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar
(organization of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating).

1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)

Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran.

a). Tahap yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah
memahami tiga sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of
society), dan konten (source of content).
b). Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar
kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian
di-screen melalui dua landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan
filsofi pendidikan (philosophy of learning) dan psikologi belajar (psychology of
learning).
c). Tahap ketiga adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).

2. Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar (selection of learning


experiences)

Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam


pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan
psikologi belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi
yang dialami atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh
pengetahuan dan ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning
activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui
perilaku aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang
dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga
memperhatikan psikologi belajar.

3. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning


experiences)

Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik


untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang

23
mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak
didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan
dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan
keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.

4. Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum

Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah


proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk
tujuan memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam
pengembangan kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan ,
sedangkan riset sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.

Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe


evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi,
deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan
evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).

Terdapat dua model evaluasi kurikulum yaitu model Saylor, Alexander, dan Lewis,
dan model CIPP yang didesain oleh Phi Delta Kappa National Study Committee on
Evaluation yang diketuai Daniel L. Stufflebeam.

Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima komponen kurikulum
yang dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives), program pendidikan secara
keseluruhan (the program of education as a totality), segmen khusus dari program pendidikan
( the specific segments of the education program, pembelajaran (instructional), dan program
evaluasi (evaluation program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai
konttribusi pada komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen
kelima, program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi program itu
sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai implikasi pada proses
evaluasi.

Pada model CIPP mengkombinasikan tiga langkah utama dalam proses evaluasi, yaitu:

1. penggambaran (delineating),
2. perolehan (obtainin),

24
3. penyediaan (providing);

Tiga kelas perubahan yaitu homeostastis, incrementalisme, dan neomobilisme; dan


empat tipe evaluasi (konteks, input, proses, dan produk); serta empat tipe keputusan (
planning, structuring, implementing, dan recycling).

Evaluator kurikulum yang dipekerjakan oleh sistem sekolah dapat berasal dari dalam
maupun dari luar. Banyak evaluasi kurikulum dibebankan pada guru-guru di mana mereka
bekerja. Dalam mengevaluasi harus memenuhi empat standar evaluasi yaitu:

1. Utility.
2. feasibility.
3. propriety.
4. accuracy.

Evaluasi kurikulum merupakan titik kulminasi perbaikan dan pengembangan


kurikulum. Evaluasi ditempatkan pada langkah terakhir, evaluasi mengkonotasikan akhir
suatu siklus dan awal dari siklus berikutnya. Perbaikan pada siklus berikutnya dibuat
berdasarkan hasil evaluasi siklus sebelumnya.

Dalam kegiatan mengembangkan suatu kurikulum maka kita memerlukan prinsip-


prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip:

1. relevansi
2. efektifitas
3. efisiensi
4. kesinambungan
5. fleksibilitas.

Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah menyiapkan
peserta didik untuk hidup di kemudian hari. Dikatakan bahwa bentuk paling sederhana dari
kurikulum adalah merupakan himpunan pengalaman, sistem nilai, pengetahuan, keterampilan
dan pola sikap yang ingin dihantarkan kepada peserta didik dengan harapan bahwa
keseluruhan yang dihantarkan tersebut merupakan bekal para peserta didik dalam
mengembangkan diri di dalam masyarakat dikemudian hari.

Pengembangan kurikulum pada dasarnya berkisar pada hal-hal yang berkenaan dengan
hal-hal berikut :

25
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang melaju terlalu cepat.
2. Pendidikan merupakan proses transisi
3. Manusia dalam keadaan terbatas kemampuannya untuk menerima, menyampaikan
dan mengolah informasi.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar
mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta
staf pengajarnya. Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah
pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak
formal. (Nasution, 2008:5)

Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan, yakni merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, maka hal ini berarti, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai
komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lainnya. Lima komponen
kurikulum yaitu:

1. Tujuan,
2. Isi dan struktur program,
3. Organisasi dan strategi,
4. Sarana
5. Evaluasi.

Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap
kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-
unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi
kurikulum.

Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan
sebagai bidang studi.

Ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar itu disebut model atau konstruksi.
Pengembangan kurikulum model tersebut merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses
kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula ulasan tentang salah satu komponen kurikulum.

27
Model-model pengembangan kurikulum tersebut diantaranya adalah :

1. The Administrative Model


2. The Grass-Roots Model
3. The Demonstration Model
4. Beauchamp’s Model
5. Taba’s Inverted Model
6. Roger’s Interpersonal Relations Model
7. The Systematic Action-Research Model
8. Emerging Technical Models
9. The Behavioral Analysis Model
10. The System Analysis Model
11. The Computer-Based Model
B. Saran

Bagi pendidik, diharapkan lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakamn


pembelajaran sesuai pengembangan kurikulum yang telah disepakati. Bagi pemerintah,
diharapkan mampu menyusun kurikulum yang sesuai dengan keadaan pendidikan di
Indonesia agar menjadikan bangsa lebih maju.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abbatt. 1998. Pengajaran yang Efektif. Jakarta: IKAPI.

Ali, Mohammad. 2003. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Bandumg: Grasindo.

Hasan, Said Hamid. 2005. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imperial Bhakti Utama.

Prayitno. 2002. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Bandung: Grasindo.

Sukmadinata, Nana Saodih. 2007. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.

29

Anda mungkin juga menyukai