Anda di halaman 1dari 119

IV

Daftar isi v
Kata Pengantar vii
Bagian I 1
Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah
Boks 1 10
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional: Instrumen
Pengendalian Inflasi Daerah
Bagian II 13
Perekonomian Sumatera
Boks 2 28
Pengembangan Agroindustri Dalam Mendukung Perekonomian Sumatera
Bagian III 33
Perekonomian Jawa
Boks 3 52
Prospek Pengembangan Industri Biofarmaka yang Berdaya Saing Tinggi di Jawa

Boks 4 57
Mengecap Kembali Manisnya Industri Gula di Jawa

Bagian IV 61
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia
Boks 5 88
Potensi Agroindustri Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Bagian V 91
Isu Strategis: Mendorong Pengembangan Sektor Agroindustri yang Berdaya Saing
Tinggi, Melalui Peningkatan Integrasi dan Keterkaitan Manufaktur Dengan Sektor
Primer (Hilirisasi Pertanian)
Lampiran 101

V
D
alam proses perumusan kebijakan, Bank Indonesia mempertimbangkan
berbagai aspek terkait, termasuk dinamika ekonomi dan isu terkini dari
perspektif kewilayahan. Pembahasan menyeluruh terkait perkembangan
perekonomian terkini dan berbagai isu strategis yang mengemuka di
daerah dilakukan secara periodik antara Dewan Gubernur dengan Kepala
Departemen Regional yang mewakili 3 (tiga) wilayah di seluruh Indonesia.
Hasil dari pembahasan tersebut menjadi bagian penting dalam melengkapi
pemahaman Bank Indonesia terhadap kondisi makroekonomi dengan berbagai aspek risiko
yang berkembang.

Perekonomian nasional pada triwulan II 2017 tumbuh 5,01%; relatif stabil dibanding
triwulan lalu. Pertumbuhan ekonomi yang belum sekuat perkiraan ini dipengaruhi
melambatnya ekonomi Jawa dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) seiring melemahnya kinerja
ekspor luar negeri (Jawa) dan konsumsi pemerintah. Di sisi lain, ekonomi Maluku-Papua
(Mapua) dan Bali-Nusa Tenggara (Bali Nusra) yang tumbuh meningkat tak cukup mampu
menopang peningkatan pertumbuhan KTI maupun nasional mengingat pangsa ekonomi
kedua wilayah tersebut yang relatif kecil. Adapun ekonomi Sumatera tumbuh stabil
ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Meski 24 dari 34 provinsi masih mencatatkan
pertumbuhan diatas 5%, namun dibanding triwulan lalu, terdapat 20 provinsi yang
mengalami pertumbuhan lebih rendah.

Asesmen terhadap sejumlah indikator ekonomi terkini di berbagai daerah mengindikasikan


perekonomian pada triwulan III 2017 akan tumbuh lebih baik terutama di Jawa dan
Sumatera. Perekonomian kedua wilayah akan didorong membaiknya investasi terkait
berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah dan mulai tumbuhnya geliat investasi swasta.
Selain itu, konsumsi pemerintah terkait pencairan gaji ke-13 dan penyaluran bantuan sosial
yang sempat tertunda juga diperkirakan mendorong pertumbuhan triwulan III 2017. Di
Jawa, ekspor diperkirakan tumbuh meningkat karena rencana ekspansi pasar ekspor ke
ASEAN. Sementara, ekspor Sumatera cenderung melambat karena tertahannya prospek
harga komoditas. Di sisi lain, ekonomi berbagai wilayah di KTI secara agregat terindikasi
tumbuh lebih rendah. Perlambatan pertumbuhan KTI diprakirakan terjadi di wilayah
Kalimantan, Bali Nusra, dan Mapua terutama dipengaruhi melemahnya kinerja ekspor.
Sementara, wilayah Sulawesi diprakirakan tumbuh membaik didorong konsumsi
pemerintah.

Perkembangan inflasi di berbagai daerah secara agregat pada triwulan II 2017 tercatat
meningkat. Peningkatan inflasi yang terjadi di semua wilayah pada triwulan ini didorong
inflasi administered prices terutama tarif listrik, bensin, angkutan udara dan angkutan antar
kota. Selain itu, volatile foods khususnya bawang putih, bawang merah, dan daging ayam ras
juga turut menyumbang tekanan inflasi. Memasuki triwulan III 2017, tekanan inflasi
cenderung menurun di seluruh wilayah. Pada Juli 2017, selain tarif angkutan udara dan
bawang merah yang masih menjadi penyumbang inflasi utama, harga telur ayam ras dan
sekolah menengah juga mulai naik. Meski demikian, tekanan inflasi mampu ditahan oleh
deflasi sejumlah komoditas bahan makanan terutama bawang putih, cabai merah, dan
daging ayam ras.

Perekonomian pada triwulan IV 2017 diperkirakan diperkirakan tumbuh meningkat, baik di


Jawa, Sumatera maupun KTI. Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama
pertumbuhan di seluruh wilayah, seiring naiknya permintaan menjelang Natal dan tahun
baru. Berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah serta mulai menguatnya investasi
swasta membuat investasi tumbuh meningkat, terutama di Jawa, Kalimantan dan Mapua.
Seiring melemahnya harga komoditas permintaan negara mitra dagang, ekspor diperkirakan
tumbuh melambat di berbagai wilayah, kecuali di Jawa dan Sulawesi.

Secara keseluruhan tahun 2017, perekonomian daerah diperkirakan tumbuh di kisaran


5,0%-5,4%, lebih tinggi dibanding 2016, meski tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Perbaikan
pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan terjadi tidak merata di seluruh wilayah.
Peningkatan optimisme konsumen, pembangunan infrastruktur pemerintah yang terus
berlangsung serta perbaikan investasi swasta dan ekspor luar negeri merupakan sumber
pertumbuhan ekonomi di 2017. Sementara itu, inflasi di 2017 diperkirakan masih berada
dalam kisaran sasaran inflasi nasional 4±1%, meski lebih tinggi dari 2016.

Pada edisi kali ini, Laporan Nusantara mengangkat isu khusus terkait “Mendorong
Pengembangan Sektor Agroindustri yang Berdaya Saing Tinggi, melalui Peningkatan
Integrasi dan Keterkaitan Manufaktur dengan Sektor Primer”. Isu tersebut diangkat
mengingat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkualitas dan
berkelanjutan, pengembangan industri pengolahan diyakini dapat menjadi motor penggerak
perekonomian Indonesia. Agroindustri merupakan salah satu tulang punggung utama dalam
pengembangan industri pengolahan. Hilirisasi industri, termasuk hilirisasi agroindustri,
diyakini mampu menjadi kunci pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi agar Indonesia
mampu keluar dari middle income trap. Hilirisasi industri sangat penting mengingat
pengolahan komoditas ekspor utama berbagai daerah di Indonesia sampai dengan saat ini
masih terbatas. Perlu upaya lebih besar untuk memberikan nilai tambah yang lebih besar
dalam industri pengolahan khususnya terkait agroindustri. Dalam isu kali ini, berbagai
potensi dan tantangan pengembangan agroindustri tersebut akan diulas secara lebih
mendalam.

Penyusunan buku Laporan Nusantara ini dilakukan secara bersama antara Departemen
Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) serta Departemen Regional I, II, dan III yang
masing-masing membawahi regional Sumatera, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia. Akhir
kata, kami berharap buku Laporan Nusantara ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan bagi
para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi daerah, serta menjadi salah satu
kontribusi Bank Indonesia dalam pembangunan ekonomi daerah.

Jakarta, 24 Agustus 2017


Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Dody Budi Waluyo


Asisten Gubernur
Perkembangan Terkini Perekonomian masih tumbuh membaik, namun penurunan
Daerah kinerja ekspor, investasi dan konsumsi
pemerintah menahan ekonomi Jawa untuk
Perekonomian nasional pada triwulan II 2017
tumbuh lebih tinggi. Perlambatan ekspor luar
tumbuh stabil dibanding triwulan lalu. Ekonomi
negeri Jawa terjadi di hampir seluruh komoditas,
nasional tumbuh di level 5,01%, relatif sama
kecuali logam dasar. Ekspor kendaraan bermotor
dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
bahkan terkontraksi cukup dalam karena
ekonomi yang belum sekuat perkiraan tersebut
turunnya permintaan ekspor ke ASEAN,
dipengaruhi melambatnya ekonomi Jawa dan
khususnya Filipina.
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Adapun ekonomi
Sumatera tumbuh stabil dibanding triwulan lalu. Di tengah investasi bangunan yang tumbuh
Ekonomi Maluku-Papua (Mapua) dan Bali-Nusa meningkat, investasi nonbangunan di Jawa
Tenggara (Bali Nusra) yang tumbuh meningkat justru tumbuh melambat. Hal ini karena sektor
tak cukup mampu menopang peningkatan swasta cenderung menahan investasinya seperti
pertumbuhan KTI maupun nasional mengingat mesin produksi, perlengkapan, serta kendaraan.
pangsa ekonomi yang relatif kecil. Penanaman Modal Asing (PMA) juga tercatat
kontraktif dibanding periode yang sama tahun
Belum kuatnya perbaikan ekonomi pada
lalu. Namun, realisasi Penanaman Modal Dalam
triwulan laporan tercermin dari pertumbuhan
Negeri (PMDN) yang meningkat hampir separuh
ekonomi provinsi di hampir seluruh wilayah.
dibanding triwulan II 2016 mampu menahan
Meski 24 dari 34 provinsi masih mencatatkan
perlambatan lebih dalam. Sementara itu,
pertumbuhan diatas 5%, namun dibanding
konsumsi pemerintah tumbuh negatif akibat
triwulan lalu, sebanyak 20 provinsi tumbuh lebih
tertundanya penyaluran bantuan sosial yang
rendah. Lebih dari separuh provinsi di masing-
semula ditargetkan pada akhir triwulan II 2017
masing wilayah mencatatkan perlambatan
serta pergeseran penyaluran gaji ke-13 PNS ke
pertumbuhan, kecuali di Balinusra. Pertumbuhan
periode triwulan III 2017.
tertinggi terjadi di Maluku Utara (6,96%),
sementara pertumbuhan terendah di Nusa Dari sisi lapangan usaha (LU), pertumbuhan
Tenggara Barat (-1,96%). Nusa Tenggara Barat ekonomi Jawa ditopang oleh meningkatnya
merupakan satu-satunya provinsi yang tumbuh kinerja LU industri pengolahan, konstruksi, serta
negatif pada triwulan ini, namun cenderung penyediaan akomodasi dan makan-minum. Hal
membaik dibanding kontraksi triwulan lalu yang tersebut didorong oleh peningkatan kapasitas
mencapai -3,74%. produksi seiring permintaan yang meningkat
selama Ramadhan dan HBKN Idul Fitri. Selain itu,
Perekonomian Jawa pada triwulan II 2017
terdapat sejumlah pembangunan proyek oleh
tumbuh melambat karena menurunnya kinerja
pihak swasta pada triwulan laporan. Meski
ekspor luar negeri dan konsumsi pemerintah.
demikian, perlambatan terjadi pada LU pertanian
Ekonomi Jawa tumbuh 5,68%; lebih rendah
seiring dengan puncak panen yang telah terjadi
dibanding triwulan lalu yang tumbuh 5,41%.
pada triwulan lalu, sehingga mendorong ekonomi
Perlambatan terjadi secara berurut dari yang
Jawa secara total tumbuh melambat.
terdalam di DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur. Meski konsumsi rumah tangga

1
Sumatera pada triwulan laporan tumbuh stabil ekspor, khususnya untuk impor barang modal
ditopang konsumsi rumah tangga. Ekonomi dan bahan baku, mampu mengkompensasi
Sumatera tumbuh 4,09%, sama dengan triwulan perlambatan dari sisi ekspor, sehingga
lalu. Separuh provinsi tumbuh meningkat, pertumbuhan ekonomi Sumatera secara
sedangkan separuh lainnya tumbuh melambat, keseluruhan masih tumbuh stabil.
antara lain Kepulauan Bangka Belitung, Riau,
Dari sisi LU utama, meningkatnya kinerja
Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Lampung. Di
perdagangan dan lebih rendahnya kontraksi di
tengah menguatnya konsumsi rumah tangga
pertambangan mendorong pertumbuhan
karena adanya Ramadhan, HBKN Idul Fitri, dan
ekonomi Sumatera di triwulan laporan. Hal
libur panjang; kinerja konsumsi pemerintah,
tersebut terkait peningkatan permintaan selama
investasi dan ekspor Sumatera justru melemah.
Ramadhan dan HBKN Idul Fitri serta perbaikan
Senada dengan kondisi di Jawa, konsumsi
lifting minyak di Riau. Sementara, LU pertanian,
pemerintah di Sumatera terkontraksi akibat
industri pengolahan, dan konstruksi masih
tertundanya penyaluran dana bansos serta
menjadi penopang ekonomi Sumatera, meski
bergesernya pencairan gaji ke-13 PNS. Tekanan
dengan kecenderungan pertumbuhan yang
investasi terutama terjadi untuk investasi
melambat. Tertahannya kinerja sektor pertanian
bangunan karena kendala realisasi proyek
di Sumatera berkaitan dengan adanya replanting
infrastruktur di Sumatera Selatan serta
sawit di beberapa provinsi. Hal ini juga
kecenderungan penundaan pembangunan pabrik
berpengaruh pada menurunnya kinerja industri
baru di Riau oleh sektor swasta. Sementara dari
pengolahan berbasis komoditas; selain faktor
sisi ekspor, penurunan harga komoditas CPO,
penurunan harga komoditas. Sementara,
karet dan timah membuat ekspor luar negeri
perlambatan konstruksi terjadi seiring investasi
Sumatera tumbuh melambat. Di sisi impor,
bangunan yang tertahan.
penurunan impor yang lebih dalam dibanding

Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II 2017 (% yoy)

Perekonomian berbagai wilayah di Kawasan wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Selain karena
Timur Indonesia (KTI) secara agregat tumbuh pergeseran gaji ke-13 & tertundanya bansos,
melambat. Ekonomi KTI tumbuh dari 5,01% realisasi dana desa yang belum optimal serta
menjadi 4,86% pada triwulan II 2017. Lebih dari efisiensi anggaran di beberapa Pemda menjadi
separuh provinsi di KTI mengalami kontraksi penyebab utamanya.
pertumbuhan konsumsi pemerintah, terutama di

2
Secara wilayah, perlambatan ekonomi KTI Di sisi lain, ekonomi wilayah Bali Nusra dan
dipengaruhi melambatnya ekonomi Kalimantan Mapua yang tumbuh meningkat mampu
dan Sulawesi. Ekonomi kedua wilayah yang menahan perlambatan ekonomi KTI lebih
menyumbang 71% ekonomi KTI tersebut masing- dalam. Ekonomi kedua wilayah yang
masing tumbuh 4,44% dan 6,49%; lebih rendah menyumbang 29% ekonomi KTI tersebut masing-
dibanding triwulan lalu yang tumbuh 4,94% dan masing tumbuh 3,14% dan 4,52%, lebih tinggi
6,84%. Selain konsumsi pemerintah yang dibanding triwulan lalu yang tumbuh 2,49% dan
terkontraksi di kedua wilayah, kinerja ekspor juga 4,09%. Akselerasi pertumbuhan ekonomi kedua
tumbuh melambat seiring melemahnya harga wilayah ini didorong oleh ekspor mineral
komoditas seperti batubara (Kalimantan) dan tembaga (NTB dan Papua) sejalan dengan
CNO (Sulawesi). Selain itu, investasi di Kalimantan relaksasi izin ekspor mineral. Selain itu, ekspor
terkait kilang minyak juga mengalami penurunan. jasa (Bali) dan nikel (Maluku Utara) juga
Hal ini berbeda dengan investasi di Sulawesi yang meningkat. Investasi di Balinusra menyumbang
justru meningkat karena berlanjutnya proyek pertumbuhan yang lebih tingi seiring percepatan
pembangunan kawasan industri, pembangkit realisasi proyek pasca perubahan nomenklatur
listrik, dan pabrik pengolahan. Berdasarkan LU serta perbaikan birokrasi dan perizinan.
utama, kinerja pertanian, pertambangan, dan Sementara, konsumsi rumah tangga di Mapua
industri pengolahan melambat di kedua wilayah. juga meningkat karena Ramadhan dan perayaan
Hal tersebut bersumber dari bergesernya panen Idul Fitri. Secara LU, pertambangan dan
tabama ke triwulan I 2017, tingginya curah hujan perdagangan menopang kenaikan pertumbuhan
yang menurunkan produktivitas tabama dan di kedua wilayah, meski tertahan oleh
kakao (Sulawesi), serta pelemahan harga menurunnya kinerja pertanian.
komoditas.
Tabel I.1. Tendensi Arah Perekonomian Daerah Triwulan III 2017*
SUMATERA JAWA KAWASAN TIMUR INDONESIA
PDRB AGREGASI
Tendensi Asesmen Tendensi Asesmen Tendensi Asesmen
Peningkatan kinerja investasi,
Pertumbuhan Peningkatan kinerja konsumsi, Melambatnya konsumsi rumah
konsumsi pemerintah, serta
Ekonomi investasi dan ekspor. tangga dan ekspor.
optimisme perbaikan ekspor.

Tertahan seiring telah


Melambat seiring telah berlalunya Melambat seiring telah berlalunya
Konsumsi RT berlalunya perayaan Ramadhan
perayaan Ramadhan dan Lebaran. perayaan Ramadhan dan Lebaran.
dan Lebaran.

Meningkat sesuai dengan pola Penyaluran gaji ke 13 di awal


Konsumsi Penyaluran gaji ke-13. Masih
historisnya. Penyaluran gaji ke- triwulan, serta penyaluran bantuan
Pemerintah berlanjutnya proyek infrastruktur.
13. PKH.

Adanya proyek nonbangunan Berlangsungnya pembangunan 11 Hilirisasi (mineral) dan


Investasi dari swasta dan terus proyek strategis nasional, serta industrialisasi (investasi non
(PMTB) berlanjutnya proyek pabrik otomotif, tekstil, dan bangunan). Investasi di kilang
infrastruktur dari pemerintah. makanan-minuman. minyak (Kalimantan).

Prospek harga komoditas yang Terjaganya daya beli negara mitra Perlambatan harga komoditas
Ekspor LN belum mengindikasikan adanya dagang, serta ekspansi pasar ekspor utama serta permintaan negara
pemulihan. elektronik dan TPT. mitra dagang melemah.

Meningkatnya impor bahan baku,


Meningkatnya impor barang Meningkatnya impor bahan baku
Impor LN terutama untuk industri
konsumsi dan barang modal. dan barang modal.
pengolahan.

* Tendensi arah kondisi ekonomi secara tahunan (year-on-year)


Keterangan : hijau (berkontribusi positif terhadap PDRB), merah (berkontribusi negatif terhadap PDRB)

Perekonomian pada triwulan III 2017 terindikasi berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah
membaik, ditopang Jawa dan Sumatera. dan geliat investasi swasta yang mulai tumbuh.
Perekonomian kedua wilayah diprakirakan akan Selain itu, konsumsi pemerintah terkait pencairan
didorong membaiknya investasi terkait gaji ke-13 dan penyaluran bantuan sosial yang

3
sempat tertunda juga mendorong pertumbuhan Ekonomi Sumatera akan didorong panen raya
triwulan depan. Di Jawa, ekspor diperkirakan kedua untuk tabama di pertanian, ekspektasi
tumbuh meningkat yang tercermin dari PMI meningkatnya lifting minyak di pertambangan,
Tiongkok, Eropa dan Jepang yang tercatat di atas serta percepatan proyek infrastruktur strategis di
level indikatif 50. Selain itu, rencana ekspansi konstruksi.
pasar ekspor ke ASEAN termasuk negara yang
Sementara itu, ekonomi berbagai wilayah di KTI
ada di pesisir Samudra Hindia akan turut
menunjukkan arah pertumbuhan sejalan dengan
mendukung kinerja ekspor. Sementara, ekspor
perkembangan pertambangan dan pertanian.
Sumatera diprakirakan akan melambat karena
Kinerja Pertambangan Kalimantan diprakirakan
prospek harga komoditas yang cenderung belum
tumbuh melambat karena tidak tercapainya
membaik. Konsumsi rumah tangga diprakirakan
target produksi batubara akibat gangguan cuaca
masih akan menopang pertumbuhan kedua
(Kaltim) dan pelemahan harga komoditas. Sejalan
wilayah ini, meski tumbuh tertahan seiring
dengan itu, LU pertambangan di Mapua juga
menurunnya permintaan pasca berlalunya
tumbuh melambat akibat base effect
Ramadhan dan HBKN Idul Fitri.
peningkatan produksi tembaga dan emas yang
Di sisi lain, ekonomi berbagai wilayah di KTI signifikan di Papua pada triwulan III 2016 lalu,
secara agregat terindikasi tumbuh lebih rendah setelah sebelumnya sempat rusak. Adapun lebih
pada triwulan III 2017. Perlambatan rendahnya ekonomi Bali Nusra dipengaruhi
pertumbuhan KTI diprakirakan terjadi di wilayah tertahannya Penyediaan akomodasi dan makan-
Kalimantan, Bali Nusra, dan Mapua. Konsumsi minum karena berakhirnya peak season turis di
rumah tangga diprakirakan tertahan terutama di triwulan II 2017. Di sisi lain, LU pertanian, yang
Kalimantan. Ekspor Kalimantan diprakirakan menyumbang seperempat ekonomi Sulawesi,
melemah karena prospek harga komoditas serta tumbuh meningkat karena cuaca yang
permintaan negara mitra dagang terkait diprakirakan mulai membaik, adanya perluasan
batubara. Ekspor di Mapua juga tumbuh lahan tanam, serta panen beberapa komoditas
melambat terutama terkait ekspor mineral dan utama perkebunan.
gas olahan akibat base effect tingginya produksi
Stabilitas Keuangan Daerah
pada triwulan III 2016 pasca berakhirnya
kerusakan mesin produksi. Sementara, Sulawesi Kinerja korporasi daerah meningkat di semua
diprakirakan tumbuh membaik didorong wilayah, yang tercermin dari kinerja kredit
1
konsumsi pemerintah karena penyaluran gaji ke- korporasi pada triwulan II 2017. Penyaluran
13, dana desa, serta base effect rendahnya kredit ke sektor usaha pada triwulan laporan
penyerapan di periode yang sama tahun lalu. tumbuh 7,03% (yoy), lebih rendah dibanding
triwulan lalu yang tumbuh 9,27% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa dan
Perlambatan tersebut terjadi di semua wilayah
Sumatera pada triwulan III 2017 masih akan
terutama disumbang kredit ke LU perdagangan
ditopang oleh LU utamanya. Ekonomi Jawa akan
yang melambat seiring belum kuatnya perbaikan
didorong meningkatnya kinerja pertanian,
konsumsi masyarakat. Kredit ke LU industri
industri pengolahan, dan konstruksi. Hal tersebut
pengolahan juga melambat di semua wilayah
terkait dengan berlangsungnya masa panen
dipengaruhi tekanan ekspor industri pengolahan,
hortikultura di akhir triwulan III, ekspansi produk
kecuali Jawa yang mengalami peningkatan. Di sisi
manufaktur ke Afrika dan wilayah timur,
lain, kredit ke pertanian di berbagai wilayah
ekspektasi membaiknya permintaan ekspor
tumbuh meningkat, kecuali di Jawa akibat
tekstil, kimia dan makanan-minuman; serta
berlanjutnya berbagai proyek infrastruktur 1
Kredit korporasi disini merupakan kredit yang disalurkan
pemerintah serta proyek swasta multiyears. kepada lapangan usaha

4
dalamnya perlambatan LU ini di triwulan II 2017. wilayah diiringi NPL yang cenderung stabil dan
Meski demikian, kredit korporasi masih tumbuh masih dibawah 5%.
positif didukung tingkat nonperforming loan
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan
(NPL) yang cenderung menurun di semua
wilayah, kecuali di Kalimantan. NPL berbagai
Uang Rupiah
wilayah juga masih dibawah batas aman 5%, Aktivitas transaksi keuangan pada triwulan II
kecuali Kalimantan yang mencatatkan NPL 5,68%. 2017 tumbuh sejalan dengan pertumbuhan
Hal tersebut terutama disumbang masih perekonomian, baik melalui RTGS maupun
tingginya NPL di LU pertambangan Kalimantan. Kliring. Nilai transaksi keuangan melalui sistem
Real Time Gross Settlement (RTGS) sepanjang
Di sisi lain, kinerja keuangan sektor rumah
triwulan II 2017 tumbuh 0,69% (yoy) atau senilai
tangga sedikit membaik dibanding triwulan lalu.
Rp27.304 triliun, lebih rendah dibanding triwulan
Hal ini tercermin dari penyaluran kredit rumah
sebelumnya yang tumbuh 8,17% (yoy) sesuai pola
tangga yang tumbuh 10%, lebih tinggi dibanding
musimannya tengah tahun. Namun, dari sisi
triwulan III 2016 yang tumbuh 9,64%.
volume, transaksi RTGS mengalami lonjakan
Peningkatan kredit rumah tangga tersebut terjadi
signifikan. Transaksi RTGS pada triwulan laporan
di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, terutama
mampu tumbuh 55,20% (yoy) atau sebesar 2,36
untuk kredit pemilikan rumah dengan tipe s.d. 21
juta transaksi; jauh lebih tinggi dari triwulan
serta kredit kepemilikan kendaraan bermotor.
sebelumnya yang tercatat tumbuh 17,72% (yoy).
Pertumbuhan kredit rumah tangga di semua

Gambar I.2. Peta Inflasi Daerah, Juli 2017 (yoy)

Sejalan dengan itu, perputaran kliring melalui tumbuh negatif 19,72% (yoy) atau sebesar
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Rp891,4 triliun.
pada triwulan II 2017 terlihat sedikit membaik. Peredaran uang kartal juga menunjukkan
Secara volume, meskipun masih tumbuh negatif pertumbuhan meski melambat. Hal ini sejalan
17,07% (yoy) atau tercatat sekitar 30,77 juta dengan pertumbuhan konsumsi yang terbatas.
transaksi, namun cenderung membaik dibanding Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya
triwulan sebelumnya yang tumbuh negatif outflow uang kartal dari Bank Indonesia
18,50% (yoy). Di sisi lain, nilai transaksi sepanjang triwulan II 2017 yang tumbuh 8,18%
perputaran kliring mencatatkan pertumbuhan (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
negatif 25,46% (yoy) atau sebesar Rp798,2 triliun; sebelumnya yang tumbuh 26,55% (yoy).
lebih rendah dibanding triwulan lalu yang

5
Penurunan pertumbuhan tersebut terjadi di permintaan yang meningkat. Sementara itu,
semua wilayah. peningkatan harga DOC dan pakan ternak
mendorong kenaikan harga daging ayam ras.
Perkembangan Inflasi
Di sisi lain, perkembangan harga kelompok
Tekanan inflasi daerah secara agregat pada
inflasi inti masih relatif stabil. Rupiah yang
triwulan II 2017 tercatat meningkat. Peningkatan
menguat di tengah harga komoditas yang
inflasi terjadi di semua wilayah, kecuali di
kembali melemah membuat dorongan imported
Balinusra. Tingkat inflasi secara berurutan dari
inflation tidak terlalu besar. Selain itu, penguatan
yang tertinggi adalah Sumatera (4,65%),
daya beli masyarakat yang belum optimal juga
Kalimantan (4,54%), Sulawesi 4,46%), Jawa
membuat dorongan permintaan tidak terlalu
(4,31%), Mapua (4,28%), dan Bali Nusra (3,59%).
kuat.
Hampir seluruh provinsi di keenam wilayah
tersebut masih mencatatkan angka inflasi di Memasuki triwulan III 2017, tekanan inflasi
kisaran target 4,0%±1%, kecuali enam provinsi, cenderung menurun di seluruh wilayah.
yaitu Kepulauan Bangka Belitung (7,11%), Riau Berdasarkan rilis inflasi Juli 2017, tekanan inflasi
(6,18%), Maluku (5,82%), Bengkulu (5,44%), tahunan (yoy) wilayah secara berurut dari yang
Sulawesi Tengah (5,23%), dan Sulawesi Tenggara tertinggi adalah Sulawesi (4,42%), Mapua
(5,21%). (4,17%), Kalimantan (4,02%), Sumatera (3,93%),
Jawa (3,84%), dan Bali Nusra (3,16%). Hampir
Kenaikan inflasi triwulan II 2017 terutama
seluruh provinsi juga mencatatkan penurunan
disumbang inflasi administered prices seperti
inflasi (yoy) dibanding akhir triwulan I 2017.
tarif listrik, bensin, angkutan udara dan
Namun, masih terdapat empat provinsi yang
angkutan antar kota. Inflasi tarif listrik terjadi
mencatatkan inflasi diatas rentang sasaran inflasi
seiring penyesuaian tarif listrik secara bertahap
4±1%, yakni Maluku (6,33%), Riau (5,57%),
untuk pelanggan daya 900 VA nonsubsidi.
Sulawesi Tenggara (5,22%), dan Kepulauan
Adapun komoditas bensin yang mengalami
Bangka Belitung (5,18%).
kenaikan yaitu Pertamax, Pertalite, Pertamina
Dex, dan Dexlite, masing-masing sebesar Selain tarif angkutan udara dan bawang merah
Rp100/liter seiring meningkatnya harga minyak yang masih menjadi penyumbang inflasi utama
dunia. Sementara itu, harga angkutan udara dan di triwulan ini, harga telur ayam ras dan sekolah
angkutan antar kota meningkat sejalan dengan menengah juga mulai naik. Kenaikan telur ayam
tingginya permintaan pada periode Ramadhan ras didorong masih tingginya permintaan pasca
dan HBKN Idul Fitri. HBKN Idul Fitri di tengah pasokan yang stabil.
Sementara, periode tahun ajaran baru membuat
Selain kelompok administered prices, volatile
biaya sekolah menengah meningkat.
foods seperti bawang putih, bawang merah, dan
daging ayam ras juga turut menyumbang Meski demikian, tekanan inflasi di awal triwulan
tekanan inflasi. Pasokan bawang putih, yang 95% III 2017 mampu ditahan oleh deflasi sejumlah
berasal dari impor, sempat mengalami komoditas bahan makanan terutama bawang
keterbatasan pasokan pada April-Mei akibat putih, cabai merah, dan daging ayam ras. Harga
gangguan panen di China, yang merupakan bawang putih mulai kembali normal pasca
negara eksportir bawang putih terbesar ke membaiknya impor dari China. Harga cabai
Indonesia. Sementara, untuk bawang merah, merah juga menurun seiring panen di berbagai
setelah sempat terdeflasi pada April-Mei karena daerah sentra yang membuat pasokan melimpah.
melimpahnya pasokan, harga bawang merah Sementara, daging ayam ras mengalami
justru meningkat di penghujung triwulan II 2017 normalisasi harga pasca peningkatan saat HBKN
karena pasokan yang mulai berkurang di tengah Idul Fitri.

6
Hingga akhir triwulan III 2017, tekanan inflasi Di Sumatera, pertanian dan industri pengolahan
secara agregat berisiko sedikit meningkat. Hal ini diperkirakan tumbuh meningkat karena adanya
diprakirakan akan didorong naiknya inflasi di panen kelapa sawit dan ekspektasi peningkatan
beberapa wilayah di KTI. Risiko diperkirakan poduksi CPO. Di Kalimantan, pertambangan
berasal dari permintaan yang meningkat tumbuh melambat karena permintaan ekspor
menjelang Idul Adha, pergeseran masa tanam batubara yang masih lemah. Di Sulawesi,
dan berakhirnya masa panen di Jawa. Selain itu, pertanian tumbuh membaik sejalan peningkatan
tingginya curah hujan dan gelombang laut produksi akibat cuaca yang diperkirakan lebih
berisiko meningkatkan harga ikan-ikanan karena kondusif, serta adanya perluasan lahan. Di
produksi yang menurun. Balinusra, penyediaan akomodasi dan makan-
minum masih tumbuh cukup tinggi seiring adanya
Prospek dan Tantangan Ekonomi
libur natal dan tahun baru; meski sedikit tertahan
Daerah terutama dari faktor kunjungan wisman. Di
Prospek Ekonomi Daerah Mapua, pertambangan tumbuh membaik karena
Perekonomian daerah pada triwulan IV 2017 adanya relaksasi ekspor utama mineral.
diperkirakan tumbuh meningkat, baik di Jawa, Hingga akhir tahun 2017, perekonomian
Sumatera maupun KTI. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh di kisaran 5,0%-5,4%, lebih
masih menjadi penopang utama pertumbuhan di tinggi dibanding 2016; meski tidak sekuat
seluruh wilayah, seiring naiknya permintaan perkiraan sebelumnya. Perbaikan pertumbuhan
menjelang Natal dan tahun baru. Berlanjutnya ekonomi 2017 diperkirakan terjadi tidak merata
proyek infrastruktur pemerintah serta mulai di seluruh wilayah. Optimisme konsumen
menguatnya investasi swasta membuat investasi diperkirakan akan mampu menjadi pondasi
tumbuh meningkat, terutama di Jawa, pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta
Kalimantan dan Mapua. Seiring melemahnya perdagangan antar daerah; meski tidak sekuat
harga komoditas permintaan negara mitra perkiraan sebelumnya. Selain itu, pembangunan
dagang, ekspor diperkirakan tumbuh melambat infrastruktur pemerintah di berbagai daerah
di berbagai wilayah, kecuali di Jawa dan Sulawesi. diprakirakan mampu mendorong peningkatan
Di Jawa, perbaikan ekspor didukung rencana investasi fisik. Beberapa paket kebijakan
perluasan ekspor ke ASEAN termasuk negara di pemerintah terkait deregulasi perijinan dan
pesisir Samudra Hindia. Sementara, di Sulawesi, berbagai insentif investasi diperkirakan mampu
ekspor diperkirakan tumbuh meningkat seiring menarik investasi swasta yang lebih tinggi di
membaiknya produksi pertanian tabama. Adapun sepanjang tahun 2017. Selain itu, perbaikan
konsumsi pemerintah di berbagai wilayah kondisi ekonomi dan capaian positif tax amnesty
diperkirakan akan tumbuh melambat karena diharapkan mampu mendukung kondisi fiskal dan
tingginya pertumbuhan triwulan sebelumnya kinerja konsumsi pemerintah yang lebih baik,
terkait pencairan gaji ke-13 serta dana desa yang meski masih terdapat potensi short fall pajak.
sempat tertunda. Sementara itu, prakiraan meningkatnya ekspor di
Perkiraan pertumbuhan ekonomi berbagai berbagai daerah juga ditopang oleh perbaikan
wilayah pada triwulan IV 2017 dipengaruhi perekonomian dunia, yang akan mendorong
sejumlah kinerja lapangan usaha utamanya. volume perdagangan dunia, serta didukung
Secara umum, LU perdagangan tumbuh perbaikan harga komoditas seperti minyak, gas
meningkat di hampir seluruh wilayah seiring alam, CPO, karet, aluminium, timah, dan nikel.
dengan menguatnya konsumsi rumah tangga. Di Inflasi pada 2017 diperkirakan masih berada
Jawa, industri pengolahan diperkirakan tumbuh dalam kisaran sasaran inflasi nasional 4±1%,
membaik seiring rencana ekspansi pasar ekspor. namun lebih tinggi dari 2016. Hal tersebut

7
didukung terkendalinya inflasi inti seiring mendorong peran pemerintah daerah dalam
stabilnya nilai tukar rupiah serta minimnya stabilisasi harga; (iv) upaya mendorong
ancaman cuaca yang dapat mengganggu produksi diversifikasi pola konsumsi pangan masyarakat,
tanaman pangan dan hortikultura. Namun, khususnya untuk konsumsi cabai dan bawang
penyesuaian administered prices patut segar, antara lain dengan mendorong inovasi
diwaspadai karena berpotensi memberikan industri produk pangan olahan; (v) penguatan
tekanan inflasi 2017. Hingga akhir tahun 2017, kerjasama antar daerah; (vi) percepatan
risiko inflasi terutama lebih banyak berasal dari pembangunan infrastruktur konektivitas; dan (vii)
kelompok administered prices seiring dengan perbaikan pola tanam pangan. Kedua,
beberapa kebijakan penyesuaian harga maupun mengendalikan dampak lanjutan dari
alokasi subsidi yang dilakukan oleh pemerintah, penyesuaian kebijakan administered prices (AP),
antara lain kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) seperti pengendalian tarif angkutan umum; serta
untuk pelanggan 900 VA serta kenaikan cukai ketiga, melakukan pentahapan (sequencing)
rokok. kebijakan AP, termasuk rencana implementasi
konversi beberapa jenis subsidi langsung menjadi
Ke depan, Pemerintah Daerah perlu memberi
transfer tunai antara lain subsidi pupuk, raskin,
perhatian khusus yang berimbang baik pada
dan LPG 3 kg.
pencapaian pertumbuhan ekonomi maupun
pengendalian inflasi. Sesuai dengan arahan Tantangan Ke Depan
Presiden pada Rakornas TPID VII 2016, dalam Sepanjang 2017, perekonomian daerah akan
konteks pengendalian inflasi kedepan, dihadapkan pada berbagai tantangan, baik
Pemerintah Daerah perlu (i) segera membentuk global maupun domestik. Pemulihan ekonomi
TPID bagi daerah yang belum memilikinya; (ii) global sampai tengah tahun 2017 terindikasi
merumuskan dukungan intervensi atau program belum kuat. Ekonomi negara mitra dagang,
pengendalian harga yang diperlukan dengan khususnya Eropa dan sebagian Asia,
alokasi APBD yang memadai; (iii) bersama-sama diproyeksikan masih tumbuh terbatas.
dengan penegak hukum, melakukan pengawasan Diversifikasi tujuan ekspor diperlukan untuk
kewajaran stok pangan di gudang-gudang daerah mengantisipasi penurunan permintaan ekspor.
secara berkala; (iv) melakukan monitoring kondisi Pertumbuhan China yang tidak sekuat tahun lalu
infrastruktur distribusi pangan daerah dan segera juga membuat permintaan bahan baku industri
melakukan perbaikan yang diperlukan; serta (v) yang diekspor oleh beberapa daerah menurun,
mencermati kondisi distribusi pasokan pangan terutama batubara. Selain itu, risiko peningkatan
dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu suku bunga The Fed akan memberikan tekanan
disparitas harga. terhadap nilai tukar serta risiko arus modal keluar
2
High Level Meeting TPI-TPID menyepakati tiga (capital outflow).
hal terkait pengendalian inflasi kedepan. Di sisi domestik, proses konsolidasi sektor swasta
Pertama, menekan laju inflasi volatile food (VF) berisiko berlanjut. Sumber pembiayaan
menjadi di kisaran 4-5%, melalui (i) penguatan pembangunan masih terbatas termasuk
infrastruktur logistik pangan di daerah, pertumbuhan kredit yang juga belum kuat.
khususnya pergudangan untuk penyimpanan Kemampuan fiskal belum kuat karena potensi
komoditas; (ii) pembangunan sistem data lalu penyerapan pajak yang belum optimal.
lintas barang, khususnya komoditas pangan; (iii) Disamping itu, proses transisi kepemimpinan
penggunaan instrumen dan insentif fiskal untuk daerah hasil Pilkada 2017 berisiko menghambat
pengambilan kebijakan strategis. Momentum
2
Diselenggarakan di Kantor Bank Indonesia, Jakarta pada 25 Pilkada juga berpotensi mendorong investor
Januari 2017

8
untuk berperilaku wait and see. Di sisi lain, mempercepat transformasi ekonomi dari basis
kinerja ekspor belum kuat dan berisiko melemah pertanian menjadi basis industri.
jika harga komoditas turun kembali. Kebijakan
Peluang untuk mengembangkan Agroindustri di
peningkatan Domestic Market Obligation (DMO)
berbagai daerah masih terbuka lebar. Hal
mineral dan batubara di tengah belum kuatnya
tersebut didukung potensi basis ketersediaan
serapan domestik, berpotensi menahan
bahan baku pertanian yang tinggi, potensi pasar
peningkatan produksi. Lebih jauh, ekspor mineral
3 domestik dan luar negeri yang masih sangat
bersyarat juga menjadi tantangan kinerja ekspor
besar, serta down stream agroindustri yang
pertambangan.
belum dikembangkan dengan baik. Meski
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi demikian, terdapat sejumlah tantangan yang
Indonesia yang berkelanjutan, upaya perlu menjadi perhatian terkait pengembangan
diversifikasi di berbagai daerah perlu terus agroindustri antara lain berkaitan dengan input
dilakukan. Diversifikasi dibutuhkan baik secara produksi dan produktivitas, produksi dan
horizontal dengan mencari sumber pertumbuhan distribusi, tata kelola dan pembiayaan, serta
ekonomi baru, maupun secara vertikal dengan penguatan lingkungan pendukung (enabler).
upaya hilirisasi. Hilirisasi sangat penting (Pengembangan Agroindustri akan lebih jauh
mengingat komoditas ekspor utama berbagai dibahas dalam Isu Strategis di Bab 5: Mendorong
daerah di Indonesia sampai dengan saat ini masih Pengembangan Sektor Agroindustri yang Berdaya
didominasi oleh produk mentah. Selain itu, Saing Tinggi, melalui Peningkatan Integrasi dan
industri pengolahan, yang merupakan lokomotif Keterkaitan Manufaktur dengan Sektor Primer).
utama menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih
kuat, juga saat ini memiliki kecenderungan
penurunan kontribusi terhadap pertumbuhan
selama satu dekade terakhir. Oleh karena itu,
hilirisasi diharapkan mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi agar
Indonesia mampu keluar dari middle income trap.

Agroindustri memiliki potensi besar untuk


mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat.
Dengan pangsa yang mencapai 10% terhadap
perekonomian nasional dan 44% terhadap
industri pengolahan, agroindustri memiliki
potensi yang besar untuk meningkatkan
perekonomian nasional. Hal tersebut terkait
dengan kemampuan agroindustri untuk
meningkatkan nilai tambah produk pertanian,
menumbuhkan industri hulu maupun hilir
berbasis komoditas pertanian (forward-backward
linkage), mendukung kualitas ekspor,
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, serta

3
PP. No. 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP
No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara.

9
Boks 1
Karakteristik Inflasi Indonesia antara Indonesia barat dan timur. Berbagai
tantangan tersebut perlu diselesaikan secara
Pengendalian inflasi telah menjadi salah satu
bersama-sama, melalui sinergi antara Bank
syarat penting untuk menjaga momentum
Indonesia, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
pertumbuhan ekonomi nasional, menjamin
peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta Tekanan inflasi di berbagai daerah sebagian
mengurangi tingkat kemiskinan. Selama periode besar bersumber dari masalah suplai. Terkait itu,
2000-2016, inflasi nasional rata-rata berada di upaya mengatasinya memerlukan dukungan
kisaran 7%. Peningkatan tekanan inflasi terjadi kebijakan sektoral. Sejak tahun 2015, Pemerintah
ketika terdapat gangguan baik dari sisi pasokan terus melakukan pembangunan infrastruktur
pangan maupun dampak kebijakan penyesuaian dasar di seluruh pelosok negeri. Upaya
harga energi yang ditetapkan oleh Pemerintah. penguatan infrastruktur dasar tersebut selain
Selain itu, tekanan permintaan juga mendorong untuk mengejar pemerataan perekonomian
kenaikan inflasi, sebagaimana terjadi pada nasional di semua lini, melalui peningkatan
periode hari raya keagamaan (festive season). produksi pangan, kelancaran konektivitas antar
daerah dan peningkatan efisiensi biaya logistik,
Volatilitas yang besar dari harga pangan sering
juga untuk mendorong terciptanya stabilitas
menjadi penyebab utama inflasi nasional. Hal ini
harga.
terkait dengan permasalahan dari sisi suplai,
seperti produksi, inefisiensi logistik, termasuk Upaya Pengendalian Inflasi
sistem distribusi, serta adanya tekanan
Pembentukan Tim Pemantauan dan
ekspektasi akibat informasi yang asimetris.
Pengendalian Inflasi (TPI) yang terdiri dari Bank
Berbagai permasalahan tersebut menjadikan
Indonesia dan berbagai Kementerian/Lembaga
inflasi Indonesia masih relatif lebih tinggi
merupakan perwujudan koordinasi antar
dibandingkan dengan negara-negara di kawasan.
pemangku kepentingan. Tim tersebut tidak
hanya bersinergi untuk merumuskan kebijakan
yang mendukung tercapainya sasaran inflasi
nasional, namun juga melakukan monitoring dan
evaluasi dari implementasi kebijakan yang telah
ditempuh. Untuk mencapai hal tersebut, di
tingkat daerah juga dibentuk Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) yang terdiri dari perwakilan
Bank Indonesia, serta dinas teknis terkait dengan
guna melakukan pengendalian harga.
Grafik I.1. Perkembangan Inflasi Nasional
Berbagai inovasi program telah dilakukan oleh
TPID yang saat ini jumlahnya telah mencapai
Secara spasial, inflasi sebagian besar daerah di
522 dari total 542 daerah otonom. Inovasi
luar Jawa cenderung lebih tinggi dan fluktuatif
tersebut antara lain: perbaikan efisiensi tata
karena faktor distribusi dan biaya logistik. Lebih
niaga pangan di Jawa Timur, Sumatera Barat, dan
rendahnya inflasi di wilayah Jawa didukung oleh
Sumatera Utara melalui kerja sama perdagangan
perannya sebagai wilayah sentra produksi dan
antar daerah baik bersama Bulog maupun
pusat distribusi barang yang menghubungkan
dengan mengoptimalkan peran Badan Usaha

10
Milik Daerah (BUMD), serta perbaikan dengan mengunduh aplikasi mobile versi android
infrastruktur pedesaan dan pemberian insentif atau IOs.
lahan pertanian yang dilakukan oleh Kabupaten
Dalam tataran kebijakan pengendalian harga,
Polewali Mandar, Kabupaten Boyolali ataupun
PIHPS dapat menjadi salah satu bentuk konkrit
Provinsi Gorontalo. Secara kelembagaan,
Unconventional Monetary Policy di Indonesia.
pembentukan tim pengendalian inflasi di tingkat
Informasi PIHPS yang cukup kaya dapat
pusat dan daerah, telah diperkuat dengan dasar
dimanfaatkan untuk perumusan strategi
hukum Keputusan Presiden No.23 tahun 2017,
kebijakan pembangunan kedaulatan pangan
tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional.
nasional. Selain itu, informasi PIHPS juga dapat
Pusat Informasi Harga Pangan menjadi referensi bagi strategi pengembangan
Strategis infrastruktur konektivitas antar daerah, yang
telah menjadi agenda prioritas Pemerintah sejak
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas
2015. Dengan semakin luasnya aksesibilitas
tim pengendalian inflasi di pusat dan daerah,
informasi pangan sebagai referensi bagi pelaku
khususnya untuk menjaga kestabilan harga
ekonomi (baik produsen maupun konsumen),
pangan, diperlukan dukungan data dan
secara bertahap gejolak harga yang bersumber
informasi yang cepat dan kredibel. Belum
dari sisi suplai akan semakin rendah. Masyarakat
optimalnya keterbukaan informasi antar pelaku
juga akan semakin rasional dalam membeli
pasar, baik produsen, pedagang, maupun
komoditas pertanian sehingga pasar diharapkan
konsumen, menyebabkan terjadinya informasi
dapat bekerja lebih efisien.
yang asimetris sehingga proses pembentukan
harga menjadi kurang efisien. Oleh karena itu, Pengambilan data PIHPS dilakukan dengan
keterbukaan informasi harga pangan bermanfaat metodologi statistik yang terstandarisasi dengan
untuk mendorong pengembangan akses pasar baik dan representatif. Data PIHPS dikumpulkan
secara langsung, memperpendek rantai dari proses survei langsung melalui mobile
distribusi, meningkatkan efisiensi, serta application di 175 pasar tradisional, dari 88 kota
meningkatkan kesejahteraan petani. (82 diantaranya sampel inflasi IHK) yang
mencakup 34 provinsi. Proses pengambilan data
Bank Indonesia bersama Pemerintah
dilakukan dengan dukungan sistem informasi
menginisiasi pengembangan Pusat Informasi
demi meminimalisasi human error dan
Harga Pangan Strategis (PIHPS) berskala
meningkatkan efisiensi proses kerja.
nasional. PIHPS berisi data harga 10 komoditas
pangan strategis penyumbang utama inflasi
dengan 21 varian komoditi, yang termasuk
kelompok inflasi volatile foods. PIHPS
dimaksudkan sebagai “rumah bagi data harga
pangan daerah”, guna menjadi alat monitoring
harga, peningkatan efektivitas koordinasi
kebijakan serta sarana memperluas akses
informasi harga bagi masyarakat luas. Selain itu,
PIHPS juga dimaksudkan untuk menjawab
kebutuhan tersedianya data harga pangan, yang
dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi pelaku
ekonomi maupun pemangku kebijakan. Untuk
Gambar I.3. Mekanisme Pengambilan Data
dapat memanfaatkan data PIHPS, masyarakat
dapat mengakses laman hargapangan.id atau

11
Ke depan, PIHPS akan dikembangkan dengan tetangga telah memiliki regulasi yang kuat dalam
menambah jumlah cakupan jenis data dengan mewajibkan seluruh pelaku usaha mulai dari level
mengikutsertakan data harga pasar modern, produsen sampai dengan pedagang untuk
data harga pedagang besar, serta data harga di melaporkan data pangan yang diperlukan oleh
tingkat produsen. Proses pengumpulan data Pemerintah. Jika regulasi ini berhasil diterapkan
akan lebih efektif dan efisien, perlu diperkuat secara menyeluruh, informasi harga pangan
dengan dukungan ketentuan atau regulasi di strategis yang lengkap akan dapat semakin
tingkat pusat maupun daerah. Beberapa negara diandalkan untuk proses pengambilan keputusan.

Gambar I.4. Tampilan Laman hargapangan.id

12
Perekonomian Sumatera pada triwulan II 2017 tumbuh sama dengan triwulan I 2017 yaitu mencapai
4,09% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi Sumatera ditopang oleh konsumsi rumah
tangga yang sedikit meningkat meskipun belum cukup kuat. Sementara di sisi lain investasi dan
ekspor tumbuh melambat, dan konsumsi pemerintah mengalami kontraksi pertumbuhan. Dari sisi
lapangan usaha, telah selesainya masa panen raya, belum pulihnya harga komoditas CPO, dan
replanting di beberapa perkebunan sawit menjadi faktor penahan kinerja lapangan usaha
pertanian, industri pengolahan, dan ekspor nonmigas.

Penurunan tekanan inflasi hingga akhir triwulan II 2017 masih berlanjut, dengan inflasi pada
triwulan laporan mencapai 4,65% (yoy), dan masih berada dalam kisaran target inflasi nasional
4,0%+1,0%. Penurunan tekanan inflasi didorong oleh inflasi volatile food yang rendah seiring dengan
terjaganya pasokan pangan, dan inflasi inti yang terjaga. Secara akumulatif, inflasi Sumatera
hingga triwulan II 2017 masih rendah, yakni sebesar 1,22% (ytd). Namun demikian, inflasi
administered prices yang masih tinggi membayangi perkembangan inflasi selama triwulan II 2017,
terutama yang bersumber dari kenaikan tarif listrik, biaya STNK, cukai rokok, dan tarif angkutan
udara.

Belum cukup kuatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera berdampak pada penyaluran kredit oleh
perbankan yang masih rendah, meskipun secara umum belum berdampak lanjut kepada
peningkatan risiko di sektor perbankan. Penghimpunan DPK perbankan secara umum mengalami
peningkatan, dan tingkat NPL masih relatif terjaga. Ke depan, perlu dicermati tendensi penurunan
kualitas kredit seiring berakhirnya aturan relaksasi OJK terkait restrukturisasi. Di sisi lain, di tengah
fase konsolidasi korporasi, kinerja korporasi terlihat membaik dengan profitabilitas yang cenderung
meningkat, diiringi dengan likuiditas yang terjaga, serta repayment capacity yang tergolong baik.

Perekonomian di Sumatera tahun 2017 diperkirakan akan tumbuh terbatas akibat kinerja pada
paruh pertama yang berada di bawah ekspektasi. Terbatasnya konsumsi, investasi, dan fiskal
pemerintah pada awal tahun menahan dampak perbaikan ekonomi Sumatera pada keseluruhan
tahun, sehingga secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Sumatera 2017 diprediksi lebih rendah
dari tahun sebelumnya. Sementara, inflasi Sumatera pada akhir 2017 diperkirakan akan mengalami
penurunan dan berada pada rentang sasaran inflasi nasional sebesar 4,0±1,0%. Hal ini didukung
oleh koordinasi dan sejumlah program pengendalian inflasi dalam TPID.

Pertumbuhan Ekonomi tumbuh meningkat mencapai 5,09% (yoy),


Sumatera Selatan sebesar 5,24% (yoy), dan
Pertumbuhan ekonomi wilayah Sumatera pada
Sumatera Barat yang tumbuh sebesar 5,32%
triwulan II 2017 tidak mengalami perubahan
(yoy).
dibandingkan triwulan I 2017. Pada triwulan
laporan, perekonomian tumbuh sama dengan
triwulan sebelumnya yaitu 4,09% (yoy). Secara
spasial, pertumbuhan ekonomi Sumatera
terutama didorong oleh perbaikan pertumbuhan
ekonomi di provinsi-provinsi utama dengan share
terbesar, antara lain Sumatera Utara yang

13
Tabel II.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Sumatera rumah tangga yang meningkat dibandingkan
(%yoy) triwulan sebelumnya dari sebesar 8,21% (yoy)
2016 2017
Provinsi
I II III IV Total I II menjadi 8,77% (yoy) (Grafik II.2).
Aceh 3.74 2.67 2.52 4.30 3.31 3.33 4.01
Sumut 4.66 5.49 5.28 5.25 5.18 4.50 5.09
Sumbar 5.58 5.85 4.81 4.86 5.26 4.98 5.32
Riau 2.74 2.75 1.26 2.22 2.23 2.83 2.41
Jambi 3.53 3.55 4.01 6.35 4.37 4.25 4.29
Kep. Riau 4.21 5.17 5.50 5.24 5.03 2.02 1.04
Sumsel 4.93 5.08 4.95 5.15 5.03 5.13 5.24
Bengkulu 5.02 5.43 5.18 5.56 5.30 5.20 5.04
Lampung 5.06 5.24 5.26 5.01 5.15 5.13 5.03
Kep. Babel 3.44 3.85 4.21 4.92 4.11 6.40 5.36
Sumatera 4.19 4.47 4.03 4.49 4.29 4.09 4.09
Sumber: BPS

Grafik II.1. Survei Konsumen


Kinerja Sisi Penggunaan
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi
Sumatera ditopang oleh konsumsi rumah tangga
yang tumbuh sedikit meningkat meskipun belum
cukup kuat. Sementara komponen investasi,
ekspor, dan konsumsi pemerintah belum
menunjukkan perbaikan yang berarti.
Tabel II.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Sisi
Penggunaan (%yoy)
2016 2017
Provinsi
I II III IV Total I II
Konsumsi Rumah Tangga 5.23 5.44 4.90 4.69 5.06 4.71 4.77 Grafik II.2. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Konsumsi LNPRT 6.59 5.02 4.48 3.89 4.95 6.66 6.09
Konsumsi Pemerintah 1.38 6.76 -5.60 -3.60 -0.81 2.71 -1.16
Pembentukan Modal Tetap Bruto 6.30 6.20 4.54 4.40 5.33 4.36 3.79 Tertundanya realisasi pada beberapa pos
Ekspor Barang dan Jasa -1.47 -0.09 -0.15 0.96 0.44 7.84 6.04
Impor Barang dan Jasa -2.14 0.95 -1.55 -1.00 0.11 8.88 5.79 anggaran belanja menyebabkan pertumbuhan
Net Ekspor 1.12 -4.37 5.32 15.83 1.94 3.97 7.12
Sumatera 4.19 4.47 4.03 4.49 4.29 4.09 4.09
konsumsi pemerintah mengalami kontraksi
Sumber: BPS pertumbuhan pada triwulan II 2017. Konsumsi
pemerintah pada periode laporan mengalami
Konsumsi rumah tangga yang tumbuh kontraksi sebesar 1,16% (yoy), berbalik arah
meningkat menjadi tumpuan dalam mendorong dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih
pertumbuhan ekonomi Sumatera. Konsumsi mampu tumbuh meningkat sebesar 2,71% (yoy).
rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh Kondisi ini diakibatkan oleh tertundanya
4,77% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan pembayaran gaji ke-13, penurunan belanja
triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,71% (yoy). barang dan terbatasnya perjalanan dinas
Membaiknya konsumsi rumah tangga sejalan pemerintah.
dengan pola konsumsi yang cenderung
Investasi tumbuh lebih rendah diakibatkan oleh
meningkat pada periode bulan Ramadhan dan
perlambatan investasi bangunan sejalan dengan
HBKN Idul Fitri. Hal ini dikonfirmasi oleh survei
penundaan beberapa proyek pembangunan
konsumen dengan indikator Indeks Keyakinan
oleh pelaku swasta. Pada triwulan II 2017
Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat
investasi tumbuh 3,79% (yoy), lebih rendah
Ini (IKE) yang menunjukkan tren peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
(Grafik II.1). Perbaikan konsumsi rumah tangga
4,36% (yoy). Belum membaiknya kinerja investasi
juga tercermin dari penyaluran kredit konsumsi
dipengaruhi oleh melambatnya kinerja investasi

14
bangunan di Sumatera. Investasi bangunan pada dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
triwulan II 2017 tumbuh sebesar 4,22% (yoy), tumbuh 7,84% (yoy). Lebih rendahnya
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan pertumbuhan ekspor terjadi akibat penurunan
sebelumnya sebesar 5,88% (yoy) (Grafik II.3). aktivitas ekspor luar negeri, khususnya ekspor
Secara spasial, perlambatan investasi Sumatera minyak kelapa sawit (CPO), karet, dan timah.
terutama berasal dari melambatnya kinerja Penurunan terjadi pada ekspor produk subsektor
investasi di Kepulauan Riau yang pada triwulan II industri pengolahan kelapa sawit yang
2017 mengalami kontraksi sebesar 2,20% (yoy), diakibatkan oleh menurunnya permintaan
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya Tiongkok dan Eropa, yaitu seiring meningkatnya
yang tumbuh sebesar 9,08% (yoy). Hal ini penggunaan minyak kedelai sebagai substitusi
diakibatkan oleh tersendatnya Izin Pengalihan minyak sawit, serta pemberlakuan Resolusi
Hak (IPH) yang kemudian berdampak pada Parlemen Uni Eropa terhadap produk CPO untuk
penundaan realisasi pembangunan perumahan mengurangi penggunaan minyak nabati dan
oleh sejumlah pengembang. Perlambatan kinerja melarang biodiesel berbasis kelapa sawit. Di sisi
investasi pada periode laporan juga terkonfirmasi lain, impor mengalami penurunan pertumbuhan
dari hasil liaison yang mengindikasikan yang jauh lebih tinggi dibandingkan penurunan
penurunan likert scale investasi dari beberapa ekspor sejalan dengan melemahnya kinerja
perusahaan utama yang bergerak di wilayah industri pengolahan. Pertumbuhan impor pada
Sumatera (Grafik II.4). triwulan II 2017 sebesar 5,79% (yoy), lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh
8,88% (yoy), didorong oleh menurunnya impor
bahan baku yang terutama bersumber dari
pelemahan permintaan industri perkapalan dan
industri pendukung migas di Kepulauan Riau
(Grafik II.5).

Grafik II.3. Perkembangan PMTB

Grafik II.5. Perkembangan Impor

Pada triwulan III 2017, pertumbuhan ekonomi


Sumatera diperkirakan tumbuh lebih baik pada
kisaran 4,0–4,6% (yoy). Perbaikan pertumbuhan
Grafik II.4. Likert Scale Investasi pada triwulan III 2017 ditopang oleh membaiknya
investasi dan konsumsi pemerintah. Sementara,
Perbaikan kinerja ekspor pada triwulan II 2017 konsumsi rumah tangga dan ekspor diperkirakan
tertahan akibat perbaikan harga komoditas yang masih tumbuh terbatas. Peningkatan belanja
masih terbatas. Ekspor pada triwulan laporan konsumsi pemerintah terjadi seiring dengan
tercatat melambat menjadi 6,04% (yoy) pencairan gaji ke-13 PNS pada triwulan III 2017

15
yang sempat tertunda sebelumnya di triwulan II tanaman bahan makanan (tabama) berpotensi
2017 dan kecenderungan perbaikan realisasi meningkat sejalan dengan pelaksanaan program
APBD pada setiap semester II sesuai dengan pola ketahanan pangan di sejumlah provinsi, serta
historisnya. Kinerja investasi juga diperkirakan didukung oleh cuaca yang relatif kondusif bagi
akan semakin membaik didukung oleh peningkatan hasil produksi pertanian dan
peningkatan belanja modal pemerintah sejalan perkebunan.
dengan berlanjutnya sejumlah proyek
pembangunan infrastruktur. Di samping itu,
pemerintah juga akan melakukan percepatan
pengerjaan proyek infrastruktur strategis, seperti
pembangunan jalan tol Medan-Kualanamu,
Tebing Tinggi-Parapat, Palembang-Simpang
Indralaya, serta Pelabuhan Kuala Tanjung.

Kinerja Lapangan Usaha


Dari sisi lapangan usaha, masih tertahannya
Grafik II.6. Likert Scale Pertanian
perbaikan pertumbuhan ekonomi triwulan II
2017 disebabkan oleh melambatnya
pertumbuhan lapangan usaha pertanian dan
lapangan usaha industri pengolahan.
Perlambatan pertumbuhan di sektor pertanian,
baik langsung ataupun tidak langsung
memengaruhi dinamika lapangan usaha industri
pengolahan karena sebagian besar industri
merupakan pengolahan lebih lanjut dari input
yang berasal dari hasil pertanian dan
perkebunan. Grafik II.7. Realisasi Kegiatan Usaha Pertanian
Pertanian
Kinerja lapangan usaha pertanian tumbuh lebih
lambat sejalan dengan berakhirnya masa panen
dan terjadinya penurunan produksi kelapa sawit
di beberapa wilayah yang melakukan program
replanting. Lapangan usaha pertanian pada
triwulan II 2017 tumbuh sebesar 3,33% (yoy)
melambat dibandingkan triwulan I 2017 yang
tumbuh sebesar 3,80% (yoy). Penurunan hasil
pertanian juga ditunjukkan oleh penurunan Sumber: Bloomberg
penjualan domestik dan ekspor berdasarkan Grafik II.8. Harga CPO Internasional
liaison (Grafik II.6) dan hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) (Grafik II.7). Subsektor perkebunan diperkirakan masih sedikit
tertahan sejalan dengan proses replanting
Pada triwulan III 2017, kinerja pertanian
perkebunan sawit yang masih berlangsung, dan
diperkirakan mengalami peningkatan sejalan
prospek harga komoditas pada triwulan III 2017
dengan periode panen raya kedua yang didukung
yang diperkirakan belum membaik. Harga CPO
cuaca yang lebih kondusif. Hasil produksi
pada triwulan II 2017 turun sebesar 2,47% (yoy),

16
setelah triwulan sebelumnya mencatat prospek harga migas yang akan mengalami
peningkatan tertinggi sebesar 22,29% (yoy) sedikit peningkatan.
(Grafik II.8).
Selain itu, produksi batubara di Sumatera Selatan
Pertambangan juga diperkirakan akan meningkat sejalan dengan
Kinerja lapangan usaha pertambangan pada mulai beroperasinya infrastruktur pendukung,
triwulan II 2017 menunjukkan pertumbuhan seperti rel kereta api dan tempat penampungan
yang lebih baik dari triwulan sebelumnya batubara. Di samping itu, permintaan domestik
meskipun masih dalam zona negatif. Hal ini batubara juga diperkirakan meningkat terkait
terutama akibat peningkatan lifting minyak di dengan beberapa PLTU yang mulai beroperasi di
Riau (Grafik II.9.) dan adanya perbaikan harga Sumatera. Kinerja produksi tambang timah juga
batubara (Grafik II.10.). Pada periode laporan, diperkirakan akan meningkat sejalan dengan
kinerja pertambangan tercatat sebesar -0,90% harga timah ke depan yang diperkirakan
(yoy), lebih baik dibandingkan dengan triwulan membaik. Perbaikan harga timah selain didorong
sebelumnya sebesar -2,07% (yoy). oleh peningkatan permintaan, juga terjadi akibat
menurunnya pasokan timah dunia terkait
rencana Tiongkok untuk mengurangi produksi
timah. Selain itu, dengan mulai beroperasinya
beberapa smelter sebagai bentuk implementasi
ketentuan Permendag No.
33/M.DAG/PER/5/2015 diperkirakan akan turut
mendorong pertumbuhan lapangan usaha
pertambangan serta turut mendorong
peningkatan kinerja ekspor luar negeri.

Sumber: SKK Migas


Grafik II.9. Lifting Minyak Riau

Sumber: World Economic Outlook


Grafik II.11. Average Petroleum Spot Price

Sumber: Bloomberg Industri Pengolahan


Grafik II.10. Harga Batu Bara Internasional Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
Lapangan usaha pertambangan diperkirakan
seiring dengan perkembangan lapangan usaha
akan sedikit mengalami perbaikan pada triwulan
pertanian. Pada triwulan II 2017, industri
III 2017 sejalan dengan perkiraan peningkatan
pengolahan tumbuh sebesar 4,64% (yoy), lebih
harga migas dunia. Kontraksi pertumbuhan pada
rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai
sub-lapangan usaha pertambangan migas
sebesar 5,37% (yoy). Selain diakibatkan oleh
diperkirakan akan mereda seiring dengan
produksi CPO dan karet yang mengalami

17
penurunan, perlambatan industri pengolahan (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
Sumatera juga disebabkan oleh rendahnya triwulan sebelumnya sebesar 5,76% (yoy).
permintaan pada industri perkapalan di Peningkatan kinerja sektor perdagangan
Kepulauan Riau, serta industri pendukung migas dipengaruhi oleh periode Ramadhan dan Hari
di Riau yang juga menunjukkan perlambatan. Raya yang terjadi pada bulan Juni 2017.
Terbatasnya kinerja industri pengolahan Peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan
tercermin dari hasil liaison yang menunjukkan tercatat meningkat di seluruh wilayah Sumatera,
beberapa pelaku industri mengalami penurunan kecuali di Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan.
penjualan domestik (Grafik II.12).

Grafik II.13. Survei Penjualan Eceran


Grafik II.12. Likert Scale Penjualan Domestik Industri
Pengolahan Peningkatan kinerja lapangan usaha industri
pengolahan terkonfirmasi oleh Hasil Survei
Kinerja industri pengolahan pada triwulan III Penjualan Eceran (SPE) yang menunjukkan
2017 diperkirakan akan mengalami terjadinya peningkatan indeks (grafik II.13).
perlambatan. Perlambatan diperkirakan Disamping itu, peningkatan aktivitas sektor
bersumber dari beberapa tantangan yang akan perdagangan juga terefleksi oleh realisasi
dihadapi oleh lapangan usaha industri kelapa kegiatan usaha pada Survei Kegiatan Dunia Usaha
sawit beserta turunannya di Sumatera, antara (SKDU) yang menunjukkan trend peningkatan
lain terkait black campaign CPO di Eropa yang (grafik II. 14).
berdampak pada penerapan peningkatan bea
masuk dan non-tariff barrier berupa kewajiban
penggunaan label POF (Palm Oil Free) pada
sejumlah produk impor. Resolusi yang
dikeluarkan oleh Parlemen Uni Eropa tersebut
memengaruhi sistem rantai pasok industri kelapa
sawit. Di samping itu beberapa mitra dagang
utama, seperti India, Rusia, dan Tiongkok juga
menerapkan bea masuk. Selain itu, industri
pengolahan kertas juga mengalami risiko
penurunan akibat kebijakan anti dumping kertas Grafik II.14. Realisasi Kegiatan Usaha SKDU Perdagangan

oleh Amerika Serikat.


Kinerja perdagangan diperkirakan akan tertahan
Perdagangan di triwulan III 2017 seiring dengan
Kinerja lapangan usaha perdagangan pada perkembangan konsumsi rumah tangga dan
triwulan II 2017 mengalami peningkatan seiring ekspor yang tumbuh moderat. Kondisi ini searah
dengan masih tingginya konsumsi rumah dengan pelaku usaha yang memperkirakan akan
tangga. Sektor perdagangan tumbuh 6,58% terjadi perlambatan aktivitas perdagangan,

18
seperti diindikasikan oleh penurunan perkiraan terkait pembangunan jalan tol, pelabuhan dan
kegiatan usaha pada indeks perdagangan hasil fasilitas pendukung pelaksanaan Asian Games
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) (Grafik II.15). 2018 diperkirakan mendorong perbaikan kinerja
konstruksi. Realisasi belanja investasi swasta juga
diperkirakan meningkat guna peningkatan
kapasitas produksi dalam merespon permintaan
yang semakin tinggi di triwulan III 2017.

Fiskal Daerah
Peningkatan realisasi belanja APBD menjadi
salah satu tumpuan pertumbuhan ekonomi di
Sumatera. Serapan belanja APBD di Sumatera
(termasuk APBD provinsi dan kabupaten/kota)
Grafik II.15. Realisasi Kegiatan Usaha SKDU Perdagangan
pada triwulan II 2017 mencapai 31,2%, lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama pada
Konstruksi
tahun sebelumnya sebesar 30,5%. Secara spasial,
Kinerja konstruksi tumbuh melambat, yaitu penyerapan tertinggi terjadi di Lampung dengan
tumbuh sebesar 4,22% (yoy) pada triwulan II mencapai 41,78%, disusul Bengkulu 34,48% dan
2017, lebih rendah dibandingkan triwulan Sumatera Selatan 34,03%.
sebelumnya yang tumbuh 4,48% (yoy). Kondisi
ini terkonfirmasi dari perlambatan konsumsi
semen dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Tertundanya beberapa proyek
swasta dan adanya kendala penerbitan Izin
Pengalihan Hak (IPH) di Kepulauan Riau menjadi
salah satu penyebab melambatnya kinerja
lapangan usaha konstruksi. Penurunan lebih
dalam pada proyek swasta belum mampu
diimbangi oleh peningkatan pembangunan
beberapa proyek infrastruktur oleh pemerintah. Grafik II.17. Realisasi APBD Sumatera Triwulan II 2017

Secara spasial, dari 10 provinsi di Sumatera, 4


provinsi mengalami peningkatan penyerapan
belanja APBD pada triwulan II 2017 dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan penyerapan belanja APBD terjadi di
Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Kepulauan Riau.

Realisasi penyerapan belanja fisik seluruh


provinsi dan kabupaten/kota di Sumatera pada
triwulan II 2017 berada di bawah target realisasi,
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
kecuali untuk Aceh. Penyerapan belanja fisik
Grafik II.16. Konsumsi Semen Sumatera
paling tinggi terjadi di Kepulauan Riau, sementara
Ke depan, kinerja konstruksi diperkirakan akan yang terendah di Jambi dan Sumatera Utara.
menguat sejalan percepatan realisasi proyek Beberapa hal yang menjadi kendala serapan
strategis nasional di Sumatera. Percepatan belanja fisik di daerah antara lain sulitnya
beberapa proyek infrastruktur di Sumatera pembebasan dan/atau pengadaan lahan, serta

19
belum disahkannya Rencana Tata Ruang Wilayah dari 4,01% (yoy) menjadi 3,17% (yoy). Lebih
(RTRW). rendahnya inflasi inti pada periode laporan
dipengaruhi oleh penurunan harga gula pasir dan
juga terjaganya kenaikan komoditas emas
perhiasan, baju, dan mie.

Berbeda dengan kelompok inflasi lainnya, inflasi


administered prices menunjukkan tekanan yang
lebih tinggi. Kenaikan biaya tarif listrik, tarif
angkutan udara, biaya administrasi perpanjangan
STNK, dan rokok kretek masih menjadi penyebab
utama kenaikan inflasi inti. Kenaikan tarif
Grafik II.18. Belanja Fisik Pemerintah Provinsi dan angkutan udara masih sesuai dengan pola
Kota/Kabupaten hingga Juni 2017 musimannya pada periode Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN). Sementara kenaikan harga
Perkembangan Inflasi rokok disebabkan oleh peningkatan cukai sebesar
Seiring dengan momen bulan Ramadhan dan 10,54% per tahun. (Grafik II.19)
perayaan HBKN Idul Fitri 2017, laju inflasi
Sumatera pada triwulan II 2017 tercatat sebesar
4,65% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan
sebelumnya sebesar 3,92% (yoy). Kendati lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya, inflasi pada
triwulan laporan masih lebih rendah dibanding
rata-rata inflasi selama 3 tahun terakhir yang
mencapai 5,79% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh
koordinasi yang semakin kuat antara Bank
Indonesia dan Pemerintah dalam penyediaan Grafik II.19. Disagregasi Realisasi Inflasi Triwulan II 2017
pasokan pangan dan upaya penciptaan
ekspektasi inflasi yang wajar. Terjaganya inflasi di Ditengah inflasi Sumatera yang masih dalam
Sumatera juga tercermin dari akumulasi inflasi kisaran target 4,0±1,0%, beberapa provinsi
selama 6 bulan pertama yang tergolong rendah, masih mencatatkan realisasi inflasi di atas target
yaitu sebesar 1,22% (ytd). inflasi nasional. Provinsi yang mencatatkan inflasi
Menurunnya tekanan inflasi kelompok volatile tertinggi adalah Kepulauan Bangka Belitung, Riau,
food dan inflasi inti menjadi penopang Bengkulu, dan Sumatera Barat yang masing-
terjaganya inflasi pada triwulan II 2017 ditengah masing sebesar 7,11% (yoy); 6,18% (yoy); 5,44%
inflasi administered prices yang masih tinggi. (yoy); dan 5,00% (yoy). Sebaliknya, inflasi
Rendahnya tekanan inflasi volatile food pada terendah (dibawah 3% (yoy)) terjadi di Sumatera
triwulan laporan (0,91%, yoy) tercermin dari Utara dan Jambi, yang masing-masing tercatat
capaian deflasi pada bulan April dan Juni yang sebesar 3,75% (yoy) dan 3,82% (yoy).
masing-masing 1,95% (mtm) dan 0,15% (mtm). Kedepan, penurunan inflasi Sumatera pada
Kondisi ini disebabkan oleh penurunan harga triwulan III 2017 diperkirakan masih akan
komoditas bawang merah, daging ayam ras, dan berlanjut seiring dengan tekanan inflasi volatile
telur ayam ras. food yang mereda. Adanya tambahan pasokan
Inflasi kelompok inti (core inflation) tercatat bahan pangan dengan masuknya masa panen dan
lebih lambat sepanjang dua triwulan terakhir usainya pola musiman HBKN menjadi faktor

20
penyebab penurunan inflasi volatile food. Di sisi Stabilitas Keuangan Daerah
lain, inflasi inti diperkirakan relatif stabil sejalan
Ketahanan Sektor Korporasi
tren harga komoditas yang masih menurun,
rendahnya suku bunga, dan stabilnya nilai tukar. Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
Inflasi Sumatera pada triwulan III 2017 Peningkatan harga komoditas berdampak pada
diperkirakan lebih rendah dari inflasi triwulan 4
membaiknya kinerja korporasi di kawasan
sebelumnya, serta masih pada kisaran target Sumatera. Hal ini tercermin dari membaiknya
4,0%+1,0%. rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas perusahaan
Upaya pengendalian inflasi di wilayah Sumatera yang berdampak pada meningkatnya
terus dilakukan melalui Tim Pengendalian Inflasi kemampuan membayar untuk memenuhi
Daerah (TPID) agar inflasi akhir tahun berada kewajiban pembayaran hutang dan bunga.
pada kisaran targetnya. Beberapa program kerja Kemampuan korporasi dalam menghasilkan laba
pengendalian inflasi yang dilakukan, antara lain: dari aset yang dimiliki semakin meningkat sejalan
(i) penguatan fungsi kelembagaan; (ii) dengan kemampuan korporasi memaksimalkan
peningkatan produktivitas dan distribusi; (iii) tingkat pengembalian ekuitas untuk
penguatan kerjasama antar daerah; (iv) menghasilkan laba bagi pemegang saham.
peningkatan ketersediaan energi; (v) riset dan
informasi; dan (vi) pembangunan infrastruktur.
Dalam rangka penguatan koordinasi, TPID-TPID
dari 10 provinsi telah melakukan Rapat
Koordinasi Wilayah (Rakorwil) pada Juli 2017
dengan fokus pembahasan pada penguatan kerja
sama antar daerah. Beberapa kesepakatan yang
dihasilkan, antara lain:

1. Peningkatan komitmen pimpinan daerah


dalam mendorong penguatan koordinasi Sumber: Bloomberg
TPID provinsi dengan TPID kabupaten/kota. Grafik II.20. ROA Korporasi Sumatera

2. Optimalisasi peran BUMD dan kerja sama Rasio rentabilitas korporasi menunjukkan
antar daerah dalam pemenuhan pasokan perbaikan sejak triwulan I 2016 (Grafik II.20).
pangan. Return on Asset (ROA) mengalami peningkatan
3. Pemanfaatan Pusat Informasi Harga Pangan dari 4,85% pada triwulan IV 2016 menjadi 6,51%
Strategis (PIHPS) sebagai sumber data harga pada triwulan I 2017. Return on Equity (ROE) juga
pangan utama dalam monitoring inflasi tercatat meningkat dari 11,26% menjadi 13,51%
daerah, serta acuan dalam pengambilan (Grafik II.21). Membaiknya indikator profitabilitas
keputusan. tersebut terutama terjadi pada korporasi yang
bergerak di lapangan usaha perkebunan,
4. Penguatan koordinasi dengan Pemerintah pertambangan, dan industri pengolahan.
Pusat dalam meninjau kembali beberapa
kebijakan yang berdampak pada stabilitas Ketahanan korporasi juga terlihat dari proporsi
harga, antara lain terkait tarif angkutan utang terhadap pendanaan yang semakin
udara, dan percepatan pembangunan menurun. Preferensi korporasi untuk
infrastruktur untuk mendukung konektivitas menggunakan dana internal semakin tinggi
antar daerah.
4
Korporasi di Sumatera diwakilkan oleh 12 perusahaan yang
tercatat dalam Bursa Efek Indonesia.

21
dibandingkan dengan menambah porsi utang dari dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
pihak eksternal. Di samping itu, tendensi perilaku tercatat sebesar 12,64% (Grafik II.23). Hal ini
korporasi saat ini masih dalam tahap konsolidasi mengindikasikan terjadinya peningkatan
dan menahan ekspansi usaha. Hal ini tercermin kemampuan laba perusahaan untuk menutup risk
dari turunnya rasio Debt to Equity Ratio (DER) debt yang dimiliki, terutama kewajiban jangka
dari sebesar 1,31 menjadi 1,09 (Grafik II.22.). pendek, baik pemenuhan pembayaran pokok
hutang maupun bunganya. Pertumbuhan
penjualan korporasi tercatat mengalami
peningkatan, sedangkan pertumbuhan profit
margin mengalami perlambatan. Kenaikan upah
di beberapa wilayah menjadi salah satu penyebab
peningkatan biaya produksi yang selanjutnya
menekan profit margin korporasi.

Sumber: Bloomberg
Grafik II.21. ROE Korporasi Sumatera

Sumber: Bloomberg
Grafik II.24. Profit Margin Korporasi Sumatera

Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Kredit korporasi tercatat melambat sejalan


Sumber: Bloomberg
Grafik II.22. DER Korporasi Sumatera dengan kecenderungan korporasi menahan
ekspansi usaha. Penurunan terutama terjadi
pada penyaluran kredit pada lapangan usaha
industri pengolahan, perdagangan, dan
pertambangan yang masing-masing memiliki
pangsa sebesar 36,74%; 15,04%; dan 4,00% dari
total penyaluran kredit korporasi Sumatera.

Sumber: Bloomberg
Grafik II.23. DSR Korporasi Sumatera

Perbaikan indikator perusahaan dalam


memenuhi kewajibannya tercermin dari
perbaikan Debt Service Ratio (DSR). DSR pada
triwulan I 2017 mencapai 11,77%, membaik Grafik II.25. Proporsi Kredit Sektoral Korporasi

22
NPL kredit di sektor korporasi masih terjaga. 17,66% (yoy) menjadi 17,69% (yoy) pada triwulan
Tingkat NPL sektor korporasi sepanjang dua laporan. Pertumbuhan terjadi pada semua jenis
triwulan terakhir relatif stabil dan terjaga, yaitu DPK, kecuali giro.
dari 2,39% menjadi 2,34%. Secara sektoral,
Ketahanan Sektor Rumah Tangga
peningkatan NPL terjadi pada sektor industri
pengolahan dan perdagangan. Namun demikian, Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah
keseluruhan rasio NPL masih berada dibawah Tangga
target indikatif 5%. (Grafik II.27) Penghasilan rumah tangga yang masih terjaga
dan momentum perayaan hari besar keagamaan
nasional mendorong konsumsi tetap tumbuh
dan kredit perseorangan yang meningkat. DPK
perseorangan masih mendominasi porsi DPK
perbankan atau mencapai 70,31%, meningkat
dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan
DPK perseorangan triwulan II 2017 sedikit
melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya berkaitan dengan periode HBKN Idul
Grafik II.26. Pertumbuhan Kredit Sektoral Korporasi Fitri yaitu akibat pengeluaran konsumsi melalui
pencairan simpanan. Perlambatan tersebut
terjadi pada semua komponen DPK.

Grafik II.27. Perkembangan NPL Kredit Korporasi Sektoral

Grafik II.29. Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan

Grafik II.28. Pertumbuhan DPK Korporasi Sumatera

Grafik II.30. Pertumbuhan DPK Perseorangan


Peningkatan aktivitas usaha dan penghasilan
korporasi seiring peningkatan penjualan
Kredit Perseorangan di Perbankan
berdampak positif terhadap masih tingginya
pertumbuhan DPK korporasi. DPK perbankan Sejalan dengan peningkatan penghasilan rumah
milik korporasi tumbuh sedikit meningkat dari tangga, kredit rumah tangga turut mengalami

23
peningkatan, khususnya kredit kepemilikan Di tengah pertumbuhan penyaluran kredit rumah
rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor tangga yang meningkat, rasio NPL kredit rumah
(KKB). Penyaluran kredit rumah tangga tumbuh tangga tetap terjaga di bawah 5% meskipun ada
meningkat dari 8,04% (yoy) menjadi 8,52% (yoy) sedikit peningkatan, yaitu dari 1,79% di triwulan I
pada triwulan II 2017. Peningkatan penyaluran 2017, kemudian menjadi 1,86% di triwulan II
kredit rumah tangga terutama bersumber dari 2017. Peningkatan NPL kredit rumah tangga
pertumbuhan KPR yang meningkat dari 7,00% terjadi pada seluruh jenis penyaluran kredit
(yoy) menjadi 7,19% (yoy). Hal yang sama juga rumah tangga, dengan kenaikan tertinggi pada
terjadi pada penyaluran KKB yang masih tumbuh NPL KPR/KPA.
tinggi sebesar 7,28% (yoy), melanjutkan
Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar
Menengah (UMKM)
7,25% (yoy).
Penyaluran kredit UMKM di Sumatera
cenderung melambat. Kredit UMKM pada
triwulan II 2017 tumbuh 3,44% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2017 yang
tercatat sebesar 4,33% (yoy). Secara sektoral,
perlambatan kredit UMKM terjadi pada sektor
ekonomi utama, seperti pertanian,
pertambangan, dan perdagangan.

Penyaluran kredit UMKM Sumatera pada


triwulan II 2017 masih didominasi oleh lapangan
Grafik II.31. Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah
Tangga per Jenis Penggunaan usaha perdagangan, hotel, dan restoran (PHR),
dan lapangan usaha pertanian, dengan masing-
Peningkatan pertumbuhan KPR terutama terjadi masing kontribusinya tercatat sebesar 53% dan
pada penyaluran KPR untuk tipe rumah tinggal 21%. Secara spasial, penyaluran kredit UMKM
2
sampai dengan tipe 21 m . Perbaikan penyaluran terbesar berada di provinsi Sumatera Utara,
KKB tersebut terjadi pada semua tipe kendaraan, Sumatera Selatan, dan Jambi.
kecuali untuk kendaraan sepeda motor. Namun
NPL kredit UMKM cenderung menurun, namun
demikian, pertumbuhan kredit rumah tangga
masih perlu mendapat perhatian. Rasio NPL
tertahan oleh melambatnya pertumbuhan kredit
kredit UMKM berada di atas 5% meskipun sedikit
multiguna yang pada triwulan laporan tercatat
menurun. NPL kredit UMKM menurun dari 5,59%
sebesar 5,80% (yoy), lebih rendah dari triwulan
di triwulan I 2017 menjadi 5,29% di triwulan II
sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,27% (yoy).
2017.

Pengelolaan Uang Tunai Rupiah


Sejalan dengan momen bulan Ramadhan dan
perayaan Idul Fitri yang meningkatkan konsumsi
masyarakat, arus uang kartal keluar Bank
Indonesia (outflow) mengalami peningkatan dan
terjadi pada seluruh provinsi di Sumatera.
Secara total, net outflow Sumatera di triwulan II
2017 mencapai Rp32,7 triliun atau lebih tinggi
Grafik II.32. Pertumbuhan KPR per Tipe dibandingkan dengan triwulan yang sama pada
tahun sebelumnya yang mencapai sebesar

24
Rp31,2 triliun. Berdasarkan spasial, aliran uang 36,18% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi
keluar (outflow) terbesar terjadi di Sumatera yang terjadi di triwulan I 2017 sebesar 13,12%
Utara (Rp5,09 triliun) dan Sumatera Selatan (yoy). Sejalan dengan perlambatan besaran
(Rp4,01 triliun) (Grafik II.33) nominal transaksi kliring, volume kliring juga
menurun dibandingkan dengan triwulan I 2017,
yaitu terkontraksi pada triwulan II 2017 (Grafik
II.36) sebesar 18,34% (yoy) dari sebelumnya
7,08% (yoy).

Grafik II.33. Pembayaran Tunai

Grafik II.35. Transaksi Kliring Menurut Nominal


(Wilayah Sumatera)

Grafik II.34. Temuan Uang Palsu (UPAL)

Koordinasi antar lembaga dan upaya


peningkatan edukasi mengenai ciri-ciri keaslian
uang rupiah (CIKUR) berhasil mendorong
penurunan temuan uang palsu (UPAL) di wilayah Grafik II.36. Transaksi Kliring Menurut Volume (Wilayah
Sumatera)
Sumatera pada triwulan II 2017. Penemuan
UPAL pada triwulan II 2017 berjumlah sebanyak
Secara spasial, transaksi kliring tertinggi terjadi di
1.037 lembar, menurun dari triwulan sebelumnya
Sumatera Utara sebesar Rp38,10 triliun atau
yang mencapai 1.942 lembar. Secara spasial,
41,68% dari keseluruhan transaksi di Sumatera.
jumlah temuan UPAL tertinggi di Sumatera
Sedangkan transaksi kliring terendah terjadi di
berasal dari Lampung sebanyak 748 lembar atau
Bengkulu dengan nominal sebesar Rp1,3 triliun
72,13% dari total temuan uang palsu, dan
atau 1,48% dari total Sumatera.
Sumatera Selatan sebanyak 102 lembar atau
9,84% dari total temuan uang palsu. Perkembangan Layanan Keuangan Digital di
Wilayah Sumatera
Sistem Pembayaran Non-Tunai
Ketersediaan Layanan Keuangan Digital (LKD)
Transaksi kliring di kawasan Sumatera baik
bagi penduduk Sumatera menunjukkan
secara nominal maupun volume pada triwulan II
peningkatan signifikan. Hingga Mei 2017 jumlah
2017 mengalami kontraksi dibandingkan
agen LKD di wilayah Sumatera telah mencapai
triwulan sebelumnya. Secara nominal, transaksi
31.533 agen. Provinsi dengan jumlah agen LKD
kliring triwulan II 2017 terkontraksi sebesar

25
terbesar berasal dari Sumatera Utara (mencapai Di sisi sektoral, industri pengolahan diperkirakan
24,99% dari total agen LKD se-Sumatera). masih tumbuh stabil didorong oleh permintaan
Sementara jumlah agen LKD di Kepulauan Bangka domestik, demikian juga dengan lapangan usaha
Belitung masih terbatas dengan hanya mencapai pertanian dan perdagangan yang diperkirakan
2,1% dari total agen LKD yang berada di wilayah masih tumbuh walaupun terbatas.
Sumatera.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017
diperkirakan tumbuh meningkat namun masih
terbatas. Faktor musiman perayaan hari raya
Natal dan tahun baru diperkirakan belum cukup
mampu mendorong peningkatan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi.
Peningkatan terbatas ini terkonfirmasi oleh
Indeks Keyakinan Konsumen (Survei Konsumen)
terhadap kondisi 6 bulan mendatang yang
menunjukkan arah peningkatan dengan
Grafik II.37. Jumlah Agen LKD di Sumatera magnitude yang lebih kecil. Di sisi lain, konsumsi
pemerintah diprakirakan meningkat didorong
Dalam rangka meningkatkan jumlah agen LKD di oleh percepatan realisiasi proyek pembangunan
daerah, Bank Indonesia melaksanakan beberapa strategis nasional di Sumatera.
program, antara lain:
Secara keseluruhan tahun 2017, perekonomian
1. Melakukan sosialisasi dan kampanye LKD Sumatera diprakirakan akan tumbuh terbatas.
kepada pemerintah daerah, sekolah, Termoderasinya konsumsi, investasi, dan fiskal
universitas, dan pengusaha (termasuk pemerintah pada paruh pertama menahan
UMKM). dampak perbaikan pada paruh kedua sehingga
2. Melakukan kerjasama diikuti ekonomi Sumatera tahun 2017 diperkirakan
penandatanganan MoU antara Bank tumbuh lebih rendah dari tahun 2016, dari
Indonesia, perbankan dan instansi terkait sebesar 4,29% (yoy) diprediksi cenderung bias
untuk pembayaran gaji, pajak, tagihan, dan kebawah pada kisaran 4,0 – 4,5% (yoy).
cicilan pelunasan pinjaman. Kinerja ekspor diprakirakan akan meningkat
3. Mendorong kerjasama antara perbankan, meskipun kedepan pasar CPO di Eropa akan
pemerintah daerah, dan sekolah dalam semakin tidak menentu setelah resolusi Parlemen
penyaluran dana sosial bergulir ke Eropa tentang Palm Oil and Deforestation Of
masyarakat, pelaku UMKM, dan pembayaran Rainforests. Crude rubber dan batu bara
pajak oleh Pemda. diprediksi akan menopang kinerja ekspor
Sumatera seiring dengan masih positifnya
Prospek Perekonomian pergerakan harga komoditas dunia, dan didorong
Prospek Pertumbuhan Ekonomi pula oleh perbaikan kondisi ekonomi negara
mitra dagang utama.
Perekonomian Sumatera pada triwulan IV 2017
diperkirakan tumbuh stabil dengan kecende- Selain itu, ekspor pulp diperkirakan akan
rungan meningkat dibandingkan triwulan III mengalami peningkatan seiring dengan
2017 yaitu berada pada kisaran 4,2%-4,6%. penurunan persediaan pulp dunia akibat
Perbaikan tersebut terutama didorong oleh penutupan pabrik pulp di Tiongkok terkait isu
tingginya realisasi belanja pemerintah dan masih lingkungan. Hal tersebut menjadi pendorong
relatif terjaganya tingkat konsumsi masyarakat. meningkatnya ekspor pulp di Riau. Adanya

26
diversifikasi produk baru untuk kertas juga akan penyediaan energi akan mengurangi gangguan
semakin meningkatkan penjualan ekspor kertas. konektivitas antardaerah dan kelancaran
Selain itu, prediksi membaiknya industri otomotif distribusi pangan dari daerah lain.
di Eropa dan Amerika Serikat meningkatkan
Beberapa faktor risiko yang perlu mendapat
permintaan produk coin battery di Kepulauan
perhatian karena dapat berdampak pada
Riau yang digunakan salah satunya pada ban
peningkatan tekanan inflasi, antara lain terkait
mobil untuk penunjang keamanan berkendara.
rencana kenaikan harga bahan bakar minyak
Secara sektoral, perbaikan ekonomi Sumatera (BBM), dampak bencana letusan Sinabung, dan
ditopang oleh industri pengolahan dan curah hujan yang tinggi pada akhir tahun. Untuk
perdagangan. Peningkatan permintaan eskpor itu, diperlukan respon yang cepat dan
produk karet, pulp, elektronik berdampak positif terkoordinasi dengan baik antara Tim
terhadap industri pengolahan Sumatera ditengah Pengendalian Inflasi Daerah dengan pihak-pihak
prediksi ketidakpastian dan terbatasnya terkait.
permintaan produk sawit dan turunannya.

Secara spasial, terbatasnya pertumbuhan


ekonomi Sumatera pada keseluruhan tahun 2017
terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Berakhirnya
periode panen raya tabama seperti di Sumatera
Utara, terbatasnya permintaan terhadap industri
kapal, besi baja dan pendukung migas akibatnya
minimnya proyek-proyek baru di Kepulauan Riau,
serta prediksi penurunan permintaan CPO dari
Eropa menahan pertumbuhan ekonomi Sumatera
pada keseluruhan tahun 2017.

Prospek Inflasi
Inflasi Sumatera pada keseluruhan tahun 2017
diprakirakan akan lebih rendah dibandingkan
2016 dan berada dalam kisaran target inflasi
nasional, yaitu 4,0%±1,0%. Selain karena capaian
inflasi akumulasi selama paruh pertama 2017
yang masih rendah, yaitu sebesar 1,22% (ytd),
faktor pendukung lainnya adalah koordinasi yang
kuat antara Bank Indonesia, Pemerintah Pusat,
dan Pemerintah Daerah dalam menjaga
ketahanan pangan serta antisipasi yang cepat
terhadap setiap gejolak harga yang terjadi.

Kondisi ini tercermin dari perkiraan inflasi volatile


food dan inflasi inti yang akan lebih rendah dari
capaian tahun 2016, kendati risiko tekanan inflasi
masih dibayangi oleh kelompok administered
prices. Di sisi lain, penyelesaian proyek
infrastruktur jalan, pelabuhan, bendungan, dan

27
Boks 2
Perkembangan Agroindustri di pertumbuhan sektor agroindustri mencapai 5,0%
Sumatera (yoy), terus meningkat dibandingkan dengan
pertumbuhan sektor pertanian yang bahkan
Ekspor agroindustri dalam ekspor nonmigas
cenderung menurun dengan level pertumbuhan
Indonesia memegang kontribusi yang signifikan
sebesar 3,4% (yoy) (Grafik II.39). Kendati
dengan pangsa 39%. Komoditas utama kelompok
agroindustri masih berkontribusi relatif kecil
agroindustri antara lain kelapa sawit, karet, kopi,
dalam menopang perekonomian Sumatera,
dan perikanan. Komoditas agroindustri utama
namun kontribusinya terus meningkat, yaitu dari
tersebut sebagian besar berasal dari wilayah
13,3% pada 2010 menjadi 13,7% pada akhir 2016.
Sumatera dan memiliki keunggulan komparatif
Sementara kontribusi sektor pertanian justru
yang tinggi sehingga sangat potensial untuk
menurun dari 23,5% pada 2010, menjadi 21,9%
peningkatan produksi maupun ekspor lebih
pada 2016. Beberapa provinsi di Sumatera juga
lanjut.
memperlihatkan kontribusi agroindustri terhadap
Tingginya keunggulan komparatif tersebut pertumbuhan yang relatif tinggi, seperti Riau,
tercermin dari Revealed Comparative Advantage Sumsel, Sumut, dan Lampung. Sementara di
(RCA), dimana kelapa sawit merupakan provinsi lainnya, meskipun kontribusinya masih
komoditas di Sumatera yang memiliki RCA rendah, agroindustri menunjukkan pertumbuhan
tertinggi dengan skor 45,4 dan pangsa ekspor yang akseleratif.
sebesar 7,6% dari total ekspor. Di samping itu,
terdapat beberapa komoditas lainnya yang
memiliki keunggulan komparatif tinggi namun
dengan tingkat ekspor yang masih rendah, yaitu
strearic acid, cocoa butter, glycerol, uncoated
paper, facial tissue, dan udang olahan (Grafik
II.38).

Sumber: BPS (diolah)


Grafik II.39. Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Sektor
Agroindustri

Pemetaan Agroindustri di Sumatera


Peran agroindustri yang besar sebagai penopang
perekonomian, dukungan pasokan bahan baku
Sumber: UN Comtrade (diolah) dan tingginya permintaan produk agroindustri
Grafik II.38. Keunggulan Komparatif Beberapa Komoditas baik untuk domestik maupun ekspor, menjadi
di Sumatera
daya tarik bagi pengembangan agroindustri lebih
lanjut. Selama periode 2006 – 2011 dan 2012 –
Dalam perkembangannya, pertumbuhan sektor
2016, data BKPM mencatat bahwa investasi di
agroindustri terus meningkat dan bahkan secara
sektor agroindustri yang berasal dari Penanaman
konsisten memiliki akselerasi lebih tinggi
Modal Asing (PMA) terus mengalami peningkatan
dibandingkan sektor pertanian. Pada akhir 2016,

28
dari 39,5% menjadi 43,5%. Sebaliknya, investasi
dari investor domestik (Penanaman Modal Dalam
Negeri – PMDN) mengalami penurunan pangsa
menjadi 26,1% dari sebelumnya 45,7%. Jenis
agroindustri yang diminati oleh investor asing
maupun domestik terfokus pada industri
makanan, industri kertas, dan industri karet.

Asesmen Bank Indonesia terhadap besarnya


pangsa bahan baku, pangsa ekspor, jenis industri,
Sumber: GAPKI
analisis backward dan forward linkage, serta
Grafik II.40. Potensi Permintaan Kelapa Sawit Domestik
keselarasan dengan kebijakan pemerintah
pusat/daerah, menunjukkan bahwa beberapa
Pengembangan agroindustri kelapa sawit lebih
komoditi seperti kelapa sawit, karet, dan kopi
lanjut di Sumatera didukung dengan berdirinya
merupakan komoditas agroindustri yang
Kawasan Industri Dumai Riau sejak 2003 dan
berpotensi untuk terus dikembangkan.
Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangke Sumatera
Kelapa Sawit Utara. Kawasan Industri Sei Mangke akan
dikembangkan menjadi kawasan terintegrasi,
Industri pengolahan kelapa sawit merupakan
yaitu sebagai pusat agroindustri produk kelapa
industri utama di kawasan Sumatera dengan
sawit, karet dan kertas. Di Kawasan Industri
pangsa produksi mencapai 48,1% produksi
Dumai telah terdapat 19 perusahaan pengolahan
nasional. Daerah penghasil utama kelapa sawit
kelapa sawit dengan nilai investasi mencapai Rp9
berada di Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan
triliun. Produk turunan yang dihasilkan berupa
Jambi. Produk yang dihasilkan dari industri kelapa
oleochemical, biodiesel, dan minyak goreng.
sawit sebagian besar berorientasi ekspor yaiyu
Sementara, di Kawasan Industri Sie Mangke, baru
mencapai 67,4% dari total produksi, dengan
terdapat 1 (satu) perusahaan swasta dan 3 (tiga)
mitra dagang utama yakni India, Tiongkok,
PTPN dengan perkiraan nilai investasi hingga
Pakistan, dan Belanda. Pangsa ekspor ke keempat
2025 mencapai Rp71,9 triliun. Total tenaga kerja
negara tersebut mencapai sekitar 47% dari total
yang terserap dalam agroindustri kelapa sawit di
ekspor kelapa sawit Sumatera.
Sumatera diperkirakan mencapai 23,5% dari total
Peluang hilirisasi komoditas kelapa sawit ke tenaga kerja industri Sumatera.
depan masih cukup tinggi, terefleksi dari
banyaknya produk turunan kelapa sawit yang
Karet
didapat dikembangkan. Dari 100 jenis produk Tersedianya bahan baku yang melimpah,
turunan kelapa sawit masih terdapat 53 produk menjadikan Sumatera sebagai area dengan
turunan yang belum dikembangkan di Indonesia potensi pengembangan agroindustri karet.
dan menjadi target pengembangan Kementerian Produksi karet Sumatera pada 2016 mencapai
Peindustrian. Di samping itu, terdapat peluang 2,4 juta ton atau 76% dari total produksi nasional,
peningkatkan permintaan domestik sejalan dan 20% dari total produksi dunia (kedua setelah
dengan kebijakan mandatori minyak kelapa sawit Thailand). Daerah yang menjadi pusat industri
sebagai bahan baku Bahan Bakar Nabati (BBN) pengolahan karet utama di Sumatera, antara lain
(Grafik II.40), serta perkiraan permintaan dunia Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jambi.
yang terus meningkat terhadap produk kelapa Pangsa produksi karet dari ketiga daerah tersebut
sawit. Adapun investasi di kelapa sawit terus mencapai 80% produksi agroindustri karet
menunjukkan kecenderungan peningkatan. Sumatera. Adapun sebagian besar produksinya
berorientasi ekspor dengan pangsa 64,8%.

29
Namun, sebagian besar produk utama sementara permintaan domestik diperkirakan
agroindustri karet masih berupa crumb rubber naik 7% per tahun. Dengan demikian,
(84%) dengan nilai tambah yang masih rendah. peningkatan permintaan tersebut diperkirakan
Beberapa produk karet bernilai tambah lebih dapat menyebabkan kekurangan suplai kopi
tinggi, seperti ban, remiling karet, dan barang dunia sekitar 600 ribu ton pada 2020 (Grafik
keperluan rumah tangga dari karet masih belum II.42).
berkembang (Grafik II.41). Dari sisi pembiayaan,
tren investasi PMA pada 2016 tercatat
mengalami peningkatan signifikan sebesar 56,9%
dari tahun sebelumnya. Dari sisi serapan tenaga
kerja, industri karet menyerap 9% dari total
tenaga kerja industri di Sumatera.

Sumber: BPS (diolah)


Grafik II.42. Perkembangan Konsumsi dan Perdagangan
Kopi Dunia

Pengembangan Agroindustri di
Sumatera dan Tantangannya
Sumber: BPS (diolah) Tantangan Industri
Grafik II.41. Pangsa Ekspor dan Nilai Tambah Produk 5
Karet Berdasarkan studi Fatah (2007) , sektor
agroindustri memiliki koefisien pengganda
Kopi output, nilai tambah, dan pendapatan yang lebih
tinggi dibanding sektor pertanian sehingga
Sumatera memiliki sumber bahan baku kopi
mampu mendorong peningkatan kesejahteraan
dengan kualitas yang baik. Produksi kopi di
masyarakat. Pengembangan agroindustri akan
Sumatera menyumbang hampir 70% dari
memberi nilai tambah hasil pertanian dan
produksi kopi nasional dengan pangsa ekspor
mampu menciptakan lapangan pekerjaan
sebesar 42,6%. Pusat industri kopi Sumatera
(khususnya di perdesaan), meningkatkan
berada di Lampung, Sumatera Utara, dan Jambi
pendapatan, dan meningkatkan standar upah
dengan pangsa total sebesar 88,2% dari total
perdesaan. Perbaikan tingkat kesejahteraan
produksi kopi Sumatera.
masyarakat di perdesaan, akan mencegah proses
Hilirisasi industri kopi di Sumatera masih sangat urbanisasi dan menciptakan pemerataan
minim. Hasil olahan kopi sebagian besar terbatas pendapatan masyarakat antara kota dan desa.
pada produk green bean yang memiliki pangsa
Rencana pengembangan agroindustri di
ekspor tertinggi. Sejalan dengan rendahnya
Sumatera sebagian besar sudah masuk dalam
hilirisasi tersebut, serapan tenaga kerja untuk
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
agroindustri ini juga masih sangat rendah, yaitu
Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan
hanya sebesar 1,9% dari total tenaga kerja
Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Hal ini
industri. Potensi pengembangan agroindustri
sejalan dengan hasil asesmen keunggulan
kopi ke depan memiliki prospek yang baik,
tercermin dari perkiraan permintaan kopi dunia 5
The Potential of Agroindustry for Growth Promotion and
yang diprediksi meningkat 2,5% per tahun, Equality Improvement in Indonesia.

30
agroindustri di Sumatera yang memiliki daya jalan di Sumatera baru tercatat 5,72%, sementara
dorong tinggi terhadap industri pendukung perbaikan jalan secara nasional mencapai
inputnya (backward linkage), serta tingginya 11,68%. Selain itu, perbaikan jalan di Sumatera
forward linkage seiring dengan tingginya output juga masih belum merata.
yang digunakan sebagai input bagi industri-
Dari aspek pembiayaan, faktor kelembagaan
industri lainnya (Grafik II.43).
menjadi tantangan pembiayaan dari perbankan.
Kendala utama agroindustri kopi adalah terkait
dengan skala industri yang 69% didominasi
UMKM, yang kelembagaannya belum cukup
solid. Akibatnya, akses terhadap pembiayaan dari
perbankan dengan suku bunga yang kompetitif
masih terbatas. Sementara, agroindustri kelapa
sawit dan karet yang berbasis skala UMKM
pangsanya jumlahnya hanya kurang dari 4%.
Akibatnya, akses pembiayaan perbankan dan
pasar modal komoditas kelapa sawit dan karet
relatif lebih baik, meskipun saat ini masih
terbatas seiring dengan risiko usaha yang sangat
rentan dipengaruhi oleh gejolak harga komoditas
dunia.
Grafik II.43. Pemetaan Daya Dorong Agroindustri Terakhir, aspek regulasi masih belum mampu
Terhadap Perekonomian
menjadi katalisastor bagi pengembangan
agroindustri kelapa sawit, karet, dan kopi.
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam
Beberapa regulasi yang menjadi kendala antara
pengembangan agroindustri di Sumatera dapat
lain, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
dibagi ke dalam beberapa aspek, yaitu: (i)
bea keluar, dan pembatasan kuota ekspor. Hal ini
produksi; (ii) distribusi; (iii) pembiayaan; dan (iv)
berbeda dengan kebijakan yang diterapkan
regulasi. Dari aspek produksi, tantangan yang
negara kompetitor, seperti Malaysia untuk
dihadapi antara lain terkait dengan produktivitas
industri kelapa sawit, Thailand untuk komoditas
tenaga kerja yang rendah, peralatan pendukung
karet, dan Vietnam untuk komoditas agroindustri
yang relatif sederhana, serta terbatasnya riset
kopi.
dan pengembangan metode baru pengelolaan
produksi. Selain itu, dalam upaya meningkatkan Usulan Pengembangan
produktivitas tenaga kerja, masih dibutuhkan
Untuk mendorong pengembangan agroindustri
pendidikan vokasi di daerah.
unggulan di Sumatera, beberapa strategi
Dari aspek distribusi, permasalahan ketersediaan penguatan baik dalam bidang sumber daya
infrastruktur jalan dan pelabuhan yang memadai manusia, rantai nilai, maupun pengembangan
masih mengemuka. Sebanyak 79% distribusi UMKM perlu dilakukan.
logistik di Sumatera menggunakan transportasi
Sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
darat, 17% melalui angkutan laut, dan 3% sisanya
Daerah sangat diperlukan untuk mendorong
melalui sungai. Kontribusi biaya distribusi
pengembangan pendidikan vokasi di daerah dan
terhadap biaya operasional mencapai 11%. Selain
peningkatan kompetensi petani serta pelaku
itu, perkembangan perbaikan jalan di Sumatera
usaha agroindustri. Saat ini tercatat terdapat 500
masih relatif rendah dibandingkan dengan
SMK Pertanian di Sumatera dengan penyebaran
nasional. Selama kurun 2010 – 2014, perbaikan

31
yang belum merata. Dalam upaya penguatan kedepan, simulasi dari Kementerian Perindustrian
SDM, maka diperlukan penyesuaian kurikulum memproyeksikan bahwa akan terjadi kenaikan
pendidikan vokasi berdasarkan karakteristik pertumbuhan sektor agroindustri yang signifikan
komoditas daerah dan penguatan kerjasama sepanjang 2017 – 2019, dengan sumbangannya
dengan universitas atau lembaga penelitian lokal terhadap pertumbuhan ekonomi yang terus
maupun internasional. Selain itu, penguatan SDM semakin membesar (Tabel II.3).
di sisi manajerial juga perlu dilakukan.
Tabel II.3. Perkiraaan Perkembangan Agroindustri
Komponen Satuan 2015 2016 2017* 2018* 2019*
Upaya mendorong keterkaitan yang lebih baik Pertumbuhan Agroindustri %, yoy 5.82 5.43 6.74 6.77 6.83

antara perkebunan rakyat dengan industri terus Kontribusi terhadap PDB % 8.26 8.08 8.13 8.20 8.20
Kontribusi terhadap ekspor % 28.67 30.93 30,9 - 31,1 31,2 - 31,4 31,3 - 31,6
dilakukan. Hal tersebut antara lain berupa Sumber: BPS (diolah)
Peraturan Menteri Pertanian
No.29/Permentan/KB.410/5/2016 mengatur Dengan asumsi perkiraan pengembangan
persyaratan 20% dari total luas lahan merupakan agroindustri tersebut, Bank Indonesia melakukan
perkebunan rakyat yaitu melalui integrasi simulasi lebih lanjut dengan hasil yang
perkebunan rakyat dengan industri (plasma – menunjukkan bahwa dampak dari peningkatan
inti). Beberapa daerah, seperti Aceh dan Jambi agroindustri pada tahun 2019 akan meningkatkan
telah mengimplementasikan integrasi industri ouput 1,36%, tenaga kerja 3,83%, upah/gaji
kelapa sawit melalui pembukaan 2.000 ha lahan 1,21%, dan surplus usaha masing-masing sebesar
kelapa sawit yang didukung oleh pabrik kelapa 1,15% (Tabel II.4). Selain secara kuantitatif
sawit melalui kemitraan perkebunan masyarakat memberikan dampak positif, dengan
dengan perusahaan terdekat. Selain itu, dana menggunakan analisis keterkaitan antar daerah
pengembangan sawit atau CPO Supporting Fund menunjukkan bahwa wilayah Riau, Sumatera
yang mulai digulirkan sejak dua tahun belakangan Selatan, dan Sumatera Barat akan menjadi
ini dapat dioptimalisasikan pemanfaatannya bagi daerah-daerah yang penting dalam menopang
pengembangan agroindustri kelapa sawit. agroindustri di kawasan Sumatera.
Untuk meningkatkan efektivitas program Tabel II.4. Dampak Pengembangan Agroindustri di
pengembangan UMKM agroindustri, Sumatera Tahun 2019
Analisis Dampak Output Tenaga Kerja Upah/Gaji Surplus Usaha
pengembangan dapat dilakukan melalui sistem
Agroindustri Sumatera 0.01 0.04 0.01 0.01
zonasi. Zonasi pengembangan dibagi menjadi Sumber: IRIO Tahun 2010 (diolah)
tiga, yaitu: zona I (Sumatera dan Kalimantan),
zona II (Jawa), dan zona III (Wilayah Timur
Indonesia). Pengembangan dilakukan melalui
penguatan kelembagaan melalui optimalisasi
peran Unit Pelayanan Teknis (UPT) dan bantuan
konsultansi; dukungan peralatan berupa bantuan
mesin, peralatan pendukung dan bahan
baku/bahan penolong; serta dukungan akses
pembiayaan dan akses pasar melalui bantuan
akses kredit serta pemasaran.

Analisis Dampak Pengembangan


Agroindustri Terhadap Ekonomi
Sumatera
Dengan mempertimbangkan tantangan yang
dihadapi dan usulan rencana pengembangan

32
Perekonomian Jawa tumbuh melambat pada triwulan II 2017 sebesar 5,41% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 5,68% (yoy). Penurunan kinerja ekspor, belanja
konsumsi pemerintah dan realisasi investasi menyebabkan perlambatan ekonomi Jawa triwulan ini.
Ekspor kendaraan bermotor, pada triwulan ini tercatat mengalami kontraksi cukup dalam akibat
menurunnya permintaan ekspor ke ASEAN, khususnya Filipina. Di sisi lain, tertundanya bantuan
sosial dan gaji ke 13 Pegawai Negeri Sipil menyebabkan belanja Pemerintah Pusat ke daerah pada
triwulan II 2017 tumbuh melambat. Sementara itu, kinerja belanja APBD Pemerintah Daerah masih
sama dengan pola historisnya, dan berada di bawah target realisasi sebesar 50% pada semester I
2017. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan bersumber dari sektor pertanian seiring berlalunya
musim panen dan tertahannya kinerja perdagangan akibat penurunan ekspor luar negeri. Secara
spasial, 4 (empat) Provinsi di Jawa mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yaitu DKI
Jakarta, Banten, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di sisi lain, ekonomi Jawa Barat dan Daerah
Istimewa Yogyakarta tumbuh lebih tinggi seiring masih terjaganya kinerja industri pengolahan dan
konstruksi di kedua wilayah ini.

Laju inflasi tahunan Jawa pada triwulan II 2017 relatif terjaga ditengah meningkatnya permintaan
pada periode bulan Ramadhan dan perayaan HBKN Idul Fitri 2017. Terjaganya inflasi pada kelompok
komoditas volatile food mampu menahan tekanan inflasi administered prices dan inti yang
meningkat. Tekanan inflasi volatile foods relatif moderat seiring dengan terjaganya pasokan
sejumlah komoditas strategis seperti telur ayam, bawang putih dan cabe merah. Di sisi lain, tekanan
terbesar kelompok administered prices didorong oleh berlanjutnya dampak penyesuaian TTL, tarif
angkutan udara dan angkutan antar kota. Sementara itu, komoditas penyumbang inflasi terbesar
dari kelompok inti adalah tarif pulsa ponsel, kenaikan sewa rumah dan kontrak rumah yang
berlanjut sejak triwulan lalu.

Perekonomian Jawa pada 2017 diperkirakan lebih tinggi daripada 2016 terutama ditopang oleh
perbaikan pada seluruh komponen PDRB dengan rentang 5,3% - 5,8% (yoy), dan berpotensi tumbuh
sedikit lebih tinggi daripada realisasi tahun 2016 sebesar 5,59% (yoy). Dari sisi permintaan,
pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang resilien dan terjaga stabil masih menjadi penopang
utama ekonomi Jawa di 2017 selain perbaikan kinerja investasi, ekspor luar negeri dan belanja
konsumsi pemerintah. Sementara dari sisi penawaran, optimisme perbaikan ekonomi global
diprakirakan dapat mendorong produksi industri pengolahan. Akselerasi pembangunan proyek
infrastruktur pemerintah menjelang ASIAN GAMES 2018 dan aktivasi beberapa pabrik kendaraan
bermotor, makanan minuman dan tekstil juga akan mendorong kinerja lapangan usaha konstruksi
di Jawa. Sementara itu, untuk 2017, laju inflasi tahunan Jawa diperkirakan masih dalam rentang
sasaran target inflasi 4% ± 1%, walaupun lebih tinggi daripada 2016. Sumbangan inflasi terbesar
untuk 2017 diperkirakan bersumber dari komoditas administered prices, terutama penyesuaian TTL
untuk golongan 900 VA dan kenaikan biaya administrasi STNK diawal tahun. Tekanan dari kelompok
inti diperkirakan relatif tinggi yang disebabkan oleh kenaikan tarif pulsa ponsel dan penyesuaian
sewa rumah dan kontrak rumah pada awal tahun maupun pada pertengahan tahun. Tekanan inflasi
Jawa pada tahun 2017 diperkirakan akan lebih tinggi namun dapat tertahan oleh relatif terjaganya
inflasi volatile food. Terkendalinya harga pada kelompok volatile food tidak terlepas dari terjaganya
pasokan komoditas strategis seperti hortikultura, beras dan daging sapi.

33
Pertumbuhan Ekonomi nilai impor juga menyebabkan net ekspor tidak
turun terlalu dalam.
Perekonomian Jawa pada triwulan II 2017
mengalami perlambatan yang didorong oleh Konsumsi rumah tangga masih tumbuh cukup
perlambatan di sebagian besar provinsi di Jawa kuat di triwulan II 2017. Pertumbuhan konsumsi
kecuali provinsi Jawa Barat dan DI Yogyakarta. rumah tangga ini tercermin dari Indeks
Perekonomian Jawa melambat sebesar 5,41% Keyakinan Konsumen (IKK) Jawa yang lebih tinggi
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan I 2017 dari triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari
yang tercatat sebesar 5,68% (yoy). Secara spasial, seluruh komponen IKK yaitu indeks penghasilan,
melambatnya pertumbuhan ekonomi Jawa lapangan kerja dan konsumsi barang tahan lama
didorong oleh melambatnya pertumbuhan di yang mengalami peningkatan. Tumbuhnya
sebagian besar provinsi di Jawa, yaitu DKI Jakarta konsumsi pada triwulan II didorong oleh
(5,96%), Jawa Tengah (5,18%), Jawa Timur kenaikan permintaan masyarakat pada bulan
(5,03%) dan Banten (5,52%). Hanya Jawa Barat Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Penyaluran
dan DI Yogyakarta yang mengalami kredit konsumsi untuk kredit kendaraan
pertumbuhan, masing-masing 5,29% dan 5,17%. bermotor dan multiguna selama triwulan II juga
menunjukkan peningkatan.
Tabel III.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Jawa
2015 2016 2017
Provinsi 2014
I II III IV Total I II III IV Total I II
DKI Jakarta 5.91 5.58 5.36 6.13 6.48 5.89 5.74 6.04 6.10 5.51 5.85 6.45 5.96
Jawa Barat 5.09 4.93 4.94 5.03 5.23 5.04 5.20 6.06 5.97 5.45 5.67 5.28 5.29
Banten 5.51 5.52 5.28 5.97 4.84 5.40 5.10 5.17 5.24 5.53 5.26 5.94 5.52
Jawa Tengah 5.27 5.54 5.22 5.02 6.10 5.47 5.08 5.71 5.01 5.33 5.28 5.31 5.18
DI Yogyakarta 5.17 4.21 4.61 5.39 5.56 4.95 5.11 5.44 4.95 4.71 5.05 5.12 5.17
Jawa Timur 5.86 5.21 5.40 5.43 5.71 5.44 5.44 5.64 5.62 5.48 5.55 5.39 5.03
Jawa 5.57 5.30 5.24 5.50 5.81 5.47 5.38 5.82 5.70 5.45 5.59 5.68 5.41

Sumber: BPS (diolah)

Grafik III.2. Perkembangan Kredit Konsumsi, IKK dan IPR

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa


didorong oleh investasi swasta yang melambat.
Secara spasial, perlambatan investasi terjadi
pada seluruh provinsi di Jawa kecuali DKI Jakarta
Sumber: BPS (diolah) dan Jawa Timur. Rendahnya investasi di provinsi
Grafik III.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan DI Yogyakarta disebabkan oleh investasi swasta
(Triwulanan) baik PMA maupun PMDN yang tidak cukup besar
masuk ke DI Yogyakarta. Sedangkan untuk
Perekonomian Jawa yang melambat terutama Banten, perlambatan investasi bersumber dari
dikontribusi oleh turunnya pertumbuhan properti, sebagaimana ditunjukkan dengan
investasi, rendahnya realisasi konsumsi penurunan kredit properti. Hasil Survei Kegiatan
pemerintah serta turunnya ekspor luar negeri. Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan realisasi
Namun, perlambatan yang lebih dalam tertahan investasi sebesar 7,86% (SBT), yang lebih rendah
oleh konsumsi rumah tangga (RT) yang daripada triwulan sebelumnya sebesar 10,51%
meningkat (5,25%). Hal ini menunjukkan bahwa (SBT). Penurunan penjualan semen di Jawa
pertumbuhan ekonomi Jawa disumbang oleh mengindikasikan terjadinya penurunan investasi
pertumbuhan konsumsi RT. Selain itu, turunnya di triwulan II, yang antara lain disebabkan
tertundanya pelaksanaan konstruksi selama hari

34
libur panjang Hari Raya Idul Fitri pada bulan Juni. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Jawa,
Hal ini sejalan dengan penurunan impor barang juga mendorong melambatnya pertumbuhan
modal oleh sektor swasta selama triwulan II. impor barang modal di triwulan II 2017. Impor
barang modal pada triwulan II tumbuh sebesar
2,89% (yoy), lebih rendah dari posisi triwulan
sebelumnya 16,71% (yoy). Selain itu, impor
barang baku dan penolong juga mengalami
perlambatan sebesar 7,30% (yoy). Sementara itu
impor konsumsi tercatat meningkat
dibandingkan periode sebelumnya.

Sumber: Bea Cukai dan Asosiasi Semen (diolah)


Grafik III.3. Perkembangan SKDU, Impor Barang Modal
dan Penjualan Semen

Menurunnya konsumsi pemerintah sejalan


dengan penundaan bantuan sosial dan gaji ke-
13 serta perubahan kebijakan terkait Transfer
Ke Daerah. Secara spasial, penurunan konsumsi
Sumber: Bea Cukai (diolah)
pemerintah terjadi pada seluruh provinsi di Jawa
Grafik III.4. Perkembangan Ekspor dan Impor Luar Negeri
kecuali Banten. Bantuan sosial dalam bentuk
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang Pertumbuhan ekonomi Jawa diperkirakan akan
seharusnya dilakukan dua bulan sekali, dari membaik pada triwulan III 2017. Peningkatan
Maret hingga Juni baru dilakukan satu kali, terutama didorong oleh ekspor seiring dengan
sehingga masih ada bantuan yang belum adanya ekspansi pasar ekspor ke ASEAN
disalurkan. Selain itu penundaan pembayaran termasuk negara yang ada di pesisir Samudra
gaji ke-13 pada bulan Juli, membuat konsumsi Hindia. Selain itu, peningkatan juga diperkirakan
pemerintah di triwulan II terbilang menurun. akan terjadi pada konsumsi pemerintah didorong
Penurunan juga didorong oleh penurunan oleh realisasi pembayaran gaji ke-13 dan
transfer pusat ke daerah (Transfer Ke Daerah - pencairan bantuan sosial di triwulan III 2017. Dari
TKD) karena adanya kebijakan baru TKD dimana sisi Investasi, berlanjutnya pembangunan proyek
TKD akan disalurkan bergantung pada infrastruktur pemerintah serta pembangunan
Penerimaan Dalam Negeri (PDN). beberapa pabrik baru di Jawa turut mendorong
Kinerja ekspor Jawa menunjukkan perlambatan, naiknya investasi pada triwulan III 2017.
terutama kepada mitra dagang utama Jawa. Sementara itu, belanja rumah tangga
Perlambatan ekspor Jawa terjadi hampir pada diperkirakan tumbuh melambat seiring dengan
seluruh komoditas di Jawa kecuali Logam Dasar. berlalunya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul
Perlambatan terbesar terjadi pada komoditas Fitri pada Juni 2017. Hal ini dikonfirmasi oleh
otomotif yang menurun tajam dari 31,22% pada Indeks Ekspektasi Konsumsi (IEK) yang
triwulan I 2017 menjadi -1,32% pada triwulan II mengindikasikan adanya penurunan konsumsi
2017. Perlambatan ekspor secara keseluruhan rumah tangga.
terutama bersumber dari lemahnya permintaan
Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Investasi triwulan III 2017 diperkirakan masih
mengalami akselerasi, ditopang oleh masih

35
berjalannya pembangunan proyek infratruktur sektor pertanian dan jasa keuangan.
pemerintah dan swasta. Berlanjutnya proyek Pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha
pembangunan infrastruktur pemerintah di sektor industri pengolahan dan perdagangan
sejumlah daerah yang telah dimulai dari awal sejalan dengan konsumsi rumah tangga dan
tahun 2017 hingga triwulan III 2017 ini masih konsumsi lembaga non profit yang masih cukup
terus berjalan serta terdapat banyak proyek kuat. Sedangkan, pertumbuhan sekor konstruksi
infrastruktur yang direncanakan selesai pada bersumber dari akselerasi investasi pada triwulan
tahun 2018, menjadikan investasi triwulan III berjalan. Di sisi lain, perlambatan yang cukup
hingga triwulan IV 2017 masih diprakirakan akan tajam terjadi pada sektor pertanian dan jasa
terus meningkat. Sementara itu, investasi multi- keuangan.
year oleh pelaku usaha diperkirakan masih
berlanjut, khususnya pada sektor industri
pengolahan kendaraan bermotor, makanan
minuman dan tekstil di Jawa Barat dan Jawa
Tengah.

Sumber: BPS (diolah)


Grafik III.6. Pertumbuhan Lapangan Usaha Utama

Industri Pengolahan
Sebagai salah satu sektor utama pendorong
pertumbuhan Jawa, kinerja industri pengolahan
Grafik III.5. Perkembangan IEK
pada triwulan II 2017 meningkat dibandingkan
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa di
triwulan sebelumnya. Kinerja industri
triwulan III 2017 juga didorong oleh
pengolahan tumbuh sebesar 4,90% (yoy),
peningkatan ekspor. Kinerja ekspor ke mitra
meningkat dibandingkan triwulan I 2017 yang
dagang utama Jawa diperkirakan tumbuh
tercatat sebesar 4,77% (yoy). Contact liaison
meningkat seiring dengan adanya prospek
industri pengolahan pada triwulan berjalan
meningkatnya permintaan yang tercermin dari
menunjukkan peningkatan penjualan ekspor.
Prompt Manufacturing Index (PMI) Tiongkok,
Sementara SKDU manufaktur menunjukkan
Eropa dan Jepang yang mencatat angka di atas
peningkatan kinerja industri pengolahan
level indikatif 50. Selain itu, rencana ekspansi
dibandingkan triwulan sebelumnya.
pasar ekspor ke ASEAN dan beberapa negara di
pesisir Samudra Hindia turut mendorong Akselerasi kinerja industri pengolahan didorong
peningkatan ekspor. oleh sub lapangan usaha makanan minuman
(mamin) di tengah kecenderungan penurunan
Kinerja Lapangan Usaha penjualan alat angkut dan TPT. Data penjualan
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 mobil (GAIKINDO) dan motor (AISI) menunjukkan
dari sisi lapangan usaha utamanya didorong penurunan penjualan pada triwulan II 2017.
oleh perbaikan kinerja pada industri Permintaan untuk produk TPT juga terpantau
pengolahan, konstruksi, dan stabilnya sektor menurun, terlihat dari nilai ekspor TPT Jawa yang
perdagangan meskipun terdapat tekanan pada menurun khususnya ke Eropa, sejalan dengan

36
persaingan antar negara produsen yang semakin Konstruksi
kuat dan bea masuk ekspor TPT Indonesia yang Percepatan pembangunan sejumlah proyek
relatif tinggi. Sementara itu, permintaan infrastruktur pemerintah dan pabrik-pabrik
domestik yang tinggi selama bulan Ramadhan sektor swasta di Jawa mendorong kinerja
dan Hari Raya Idul Fitri mendorong peningkatan lapangan usaha konstruksi di triwulan II 2017.
produksi mamin. Hal tersebut mampu Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi tercatat
memberikan dampak positif terhadap industri sebesar 5,52% (yoy), lebih tinggi dibanding
pengolahan secara keseluruhan. triwulan I 2017 sebesar 4,64% (yoy). Akselerasi
kinerja lapangan usaha konstruksi ditopang oleh
pembangunan proyek pemerintah maupun
swasta. Beberapa proyek infrastruktur prioritas
pemerintah, khususnya di DKI Jakarta seperti
pembangunan MRT dan LRT yag ditargetkan
selesai tahun 2019, serta proyek strategis lain
seperti New Tanjung Priok, Fly Over Semanggi,
dan pembangunan sejumlah ruas jalan tol turut
memberikan andil terhadap tingginya
Sumber: Liaison Bank Indonesia pertumbuhan lapangan usaha konstruksi di
Grafik III.7. Perkembangan Industri Pengolahan triwulan III 2017. Selain itu, beberapa proyek
infrastruktur lain di Kawasan Jawa seperti PLTU
Batang, pembangunan ruas jalan tol di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, dan pembangunan
bandara baru D.I Yogyakarta juga berpotensi
berkontribusi positif bagi kinerja lapangan usaha
konstruksi.

Sumber: Bea Cukai, AISI dan GAIKINDO (diolah)


Grafik III.8. Perkembangan Industri Pengolahan Sub
Lapangan Usaha Alat Angkut, TPT dan Semen

Membaiknya kinerja industri pengolahan di


triwulan II 2017 diperkirakan akan terus
berlanjut pada triwulan III 2017. Sub lapangan Sumber: Asosiasi Semen (diolah)
usaha yang diperkirakan akan mengalami Grafik III.9. Perkembangan Penjualan Semen dan Indeks
peningkatan antara lain makanan dan minuman Harga Properti Residensial (IHPR)
dan TPT sejalan dengan optimisme daya beli
negara mitra dagang yaitu ASEAN, meskipun Akselerasi konstruksi juga terkonfirmasi dari
industri manufaktur masih dibayangi tren peningkatan Indeks Harga Properti Residensial
penurunan penjualan. Optimisme dunia usaha yang mencerminkan optimisme pada sektor
terhadap peningkatan kinerja industri konstruksi. Di sektor swasta, berdasarkan Survei
pengolahan pada triwulan III juga terlihat dari Harga Properti Residensial (SHPR) yang
peningkatan PMI. diselenggarakan Bank Indonesia, kenaikan harga
rumah didorong oleh kenaikan harga rumah tipe

37
kecil khususnya di DKI Jakarta dan Banten. Dari tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit
sisi konstruksi pemerintah, terdapat peningkatan pertanian pada triwulan laporan.
jumlah proyek pemerintah dibanding triwulan
lalu. Pada triwulan II, terdapat 54 proyek
strategis nasional di Jawa yang sedang
dikerjakan. Namun demikian, peningkatan
kinerja sektor berbanding terbalik dengan
penjualan semen yang rendah. Penjualan semen
yang rendah berkaitan dengan masa libur hari
raya pada akhir Juni 2017.

Kinerja lapangan usaha konstruksi pada


triwulan III 2017 diperkirakan masih dapat Grafik III.10. Perkembangan Kredit Pertanian
tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan II
2017. Optimisme terhadap kinerja lapangan Kinerja pertanian diprakirakan kembali
usaha konstruksi ini didorong oleh masih terus meningkat pada triwulan III 2017 seiring dengan
berlangsungnya pembangunan proyek baik dari masa panen raya komoditas tanaman pangan
sektor Pemerintah maupun swasta. Terdapat 55 (padi) yang diperkirakan terjadi pada
proyek infrastruktur di Jawa yang masih September 2017. Proyek strategis pemerintah
berlangsung pada triwulan ini dengan total nilai terkait perbaikan infrastruktur bendungan dan
aset sebesar Rp399,1 triliun atau 43,01% dari saluran irigasi turut meningkatkan optimisme
seluruh proyek di Jawa. Sementara di sisi swasta kinerja sektor pertanian. Selain itu, hasil SKDU
beberapa pembangunan proyek multi-year juga mengindikasikan ekspektasi kegiatan usaha
terus berlanjut. Hasil SKDU mengindikasikan pertanian yang diperkirakan meningkat pada
ekspektasi positif pelaku usaha konstruksi pada triwulan III 2017.
kinerja triwulan III 2017 (4%) yang relatif lebih
Perdagangan
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (3,6%).
Daya beli masyarakat di Jawa yang masih kuat
Pertanian
serta momen Hari Raya Idul Fitri pada bulan
Masa panen raya yang telah berakhir pada Juni membuat pertumbuhan lapangan usaha
triwulan sebelumnya, menekan kinerja sektor perdagangan tetap stabil pada triwulan II.
pertanian pada triwulan II 2017 cukup dalam. Lapangan usaha perdagangan mencatatkan
Lapangan usaha pertanian tumbuh 0,98% (yoy), pertumbuhan sebesar 5,45% (yoy), relatif stabil
melambat dari triwulan I 2017 yang tumbuh dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh
6,82% (yoy). Panen raya tanaman bahan 5,47% (yoy). Indeks Penjualan Riil (IPR) Jawa
makanan, terutama padi, menjadi penyumbang menunjukkan adanya peningkatan kegiatan
terbesar dalam produksi pertanian dan sudah perdagangan di hampir seluruh provinsi di Jawa,
mulai terjadi pada triwulan I 2017. Di sisi lain, dengan peningkatan IPR terbesar terjadi di DKI
anomali cuaca yang terjadi pada tahun lalu Jakarta. Permintaan kredit konsumsi
menyebabkan masa panen bergeser pada menunjukkan peningkatan dari 10,30% (yoy) di
triwulan II 2016 sehingga perlambatan kinerja triwulan I 2017 menjadi 11,04% (yoy) di triwulan
sektor pertanian pada triwulan II 2017 terkesan II 2017. Namun, penjualan alat angkut
lebih dalam. Cuaca yang relatif lebih stabil pada mengalami penurunan sejalan dengan industri
tahun 2017 daripada tahun sebelumnya, turut otomotif yang tertekan. Peningkatan penjualan
mengakibatkan musim panen awal tahun terjadi lebih bersumber dari sub sektor makanan dan
pada triwulan I 2017. Perlambatan ini juga minuman.

38
Sumber: GAIKINDO dan AISI Sumber: IDX
Grafik III.11. Perkembangan LU Perdagangan dan Grafik III.12. Perkembangan Pasar Keuangan
Indikator Pendukungnya
Kinerja lapangan usaha jasa keuangan
Berlalunya momen bulan Ramadhan dan Hari diperkirakan tumbuh lebih tinggi pada triwulan
Raya Idul Fitri yang sudah terjadi di triwulan II III 2017. Akselerasi lapangan usaha jasa
diperkirakan dapat menekan kinerja keuangan tersebut didorong oleh permintaan
perdagangan pada triwulan III. Melambatnya kredit yang diperkirakan akan lebih tinggi dari
sektor perdagangan ditunjukan oleh indikator triwulan II 2017. Sementara itu, transaksi pasar
survei konsumen Bank Indonesia yaitu IEK yang saham juga diperkirakan akan meningkat yang
menurun. Perkiraan tersebut diperkuat dengan terlihat dari IHSG di bulan Juli yang lebih tinggi
kondisi penjualan ritel offline kelompok dari realisasi triwulan II 2017.
menengah bawah yang menurun dan transaksi
perdagangan antar pulau yang tumbuh Fiskal Daerah
melambat setelah periode HBKN Idul Fitri 2017. Realisasi belanja APBD pada triwulan II 2017
Jasa Keuangan tercatat lebih tinggi bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2016. Realisasi belanja
Pertumbuhan ekonomi Jawa di sektor Jasa daerah (APBD provinsi dan Kab/Kota) pada
Keuangan pada triwulan II mengalami triwulanan laporan sebesar 29,7%, lebih tinggi
penurunan dibandingkan dengan triwulan yang daripada tahun sebelumnya sebesar 22,0%. Hal
lalu. Pertumbuhan lapangan usaha jasa tersebut didorong oleh realisasi belanja untuk
keuangan pada triwulan II 2017 tumbuh 5,91% gaji pegawai dan THR. Secara spasial, Jawa Timur
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan I 2017 dan 38 kabupaten/kota di wilayahnya memiliki
yang tumbuh 6,82% (yoy). Penurunan lapangan persentase realisasi tertinggi sebesar 33,6%.
usaha jasa keuangan sejalan dengan Secara nominal realisasi tertinggi juga terjadi di
perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit wilayah Jawa Timur dengan total realisasi
yang tercatat 8,23% (yoy) lebih rendah sebesar Rp36,1 Triliun.
dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 9,72%
(yoy). Meskipun penyalurannya menurun, namun Peningkatan realisasi belanja APBD pada triwulan
kualitas kredit masih terjaga dengan NPL 2,83% II 2017, terjadi baik di tingkat provinsi maupun
lebih rendah daripada triwulan sebelumnya kabupaten/kota kecuali di Provinsi Banten.
2,96%. Sementara itu, Indeks Harga Saham Realisasi belanja daerah di tingkat provinsi
Gabungan (IHSG) tercatat mengalami tercatat sebesar 32,2%, lebih tinggi dari tahun
peningkatan di triwulan II 2017. Hal tersebut sebelumnya sebesar 25,2%. Penurunan realisasi
mengindikasikan transaksi keuangan yang lebih belanja daerah di tingkat provinsi hanya terjadi di
tinggi di pasar saham pada triwulan II 2017. Banten yang tahun sebelumnya sebesar 34,3%
menjadi 27,7%. Penurunan tersebut didorong

39
realisasi belanja modal yang masih terbatas. porsi dana Pemda tersebut disebabkan oleh
Sementara itu, realisasi belanja di tingkat adanya penarikan anggaran yang cukup besar
kabupaten/kota sebesar 27,5% meningkat pada triwulan II 2017 untuk keperluan belanja
dibandingkan dengan realisasi tahun 2016 Pemda untuk gaji dan tunjangan hari raya (THR)
sebesar 20,3%. pegawai.
Tabel III.2. Realisasi Belanja Daerah Perkembangan Inflasi
Tahun 2016 Tahun 2017
Provinsi Anggaran Realisasi Realisasi Anggaran Realisasi Realisasi
(Rp Triliun) (Rp Triliun) (%) (Rp Triliun) (Rp Triliun) (%) Tekanan inflasi pada triwulan II 2017 relatif
DKI Jakarta 60 11 19% 64 16 25%
terjaga ditengah meningkatnya permintaan
Jawa Barat 111 26 24% 117 35 31%
Banten 32 8 24% 33 4 13% selama bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul
Jawa Tengah 90 16 18% 94 26 29%
D.I. Yogyakarta 14 4 26% 15 4,8 32% Fitri. Tingkat inflasi Jawa tercatat sebesar 4,30%
Jawa Timur 103 25 24% 115 36 34%
(yoy), lebih tinggi dari realisasi triwulan I 2017
Jawa 411 90 22% 437 119 30%
Sumber: Biro Ekonomi dan TEPRA (diolah) sebesar 3,47% (yoy), namun masih lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar
Realisasi belanja modal pada awal tahun 2017 4,37% (yoy). Realisasi inflasi Jawa tersebut masih
masih terbatas. Anggaran belanja modal provinsi berada dalam rentang sasaran inflasi tahun 2017
di Jawa pada triwulan II 2017 baru terealisasikan sebesar 4% ± 1%. Berdasarkan disagregasinya,
sebesar 11,11% dari anggaran sebesar Rp27,18 laju inflasi tahunan kelompok administered prices
triliun, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan dan kelompok inti mengalami peningkatan,
belanja modal pada triwulan II 2016 yang sementara inflasi dari volatile food terpantau
terealisasi sebesar 11,45%. Secara spasial, lebih rendah dan dapat menahan laju inflasi.
realisasi belanja modal tertinggi terjadi di
Provinsi Jawa Barat sebesar 18,91%, sementara
yang terendah di Provinsi Banten sebesar 9,4%.
Akselerasi penyerapan anggaran belanja modal
diperkirakan terjadi pada triwulan III hingga
triwulan IV 2017.

Sumber: BPS (diolah)


Grafik III.14. Disagregasi Kelompok Inflasi

Tekanan inflasi terbesar pada triwulan II 2017


berasal dari komoditas kelompok administered
prices. Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan
kenaikan bahan bakar non subsidi menjadi
Grafik III.13. Porsi Dana Pemda di BPD
pendorong inflasi pada triwulan II 2017. Selain
Porsi dana Pemda di BPD mengalami itu, adanya tradisi mudik pada saat perayaan
penurunan dibandingkan di triwulan I 2017 HBKN Idul Fitri juga mendorong kenaikan tarif
maupun triwulan II 2016. Dana Pemda di BPD angkutan udara sehingga mendorong inflasi Juni
pada triwulan II 2017 memiliki porsi sebesar 2017. Sementara itu, tekanan dari kelompok
50,27% (setara Rp108,58 triliun) atau lebih volatile food juga relatif besar terutama kenaikan
rendah dari triwulan I 2017 yang memiliki porsi bawang putih dan cabai rawit. Sedangkan
51,32% (senilai Rp106,85 triliun). Penurunan

40
tekanan dari kelompok inti bersumber dari dorong oleh penyesuaian tarif pulsa ponsel
kenaikan tarif pulsa ponsel dan sewa rumah. sebagai upaya operator jasa telekomunikasi
untuk menutup biaya investasi pasca penurunan
Inflasi volatile food yang lebih terjaga di momen
tarif interkoneksi.
puncak Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri,
mampu meredam peningkatan inflasi Jawa yang Tabel III.3. Komoditas Penyumbang Inflasi
lebih tinggi. Ketersediaan pasokan telur ayam ras Komoditas Bobot yoy Andil yoy
Volatile Food
yang melebihi permintaannya mengakibatkan
Bawang Putih 0.39 23.49 0.08
harga telur ayam ras mengalami deflasi
Cabai Rawit 0.18 64.08 0.07
sepanjang Juni 2017. Selain itu, harga bawang Daging Ayam Ras 1.27 4.19 0.05
putih mengalami penurunan seiring dengan Administered Prices
terdistribusinya pasokan bawang putih impor Tarif Listrik 4.09 29.52 0.97
serta operasi pasar murah komoditas bawang Biaya Perpanjangan STNK 0.29 106.72 0.16
putih oleh Bulog. Musim panen cabai merah Rokok Kretek Filter 1.76 7.47 0.13
Core Inflation
mulai akhir triwulan II 2017 turut mendorong
Sewa Rumah 3.88 3.49 0.14
peningkatan pasokan cabai merah sehingga Tarif Pulsa Ponsel 1.08 12.92 0.13
mampu menahan laju inflasi cabai merah. Disisi Kontrak Rumah 4.09 2.15 0.09
lain, tingginya permintaan daging ayam ras di Sumber: BPS (diolah)
momen puncak mendorong kenaikan harga
daging ayam ras. Secara spasial, laju inflasi tahunan seluruh
provinsi mengalami peningkatan namun masih
Kenaikan TTL menjadi penyumbang inflasi
berada di rentang sasaran inflasi tahun 2017.
terbesar pada triwulan II 2017. Kenaikan TTL,
Tingkat inflasi tertinggi pada triwulan II 2017
khususnya untuk penyesuaian tarif untuk
tercatat di Provinsi Jawa Timur sebesar 4,66%
golongan rumah tangga 900VA. Kenaikan
(yoy), sementara yang terendah di DKI Jakarta
tersebut dilakukan secara bertahap setiap 2
sebesar 3,94% (yoy). Capaian inflasi DKI Jakarta
bulan, mulai Januari hingga Juni 2017. Selain itu
yang relatif rendah terutama bersumber dari
adanya kenaikan bahan bakar minyak non subsidi
terjaganya inflasi bahan pangan.
pada bulan April – Mei juga mendorong kenaikan
inflasi. Tekanan dari kelompok administered Tabel III.4. Perkembangan Inflasi Spasial
2016 2017
prices juga terjadi karena kenaikan harga rokok Provinsi 2014 2015
I II III III I II
secara bertahap sepanjang tahun 2017, seiring DKI Jakarta 8.95 3.30 3.62 3.08 2.40 2.73 3.43 3.94
diimplementasikannya PMK No. 147 / PMK.010 / Jawa Barat 7.60 2.74 3.78 3.22 2.54 2.96 3.37 4.31
Banten 10.20 4.29 5.70 3.78 3.01 2.90 3.45 4.60
2016 terkait cukai rokok 2017.
Jawa Tengah 8.21 2.73 4.21 2.96 2.71 2.53 3.30 4.61
DI Yogyakarta 6.59 3.09 3.69 2.94 2.68 2.87 3.40 4.29
Sumbangan inflasi kelompok inti pada triwulan
Jawa Timur 7.77 3.08 3.71 2.93 2.69 3.03 3.84 4.66
II 2017 terutama didorong oleh penyesuaian Jawa 8.35 3.12 3.93 3.14 2.58 2.59 3.47 4.30
tarif pulsa ponsel dan kenaikan biaya sewa dan Sumber: BPS (diolah)
kontrak rumah. Komoditas kelompok inti yang
memberikan sumbangan inflasi terbesar adalah Tekanan inflasi pada triwulan III 2017
penyesuaian tarif sewa rumah dan kontrak diperkirakan akan lebih rendah dari inflasi
rumah yang masih dilakukan oleh oleh pemilik triwulan II, disebabkan karena permintaan yang
rumah di triwulan laporan. Kenaikan sewa rumah kembali normal pasca Ramadhan dan Hari Raya
dan kontrak rumah yang secara rutin terjadi di Idul Fitri serta berakhirnya dampak kenaikan
awal dan pertengahan tahun, didipicu antara lain TTL. Tekanan kelompok administered prices
oleh rasio kepemilikan rumah tinggal yang diperkirakan akan mereda seiring dengan
rendah. Selain itu peningkatan inflasi inti di berakhirnya dampak kenaikan TTL pada Juni

41
6
2017. Selain itu, kenaikan tarif angkutan Ketahanan dan kinerja korporasi di wilayah
dalam/luar kota dan angkutan udara Jawa masih terjaga terlihat dari seluruh
diperkirakan akan kembali normal pasca indikatornya yang tercatat masih berkinerja
berakhirnya periode arus balik HBKN Idul Fitri baik. Perbaikan kinerja korporasi dapat terlihat
7 8
2017. Tekanan pada volatile food juga dari rasio likuiditas dan solvabilitas yang relatif
9
diperkirakan akan menurun seiring dengan stabil dan rasio rentabilitas dan repayment
10
penurunan permintaan masyarakat terhadap capacity yang meningkat. Kinerja yang baik dari
bahan makanan pasca hari besar keagamaan. seluruh indikator tersebut melanjutkan tren
peningkatan sepanjang tahun 2016 dan menjadi
Tekanan inflasi diperkirakan akan bersumber dari
pertanda sudah mulai pulihnya kinerja korporasi
biaya pendidikan seiring dengan masuknya tahun
pasca tren penurunan yang terjadi sejak 2013.
ajaran baru di berbagai jenjang. Selain itu,
Hasil positif seluruh indikator menunjukkan
masuknya musim tanam bagi sejumlah
masih kuatnya ketahanan korporasi dalam
komoditas serta adanya Hari Raya Idul Adha juga
stabilitas keuangan daerah.
diperkirakan akan mendorong meningkatnya
inflasi volatile food.

Usaha bersama TPID, Satgas Pangan, Bank


Indonesia, dan seluruh pihak terkait dalam
menjalankan strategi pengendalian inflasi
selama bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri
mampu meredam Inflasi. Kegiatan yang
dilaksanakan berupa pemantauan harga melalui
PIHPS, rapat koordinasi, pemantauan atau
“sidak” stok bahan pangan dan bahan bakar,
Sumber: IDX dan Bloomberg
persiapan operasi pasar murah atau pasar
Grafik III.15. Perkembangan ROA dan ROE Korporasi
Ramadhan dan pengendalian ekspektasi inflasi di
masyarakat. Sementara itu, beberapa kegiatan
Rasio rentabilitas korporasi kembali mengalami
khusus telah direncanakan antara lain
akselerasi yang mengindikasikan efisiensi
pertemuan dengan ulama setempat dalam
kinerja korporasi. Kinerja korporasi dalam
rangka sosialisasi pengertian inflasi,
menghasilkan laba tercermin dari indikator
pengoperasian CAS (Controlled Atmosphere
Return on Assets (ROA) yang mengalami
Storage) dan penerbitan surat edaran terkait
peningkatan dari 6,55% menjadi 6,92%. Indikator
Harga Eceran Tertinggi (HET) komoditas pangan.
Return on Equity (ROE) juga meningkat dari
Dari lima pilar roadmap pengendalian inflasi, 12,72% menjadi 13,27%. Peningkatan efisiensi
fokus pengembangan program dan kegiatan kinerja korporasi tercermin dari peningkatan
TPID di Jawa saat ini lebih diarahkan pada pilar rasio profit margin korporasi seiring dengan
2 dan pilar 3, yaitu produksi, distribusi dan
6
konektivitas serta kerjasama dan sinergi antar Korporasi di Jawa diwakili oleh 40 (empat puluh)
daerah. Melalui berbagai program dan kegiatan perusahaan manufaktur terbesar di Jawa dan tercatat dalam
Bursa Efek Indonesia (IDX)
yang disusun, diharapkan mampu meredam 7
Likuiditas adalah kemampuan korporasi dalam memenuhi
tekanan inflasi hingga akhir tahun 2017. kewajiban finansial jangka pendek
8
Solvabilitas adalah kemampuan korporasi dalam memenuhi
Stabilitas Keuangan Daerah seluruh kewajibannya
9
Rentabilitas adalah kemampuan korporasi dalam
Ketahanan Sektor Korporasi menghasilkan laba atau keuntungan
10
Repayment capacity adalah kemampuan korporasi dalam
membayar bunga pinjaman dan juga cicilan pokoknya

42
peningkatan pertumbuhan penjualan di triwulan dan DSR yang lebih rendah tersebut
I 2017. Secara sektoral, rasio ROA dan ROE pada menunjukkan ketahanan korporasi terhadap
seluruh sub lapangan usaha tercatat meningkat, pemenuhan kewajibannya. Sementara itu,
kecuali untuk sub lapangan usaha farmasi dan indikator rasio likuiditas yang tercermin dari
keramik yang sedikit melambat. Sementara, current ratio, juga mengalami peningkatan. Rasio
pertumbuhan penjualan di hampir seluruh sub likuiditas korporasi Jawa tercatat sedikit
lapangan usaha juga meningkat, kecuali untuk meningkat dari 1,52% menjadi 1,57%.
sub lapangan usaha kimia dan tembakau. Peningkatan rasio likuiditas korporasi di Jawa
tersebut sejalan dengan perbaikan kinerja
korporasi sejak tahun 2016.

Sumber: IDX dan Bloomberg


Grafik III.16. Perkembangan DER dan Solvability Ratio
Korporasi Sumber: IDX dan Bloomberg
Grafik III.17. Perkembangan ICR dan Current Ratio
Ketahanan korporasi di triwulan I 2017 juga Korporasi
terlihat dari rasio solvabilitas yang meningkat
dengan tingkat hutang yang lebih rendah. Rasio Tabel III.5. Indikator Kinerja Korporasi
ROA ROE DER
Sektor
solvabilitas korporasi di Jawa tercatat meningkat Tw IV-16 Tw I-17 Tw IV-16 Tw I-17 Tw IV-16 Tw I-17
Automotive & Components 5.64 6.11 10.83 11.78 0.90 0.94
menjadi 2,15%, sedikit lebih tinggi dari triwulan Food & Beverage 7.81 8.13 15.03 15.27 0.81 0.78
Pulp& Paper 2.68 3.18 7.00 8.10 1.51 1.43
IV 2016 sebesar 2,13%. Meningkatnya rasio Tobacco Manufacturers 14.51 14.94 22.65 22.24 0.43 0.42
solvabilitas tidak terlepas dari menurunnya rasio Cement 9.07 7.87 13.01 11.40 0.45 0.48
Metal & Allied Products -3.94 -2.97 -8.54 -6.53 1.20 1.21
Debt to Equity Ratio (DER) ke level 0,87%, di Chemicals 14.46 17.35 27.35 31.46 0.81 0.71
Pharmaceuticals 15.90 15.68 19.34 18.95 0.20 0.19
bawah realisasi triwulan sebelumnya sebesar Textile, Garment 0.85 1.13 5.70 7.65 5.61 5.82
0,89%. Penurunan rasio DER mengindikasikan Ceramics, Glass, Porcelain 2.22 1.12 5.64 2.84 1.54 1.51
Plastics & Packaging 1.57 2.24 3.08 4.34 0.93 0.90
kehati-hatian korporasi dalam mendapatkan Total 6.54 6.89 12.69 13.21 0.89 0.88
hutang baru di tengah mulai membaiknya kinerja Sektor
Solvability ICR Current Ratio
Tw IV-16 Tw I-17 Tw IV-16 Tw I-17 Tw IV-16 Tw I-17
perusahaan. Automotive & Components 2.11 2.06 26.13 25.19 1.27 1.22
Food & Beverage 2.24 2.28 8.57 14.93 1.85 1.92
Kemampuan korporasi dalam memenuhi Pulp& Paper 1.66 1.70 1.74 3.85 1.51 1.56
Tobacco Manufacturers 3.33 3.36 29.07 29.02 2.66 2.74
kewajiban bunga pinjaman mengalami Cement 3.21 3.10 8.65 6.25 1.64 1.51
peningkatan. Rasio Interest Coverage Ratio (ICR) Metal & Allied Products 1.83 1.83 -10.66 5.76 0.86 0.86
Chemicals 2.24 2.41 12.30 19.20 1.67 1.82
pada triwulan I 2017 tercatat sedikit meningkat Pharmaceuticals 6.09 6.25 245.11 192.36 4.49 4.66
Textile, Garment 1.18 1.17 8.68 3.19 0.82 0.93
dari 3,80% menjadi 3,84%. Debt Service Ratio Ceramics, Glass, Porcelain 1.65 1.66 3.43 1.07 1.23 1.27
(DSR) korporasi di Jawa pada triwulan I 2017 juga Plastics & Packaging 2.08 2.11 4.95 5.64 1.08 1.11
Total 2.13 2.13 3.80 3.84 1.52 1.53
menunjukkan penurunan. Penurunan rasio DSR Sumber: IDX dan Bloomberg
mengindikasikan semakin rendahnya kewajiban
korporasi dalam bentuk bunga pinjaman dan Secara sektoral, seluruh sektor korporasi di
pinjaman jangka panjang yang akan jatuh tempo Jawa mengalami peningkatan kinerja, tercermin
pada tahun depan. Rasio ICR yang lebih tinggi dari perbaikan rasio rentabilitas dan ICR. Secara

43
umum seluruh sektor korporasi masih memiliki
rasio solvabilitas di atas satu, dengan rasio
solvabilitas terendah pada sektor TPT sebesar
1,17. Rasio DER pada sebagian besar sektor
menurun, kecuali otomotif, semen, logam dan
TPT yang sedikit meningkat. Secara level, DER
sektor TPT relatif lebih tinggi dibandingkan
sektor lainnya. Dari sisi rentabilitas, ROA dan ROE
pada sektor logam dan sejenisnya masih
mencatatkan angka negatif meski relatif lebih Grafik III.18. Perkembangan Kredit Perbankan
baik dari triwulan sebelumnya. Rasio solvabilitas
dari sektor logam dan sejenisnya masih berada di Meskipun melambat, kualitas kredit korporasi
atas satu kali, menunjukkan masih kuatnya terpantau membaik. Rasio NPL kredit korporasi
ketahanan koproasi sektor logam dan sejenisnya. menurun menjadi 3,12%, lebih rendah daripada
3,27% pada triwulan sebelumnya. Hal tersebut
Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi menunjukkan kemampuan bayar dan ketahanan
Penyaluran kredit pada triwulan II 2017 tumbuh sektor korporasi pada triwulan II 2017 cukup
melambat menjadi 8,23% (yoy) dibandingkan terjaga. Meskipun demikian, rasio NPL kredit
triwulan sebelumnya 9,72% (yoy). Penyaluran korporasi tersebut masih lebih tinggi
kredit di Jawa lebih tinggi dibandingkan dibandingkan NPL kredit secara keseluruhan
pertumbuhan penyaluran kredit nasional (7,77%; (2,83%) sehingga tetap perlu mendapat
yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan perhatian.
perlambatan pertumbuhan ekonomi triwulan
laporan. Penurunan rata-rata suku bunga dari
10,60% menjadi 10,49% belum mampu
mendorong pertumbuhan kredit. Perlambatan
terjadi pada kredit modal kerja dan kredit
investasi, terutama pada sektor korporasi. Kredit
korporasi pada triwulan laporan tumbuh 7,50%,
lebih rendah daripada triwulan sebelumnya
10,34%. Sebaliknya, permintaan kredit
perseorangan mengalami akselerasi menjadi
Grafik III.19. Penyaluran Kredit Sektoral Korporasi
8,86% dari 8,67% pada triwulan sebelumnya. Hal
itu terutama bersumber dari peningkatan
konsumsi rumah tangga pada Ramadhan, Hari
Raya Idul Fitri, dan liburan tengah tahun.

Kualitas kredit masih terjaga meskipun terjadi


perlambatan kredit, sebagaimana tercermin dari
penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) dari
2,96% menjadi 2,83%. Di samping itu, fungsi
intermediasi perbankan terpantau membaik
tercermin dari peningkatan Loan to Deposit Ratio
(LDR) dari 79,50% menjadi 80,40%. Grafik III.20. Rasio NPL Kredit Sektoral Korporasi

Berdasarkan penggunaan, risiko kredit


konsumsi dan investasi relatif tetap

44
dibandingkan triwulan sebelumnya dengan (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 10,52% (yoy)
rasio NPL masing-masing 1,68% dan 3,26%, pada triwulan II 2017.
sementara risiko kredit modal kerja terpantau
Kredit Perseorangan di Perbankan
turun dari NPL sebesar 3,44% menjadi 3,18%.
Secara sektoral, risiko kredit pada sektor Ditengah perlambatan kredit secara umum,
perdagangan besar dan eceran perlu mendapat kredit rumah tangga mampu tumbuh meningkat
perhatian karena relatif tinggi dibandingkan didorong oleh peningkatan Kredit Kendaraan
sektor lainnya dan mendekati batas indikatif Bermotor (KKB) dan Kredit Multiguna.
aman 5%. Penyaluran kredit rumah tangga tumbuh dari
10,30% (yoy) menjadi 11,04% (yoy) pada triwulan
Ketahanan Sektor Rumah Tangga
II 2017. Peningkatan penyaluran kredit rumah
Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan tangga terutama disumbang pertumbuhan KKB
yang meningkat dari 1,26% (yoy) menjadi 6,87%
(yoy).

Peningkatan KKB sejalan dengan tren


meningkatnya penggunaan taksi online selama
3 tahun terakhir. Peningkatan terjadi pada
kendaraan roda empat (mobil) yang tumbuh
meningkat dari 7,01% (yoy) menjadi 8,86%
(yoy). Di sisi lain, kredit kendaraan roda dua
(sepeda bermotor) mengalami kontraksi dan
Grafik III.21. Pertumbuhan DPK Perseorangan terus berada dalam tren menurun seiring dengan
melemahnya permintaan terhadap jenis
Dana Pihak Ketiga (DPK) dari golongan kendaraan tersebut. Pertumbuhan kredit sepeda
perseorangan tercatat mengalami perlambatan, bermotor melambat dari minus 7,08% (yoy)
terutama bersumber dari perlambatan menjadi minus 7,51% (yoy) pada triwulan
tabungan dan deposito. Secara keseluruhan, laporan. Penyaluran Kredit Multiguna juga
DPK perseorangan terus berada dalam tren tumbuh meningkat menjadi 13,58% (yoy) pada
melambat sejak akhir tahun 2016. Untuk triwlan triwulan II 2017 lebih tinggi dibandingkan
II 2017 tercatat lebih rendah dari triwulan periode sebelumnya 13,40%.
sebelumnya , yaitu dari 9,05% (yoy) pada
triwulan I 2017 menjadi 6,93% (yoy) di triwulan II
2017. Sementara itu, tabungan yang pangsanya
mencapai 49,41% dari total DPK, tercatat
melambat dari 12,07% (yoy) menjadi 7,70%
(yoy). Perlambatan tersebut ditengarai seiring
dengan peningkatan kebutuhan likuiditas
bertepatan dengan momentum HBKN Idul Fitri
2017. Sementara itu, perlambatan juga terjadi
pada deposito yang tumbuh lebih rendah dari
Grafik III.22. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
6,60% (yoy) menjadi 5,66% (yoy). Di sisi lain, giro
kembali mengalami peningkatan setelah
Sementara itu, pertumbuhan Kredit Pemilikan
melambat cukup dalam pada periode
Rumah (KPR) relatif stabil yaitu sebesar 8,88%
sebelumnya. Giro tumbuh meningkat dari 3,54%
pada triwulan laporan. Penyaluran KPR tersebut
sejalan dengan Indeks Harga Properti Residensial

45
(IHPR) yang relatif stabil. Perlambatan triwulan laporan. Di sisi lain, rasio NPL KPR
permintaan KPR terjadi pada rumah tipe 22 s.d tercatat stabil yaitu sebesar 2,43% yang
70 dan tipe >70. Perlambatan tersebut didorong didukung oleh kualitas kredit rumah tipe <21 dan
oleh makin tingginya harga perumahan >70 yang relatif membaik.
dikarenakan suplai perumahan yang relatif
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan
terbatas sejalan dengan keterbatasan lahan.
Sementara itu, penyaluran KPR untuk tipe <21
Uang Rupiah
masih terkontraksi, melanjutkan pertumbuhan Sistem Pembayaran Non Tunai
negatif yang terjadi dalam satu tahun terakhir, Sejalan dengan pola historisnya, transaksi
meskipun cenderung membaik. kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) mengalami perlambatan dari
sisi volume transaksi di triwulan II 2017. Volume
transaksi SKNBI tercatat mencapai 26,14 juta
transaksi atau terkontraksi sebesar 2,65% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang masih mencatatkan pertumbuhan sebesar
7,19% (yoy). Perlambatan volume transaksi
kliring ini sejalan perlambatan ekonomi Jawa
yang terjadi pada triwulan II 2017. Adanya libur
Grafik III.23. Perkembangan KPR panjang saat Hari Raya Idul Fitri menyebabkan
transaksi pembayaran terkait realisasi belanja
Pemerintah Daerah pada triwulan II 2017 relatif
tertahan, sehingga menyebabkan perlambatan
pada perkembangan transaksi kliring.

Grafik III.24. Rasio NPL Kredit Rumah Tangga

Kerentanan sektor rumah tangga masih terjaga,


tercermin dari rasio NPL kredit rumah tangga
yang berada dalam level aman dan relatif stabil. Grafik III.25. Volume Transaksi SKNBI
Kualitas kredit pada triwulan II 2017 masih cukup
Pemberlakuan ketentuan terkait caping
baik yaitu sebesar 1,69%, naik sedikit dibanding 11
transaksi kliring melalui SKNBI berdampak
realisasi pada triwulan sebelumnya sebesar
kepada melambatnya pertumbuhan nominal
1,63%. Peningkatan risiko kredit terjadi pada KKB
transaksi. Transaksi SKNBI di Jawa secara total
dan multiguna, sementara rasio NPL KPR relatif
mencapai Rp628,73 triliun, atau terkontraksi
stabil. Peningkatan NPL KKB terutama bersumber
sebesar 34,55% (yoy). Kontraksi tersebut lebih
dari KKB roda empat seiring dengan peningkatan
dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan
penyaluran kredit jenis kendaraan tersebut.
Sementara kredit multiguna tercatat naik dari 11
Ketentuan Caping transaksi SKNBI adalah pemberlakuan
1,17% pada triwulan I 2017 menjadi 1,25% pada ketentuan transaksi kliring menjadi maksimum 100 juta
rupiah sejak 1 Juli 2016

46
sebelumnya sebesar 23,06% (yoy). Pada triwulan transfer dana nasional karena terdapat beberapa
IV 2015, sempat diberlakukan caping yang lebih provinsi yang menjadi daerah basis TKI terbesar
besar yaitu sebesar Rp500 juta yang di Indonesia antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah,
menyebabkan terjadinya base year effect pada dan Jawa Timur.
rendahnya angka pertumbuhan triwulan II 2017.
Pengelolaan Uang Rupiah
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang
mengalami peningkatan seiring dengan
berlangsungnya momen Hari Raya Idul Fitri dan
long weekend mampu mendorong net-outflow
di Jawa pada triwulan II 2017. Net-outflow Jawa
sebesar Rp94,47 triliun ini sesuai dengan pola
historis menjelang Hari Raya Idul Fitri untuk
pemenuhan peningkatan kebutuhan uang tunai
masyarakat. Net-outflow tersebut lebih tinggi
Grafik III.26. Nominal Transaksi SKNBI dibandingkan net-outflow pada periode yang
sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp76,64
Transaksi RTGS (Real Time Gross Settlement)
triliun. Peningkatan Net-outflow pada triwulan II
baik secara nominal maupun volume tercatat
2017 terkait dengan Hari Raya Idul Fitri yang
melambat di triwulan II 2017 bila triwulan
berlangsung di akhir bulan Juni 2017, sehingga
sebelumnya. Total nominal transaksi RTGS
kebutuhan uang tunai masyarakat mencapai
mencapai Rp3.445,80 triliun, atau tumbuh
puncaknya pada periode tersebut.
19,86% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 25,41% (yoy). Perlambatan
nominal transaksi RTGS seiring dengan
perlambatan volume transaksi RTGS. Volume
transaksi RTGS pada triwulan II 2017 mencapai
853.162 transaksi. Secara spasial, perlambatan
transaksi RTGS disumbang oleh Provinsi DKI
Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat.

Transaksi transfer dana non bank dari dan ke


Grafik III.27. Perkembangan Inflow dan Outflow
wilayah Jawa mengalami penurunan terutama
pada transfer dana masuk dari luar negeri. Penguatan koordinasi dengan instansi yang
Untuk transaksi internasional dan domestik, berwenang serta peningkatan upaya edukasi
dana yang incoming ke wilayah Jawa lebih CIKUR (Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah),
banyak dibandingkan dana yang keluar, sehingga berdampak kepada menurunnya temuan uang
pada triwulan II 2017 tercatat adanya net yang diragukan keasliannya. Sampai dengan
transfer masuk sebesar Rp11,60 triliun, lebih triwulan II 2017 jumlah uang diragukan
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya keasliannya yang dilaporkan kepada Bank
sebesar Rp11,64 triliun. Transfer dana incoming Indonesia mencapai 21.424 lembar, lebih rendah
internasional Indonesia sebagian besar berasal daripada triwulan sebelumnya yang mencapai
dari negara Malaysia, Arab Saudi dan Hongkong 26.451 lembar. Penemuan terbesar masih
yang merupakan negara-negara penempatan berasal dari Jakarta disusul Jawa Barat dan Jawa
Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pangsa transfer Timur yang merupakan daerah-daerah pusat
dana incoming Jawa yang relatif besar terhadap

47
transaksi bisnis di Indonesia. Makin sedikitnya tunai layak edar menjelang Hari Raya Idul Fitri.
temuan uang diragukan keasliannya merupakan Agar masyarakat mendapatkan uang yang
hasil koordinasi yang semakin kuat antara Bank berkualitas, peningkatan layanan perkasan
Indonesia dengan pihak berwajib dalam kepada masyarakat oleh Bank Indonesia juga
melakukan upaya-upaya preventif terhadap ditingkatkan melalui penambahan jaringan kas
tindak pemalsuan uang serta edukasi yang titipan di wilayah Jawa, yaitu di Subang, Cilacap,
dilakukan Bank Indonesia kepada masyarakat Kebumen, Pekalongan, Kudus, Bojonegoro,
terkait ciri-ciri keaslian uang rupiah. Sementara Madiun, dan akan dibuka kas titipan di
itu, sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk Ponorogo. Nominal uang tunai yang dikelola oleh
menjaga kualitas uang beredar, rasio kas titipan pada triwulan II 2017 mencapai Rp8,9
pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan
terhadap inflow tercatat mengalami peningkatan sebelumnya yang sebesar Rp4,6 triliun. Selain itu,
pada triwulan II 2017. fungsi Pengelolaan Uang Rupiah di KPw BI
Provinsi Banten juga telah efektif beroperasi
sejak tanggal 9 Juni 2017.

Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing


Bukan Bank (KUPVA BB)
Penegasan BI terkait kewajiban KUPVA BB
Berizin telah mendorong peningkatan jumlah
KUPVA BB Berizin di Jawa pada triwulan II 2017.
Jumlah KUPVA BB Berizin meningkat menjadi 658
dari 601 pada triwulan sebelumnya. Peningkatan
*hingga Mei 2017 tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Timur yang
Grafik III.28. Perkembangan Temuan Uang Palsu saat ini memiliki 93 KUPVA BB Berizin. Namun
demikian, transaksi KUPVA BB Berizin di Jawa
baik transaksi jual maupun beli mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Total nominal transaksi jual tercatat sebesar
Rp32,7 triliun, lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp35,1 triliun.
Sementara itu, transaksi beli juga menurun dari
Rp34,7 triliun menjadi Rp32,5 triliun. Penurunan
tersebut terutama terjadi di Provinsi DKI Jakarta
dan DI Yogyakarta.
Grafik III.29. Perkembangan Pemusnahan UTLE

Ketersediaan uang layak edar semakin


ditingkatkan di seluruh pelosok Jawa melalui
kegiatan kas keliling oleh Bank Indonesia yang
menjangkau hingga ke seluruh pelosok negeri.
Pelayanan kas keliling oleh KPw BI di Wilayah
Jawa pada triwulan II 2017 mencapai Rp586
miliar, meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya sebesar Rp226 miliar.
Peningkatan layanan kas keliling tersebut juga Grafik III.30. Perkembangan Transaksi KUPVA BB Berizin
seiring dengan pemenuhan kebutuhan uang

48
Prospek Perekonomian investasi, konsumsi pemerintah dan ekspor.
Beberapa faktor yang mendukung peningkatan
Prospek Pertumbuhan Ekonomi
pertumbuhan ekonomi Jawa antara lain
Pertumbuhan ekonomi Jawa pada triwulan IV optimisme perbaikan ekonomi global, khususnya
2017 diprakirakan meningkat, terutama mitra dagang utama Jawa, multiplier effect dari
dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi RT, pembangunan proyek-proyek infrastruktur
investasi dan permintaan ekspor. Setelah pemerintah serta bauran kebijakan dari otoritas
melambatnya konsumsi RT di triwulan III karena moneter dan otoritas fiskal.
efek peningkatan permintaan di triwulan II,
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga
pertumbuhan konsumsi rumah tangga
diperkirakan mengalami pertumbuhan pada
diperkirakan kembali meningkat. Peningkatan
tahun 2017. Optimisme keyakinan konsumen di
pertumbuhan konsumsi rumah tangga
Jawa yang masih relatif tinggi hingga
diperkirakan dapat menjadi faktor utama
pertengahan 2017, mengindikasikan daya beli
meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi Jawa
masyarakat yang masih terjaga dan diperkirakan
secara keseluruhan 2017. Selain itu,
akan meningkat hingga akhir tahun 2017. Masih
pertumbuhan ekonomi Jawa juga didorong oleh
terjaganya konsumsi rumah tangga tercermin
rencana perluasan ekspor ke ASEAN termasuk
dari penyaluran kredit konsumsi maupun kredit
negara yang ada di pesisir Samudra Hindia, serta
secara umum yang mulai menunjukkan tren
peningkatan investasi yang bersumber dari
meningkat di awal tahun 2017. Pertumbuhan
swasta baik sektor industri pengolahan maupun
ekonomi Jawa 2017 diperkirakan juga didorong
sektor konstruksi.
oleh realisasi investasi di tahun 2017 yang
Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan membaik. Perbaikan iklim investasi dan
ekonomi Jawa pada triwulan IV 2017 dipengaruhi meningkatnya peringkat investasi Indonesia oleh
oleh membaiknya kinerja lapangan usaha sejumlah lembaga rating, mendorong masuknya
industri pengolahan, perdagangan dan lebih banyak PMA ke Indonesia. Peningkatan
konstruksi. Ekspansi pasar ekspor diperkirakan realisasi investasi sudah mulai terjadi sejak
mampu mendorong kinerja industri pengolahan triwulan I 2017. Data PMDN dan PMA wilayah
dan perdagangan. Membaiknya perekonomian Jawa tahun 2017 tercatat lebih tinggi dari tahun
negara mitra dagang khususnya AS juga turut sebelumnya. Selain itu, optimisme sektor swasta
meningkatkan kinerja industri pengolahan. Dari terhadap kondisi Indonesia pasca PILKADA
sektor konstruksi, peningkatan terjadi baik dari serentak di awal tahun, mampu mendorong
sisi pemerintah maupun swasta, seiring masih realisasi investasi yang sudah terlihat pada
banyak proyek infrastruktur di Jawa yang tengah semester I 2017.
berjalan hingga akhir tahun 2017. Sebaliknya,
Perbaikan ekonomi global, terutama mitra
sektor pertanian diperkirakan melambat sejalan
dagang utama Jawa, diperkirakan mampu
dengan berlalunya masa panen khususnya
mendorong kinerja ekspor di tahun 2017.
komoditas beras pada triwulan sebelumnya.
Perbaikan prospek ekonomi global terlihat dari
Perekonomian Jawa tahun 2017 diperkirakan ekonomi AS yang terus menguat disertai dengan
mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan membaiknya ekonomi Eropa dan Tiongkok.
tahun 2016. Ekonomi Jawa diperkirakan tumbuh Menguatnya perekonomian di tiga negara tujuan
dalam rentang 5,3% - 5,8% (yoy) dan berpotensi utama ekspor Jawa, berpotensi untuk
tumbuh sedikit lebih tinggi dari realisasi tahun meningkatkan permintaan akan produk industri
2016 sebesar 5,59% (yoy). Akselerasi pengolahan. Selain itu, berdasarkan hasil survei
pertumbuhan ekonomi Jawa tersebut didorong dan liaison Bank Indonesia, para pelaku usaha
oleh membaiknya komponen PDRB, terutama optimis terhadap perbaikan penjualan selama

49
setahun kedepan. Permintaan ekspor Jawa yang pemurnian (smelter) yang akan beroperasi tahun
meningkat, diperkirakan akan berdampak pada 2017.
peningkatan impor, terutama impor bahan baku
Perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa yang
dan barang modal. Hal ini sejalan dengan
membaik masih dibayangi oleh beberapa risiko
prakiraan realisasi investasi Jawa yang meningkat
internal dan eksternal. Dari sisi eksternal, arah
untuk keseluruhan tahun 2017. Namun, terdapat
kebijakan proteksi perdagangan AS dan potensi
risiko yang perlu dihadapi terkait persaingan
pelemahan nilai rupiah yang disebabkan capital
dengan negara produsen lainnya dan tarif bea
outflow sebagai dampak kenaikan Federal Fund
masuk produk ekspor Indonesia yang relatif lebih
Rate akhir tahun masih berpotensi memberikan
tinggi yang dapat menekan daya saing Indonesia
risiko tekanan terhadap nilai tukar dan arus
di pasar global.
modal. Sementara dari sisi domestik, tekanan
Dari sisi penawaran, akselerasi ekonomi Jawa inflasi akibat penyesuaian beberapa komoditas
Tahun 2017 ditopang oleh hampir seluruh administered prices sejalan dengan reformasi
lapangan usaha utama, kecuali sektor pertanian kebijakan energi berisiko terhadap daya beli
yang masih tumbuh terbatas. Peningkatan masyarakat yang masih belum kuat. Selain itu, di
ekonomi Jawa, terutama didorong oleh sisi fiskal, risiko shortfall pajak masih cukup
akselerasi pertumbuhan lapangan usaha industri tinggi, yang dapat berdampak pada besaran dana
pengolahan dan perdagangan. Prospek ekonomi transfer pusat ke daerah di tahun 2017.
Indonesia yang membaik di tahun 2017
Laju inflasi triwulan III 2017 yang relatif lebih
mendorong pelaku usaha untuk merealisasikan
rendah daripada triwulan II 2017 diperkirakan
investasi yang bertujuan untuk peningkatan
cenderung meningkat pada triwulan IV 2017.
kapasitas produksi. Selain investasi swasta,
Tekanan inflasi masih perlu diwaspadai terutama
investasi pemerintah juga diharapkan cukup
terkait dengan penyesuaian beberapa
tinggi sejalan dengan target pengerjaan proyek
administered prices. Selain itu, kenaikan tarif
prioritas maupun strategis pemerintah.
angkutan udara sejalan dengan musim liburan
Sementara itu, pertumbuhan lapangan usaha
akhir tahun serta adanya faktor musim kemarau
pertanian cenderung terbatas sebagai dampak
basah yang berisiko pada tanaman hortikultura
risiko La Nina di akhir tahun. Hal ini sejalan
dapat menambah tekanan inflasi. Sementara
dengan perkiraan SKDU sektor pertanian yang
tekanan kelompok inflasi inti diperkirakan akan
turun menjadi 3,77%.
bersumber dari biaya sewa/kontrak rumah
Percepatan pembangunan proyek Pemerintah sebagai dampak penyesuaian tarif sewa yang
maupun swasta diprakirakan menjadi secara pola historis terjadi di pertengahan tahun
pendorong utama kinerja lapangan usaha serta risiko dampak kenaikan listrik yang
konstruksi. Pembangunan proyek pemerintah diperkirakan akan masuk dalam komponen
terutama bersumber dari akselerasi proyek kenaikan biaya sewa/kontrak rumah. Harga emas
infrastruktur antara lain pembangunan jalan yang cenderung mengalami peningkatan juga
Trans Jawa, Bandara di Jawa Barat dan DI diperkirakan akan mendorong inflasi di triwulan
Yogyakarta, pelabuhan New Priok di Jakarta serta IV 2017.
sarana pendukung untuk penyelenggaraan
Laju inflasi tahunan Jawa pada 2017
ASEAN Games di beberapa wilayah di Jawa.
diprakirakan lebih tinggi daripada tahun 2016,
Sementara pembangunan proyek sektor swasta
namun masih berada dalam rentang target
juga turut berkontribusi meningkatkan kinerja
inflasi 4,0%±1,0%. Sumbangan inflasi terbesar
lapangan usaha konstruksi, di antaranya
diprakirakan bersumber dari komoditas
pembangunan 2 pabrik pengolahan dan
administered prices dan kelompok inti.

50
Sementara inflasi dari kelompok volatile food yang signifikan. Terjaganya inflasi volatile food
diprakirakan lebih rendah dibandingkan tahun tidak terlepas dari pasokan beras yang terjaga
2016. Secara spasial, tingkat inflasi untuk seluruh dan produksi komoditas hortikultura yang
provinsi di Jawa diprakirakan juga akan lebih kembali normal setelah mengalami gagal panen
tinggi dari capaian tahun 2016. di akhir tahun 2016. Risiko terbesar dari
kelompok volatile food disumbang oleh potensi
Kenaikan inflasi tahun 2017 didorong oleh
kenaikan harga daging ayam ras, setelah
peningkatan inflasi administered prices,
dikeluarkannya peraturan oleh Kementerian
khususnya penyesuaian TTL dan juga biaya
Pertanian terkait pembatasan Day Old Chick
perpanjangan STNK. Laju inflasi tahunan
(DOC). Untuk menghadapi tekanan inflasi pada
administered prices diprakirakan akan meningkat
2017, semua TPID di wilayah Jawa bersama-sama
dan menjadi penyumbang inflasi terbesar di
dengan Pemerintah Daerah dan instansi terkait
tahun 2017. Komoditas penyumbang inflasi
akan terus berkoordinasi dalam
tertinggi bersumber dari penyesuaian TTL, yang
mengimplementasikan berbagai program dan
disebabkan adanya penyesuaian tarif untuk
kegiatan pengendalian inflasi daerah agar
golongan rumah tangga 900VA. Tekanan inflasi
realisasi inflasi tetap berada dalam sasaran
yang cukup besar turut disumbang oleh adanya
inflasi.
penyesuaian biaya administrasi STNK yang
signifikan pada Januari 2017. Risiko inflasi dari
kelompok administered prices bersumber dari
kenaikan harga rokok secara bertahap, sejalan
diimplementasikannya ketentuan cukai rokok
2017.

Inflasi dari kelompok inti juga diprakirakan


menambah sumbangan inflasi tahunan Jawa
untuk keseluruhan 2017. Salah satu komoditas
yang menjadi risiko penyumbang inflasi terbesar
adalah tarif pulsa ponsel. Kenaikan tersebut
merupakan upaya dari operator telekomunikasi
untuk menutupi biaya investasi pasca penurunan
tarif interkoneksi. Selain itu, sumbangan inflasi
dari kelompok inti juga berasal dari penyesuaian
tarif sewa rumah dan kontrak rumah yang
biasanya secara historis terjadi pada awal dan
pertengahan tahun. Sementara itu, tren
peningkatan harga emas perhiasan diprakirakan
turut menyumbang inflasi pada tahun 2017,
terutama pada triwulan II 2017 selama periode
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Laju inflasi tahunan Jawa tahun 2017


diprakirakan dapat tertahan oleh relatif
terjaganya harga komoditas volatile food.
Tingkat inflasi volatile food pada bulan April 2017
tercatat cukup rendah dan hingga akhir tahun
diperkirakan tidak akan mengalami peningkatan

51
Boks 3
Ringkasan biofarmaka hingga 65% pangsa nasional. Selain
hulu, Industri hilir biofarmaka juga relatif
Biofarmaka adalah salah satu komoditas
terkonsentrasi di kawasan Jawa. Kawasan Jawa
agroindustri unggulan Jawa yang berpotensi
mencatatkan produksi industri biofarmaka baik
untuk dikembangkan lebih lanjut. Saat ini, produk
untuk simplisia (bahan obat tradisional) maupun
biofarmaka sudah dapat memenuhi kebutuhan
produk akhir obat tradisional sebesar 99,99%.
lokal dan pasar ekspor. Biofarmaka memiliki
potensi pengembangan yang masih cukup besar Secara volume, produksi biofarmaka di Indonesia
mengingat permintaan dunia akan tanaman obat telah mampu mencukupi kebutuhan dalam
yang terus meningkat. Terdapat sejumlah negeri dan ekspor. Dengan beragamnya tanaman
tantangan yang dihadapi industri biofarmaka. bahan biofarmaka di Indonesia, maka terbuka
Pertama, belum kokohnya sektor industri hulu. peluang peningkatan kualitas dan kuantitas
Kedua, terdapatnya kebijakan yang berpotensi produksi biofarmaka dari Indonesia agar dapat
menghambat pengembangan industri ini. Ketiga, memenuhi standar industri obat tradisional.
dari sisi pasar, beredarnya obat tradisional ilegal Dengan kualitas yang memenuhi standar
serta produk biofarmaka negara lain dengan internasional, daya saing terhadap negara
tingkat inovasi yang lebih baik. Oleh karena itu, pengekspor tanaman obat lainnya meningkat
pengembangan biofarmaka memerlukan strategi sehingga dapat meningkatkan volume
integrasi hulu-hilir, kategorisasi kebijakan ekspor.Kebutuhan pasar domestik tanaman obat
kawasan industri, peningkatan mutu, pemasaran, per tahun rata-rata mencapai 191,6 ribu ton yang
dan daya saing untuk pasar domestik dan asing. terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebanyak
145,6 ribu ton dan kebutuhan untuk usaha
Pasar Lokal dan Global sebesar 46 ribu ton. Kebutuhan untuk usaha ini
Kawasan Jawa telah menjadi daerah produsen mencakup 130 industri obat tradisional dan 1.036
biofarmaka yang dominan, baik di sisi hulu industri kecil obat tradisional dengan potensi
maupun hilir. Jawa menguasai pangsa produksi pertumbuhan industri hilir dapat mencapai 53%

Sumber: Survei Industri Besar dan Sedang 2014, BPS (2016)


Gambar III.1. Peta Spasial Biofarmaka Hulu-Hilir Kawasan Jawa

52
Sedangkan dari sisi global, kebutuhan dunia akan sektor input dan output yang kuat sehingga dapat
tanaman obat mencapai 1,2 juta ton per tahun dijadikan sebagai sektor kunci.
dengan rata-rata kenaikan permintaan mencapai
6%–7% per tahun atau sekitar 80 ribu ton per
tahun peningkatannya. Permintaan impor
biofarmaka paling banyak berasal dari negara
Jepang, Belanda, Jerman, Saudi Arabia dan USA.

Sumber: Input-Output 2010, BPS (2015)


Gambar III.2. Rantai Nilai Tanaman Biofarmaka

Kelembagaan
Grafik III.31. Ekspor Komoditas Biofarmaka di Jawa Pada sektor hulu, produksi bahan baku sebagian
besar berasal dari para petani di Jawa. Secara
Selain memenuhi kebutuhan domestik, produksi nasional, industri jamu terpusat di Jawa dengan
tanaman obat Indonesia juga dapat diekspor ke jumlah 52 pabrik, sementara hanya 2 pabrik skala
berbagai negara. Pada tahun 2017, ekspor kecil yang berada di luar Jawa (Kalimantan
Indonesia telah mencapai 12,15 juta USD dengan Selatan).
negara tujuan ekspor terbesar adalah India
(33%), Bangladesh (16%), Malaysia (9%), Vietnam
(7%) dan Korea Selatan (6%).

Rantai Nilai
Berdasarkan value chain (rantai nilai) tanaman
biofarmaka yang diambil dari tabel Input –
Output (IO) tahun 2010, 93% input dari tanaman
biofarmaka diperoleh dari domestik, sedangkan
7% sisanya berasal dari impor. Komponen
terbesar yang diperlukan tanaman biofarmaka
sebagai input antara lain adalah ketersediaan
pupuk mencapai 70% dan pestisida 6%. Tanaman
biofarmaka juga menjadi input bagi beberapa
sektor industri lain antara lain menjadi campuran
dalam industri olahan gula, teh olahan, campuran
makanan hewan khususnya unggas serta farmasi.
Dari derajat keterkaitan dengan industri lainnya, Gambar III.3. Rantai Distribusi Industri Biofarmaka
linkage sektoral produk farmasi dan gula memiliki
backward linkage dan forward linkage lebih besar Untuk memperkuat perusahaan biofarmaka di
dari 1 (satu). Hal ini menunjukkan bahwa kedua Indonesia, pada tahun 2011-2014, Bank
sektor tersebut memiliki keterkaitan dengan Indonesia telah melaksanakan pengembangan
klaster biofarmaka organik di Kab. Semarang.

53
Langkah ini merupakan harmonisasi hulu-hilir dan memberikan jaminan, mutu, jumlah, dan
agroindustri biofarmaka. Selain meningkatkan keberlangsungan pasokan bagi industri
kapasitas petani, pola klaster ini mempermudah biofarmaka.
akses bagi pelaku bisnis untuk menyerap hasil

Gambar III.4. Pola Kerjasama Klaster Biofarmaka KPw Bank Indonesia

SDM dan Teknologi ribu orang. Walaupun jumlah pekerja cenderung


stabil selama lima tahun terakhir, namun
Industri biofarmaka di Indonesia yang memiliki produktivitas mereka terus meningkat. Walaupun
daya saing produksi dan labor intensive tinggi demikian, nilai tambah yang diberikan dalam
berada di Provinsi Jateng dan Provinsi DKI menghasilkan output rata-rata masih di bawah
Jakarta. 50%.

Sumber: Survei Industri Besar dan Sedang 2014, BPS Sumber: Survei Industri Besar dan Sedang 2014, BPS
(2016) (2016)
Grafik III.32. Matriks RCPA-LQ Industri Biofarmaka Grafik III.33. Jumlah Tenaga Kerja Industri Biofarmaka

Secara jumlah, pekerja industri biofarmaka paling


banyak berada di Jawa Tengah. Tenaga kerja di
Industri Obat tradisional rata-rata mencapai 11

54
Sumber: Survei Industri Besar & Sedang, BPS (2014) Grafik III.36. Perkembangan Kredit pada Industri Farmasi
Grafik III.34. Produktivitas Tenaga Kerja Biofarmaka dan Jamu

Pembiayaan dan Investasi


Ditinjau dari aspek pembiayaan dan investasi,
baik kredit tanaman obat (hulu) dan kredit
farmasi dan jamu (hilir) memiliki rasio NPL yang
terjaga baik di level < 2%. Meskipun memiliki NPL
yang rendah namun penyaluran kredit pada
sektor ini terhitung masih sangat kecil yaitu
hanya 0,06% dari total kredit yang disalurkan se-
Jawa. Secara nominal, kredit pada sektor Sumber: NSWI-BKPM (2017), diolah
tanaman obat mencapai Rp64 Miliar sementara Grafik III.37. Perkembangan Penanaman Modal Asing
kredit pada sektor farmasi dan jamu tercatat pada Biofarmaka
mencapai Rp8 triliun. Kredit pada sektor tanaman
obat (hulu) masih didominasi oleh perbankan
persero sebesar 97%. Sedangkan kredit pada
sektor farmasi dan jamu kredit didominasi oleh
perbankan swasta sebesar 67%.

Sumber: NSWI-BKPM (2017), diolah


Grafik III.38. Perkembangan Penanaman Modal Dalam
Negeri pada Biofarmaka

Regulasi dan Kebijakan


Grafik III.35. Perkembangan Kredit Tanaman Obat Regulasi pemerintah terkait industri bahan obat
tradisional dan obat tradisional tidak seluruhnya
Selain dari kredit perbankan, pembiayaan pada memiliki dampak positif. Terdapat regulasi yang
sektor biofarmaka juga didukung oleh aliran kurang mendukung industri yaitu regulasi yang
penanaman modal baik oleh asing maupun dalam mengatur lokasi pabrik agar didirikan di kawasan
negeri. industri. Relokasi pabrik akan berimbas pada
peningkatan biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan.

55
Di sisi lain, pemerintah juga telah menerapkan
beberapa peraturan yang mendukung industri
obat tradisional dan jamu antara lain i)
Penerapanan Good Agriculture Practices (GAP)
dan Good Agriculture Collecting Practices (GACP)
terutama di sektor hulu, ii) Pembentukan sistem
informasi jamu (jamu net) serta perlindungan
HKI/Paten produk jamu untuk mengurangi
peredaran produk jamu illegal, iii) Kewajiban
memiliki ijin edar obat tradisional serta iv)
Pengintegrasian aspek industri obat tradisional
dalam kurikulum pendidikan serta pembentukan
data base industri obat tradisional.

Kesimpulan dan Rekomendasi


Tantangan yang dihadapi oleh industri
biofarmaka meliputi sektor hulu yang belum
terindustrialisasi, adanya regulasi untuk
merelokasi pabrik ke kawasan industri, usaha
obat tradisional yang belum berizin, dan
munculnya pesaing dari luar negeri. Untuk
mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan
penerapan industrialisasi sektor hulu, klasifikasi
ulang biofarmaka sebagai sektor industri, serta
beberapa kebijakan dan inovasi pasar di sektor
domestik dan global.

56
Ringkasan hulu, Jawa Timur merupakan sentra perkebunan
Boks 4 tebu terbesat di Jawa, sementara di sisi hilir,
Permintaan gula terus mengalami kenaikan
Banten tercatat sebagai produsen gula rafinasi
terutama untuk memenuhi kebutuhan industri,
dan produk gula seperti sirup dan kembang gula.
sementara produksi pabrik gula domestik hanya
mampu memenuhi 49% kebutuhan tersebut.
Akibatnya, impor gula terus mengalami kenaikan.
Dari sisi produksi, baik sisi hulu maupun hilir
menghadapi sejumlah tantangan. Di sisi hulu,
tantangan berupa produktivitas tebu rakyat
masih relatif rendah dan pabrik gula yang tidak
efisien. Sementara di sisi hilir, tantangan berupa
ragam produk turunan yang masih terkonsentrasi
pada gula. Peluang hilirisasi masih terbuka lebar
untuk pengembangan produk-produk turunan Sumber : Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia
seperti kembang gula dan makan olahan berbasis Grafik III.39. Kebutuhan Gula Nasional
gula serta produk non makanan seperti etanol
dan energi listrik berbasis tebu memanfaatkan Kebutuhan industri gula nasional terus
teknologi pembangkitan bersama (co- mengalami kenaikan terutama untuk gula
generation). industri yang kebutuhannya mencapai 51% dari
total kebutuhan gula nasional. Diperkirakan,
Kondisi Pasar Domestik & Global – kebutuhan gula dalam jangka 15 tahun ke depan
Sebaran produksi dan Konsumsi terus akan naik mencapai 35% terutama berupa
Jawa merupakan daerah produsen utama tebu kebutuhan gula industri. Kecukupan pasokan gula
dengan share 63% nasional serta produsen sangat berkait pada kinerja industri agro
utama gula dan produk gula dengan share kelompok makanan dan minuman.
masing-masing 84% dan 86% dari nasional. Di sisi

Gambar III.5 Sebaran Perkebunan Tebu Dan Pabrik Gula/Olahan Produk Gula

57
Rantai Nilai Tebu dan Gula SDM dan Teknologi
Produk olahan tebu dan gula akan menjadi input Produksi tebu di Jawa masih kurang optimal
bagi industri hilir berbasis gula terutama industri akibat pengelolaan tebu oleh rakyat secara
makanan dan minuman. Dengan nilai tambah dan tradisional. Rendemen tebu di Jawa jauh lebih
multiplier yang lebih besar bagi perekonomian rendah daripada rendemen tebu di Lampung
nasional, sektor hilir gula perlu didorong untuk yang lebih banyak dikelola secara korporasi.
tumbuh lebih tinggi. Walaupun memiliki Selain itu, di sisi hilir pabrik gula di Jawa juga
multiplier yang besar, industri olahan gula di relatif kurang efisien akibat kondisi peralatan
Jawa masih lebih banyak terkonsentrasi di permesinan yang sudah tua dan kompetisi antar
industri hilir awal dalam bentuk gula. pabrik dalam memperoleh pasokan tebu rakyat.
Rata-rata pabrik gula di Jawa hanya menguasai
lahan tebu sebesar 20% dari total lahan produksi
yang dibutuhkan.

Sumber: Input-Output 2010, BPS (2015)


Gambar III.6. Rantai Nilai dan Multiplier Tebu dan Gula

Kelembagaan Korporasi dan UMKM


Di sisi hulu, pekebunan tebu di Lampung dikelola
oleh perusahaan swasta sementara di Jawa
didominasi kepemilikan lahan rakyat yang relatif
jauh lebih kecil. Bantuan teknis berupa peran
mediasi dan penyuluhan petani tebu rakyat juga
dirasakan minim sehingga petani mengusahakan
Sumber : Kementerian Pertanian (2015), anecdotal
perkebunan tebu lebih secara tradisional dan
information, Holding Perkebunan PTPN III.
metode turun temurun. Grafik III.40 Rendemen dan Produktivitas perkebunan
tebu

Untuk produsen gula berbahan tebu lokal,


produktivitas Lampung jauh lebih baik
dibandingkan produsen gula di Jawa. Hal ini
terlihat dari asset turnover dan produktivitas
pekerja yang tinggi berdasarkan data IBS 2014 .
Di Jawa hanya pabrik gula rafinasi yang berkinerja
baik, sementara pabrik gula konvensional kurang
dapat bersaing karena inefisiensi kebun tebu
rakyat, irigasi yang kurang baik, umur pabrik yang
Sumber : Holding Perkebunan PTPN III, liaison Bank
tua, dan kapasitas pabrik yang kecil. Revitalisasi
Indonesia.
Gambar III.7. Hubungan Kelembagaan Gula pabrik gula sangat mendesak dilakukan.

58
Tabel III.6. Perbandingan Kinerja Pabrik Gula di Jawa dan Sejak 2011, meskipun investasi pabrik gula masih
Lampung didominasi di Pulau Jawa, investasi PMA dan
PMDN perkebunan tebu telah mengarah ke luar
Jawa sesuai sasaran pemerintah. Gabungan PMA
dan PMDN ini mencapai Rp27 triliun.

Sumber : Kalkulasi staf BI dari statistik Industri Besar &


Sedang (BPS, 2014)

Pembiayaan dan Investasi


Kinerja pembiayaan ke perkebunan tebu
berangsur semakin membaik dengan NPL yang Sumber : BKPM, 2017
rendah seiring pemulihan ekonomi dengan Grafik III.43. PMA Perkebunan Tebu
pemberi kredit utama berasal dari bank BUMN.
Kredit ke industri gula juga meningkat dengan
keterlibatan bank swasta yang cukup besar.
Secara spasial, kredit ke perkebunan tebu dan
industri tebu mayoritas berlokasi di Jawa Timur.

Sumber : BKPM, 2017


Grafik III.44. PMA Industri Gula

Regulasi dan Kebijakan


Dalam rangka mendorong peningkatan efisiensi
Sumber : LBU (Bank Indonesia, 2017)
Grafik III.41. Penyaluran kredit ke Perkebunan Tebu
pabrik gula, pemerintah memberikan insentif
berupa pengurangan pajak penghasilan melalui
PP No.1 Tahun 2017 dan PP No.36 Tahun 2010
serta bantuan pembelian mesin. Untuk
mempercepat investasi, pemerintah menerbitkan
ketentuan berupa fasilitas jaminan memperoleh
bahan baku melalui Permenperin No.10 Tahun
2017 tanggal 24 Maret 2017 sehingga pabrik gula
baru dapat langsung beroperasi tanpa menunggu
panen tebu.

Tren industri olahan tebu mulai bergeser tidak


Sumber : LBU (Bank Indonesia, 2017)
hanya untuk makan dan minuman tetapi menjadi
Grafik III.42. Penyaluran kredit ke Industri Gula & Produk
Gula bahan bakar untuk menghasilkan energi dan

59
bahkan dapat menjadi bahan baku industri kimia tebu sebesar 70 juta ton per ha (setara dengan
yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Brazil, Brazil) meningkat dari saat ini rata-rata hanya 60
India, dan Thailand sudah mulai melakukan juta ton per ha. Target lainnya adalah mencapai
ekspansi kepada produk ethanol yang memiliki rendemen tebu di Jawa setara dengan Lampung
nilai tambah lebih tinggi daripada gula, yaitu sekitar 8% dan dalam jangka panjang setara
sementara Indonesia masih lebih terkonsentrasi dengan Brazil dengan rendemen pada level 10%-
pada industri olahan tebu terutama gula. 12%. Intensifikasi dilakukan melalui pemilihan
bibit unggul dan perbaikan perawatan kebun
seperti pupuk dan pengairan.

Kedua, revitalisasi pabrik gula BUMN di Jawa baik


dari sisi permesinan maupun dari sisi supply
chain. Perbaikan mesin berpotensi dilakukan
dengan upgrading mesin berkapasitas memadai
di atas 4.000 Ton Cane Per Day (TCD)
Sumber : Kementerian Perindustrian, Sekretariat sebagaimana yang saat ini dilakukan beberapa
Negara RI PTPN dengan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Gambar III.8. Roadmap dan Insentif Industri Gula
Selain peremajaan mesin, penguatan rantai suplai
Nasional
harus dilakukan melalui penambahan
panguasaan lahan oleh pabrik gula untuk
memastikan keberlangsungan pasokan. Di saat
yang sama, pabrik gula dapat membantu
mendorong kapabilitas petani malalui program
pendampingan.

Ketiga, diversifikasi produk olahan tebu dari tidak


hanya berfokus pada gula, namun menjadi
produsen listrik melalui pembangkitan bersama
(co-generation) atau produk lain seperti ethanol.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
diversifikasi ini adalah harus mempertimbangkan
kemampuan keuangan korporasi dan modal
Sumber : USDA teknologi yang telah dikuasai serta kepastian
Gambar III.9. Perkembangan Hilirisasi Tebu Beberapa pasar domestik bagi produk dimaksud. Untuk itu,
Negara perlu dilakukan riset yang mendalam mengenai
potensi diversifikasi produk olahan tebu yang
Kesimpulan dan Rekomendasi bernilai tambah lebih tinggi di Indonesia baik
Pengembangan industri gula dan produk gula untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun
memiliki potensi yang tinggi untuk terus didorong ekspor.
untuk memenuhi kebutuhan domestik. Beberapa
strategi perlu segera dilakukan untuk mencapai
target tersebut serta memberi nilai tambah bagi
produk tebu Jawa. Pertama, intensifikasi
perkebunan tebu BUMN dan pendampingan
kepada petani tebu rakyat. Target dari
intensifikasi adalah mencapai produktivitas lahan

60
Pada triwulan II 2017, ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang mencakup wilayah Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, Papua, serta Balinusra (Bali dan Nusa Tenggara) masih mengalami pertumbuhan.
Perekonomian KTI tumbuh sebesar 4,86% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 5,01%
(yoy). Perlambatan dipengaruhi oleh penurunan konsumsi pemerintah di hampir seluruh daerah.
Selain itu, kinerja produksi dan ekspor sektor tradable juga cenderung melemah, khususnya di
Kalimantan dan Sulawesi. Namun, membaiknya ekspor mineral dari Maluku-Papua dan Balinusra
serta masih cukup kuatnya konsumsi rumah tangga dapat menahan perlambatan lebih lanjut pada
ekonomi KTI. Di sisi perkembangan harga, laju inflasi KTI meningkat dari 3,76%, (yoy) pada triwulan
I 2017 menjadi 4,27% (yoy) pada triwulan II 2017. Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh
inflasi tarif listrik yang mengalami penyesuaian harga, serta kenaikan tarif angkutan udara saat
HBKN Idul Fitri. Sementara, inflasi bahan makanan terkendali. Kenaikan inflasi terjadi di hampir
semua wilayah KTI, kecuali Balinusra.

Memasuki triwulan III 2017, laju pertumbuhan ekonomi KTI diperkirakan masih terbatas dengan
kecenderungan melambat. Perlambatan terutama dipengaruhi oleh melemahnya ekspor komoditas
utama dari Kalimantan, Maluku-Papua, dan Balinusra. Di samping itu, permintaan masyarakat yang
kembali normal pasca HBKN Idul Fitri menyebabkan dorongan peningkatan konsumsi juga relatif
berkurang. Pada triwulan IV 2017, seiring dengan optimalisasi penyerapan anggaran Pemerintah
Daerah serta faktor musiman akhir tahun, ekonomi KTI diperkirakan dapat tumbuh lebih cepat dari
triwulan III 2017. Perbaikan di akhir tahun tersebut akan menopang peningkatan pertumbuhan
ekonomi KTI untuk keseluruhan 2017 yang diprakirakan berada pada kisaran 4,9-5,3% (yoy).
Akselerasi akan ditopang oleh membaiknya seluruh komponen permintaan. Di sisi perkembangan
harga, pada awal triwulan III 2017, inflasi Juli 2017 tercatat sebesar 0,35% (mtm) yang disebabkan
oleh kenaikan ikan segar dan sayuran. Kondisi cuaca yang belum membaik di wilayah Sulawesi dan
Maluku mengakibatkan penurunan pasokan ikan segar dan sejumlah komoditas sayuran. Kenaikan
inflasi sejumlah komoditas volatile foods diprakirakan berlanjut hingga akhir triwulan III 2017
sehingga berpotensi meningkatkan tekanan inflasi. Selanjutnya, tekanan inflasi pada triwulan IV
2017 diprakirakan sedikit meningkat. Secara keseluruhan tahun 2017, inflasi diprakirakan berada
pada rentang target inflasi nasional, meski lebih tinggi dibandingkan tahun 2016. Kenaikan inflasi
akhir tahun diperkirakan terjadi di semua wilayah.

Pertumbuhan Ekonomi Papua menahan perlambatan ekonomi KTI lebih


dalam.
Pada triwulan II 2017, perekonomian KTI masih
mengalami perlambatan pertumbuhan. Ekonomi Perlambatan ekonomi Kalimantan dan Sulawesi
KTI tumbuh 4,86% (yoy) pada triwulan II 2017, disebabkan oleh turunnya kinerja ekspor luar
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I negeri seiring dengan melemahnya harga
2017 sebesar 5,01% (yoy). Perlambatan batubara, crude palm oil (CPO) dan coconut oil
pertumbuhan ekonomi KTI triwulan II 2017 (CNO). Secara spasial, perlambatan ekonomi
terutama bersumber dari deselerasi terjadi di hampir semua wilayah Kalimantan dan
perekonomian di Kalimantan dan Sulawesi. Di sisi Sulawesi. Provinsi di luar Kalimantan dan
lain, perbaikan ekonomi Balinusra dan Maluku- Sulawesi yang juga mengalami perlambatan
ekonomi adalah Maluku, Maluku Utara dan

61
Papua Barat (Tabel IV.1). Perlambatan di daerah Pemerintah terkait izin ekspor usaha
tersebut terkait dengan pelemahan kinerja sektor pertambangan. Faktor tersebut menjadi
ekonomi utama, yaitu sektor pertanian di Maluku penopang pertumbuhan di tengah perlambatan
dan Maluku Utara dan industri olahan di Papua yang terjadi di Maluku, Maluku Utara, serta
Barat. Penurunan produksi pala, cengkih dan Papua Barat.
kelapa mempengaruhi kinerja pertanian di
Perekonomian Balinusra tumbuh meningkat
Maluku Utara, sementara penurunan produksi
pada triwulan II 2017. Hal ini didorong oleh
LNG mempengaruhi kinerja industri pengolahan
akselerasi di Bali dan NTT serta menipisnya
di Papua Barat. Lebih lanjut lagi, penurunan
kontraksi ekonomi di NTB. Perbaikan
kinerja konsumsi pemerintah di hampir seluruh
pertumbuhan di ketiga provinsi tersebut
provinsi juga menyebabkan perlambatan
didorong oleh peningkatan investasi (PMTB)
ekonomi Kalimantan dan Sulawesi. Hal tersebut
seiring dengan percepatan realisasi proyek
dipengaruhi oleh realisasi gaji ke-13 Aparat Sipil
pembangunan infrastruktur, kawasan industri,
Negara (ASN) yang tidak secepat tahun lalu,
serta proyek ekspansi di sektor riil seperti hotel,
efisiensi anggaran di beberapa satuan kerja
perumahan, dan pabrik makanan olahan.
Pemerintah Daerah, dampak dari adanya
Perbaikan ekonomi NTB juga terkait dengan
reorganisasi, serta belum optimalnya realisasi
kembali berlangsungnya ekspor konsentrat dari
dana desa di beberapa provinsi.
produsen mineral utama pasca tercapainya
Tabel IV.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah di KTI kesepakatan terkait izin ekspor usaha
2016 2017
Provinsi
I II III IV Total I II IIIp pertambangan dengan Pemerintah.
Kalimantan 1.97 1.62 2.21 2.22 2.01 4.94 4.44 4.04
Kalimantan Barat 6.64 4.28 6.25 3.77 5.22 4.80 4.92 5.70 Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan
Kalimantan Tengah 5.13 5.73 5.95 8.59 6.36 9.49 6.12 5.66
Kalimantan Selatan 4.69 4.51 3.13 5.28 4.38 5.30 5.15 4.89 ekonomi KTI disebabkan oleh konsumsi
Kalimantan Timur -0.52 -0.69 -0.01 -0.30 -0.38 3.88 3.58 2.74
Kalimantan Utara 3.03 3.38 4.28 4.27 3.75 6.21 6.44 6.46 pemerintah pada triwulan II 2017 yang tumbuh
Sulawesi 7.78 8.49 6.70 6.80 7.42 6.84 6.49 7.53 tidak setinggi periode sebelumnya. Konsumsi
Sulawesi Selatan 7.27 8.02 6.78 7.60 7.41 7.52 6.63 7.71
Sulawesi Barat 6.10 4.71 5.72 7.51 6.03 7.42 4.78 7.88 pemerintah KTI terkontraksi 0,62% (yoy) pada
Sulawesi Tenggara 5.50 6.81 5.96 7.65 6.51 8.09 7.03 8.48
Sulawesi Tengah 13.56 15.56 7.91 3.80 9.98 3.93 6.61 7.37 triwulan II 2017 setelah sebelumnya tumbuh
Gorontalo 6.67 5.37 6.98 7.02 6.52 7.34 6.64 6.95 3,67% (yoy) pada triwulan I 2017.Pertumbuhan
Sulawesi Utara 5.97 6.15 6.02 6.49 6.17 6.43 5.80 6.15
Maluku-Papua 1.99 -1.04 13.56 14.66 7.45 4.04 4.52 3.77 konsumsi pemerintah di Kalimantan, Sulawesi
Maluku 5.57 6.04 5.52 5.91 5.76 6.28 5.68 6.22
Maluku Utara 5.17 5.72 5.61 6.54 5.77 7.56 6.96 6.54 dan Balinusra mengalami kontraksi pada triwulan
Papua -0.72 -5.17 20.44 21.41 9.21 3.14 4.91 3.07 II 2017. Sementara itu, konsumsi pemerintah
Papua Barat 5.46 3.88 3.87 4.86 4.52 3.62 2.01 3.48
Balinusra 6.74 6.83 5.22 4.87 5.89 2.49 3.14 2.29 Maluku-Papua masih tumbuh positif namun lebih
Bali 6.38 6.54 6.61 5.47 6.24 5.74 5.87 6.10
NTB 8.36 8.18 3.43 3.77 5.82 -3.74 -1.96 -4.69 rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.
NTT 5.07 5.35 5.11 5.19 5.18 4.90 5.01 5.04 Mundurnya pembayaran gaji ke-13 Aparat Negeri
KTI 4.33 4.03 5.39 5.54 4.84 5.01 4.86 4.86
Sumber: BPS, data realisasi periode sebelumnya direvisi Sipil (ASN) yang rencana dibayarkan pada
p) Prakiraan Bank Indonesia triwulan II 2017 menjadi penyebab utama
menurunnya kinerja konsumsi pemerintah KTI.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Maluku- Selain itu, transisi pemerintahan di Sulawesi
Papua serta Balinusra tercatat tumbuh lebih Barat, target dropping Dana Desa ke desa yang
tinggi dari triwulan I 2017. Perbaikan ekonomi belum mencapai target di Kalimantan Tengah dan
Maluku-Papua terutama dikontribusikan oleh Kalimantan Timur serta efisiensi anggaran
akselerasi ekonomi Papua yang didorong oleh operasional pemerintah daerah di Sulawesi
peningkatan pertumbuhan lapangan usaha Selatan turut mendorong penurunan kinerja
tambang. Hal ini sejalan dengan berlanjutnya fiskal daerah KTI triwulan II 2017.
kegiatan ekspor dari produsen mineral utama di
Papua pasca tercapainya kesepakatan dengan

62
Peningkatan impor luar negeri turut menahan agregat, PMTB tumbuh sebesar 4,65% (yoy), lebih
pertumbuhan ekonomi KTI. Pada triwulan II tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat
2017, impor luar negeri tercatat tumbuh 7,43% 4,22% (yoy). Peningkatan investasi terkonfirmasi
(yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang dari likert skale liaison KTI triwulan II 2017 yang
tumbuh 7,33% (yoy). Kenaikan impor terjadi di menunjukkan kenaikan, khususnya pada
semua wilayah, terutama berupa impor barang lapangan usaha industri pengolahan.
konsumsi. Kondisi ini sejalan dengan tingginya
permintaan masyarakat selama Ramadhan dan
menjelang HBKN Idul Fitri . Selain itu, terdapat
kenaikan impor migas pada triwulan II 2017 di
Kalimantan Timur yang merupakan bagian upaya
pemenuhan kebutuhan BBM selama Ramadhan
dan HBKN Idul Fitri.

Di sisi lain, menguatnya konsumsi rumah tangga


menahan perlambatan ekonomi KTI. Konsumsi
rumah tangga tumbuh 5,00% (yoy) pada triwulan Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
II 2017, meningkat dari triwulan sebelumnya Grafik IV.1. Indeks Keyakinan Konsumen
sebesar 4,48% (yoy). Kenaikan konsumsi terjadi di
hampir seluruh wilayah, kecuali wilayah Balinusra Peningkatan pertumbuhan investasi terutama
yang tumbuh melambat. didorong oleh menguatnya investasi bangunan di
seluruh wilayah KTI. Percepatan pembangunan
Meningkatnya konsumsi rumah tangga di
proyek infrastruktur pemerintah yang dikukuhkan
Kalimantan, Sulawesi dan Maluku-Papua
dalam Perpres No.3 Tahun 2016 tentang
didukung oleh tingginya permintaan selama
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Ramadhan dan HBKN Idul Fitri. Pembayaran
Nasional (PSN) menjadi pendorong utama
Tunjangan Hari Raya (THR) pekerja yang sebagian
meningkatnya kinerja investasi bangunan di KTI.
besar jatuh pada triwulan II 2017 turut
Beberapa proyek di KTI yang mendorong
mendorong konsumsi rumah tangga. Peningkatan
investasi bangunan diantaranya (i) peningkatan
konsumsi rumah tangga terutama ditopang oleh
kapasitas kilang minyak di Kalimantan, (ii)
konsumsi makanan dan minuman, pakaian dan
kelanjutan proyek pembangunan kawasan
alas kaki, serta konsumsi transportasi dan
industri, pembangkit listrik, dan smelter di
komunikasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga
Sulawesi, dan (iii) percepatan realisasi proyek
terindikasi pula dari peningkatan Indeks
pasca perubahan nomenklatur dan
Keyakinan Konsumen di beberapa daerah di
pembangunan sejumlah hotel di Balinusra.
Kalimantan dan Sulawesi (Grafik IV.1).
Di sisi lain, investasi nonbangunan KTI tercatat
Di sisi lain, konsumsi Balinusra mengalami
melambat. Perlambatan investasi nonbangunan
perlambatan pada triwulan II 2017. Perlambatan
terjadi di hampir semua wilayah KTI. Hal ini
konsumsi rumah tangga terutama terjadi di Bali.
terindikasi dari perlambatan investasi langsung
Penundaan pencairan gaji ke 13 dan gaji ke 14
yang tercermin dari Penanaman Modal Asing
atau Tunjangan Hari Raya pada beberapa dinas
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri
sehingga baru terealisasi pada Juli 2017,
(PMDN) pada triwulan II 2017 (Grafik IV.2).
menyebabkan konsumsi tertahan.
Peningkatan kinerja ekspor luar negeri KTI
Pertumbuhan investasi KTI, yang tercermin dari
menahan laju perlambatan ekonomi KTI
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB),
triwulan II 2017. Ekspor luar negeri KTI tumbuh
tumbuh lebih baik pada triwulan II 2017. Secara

63
11,71% (yoy) pada triwulan II 2017, meningkat Di sisi lain, perlambatan ekspor luar negeri di
dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat 8,81% Kalimantan dan Sulawesi menahan peningkatan
(yoy). Naiknya kinerja ekspor luar negeri ekspor luar negeri KTI secara keseluruhan.
terutama didorong oleh melonjaknya ekspor Melemahnya harga CPO, CNO dan batubara
Maluku-Papua dan membaiknya pertumbuhan menyebabkan penurunan kinerja ekspor di
ekspor Balinusra. Kalimantan dan Sulawesi. Selain itu,
berkurangnya pasokan ikan di Sulawesi juga
menyebabkan ekspor Sulawesi tertahan.
Peningkatan ekspor nikel, terkait adanya relaksasi
ketentuan ekspor hasil tambang nikel low grade
menahan penurunan ekspor Sulawesi lebih
dalam.

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah


Grafik IV.2. Realisasi PMA dan PMDN di KTI

Kenaikan ekspor luar negeri yang tajam di


Maluku-Papua, utamanya didorong dari
perbaikan kinerja sektor pertambangan.
Berlakunya kembali izin ekspor mineral tembaga Sumber: Bea Cukai, diolah
mendorong kenaikan ekspor konsentrat tembaga Grafik IV.3. Nilai Ekspor KTI
di Papua, setelah sempat terhambat pada
triwulan I 2017. Kementerian ESDM telah Perlambatan ekonomi KTI diperkirakan masih
menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus akan berlangsung pada triwulan III 2017. Kondisi
(IUPK) sementara yang berlaku 12 bulan bagi tersebut yang diindikasikan oleh sejumlah
eksportir utama di Papua sejak tanggal 10 indikator serta hasil survei dan liaison.
Februari 2017. Lebih lanjut, Kementerian Perekonomian KTI diperkirakan tumbuh 4,77%
Perdagangan juga telah menerbitkan Surat (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan II
Persetujuan Ekspor bagi eksportir Papua tersebut 2017. Perlambatan ekonomi diperkirakan terjadi
berdasarkan rekomendasi dari Dirjen Minerba di seluruh wilayah kecuali Sulawesi. Perlambatan
ESDM No. 352/30/DJB/2017 tanggal 17 Februari ekonomi Kalimantan dan Maluku-Papua
2017 untuk konsentrat tembaga dengan kadar disebabkan oleh melemahnya ekspor luar negeri.
minimal 15% Cu sebanyak 1.113.105 wet metric Sementara, perlambatan ekonomi di Balinusra
ton (wmt). Perbaikan ekspor serupa juga terjadi diperkirakan terjadi seiring dengan belum
di NTB seiring dengan relaksasi ekspor konsentrat optimalnya produksi di lapangan usaha utama. Di
tembaga yang juga telah diperoleh produsen sisi lain, pertumbuhan ekonomi Sulawesi pada
utama sejak akhir triwulan I 2017. Peningkatan triwulan III 2017 diperkirakan mengalami
ekspor KTI juga didukung oleh pertumbuhan akselerasi yang didorong oleh kinerja konsumsi
positif pada ekspor barang NTT dan ekspor jasa di pemerintah dan ekspor luar negeri.
Bali dan NTB. Akselerasi ekspor luar negeri
Penurunan kinerja ekspor luar negeri
terkonfirmasi dari pertumbuhan nominal ekspor
diperkirakan menjadi faktor utama penyebab
non-migas KTI yang tumbuh meningkat selama
perlambatan ekonomi KTI pada triwulan III
periode triwulan laporan (Grafik IV.3).
2017. Perlambatan ekspor luar negeri terutama

64
tercatat di Kalimantan dan Maluku-Papua. yang menunjukkan kecenderungan pelaku usaha
Penurunan harga batubara internasional dan melakukan investasi di tahun 2017, dibandingkan
melemahnya permintaan batubara dari Tiongkok tahun 2016. Di Kalimantan, akselerasi PMTB
diperkirakan menahan kinerja ekspor luar negeri tersebut didukung oleh peningkatan realisasi
Kalimantan triwulan III 2017. Lebih lanjut, belanja modal Pemerintah Daerah dan
perlambatan ekspor mineral dan gas olahan peningkatan investasi nonbangunan seiring
(base effect) serta adanya kerusakan mesin dengan tingkat optimisme pelaku usaha yang
produksi tembaga di Papua pada awal triwulan III relatif terjaga. Adapun peningkatan intensitas
2017 juga akan berdampak pada melambatnya pengerjaan proyek infrastruktur Trans-Papua dan
ekspor luar negeri di wilayah Maluku-Papua. pembangkit listrik di Papua serta dimulainya
pengerjaan konstruksi Kawasan Industri Buli di
Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh
Maluku Utara turut mendukung perbaikan
meski tidak sekuat triwulan sebelumnya.
investasi KTI triwulan III 2017 dari wilayah
Namun, konsumsi secara total mengalami
Maluku-Papua. Di Balinusra, komitmen untuk
akselerasi yang didorong oleh konsumsi
mendukung kemudahan investasi di Provinsi Bali
pemerintah. Konsumsi rumah tangga di
melalui pemberian insentif pada pelaku usaha,
Kalimantan dan Sulawesi tercatat melambat,
peningkatan investasi swasta pertambangan di
disebabkan kembali normalnya tingkat
Nusa Tenggara Timur, realisasi pembangunan
permintaan pasca Ramadhan dan HBKN Idul Fitri
proyek Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan
pada triwulan sebelumnya. Perlambatan
pembangunan pabrik gula di Nusa Tenggara
konsumsi rumah tangga terkonfirmasi dari hasil
Timur, turut mendorong peningkatan investasi di
liaison yang memperkirakan adanya perlambatan
KTI. Namun demikian, investasi di Sulawesi
penjualan domestik pada triwulan III 2017.
cenderung mengalami penurunan seiring dengan
Di sisi lain, konsumsi rumah tangga di Balinusra telah selesainya beberapa proyek pembangunan
diperkirakan meningkat. Rendahnya inflasi industri.
Balinusra dibandingkan wilayah lain, menjadi
stimulus bagi konsumsi rumah tangga di
Balinusra. Selain itu, faktor musiman perayaan
upacara keagamaan pagerwesi dan saraswati,
tahun ajaran baru dan pencairan seluruh gaji ke-
13 dan gaji ke-14 (THR) PNS, turut mendukung
peningkatan konsumsi rumah tangga Balinusra .

Meningkatnya konsumsi pemerintah dan


investasi (PMTB) diperkirakan dapat menahan
perlambatan ekonomi KTI pada triwulan III p) Proyeksi atau angka sementara
2017. Konsumsi pemerintah diperkirakan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
membaik di seluruh wilayah KTI. Faktor Grafik IV.4. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Kinerja
pendorong kenaikan berasal dari realisasi Lapangan Usaha dan Liaison Investasi
pembayaran gaji ke-13 dan Dana Desa tahap ke
dua serta percepatan realisasi kegiatan Pertanian
operasional untuk mendukung kegiatan Pekan Pada triwulan II 2017, pertumbuhan lapangan
Olahraga Nasional (PON) di Papua tahun 2020. usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan KTI
mengalami perlambatan. Pertanian tumbuh dari
Secara agregat, kinerja investasi (PMTB) KTI
7,08% (yoy) menjadi 4,64% (yoy) pada triwulan II
tumbuh lebih baik pada triwulan III 2017. Hal ini
2017. Perlambatan kinerja subsektor perkebunan
terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha,

65
dan perikanan, khususnya di wilayah Kalimantan, penghujan ke musim kemarau diperkirakan akan
Sulawesi, dan Maluku-Papua, merupakan sumber mendorong peningkatan hasil produksi dari
utama perlambatan kinerja sektor pertanian subkategori tanaman bahan makanan. Sementara
secara keseluruhan. Masih lemahnya permintaan itu, dari subkategori usaha perkebunan,
terhadap komoditas kakao, jagung, dan ikan, kecenderungan mulai membaiknya harga kakao,
ditengah penurunan harga jual yang masih kopra, produk turunan kelapa lainnya dan karet
berlangsung menjadi diinsentif bagi kinerja olahan ditengarai akan menjadi insentif bagi
perkebunan dan perikanan (Grafik IV.5). peningkatan produksi komoditas tersebut di
kawasan Sulawesi dan Maluku-Papua. Prospek
Pada sublapangan usaha tanaman bahan
harga jual kayu olahan di pasar domestik yang
makanan, pengaruh base effect yang mendorong
meningkat diperkirakan juga akan memicu
tingginya pertumbuhan sektor pertanian di akhir
pertumbuhan dari subkategori usaha kehutanan.
2016 lalu, masih berdampak hingga triwulan II
Tren peningkatan usaha pertanian tersebut
2017. Adapun lonjakan pertumbuhan pertanian
tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) di
di akhir tahun 2016 terjadi akibat dukungan
beberapa daerah sentra produksi yang mulai
cuaca yang kondusif bagi pertanian di akhir 2016
membaik pada Juli 2017 (Grafik IV.6).
dan adanya anomali El Nino 2015 yang menekan
tingkat produksi tanaman bahan makanan
(tabama) pada 2015. Dengan demikian, meskipun
pertanian KTI tumbuh pada triwulan II 2017,
namun tidak se-akseleratif triwulan sebelumnya.
Selain itu, minimnya hasil tangkapan ikan di
wilayah Sulawesi dan Maluku-Papu akibat kondisi
gelombang tinggi selama triwulan II 2017, yang
dibarengi dengan masih menurunnya harga
komoditas ikan dunia juga menyumbang
perlambatan di sektor ini. Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik IV.6. Nilai Tukar Petani

Pertambangan
Sejalan dengan perkiraan pada periode
sebelumnya, pada triwulan II 2017, usaha
pertambangan tumbuh lebih baik dan
mengalami akselerasi pertumbuhan.
Pertambangan tercatat tumbuh dari 2,01% (yoy)
pada triwulan I 2017 menjadi 2,72% (yoy) pada
Sumber: IMF, diolah
triwulan II 2017. Percepatan pertumbuhan
Grafik IV.5. Pertumbuhan Harga Komoditas Pertanian terutama dipengaruhi oleh perbaikan ekspor
tembaga dari Provinsi Papua dan Provinsi NTB
Pada triwulan III 2017, kinerja sektor pertanian serta nikel dari Provinsi Maluku Utara dan
di KTI diperkirakan akan pulih dan tumbuh lebih Provinsi Sulawesi Tenggara, setelah diperolehnya
tinggi. Prakiraan tinggi gelombang di sebagian izin pelaksanaan ekspor terbatas. Akselerasi
besar perairan KTI yang kondusif, diperkirakan pertumbuhan usaha pertambangan tersebut
akan berdampak pada peningkatan hasil lebih didorong oleh peningkatan produksi
tangkapan ikan. Selain itu, kondisi curah hujan tembaga dan emas di Papua serta meningkatnya
yang masih normal di tengah peralihan musim penjualan konsentrat mineral di Provinsi NTB

66
(Grafik IV.7). Selain itu, salah satu faktor yang menurun. Sementara, kinerja tambang KTI
menjadi penopang kinerja usaha tambang di KTI diperkirakan masih dapat ditopang oleh di
adalah masih tumbuhnya ekspor batubara di Sulawesi seiring dengan relaksasi ekspor
Kalimantan seiring dengan membaiknya harga di konsentrat nikel dan upaya perusahaan untuk
pasar internasional, meski tidak setinggi triwulan mencapai target produksi. Adapun indikasi
sebelumnya. perlambatan juga tercermin dari hasil survei yang
menunjukkan adanya pesimisme dari para pelaku
usaha terkait perkembangan harga jual
komoditas pertambangan pada triwulan III 2017
(Grafik IV.8).

Industri
Kinerja lapangan usaha industri pengolahan
melambat pada triwulan II 2017. Pertumbuhan
industri pengolahan KTI tercatat melambat dari
6,11% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 3,79%
Sumber: Produsen, diolah (yoy) di triwulan II 2017. Perlambatan industri
Grafik IV.7. Kinerja Pertumbuhan Mineral di KTI
terjadi di semua wilayah KTI.

p) Proyeksi Sumber: Produsen, diolah


Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik IV.9. Kinerja Pertumbuhan Industri di KTI
Grafik IV.8. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha
Pertambangan
Perlambatan lapangan usaha industri pengolahan
terlihat dari perlambatan kinerja beberapa
Memasuki periode triwulan III 2017, usaha
industri strategis di KTI (Grafik IV.9). Industri
pertambangan diperkirakan akan mengalami
tersebut antara lain yaitu industri pengolahan
deselerasi pertumbuhan. Peningkatan produksi
terigu di Sulawesi selatan yang mengalami
tembaga dan emas secara signifikan di Papua
penurunan produksi seiring dengan kenaikan
pada tahun lalu, setelah beoperasinya kembali
harga biji gandum dunia akibat kekeringan di
mesin yang sempat rusak, ditengarai
negara produsen gandum. Adapun industri
mengakibatkan tingkat akselerasi produksi pada
semen mengalami penurunan produksi seiring
triwulan III 2017 yang tidak setinggi sebelumnya.
dengan turunnya konsumsi semen di Sulawesi
Selain itu, dengan dimulainya pelarangan impor
sejak triwulan pertama 2017 akibat proyek-
batubara di beberapa pelabuhan Tiongkok
proyek pemerintah yang belum terealisasi
diperkirakan menekan pertumbuhan ekspor
sepenuhnya. Namun demikian, kenaikan kinerja
batubara Kalimantan cukup dalam. Adapun usaha
industri feronikel di Sulawesi Tenggara dan
pertambangan Balinusra juga diperkirakan masih
perbaikan harga CPO, meski tidak setinggi
terkontraksi seiring dengan kuota ekspor yang

67
perkiraan sebelumnya, menahan perlambatan yang mulai tumbuh melambat, terutama CPO dan
industri pengolahan lebih lanjut. karet, lapangan usaha industri di beberapa
provinsi di Kalimantan diperkirakan tumbuh tidak
Pada triwulan III 2017, kinerja usaha industri
sebaik capaian triwulan sebelumnya.
pengolahan di KTI diperkirakan tumbuh
Melambatnya harga komoditas tersebut dinilai
membaik dibandingkan dengan triwulan
akan menjadi faktor disinsentif produksi pelaku
sebelumnya. Akselerasi pertumbuhan terutama
usaha di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
terjadi di Sulawesi, Maluku-Papua, dan Balinusra.
serta Kalimantan Timur.
Percepatan pertumbuhan industri di Sulawesi
antara lain akan ditopang oleh industri olahan Konstruksi
nikel (feronikel) seiring dengan semakin Pada triwulan II 2017, lapangan usaha
optimalnya produksi dari 3 (tiga) smelter nikel konstruksi tumbuh lebih baik dari triwulan I
baru yang berlokasi di Sulawesi Selatan dan 2017. Pertumbuhan tercatat meningkat dari
Sulawesi Tengah. Smelter tersebut merupakan 4,86% (yoy) menjadi 6,24% (yoy). Akselerasi
investasi asing dari Tiongkok. Di samping itu, terjadi di sebagian besar provinsi di KTI, kecuali
menguatnya intensitas pembangunan dari sisi Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua, Papua
belanja modal akan menjadi pendorong Barat, dan NTT. Secara umum, perbaikan ini
peningkatan kinerja industri semen di KTI. Di tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
Maluku-Papua, pertumbuhan industri akan (SKDU) yang menunjukan kenaikan saldo bersih
ditopang oleh membaiknya kinerja industri tertimbang (SBT) untuk kegiatan usaha
olahan gas alam seiring dengan permintaan dari bangunan.
negara mitra dagang yang dinilai lebih baik dari
triwulan sebelumnya serta adanya upaya untuk Salah satu faktor pendukung peningkatan
mencapai target produksi tahunan. Adapun untuk tersebut adalah percepatan Proyek Strategis
Balinusra, akselerasi industri pengolahan akan Nasional (PSN) di beberapa daerah sesuai dengan
didorong oleh semakin optimalnya produksi arahan Pemerintah Pusat. Di samping itu,
pabrik gula baru di NTB serta akselerasi industri berbagai proyek swasta terkait hilirisasi, baik
kreatif terkait pariwisata seiring masih pembangunan pabrik baru maupun penambahan
berlangsungnya peak season wisatawan kapasitas, masih berlangsung di beberapa daerah
mancanegara Eropa dan Australia. di Kalimantan, Sulawesi, serta di Maluku Utara
dan NTB. Akselerasi ini juga tercermin dari
percepatan pertumbuhan jumlah proyek baru
bernilai di atas US$0,2 juta yang diestimasikan
dimulai pada triwulan II 2017 (Grafik IV.11).

*) Angka sementara
Grafik IV.10. Likert Scale Kinerja Industri Pengolahan
(Hasil Liaison)

Berbeda dengan wilayah lain, kinerja industri Sumber: BCI Asia, diolah
pengolahan Kalimantan diperkirakan tumbuh Grafik IV.11. Perkiraan Jumlah Proyek yang Dimulai
relatif melambat. Dengan tren harga komoditas (Memasuki Fase Konstruksi)

68
Memasuki triwulan III 2017, pertumbuhan sebesar 5,98% (yoy). Akselerasi pertumbuhan
lapangan usaha konstruksi diperkirakan sedikit terjadi di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku-
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Papua, sedangkan di Balinusra relatif stabil.
Optimisme perbaikan tersebut terutama
Akselerasi kinerja lapangan usaha perdagangan di
ditopang oleh komitmen percepatan realisasi
Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Papua terkait
proyek pembangunan dari pemerintah daerah,
peningkatan permintaan seiring dengan perayaan
termasuk proses lelang dari proyek-proyek baru
HKBN Idul Fitri. Tendensi peningkatan
di 2017. Sementara itu, dari sisi swasta, kegiatan
permintaan yang didukung oleh menguatnya
investasi bangunan secara historis akan lebih
kinerja pariwisata juga terjadi di Balinusra,
intensif dibandingkan dengan awal tahun.
khususnya di Bali dan NTB. Akselerasi kinerja
Beberapa proyek terkait peningkatan kapasitas
lapangan usaha perdagangan terkonfirmasi pada
kilang minyak di Kalimantan, hilirisasi mineral di
indikator aktivitas bongkar-muat di pelabuhan
Sulawesi dan Mapua, serta pengembangan
utama KTI yang menunjukkan peningkatan
industri makanan olahan Balinusra diperkirakan
(Grafik IV.12).
akan terus dipacu pada triwulan berjalan. Hasil
survei kepada para pelaku usaha yang dilakukan
oleh Bank Indonesia di daerah juga menunjukkan
adanya optimisme dari sisi peningkatan realisasi
usaha bangunan, investasi, dan harga jual.

Berbagai proyek infrastruktur utama dan


pengembangan kawasan khusus di KTI juga
masih terus berlanjut. Di Kalimantan Barat,
pembangunan infrastruktur pendukung di Pos
Lintas Batas Negara (PLBN) masih terus
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
berlangsung, sehingga dapat mendorong kinerja
Grafik IV.12. Volume Bongkar Muat Pelabuhan
konstruksi dan perdagangan. Di Kalimantan
Timur, pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) Maloy Batuta juga terus berjalan, antara
lain pembangunan pelabuhan di sisi laut dan
darat. Pembangunan pelabuhan dan akses jalan
menjadi agenda utama ke depan bersama
dengan pembangunan tangki timbun CPO. Di
Papua dan Papua Barat, pemerintah masih terus
mengejar target pembangunan jalan Trans-
Papua. Proyek pembangunan pembangkit listrik
juga masih terus berjalan di Sulawesi Utara dan p) Proyeksi
Sulawesi Barat. Adapun di Maluku Utara, Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha
pengembangan Kawasan Industri Buli juga Grafik IV.13. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha PHR
diperkirakan dapat segera mulai direalisasikan.
Pada triwulan III 2017, lapangan usaha
Perdagangan perdagangan diperkirakan tumbuh sedikit
Pada lapangan usaha perdagangan KTI triwulan melambat. Secara spasial, hampir seluruh daerah
II 2017 mengalami akselerasi pertumbuhan. diperkirakan akan mengalami kontraksi. Hal ini
Perdagangan tercatat tumbuh sebesar 7,05% terkait dengan perlambatan kinerja ekspor
(yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya tambang di Kalimantan, Maluku-Papua, dan

69
Balinusra yang diperkirakan akan memengaruhi penyelenggaraan berbagai MICE skala nasional
kegiatan perdagangan besar di daerah berbasis dan internasional yang masih cukup marak,
tambang tersebut. Perlambatan secara umum khususnya di Kalimantan, Sulawesi, dan Balinusra
juga dipengaruhi oleh kembali normalnya menjadi penahan perlambatan lapangan usaha
permintaan masyarakat pasca periode Ramadhan akomodasi yang lebih dalam.
dan perayaan HBKN Idul Fitri. Namun demikian,
tingkat pertumbuhan lapangan usaha
perdagangan diperkirakan masih cukup tinggi
yang didukung oleh optimisme (SBT Positif) para
pelaku usaha di sisi realisasi usaha maupun harga
jual (Grafik IV.13.).

Akomodasi
Usaha penyediaan akomodasi (termasuk
makanan dan minuman) mengalami akselerasi
pada triwulan II 2017. Pertumbuhan tercatat Sumber: Badan Pusat Statisik, diolah
Grafik IV.14. Jumlah Wisatawan Mancanegara
meningkat dari 7,06% (yoy) menjadi 8,76% (yoy).
Peningkatan kinerja terjadi di semua daerah di
KTI baik di Kalimantan, Sulawesi, Maluku-Papua,
Fiskal Daerah
maupun Balinusra. Peningkatan jumlah Persentase penyerapan pendapatan daerah
12
kunjungan wisatawan dan momen libur perayaan dalam APBD di KTI pada triwulan II 2017
HBKN Idul Fitri menjadi salah satu faktor tercatat sebesar 46,26%, lebih rendah dari
pendorong pertumbuhan. Di Balinusra jumlah capaian triwulan yang sama tahun lalu sebesar
wisatawan khususnya mancanegara meningkat 47,95%. Secara spasial penurunan terjadi di
seiring dengan masuknya periode peak season hampir seluruh wilayah. Dilihat dari
liburan, khususnya dari Asia dan Eropa. Hal ini komponennya, penurunan realisasi terjadi pada
tercermin dari indikator jumlah kedatangan dana perimbangan dan komponen lain-lain
wisatawan mancanegara di Bandar Udara pendapatan yang sah. Sementara, persentase
Internasional Ngurah Rai pada triwulan II 2017 Pendapatan Asli Daerah (PAD) tercatat lebih
yang menunjukkan peningkatan dibandingkan tinggi.
dengan triwulan sebelumnya (Grafik IV.14). Di
Persentase realisasi dana perimbangan di
Sulawesi, banyaknya kegiatan MICE yang
seluruh wilayah KTI tercatat lebih rendah
berlangsung sebelum Idul Fitri juga mendorong
dibandingkan realisasi periode yang sama tahun
nilai tambah dari lapangan usaha akomodasi dan
sebelumnya. Realisasi dana perimbangan
restoran. Selain itu, adanya penambahan rute
terendah tercatat di Maluku-Papua, sebesar
baru pesawat charter Tiongkok-Menado juga
45,41%. Terutama didorong rendahnya realisasi
menjadi pendorong pertumbuhan lapangan
dana perimbangan di Maluku Utara terkait belum
usaha akomodasi.
cairnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pada triwulan III 2017, lapangan usaha
Di sisi lain, persentase realisasi Pendapatan Asli
akomodasi diperkirakan tumbuh tinggi meski
Daerah (PAD) di hampir seluruh wilayah KTI
lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Sumber
tercatat meningkat pada triwulan II 2017. Hanya
utama perlambatan berasal dari Sulawesi dan
Wilayah Maluku-Papua yang mencatatkan
Balinusra. Hal ini sebagai dampak dari
realisasi PAD lebih rendah (Tabel IV.2). Terutama
berakhirnya faktor musiman perayaan HBKN Idul
Fitri. Namun demikian, adanya agenda
12
Data realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi

70
di Papua dan Papua Barat. Rendahnya persentase wilayah KTI pada triwulan II 2017 tercatat
realisasi PAD di Papua, terkait tingginya pagu 31,95%, tidak sebaik periode yang sama tahun
anggaran di tahun 2017. Sementara rendahnya sebelumnya yang mencapai 34,57%. Penurunan
persentase PAD di Papua Barat terkait ini terjadi baik pada komponen belanja
permasalahan internal yang menyebabkan operasional, belanja modal maupun belanja tidak
keterlambatan pemberian deviden dan dana terduga. Penurunan realisasi ini terjadi di semua
pembangunan dari BUMD. Peningkatan wilayah.
persentase realisasi PAD di Kalimantan ditopang
Tabel IV.4. Realisasi Agregat APBD Provinsi
oleh membaiknya ekspor komoditas di Maluku-Papua dan Balinusra
Realisasi
pertambangan (Tabel IV.3). Sementara, Komponen APBD
2016 Q2 2017 Q2 2016 Q2 2017 Q2
peningkatan kunjungan wisman saat peak season Maluku-Papua Balinusra
Pendapatan APBD Provinsi 40.90 38.38 50.91 48.91
di Bali serta pembukaan rute pesawat carter dari
Pendapatan Asli Daerah 39.23 32.96 46.24 48.09
dan menuju Tiongkok di Sulawesi Utara serta Dana Perimbangan 49.58 45.41 53.29 50.40
peningkatan aktivitas MICE (Meetings, Incentives, Lain-lain Pendapatan yang Sah 32.31 32.66 202.22 19.44
Belanja APBD Provinsi 29.39 25.78 36.46 33.97
Conferencing, and Exhibitions) mendorong Belanja Operasi + Transfer 32.47 30.65 38.19 36.61
naiknya realisasi PAD di Balinusra dan Sulawesi Belanja Modal 19.52 7.62 27.47 17.97
Belanja Tidak Terduga 4.56 7.19 0.91 0.03
(Tabel IV.3 dan 4).
Sumber: SKPD masing-masing provinsi
Tabel IV.2. Realisasi Agregat APBD Provinsi di KTI *) Angka sangat sementara
Realisasi
Komponen APBD
2016 Q2 2017 Q2 Persentase realisasi belanja operasional dan
Pendapatan APBD Provinsi 47.95 46.26 transfer di KTI lebih rendah dari tahun
Pendapatan Asli Daerah 44.00 45.14 sebelumnya. Secara spasial, hampir semua
Dana Perimbangan 52.34 50.17 wilayah di KTI tercatat lebih rendah, hanya
Lain-lain Pendapatan yang Sah 40.48 32.48 wilayah Kalimantan yang mencatat realisasi lebih
Belanja APBD Provinsi 34.57 31.95 tinggi. Penundaan penyaluran gaji ke-13 Aparatur
Belanja Operasi + Transfer 37.20 35.72 Sipil Negara (ASN) yang semula direncanakan
Belanja Modal 25.07 14.90 pada bulan Juni 2017 menjadi salah satu alasan
Belanja Tidak Terduga 3.56 3.31 penyerapan belanja di triwulan II 2017 yang lebih
Sumber: SKPD masing-masing provinsi
rendah. Selain itu, penyusunan rencana kerja,
*) Angka sangat sementara
persiapan dan pemrosesan dokumen lelang yang
Tabel IV.3. Realisasi Agregat APBD Provinsi belum optimal, serta adanya pergantian personil
di Kalimantan dan Sulawesi di satuan kerja seiring dengan adanya
Realisasi
Komponen APBD
2016 Q2 2017 Q2 2016 Q2 2017 Q2
reorganisasi seperti yang terjadi di Sulawesi
Kalimantan Sulawesi Barat,menjadi faktor penyebab penurunan
Pendapatan APBD Provinsi 52.72 50.41 48.63 48.95 penyerapan belanja operasional dan transfer di
Pendapatan Asli Daerah 44.69 46.94 42.67 44.70
seluruh wilayah KTI.
Dana Perimbangan 54.63 53.13 51.92 50.87
Lain-lain Pendapatan yang Sah108.17 33.95 37.27 43.11
Demikian pula belanja modal masih terkendala
Belanja APBD Provinsi 37.07 35.58 36.83 33.94
Belanja Operasi + Transfer 38.81 38.95 40.40 37.37 teknis administratif. Penurunan persentase
Belanja Modal 31.28 21.14 23.48 16.58 realisasi belanja modal terjadi di seluruh wilayah
Belanja Tidak Terduga 0.00 0.11 6.95 5.35 KTI. Hal ini utamanya dipengaruhi oleh
Sumber: SKPD masing-masing provinsi
pelaksanaan berbagai proyek infrastruktur yang
*) Angka sangat sementara
masih terkendala oleh masalah pembebasan
lahan, keterbatasan investor, serta belum
Penyerapan yang lebih rendah juga terjadi pada
maksimalnya pembangunan infrastruktur
belanja APBD. Persentase penyerapan belanja di
pendukung wilayah yang bersumber dari dana

71
APBD. Selain itu, penurunan realisasi dipengaruhi tinggi dari triwulan I 2017 yang sebesar 3,76%
oleh masih adanya keterlambatan dalam (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terutama
melakukan pengurusan administrasi dokumen didorong oleh kelompok administered prices.
APBD maupun berkas lelang di beberapa daerah Akibat penyesuaian tarif listrik 900VA. Secara
seperti Sulawesi Utara dan Kalimantan Utara spasial, peningkatan tercatat di hampir semua
sehingga pelaksanaan beberapa kegiatan wilayah kecuali Balinusra.
pembangunan menjadi mundur dari jadwal
sebelumnya.

Ke depan, KTI perlu lebih mendorong upaya


perbaikan realisasi keuangan daerah di tingkat
provinsi. Monitoring realisasi dan saldo anggaran
secara berkala oleh kepala daerah, percepatan
lelang proyek infrastruktur, percepatan
pengesahan administrasi terkait penggunaan
anggaran, serta optimalisasi sumber penerimaan
perlu terus ditingkatkan untuk mencapai Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
pembelanjaan anggaran yang optimal sesuai Grafik IV.15. Disagregasi Inflasi KTI
polanya. Terlebih dengan telah disahkannya
APBNP 2017 yang meningkatkan besaran Peningkatan inflasi terbesar terjadi pada
komponen transfer ke daerah dan dana desa wilayah Sulawesi. Inflasi wilayah Sulawesi naik
sekitar Rp1,5 triliun hingga akhir tahun ini. dari 3,39% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
Peningkatan efektivitas realisasi anggaran di 4,46% (yoy). Tekanan inflasi berasal dari
daerah menjadi semakin penting untuk dilakukan kelompok administered prices (AP) dan volatile
foods. Perayaan HBKN Idul Fitri mendorong
Beberapa risiko terkait fiskal di daerah perlu
kenaikan tarif angkutan udara yang pada
diantisipasi sejak dini melalui koordinasi berbagai
akhirnya meningkatkan inflasi AP di Sulawesi.
pihak. Risiko kemungkinan pengetatan fiskal
Inflasi angkutan udara sewaktu HBKN Idul Fitri di
nasional menyusul shortfall penerimaan pajak
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan
sejauh ini dapat berpengaruh terhadap kinerja
Gorontalo tercatat lebih tingi dibandingkan
fiskal di daerah ke depan. Di sisi lain, pelaksanaan
dengan rata-rata historisnya diperiode HBKN Idul
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di
Fitri. Ditenggarai, hal ini diakibatkan tidak
beberapa daerah wilayah KTI tahun 2018 dapat
seimbangnya penambahan penerbangan di ketiga
memberikan pengaruh terhadap fiskal daerah.
provinsi ini dengan penambahan penumpang.
Berdasarkan pelaksanaan Pilkada serentak
Tekanan lain bersumber dari kelompok volatile
sebelumnya, konsumsi pemerintah cenderung
foods. Permasalahan pasokan akibat kondisi
meningkat pada masa pelaksanaan tahapan
cuaca buruk dan gelombang laut di Sulawesi
Pilkada. Namun, pergantian kepala daerah juga
Tenggara dan Sulawesi Tengah mendorong
berpotensi memengaruhi pengelolaan fiskal
meningkatnya harga komoditas ikan segar dan
daerah akibat konsolidasi politik dan
sayur-sayuran.
restrukturisasi organisasi, meskipun bersifat
temporer. Peningkatan inflasi di Maluku-Papua merupakan
yang kedua terbesar di KTI. Inflasi di wilayah
Perkembangan Inflasi tersebut naik dari 3,62% (yoy) pada triwulan I
Inflasi KTI pada triwulan II 2017 meningkat 2017 menjadi 4,28% (yoy). Tekanan inflasi berasal
dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi KTI dari kelompok VF dan AP. Inflasi angkutan udara
tercatat 4,27% (yoy) pada periode laporan, lebih di hampir semua provinsi Maluku-Papua saat

72
HBKN Idul Fitri tercatat lebih tinggi dibandingkan di Sulawesi, disebabkan terhambatnya izin
rata-rata historisnya. Akibat lonjakan penumpang nelayan di Sulawesi Tenggara. Menyebabkan
yang tidak diimbangi dengan penerbangan yang tingginya inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai
mencukupi. Dari sisi VF, tekanan inflasi berasal 0,99% (mtm) di atas rata-rata historis pasca HBKN
dari gangguan pasokan ikan segar saat Idul Fitri yang tercatat deflasi 0,09% (mtm).
gelombang laut yang tinggi di Maluku.
Perkembangan harga terkini menunjukan inflasi
Sementara itu, tingkat inflasi untuk wilayah diperkirakan akan kembali meningkat pada
Kalimantan relatif terkendali akibat berbagai akhir triwulan III 2017. Sampai dengan
upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pertengahan triwulan III 2017, Survei
jumlah armada pesawat dan frekuensi terbang Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh
saat perayaan HBKN Idul Fitri. Berbeda dengan Bank Indonesia menunjukkan adanya
wilayah lainnya di KTI, tekanan inflasi Balinusra peningkatan tekanan pada beberapa komoditas
cenderung menurun dari 3,66% (yoy) pada pangan strategis, khususnya hortikultura seperti
triwulan I 2017 menjadi 3,59% (yoy), seiring bawang merah dan cabai rawit. Kondisi tersebut
menurunnya tekanan inflasi kelompok volatile terjadi akibat kondisi kemarau basah yang terjadi
food seperti tomat sayur dan cabai rawit. Selain di wilayah KTI. Namun, peningkatan laju inflasi
itu, penambahan armada pesawat berbadan triwulan III 2017 diperkirakan akan tertahan
lebar serta beroperasinya bandara di Bali selama dengan penetapan HET (Harga Eceran Tertinggi)
24 jam mendorong terjaganya tarif angkutan beberapa barang kebutuhan pokok (gula, daging
udara pada periode HBKN Idul Fitri dan beku, dan minyak curah) oleh pemerintah, serta
mendorong turunnya tekanan inflasi Balinusra. kembali normalnya permintaan masyarakat
terhadap jasa angkutan udara. Berdasarkan
proyeksi Bank Indonesia, inflasi KTI pada triwulan
III 2017 diperkirakan sedikit mengalami
peningkatan dan berada pada kisaran 4,31%
(yoy).

Jika dilihat berdasarkan wilayahnya,


peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III
2017 diperkirakan terjadi di Kalimantan dan
Sulawesi. Permasalahan pasokan komoditas
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah hortikultura seperti bawang merah dan tomat
Grafik IV.16. Disagregasi Inflasi KTI sayur, seiring masih tingginya curah hujan di awal
triwulan III 2017 menjadi pendorong peningkatan
Pada awal triwulan III 2017, inflasi Juli 2017 tekanan inflasi di kedua wilayah tersebut. Selain
tercatat lebih tinggi dari rata-rata historisnya. itu, khusus untuk wilayah Sulawesi dan Maluku-
Inflasi pada periode pasca HBKN Idul Fitri Papua, masih tingginya gelombang laut pada
tersebut tercatat sebesar 0,35% (mtm), jauh lebih musim angin timur mengakibatkan kendala
tinggi dibandingkan pola historis periode yang dalam penangkapan ikan segar yang banyak
sama dalam tiga tahun terakhir yang tercatat dikonsumsi masyarakat, seperti ikan tongkol,
deflasi 0,11% (mtm). Kondisi cuaca yang belum cakalang, dan oci, sehingga mendorong
membaik di wilayah Sulawesi dan Maluku peningkatan tekanan inflasi komoditas tersebut.
mengakibatkan penurunan pasokan ikan segar Di sisi lain, inflasi wilayah Balinustra pada
dan sayuran, yang akhirnya menjadi faktor utama triwulan III 2017 diperkirakan mengalami
dalam pendorong tingginya inflasi pada bulan Juli penurunan seiring terjaganya pasokan pada
2017. Selain itu berkurangnya pasokan ikan segar periode panen komoditas beras dan minimnya

73
potensi kendala cuaca walaupun terdapat El Nino KTI, khususnya meredam tingginya inflasi pangan
pada level lemah. yang dilakukan dengan upaya penguatan
kerjasama antar daerah.

Stabilitas Keuangan Daerah


Identifikasi & Pengukuran Sumber Kerentanan
Pada triwulan II 2017, sumber kerentanan
terhadap stabilitas keuangan daerah di KTI, baik
dari sisi eksternal maupun internal, dinilai masih
terjaga. Sumber-sumber kerentanan dari sisi
eksternal antara lain meliputi perkembangan
Sumber: Survei Pemantauan Harga ekonomi dunia serta harga komoditas. IMF
Grafik IV.17. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas melalui World Economic Outlook (WEO) merevisi
ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global,
seiring membaiknya perekonomian Tiongkok dan
Jepang. Selain itu, harga komoditas turut
menunjukkan peningkatan, terutama batu bara
dan tembaga yang merupakan komoditas utama
wilayah KTI. Kenaikan harga komoditas tersebut
berkontribusi dalam peningkatan kinerja ekspor
komoditas dari KTI. Hal ini turut didukung oleh
nilai tukar yang relatif stabil serta suku bunga
kebijakan moneter yang cenderung akomodatif.
Sumber: Survei Konsumen Dari sisi domestik, peningkatan harga properti di
Grafik IV.18. Ekspektasi Harga Konsumen triwulan II 2017 tercatat melambat. Inflasi juga
relatif terkendali meskipun sedikit meningkat
Melihat prospek dan risiko triwulan III 2017, Tim
karena faktor musiman bulan ramadhan dan
Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di KTI telah dan
HBKN Idul Fitri dan peningkatan administered
akan melakukan berbagai langkah strategis
prices. Dengan demikian, sumber-sumber
untuk mencegah peningkatan tekanan inflasi.
kerentanan tersebut dinilai masih belum
TPID di KTI akan terus melakukan upaya preventif
memberikan risiko yang signifikan terhadap
dan korektif untuk pengendalian inflasi,
kinerja keuangan korporasi maupun rumah
khususnya untuk komoditas volatile food.
tangga.
Berbagai upaya tersebut antara lain: (i)
melaksanakan operasi pasar dan pasar murah Sejalan dengan membaiknya harga komoditas
untuk menjaga stabilitas harga, (ii) dan ekspor, kinerja keuangan korporasi terbuka
mengoptimalkan peran Rumah Pangan Kita (RPK) di triwulan I 2017 turut mengalami perbaikan.
untuk memperpendek jalur distribusi, (iii) Profitabilitas perusahaan di awal tahun 2017
memperkuat koordinasi dengan Satgas Pangan menunjukkan kinerja yang meningkat
untuk meminimalisir tindakan spekulasi dibandingkan 2016. Perbaikan tersebut terutama
(penimbunan/ permainan harga), serta terjadi pada korporasi yang bergerak di sektor
menjalankan berbagai upaya spesifik dan inovatif pertambangan batubara, migas, dan industri
di masing-masing daerah sesuai dengan karakter kelapa sawit. Likuiditas juga tercatat mengalami
dan permasalahannya. Selain itu, berdasarkan perbaikan yang diiringi oleh penurunan tingkat
Rakorwil TPID se-KTI, diperoleh kesepakatan leverage. Para pelaku usaha yang menjadi
untuk menyelesaikan beberapa permasalahan di responden survei Bank Indonesia di daerah turut

74
melaporkan kondisi profitabilitas dan likuiditas permintaan luar negeri, terutama dari Tiongkok.
yang meningkat pada triwulan II 2017 (Tabel Namun, perbaikan kinerja korporasi belum
IV.3). Meski demikian, repayment capacity dari mampu meningkatkan repayment capacity dari
korporasi terbuka yang berusaha atau memiliki korporasi terbuka di bidang tersebut.
area operasional di KTI masih belum
Tabel IV.6. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka
menunjukkan perbaikan. Hal ini dipengaruhi oleh Komoditas Kelapa Sawit
porsi hutang jangka pendek yang terus meningkat Kinerja Keuangan Periode
Korporasi Terbuka 2016 Q1 2016 Q4 2017 Q1
dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada Profitabilitas (Return on Assets %) -4.13 3.18 4.26
korporasi di industri produk logam dan migas. Profitabilitas (Return on Equity %) -10.93 8.37 10.98
Leverage (Debt to Equity Ratio) 1.71 1.54 1.47
Hal ini sejalan dengan Survei Kegiatan Dunia Likuiditas (Current Ratio) 0.78 1.41 1.44
Usaha (SKDU) yang mengindikasikan perbaikan Kemampuan Bayar (DSR %) 2.79 2.35 0.91
Sumber: Bloomberg (diolah dari 12 perusahaan
kinerja korporasi. Berdasarkan SKDU,
terbuka)
profitabilitas pelaku usaha membaik. Pelaku
usaha yang menjawab profitabilitasnya membaik
Korporasi terbuka di bidang batu bara
meningkat pada triwulan II. Begitu pula dengan
mendapatkan keuntungan seiring meningkatnya
kondisi likuiditas pelaku usaha yang membaik di
harga komoditas global. Hal tersebut tercermin
triwulan II 2017. Hal ini disebabkan oleh berbagai
dari peningkatan profitabilitas (ROA) perusahaan
upaya pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi
dari 3,44% di akhir 2016 menjadi 5,25% di
dalam rangka meraih target di akhir 2017.
triwulan I 2017, di mana pada triwulan I 2016
Tabel IV.5. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka dan korporasi di bidang batu bara masih mengalami
Pelaku Usaha di KTI
Kinerja Keuangan Periode
kerugian. Perbaikan kinerja korporasi turut
Korporasi Terbuka 2016 Q1 2016 Q4 2017 Q1 mendorong perbaikan likuiditas perusahaan.
Profitabilitas (Return on Assets %) -4.13 3.18 4.26
Profitabilitas (Return on Equity %) -10.93 8.37 10.98 Tabel IV.7. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka
Leverage (Debt to Equity Ratio) 1.71 1.54 1.47 Komoditas Batu Bara
Likuiditas (Current Ratio) 0.78 1.41 1.44 Kinerja Keuangan Periode
Kemampuan Bayar (DSR %) 2.79 2.35 0.91 Korporasi Terbuka 2016 Q1 2016 Q4 2017 Q1
Pelaku Usaha Responden SKDU 2016 Q2 2017 Q1 2017 Q2 Profitabilitas (Return on Assets %) -8.19 3.44 5.25
Likuiditas (%Baik - %Buruk) 42.01 39.68 40.14 Profitabilitas (Return on Equity %) -29.98 13.89 20.50
Profitabilitas (%Baik - %Buruk) 42.49 42.12 43.67 Leverage (Debt to Equity Ratio) 3.19 2.75 2.70
Sumber: Bloomberg (diolah dari 44 perusahaan Likuiditas (Current Ratio) 0.56 1.67 1.72
terbuka) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha Kemampuan Bayar (DSR %) 3.42 2.75 0.46
Sumber: Bloomberg (diolah dari 12 perusahaan
terbuka)
Secara spasial, perbaikan kinerja korporasi
terjadi di semua wilayah. Perbaikan kinerja
Kinerja korporasi terbuka yang bergerak di
korporasi di Kalimantan terutama terjadi pada
bidang logam terus menunjukkan perbaikan
komoditas CPO, batubara, minyak dan gas. Di
meski masih mengalami kerugian. Perbaikan
Sulawesi, perbaikan kinerja tercatat pada
harga komoditas logam seperti tembaga dan
komoditas logam. Sementara di Maluku-Papua,
nikel turut mendorong kinerja perusahaan lebih
perbaikan tercatat di komoditas minyak dan gas.
baik di triwulan I 2017, meskipun indikator
Kinerja korporasi terbuka di bidang kelapa sawit profitabilitas berupa ROA dan ROE masih bernilai
membaik di tengah mulai melambatnya negatif.
peningkatan harga CPO dunia. Sejalan dengan
Membaiknya harga komoditas global turut
kinerja korporasi KTI secara umum, profitabilitas
mendorong perbaikan kinerja perusahaan di
perusahaan kelapa sawit di awal tahun 2017
bidang minyak dan gas. Tingkat probabilitas
meningkat dibandingkan 2016. Peningkatan
perusahaan di triwulan I 2017 membaik
profitabilitas korporasi disebabkan kenaikan

75
dibandingkan akhir tahun 2016. Selain didorong
oleh perbaikan harga komoditas, tingkat
permintaan minyak dan gas alam juga masih
cukup baik. Perbaikan profitabilitas tersebut juga
mendorong perbaikan likuiditas dan leverage
perusahaan.
Tabel IV.8. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka
Komoditas Logam
Kinerja Keuangan Periode
Korporasi Terbuka 2016 Q1 2016 Q4 2017 Q1
Profitabilitas (Return on Assets %) -2.46 -0.73 -0.47
Sumber: Survei Konsumen
Profitabilitas (Return on Equity %) -3.58 -1.05 -0.68 Grafik IV.19. Kinerja Keuangan Rumah Tangga KTI
Leverage (Debt to Equity Ratio) 0.43 0.45 0.45
Likuiditas (Current Ratio) 2.84 2.74 2.59
Kemampuan Bayar (DSR %) 2.73 2.10 1.43
Sumber: Bloomberg (diolah dari 12 perusahaan
terbuka)

Tabel IV.9. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka


Komoditas Minyak dan Gas Alam
Kinerja Keuangan Periode
Korporasi Terbuka 2016 Q1 2016 Q4 2017 Q1
Profitabilitas (Return on Assets %) -3.24 4.77 5.45
Profitabilitas (Return on Equity %) -11.75 18.48 20.89
Leverage (Debt to Equity Ratio) 3.01 2.52 2.89
Likuiditas (Current Ratio) 1.20 1.32 1.56 Sumber: Survei Konsumen
Kemampuan Bayar (DSR %) 1.58 1.83 1.75 Grafik IV.20. Kinerja Keuangan Rumah Tangga Kalimantan
Sumber: Bloomberg (diolah dari 12 perusahaan
terbuka)

Sejalan dengan perbaikan kinerja keuangan


korporasi di awal tahun 2017, kinerja keuangan
rumah tangga turut membaik pada triwulan II
2017. Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia
(Grafik IV.18), penghasilan rumah tangga
terindikasi membaik di tengah peningkatan
alokasi pendapatan untuk membayar cicilan
hutang Bank. Sumber: Survei Konsumen
Grafik IV.21. Kinerja Keuangan Rumah Tangga Sulawesi
Kondisi keuangan rumah tangga Kalimantan
membaik di triwulan II 2017. Berdasarkan survei
Berbeda dengan Kalimantan dan Sulawesi,
Bank Indonesia (Grafik IV.19), penghasilan rumah
penghasilan rumah tangga di Maluku-Papua dan
tangga diperkirakan mengalami peningkatan
Balinusra cenderung melemah di triwulan II
diiringi dengan berkurangnya alokasi cicilan
2017. Penurunan harga LNG dan pengurangan
hutang bank. Sementara, pada triwulan II 2017
karyawan korporasi menjadi beberapa penyebab
penghasilan rumah tangga di Sulawesi
menurunnya penghasilan rumah tangga Maluku-
meningkat namun diiringi dengan peningkatan
Papua. Dari sisi alokasi pendapatan, rumah
porsi pembayaran cicilan hutang. Tambahan
tangga Maluku-Papua justru meningkatkan
pendapatan terutama bersumber dari pencairan
alokasi untuk konsumsi. Sementara di Balinusra,
THR.
menurunnya penghasilan rumah tangga terkait

76
dengan belum turunnya gaji ke-13 dan beberapa di triwulan I 2017 menjadi 4,00% (yoy).
gaji ke-14 (THR) di beberarap daerah. Perlambatan tersebut terutama terjadi pada
kredit modal kerja dan konsumsi. Secara spasial,
perlambatan terjadi hampir di seluruh wilayah
KTI kecuali Sulawesi yang cenderung stagnan.
Dari sisi sektoral, perlambatan kredit di KTI
terjadi di hampir seluruh sektor dengan
penurunan terbesar berasal dari sektor
perdagangan dan industri. Namun demikian,
pertumbuhan kredit sektor pertanian dan
akomodasi mengalami akselerasi sehingga dapat
menahan perlambatan kredit yang lebih dalam.
Sumber: Survei Konsumen
Grafik IV.22. Kinerja Keuangan Rumah Tangga Maluku- Tabel IV.10. Pertumbuhan dan NPL Kredit Korporasi
Papua gKredit(%yoy) NPL (%)
Indikator & Wilayah 2016 2017 2016 2017
II I II II I II
Total Kredit 7.12 5.52 4.00 5.96 5.86 5.89
- Modal Kerja 6.86 5.84 0.77 8.02 7.72 7.35
- Investasi 7.15 5.47 6.87 4.27 4.46 4.77
- Pertanian 7.31 20.41 26.48 0.62 1.17 0.20
- Perikanan 6.56 -6.21 -6.12 0.24 7.93 7.13
- Tambang -6.23 -7.43 -10.37 12.58 15.51 19.24
- Industri 18.41 1.95 -6.31 9.31 5.55 4.56
- Konstruksi 8.33 -4.57 -6.32 8.19 7.05 6.97
- Perdagangan 11.59 9.74 3.21 4.60 7.17 6.16
- Akomodasi 19.51 7.20 10.37 4.72 4.84 5.78
Kalimantan 0.17 3.52 4.88 7.00 6.35 6.74
Sulawesi 22.33 6.78 -0.09 4.10 3.31 3.31
Maluku Papua 36.97 44.75 21.77 7.05 10.23 9.19
Balinusra 6.83 0.35 1.21 4.61 6.01 5.18
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV.23. Kinerja Keuangan Rumah Tangga Balinusra
Perlambatan pertumbuhan kredit korporasi
Ketahanan Sektor Korporasi turut disertai dengan meningkatnya rasio NPL
Sejalan dengan pertumbuhan kredit KTI yang akibat menurunnya kinerja korporasi pada
melambat, kinerja intermediasi perbankan tahun sebelumnya. NPL korporasi pada triwulan
kepada korporasi turut menurun. Hal ini terlihat II 2017 tercatat sedikit meningkat dari
dari adanya perlambatan pertumbuhan kredit sebelumnya 5,86% menjadi 5,89%. Masih
kepada debitur korporasi. Lebih lanjut, risiko berlanjutnya tren penurunan kualitas kredit
kredit korporasi yang tercermin dari rasio NPL disebabkan masih terbatasnya perbaikan
masih tercatat di atas batas aman dan cenderung repayment capacity korporasi pasca tekanan
meningkat. Hal ini mencerminkan belum pulihnya perlambatan kondisi ekonomi di tahun
repayment capacity korporasi. Kondisi tersebut sebelumnya. Secara sektoral, NPL tertinggi
dinilai mempengaruhi perbankan untuk lebih berada di sektor pertambangan (19,24%),
selektif dalam menyalurkan kredit kepada sektor konstruksi (6,97%), dan perdagangan (6,16%).
tertentu. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) Dari sisi spasial, provinsi di KTI yang memiliki NPL
milik korporasi di perbankan tumbuh membaik di atas 5% antara lain adalah Papua (14,67%),
didorong oleh akselerasi pada seluruh jenis Kaltimra (11,30%), serta NTT (9,77%).
simpanan. Memburuknya kualitas kredit tersebut perlu
mendapat perhatian perbankan dan pemangku
Pertumbuhan kredit kepada debitur korporasi kepentingan agar tidak menjadi faktor
pada triwulan II 2017 menurun dari 5,52% (yoy) penghambat dalam penyaluran kredit ke depan.

77
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) korporasi menurunnya pertumbuhan penyaluran jenis
kembali mengalami peningkatan di tengah kredit lainnya. Kredit lainnya merupakan kredit
penyaluran kredit yang melambat. Kinerja yang meliputi peralatan rumah tangga dan
keuangan korporasi yang cenderung membaik keperluan rumah tangga yang lain. Kredit rumah
sejak akhir tahun lalu dinilai menjadi faktor tangga lainnya tercatat tumbuh 27,86% (yoy)
pendorong pertumbuhan DPK tersebut. pada triwulan II 2017. Meskipun tumbuh tinggi,
Pertumbuhan DPK korporasi meningkat dari pertumbuhan kredit rumah tangga lainnya
7,23% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 21,65% cenderung melambat setelah pada triwulan I
(yoy). Peningkatan tersebut bersumber dari 2017 dan tumbuh sebesar 30,74% (yoy). Dalam
seluruh jenis simpanan. Adapun peningkatan periode yang sama, penyaluran Kredit
tertinggi berasal dari tabungan dengan tingkat Kepemilikan Rumah (KPR) tercatat juga tumbuh
pertumbuhan yang mencapai 93,90%. Secara melambat sebesar 3,18% (yoy) setelah
spasial, meningkatnya pertumbuhan DPK sebelumnya pada triwulan sebelumnya tumbuh
korporasi terjadi di seluruh wilayah, dengan 5,38% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan penyaluran
pertumbuhan tertinggi terjadi di Balinusra yang kredit multiguna meningkat, yakni dari 11,25%
mencapai 42,34% (yoy). (yoy) menjadi 11,72% (yoy) pada triwulan II 2017.
Perbaikan pertumbuhan juga dialami oleh
penyaluran Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
yang tumbuh -2,76% (yoy), membaik
dibandingkan triwulan I 2017. Perbaikan
pertumbuhan KKB didorong oleh peningkatan
kredit kendaraan roda 4 dan roda 2, utamanya
pada saat bulan Ramadhan dan menjelang Idul
Fitri. Akselerasi kredit multiguna dan perbaikan
pertumbuhan kredit kendaraan bermotor
menahan perlambatan kredit rumah tangga
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
secara keseluruhan.
Grafik IV.24. Pertumbuhan DPK Golongan Debitur
Korporasi Perlambatan pertumbuhan kredit di wilayah
Balinusra dan Sulawesi mendorong perlambatan
Ketahanan Sektor Rumah Tangga
pertumbuhan kredit di wilayah KTI secara
Senada dengan melambatnya pertumbuhan keseluruhan. Penyaluran kredit perbankan
kredit sektor korporasi, kredit kepada sektor kepada sektor rumah tangga pada triwulan II
rumah tangga di KTI juga tercatat mengalami 2017 di wilayah Sulawesi tercatat 12,30% (yoy),
perlambatan pada triwulan II 2017. Kredit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
kepada sektor rumah tangga tumbuh sebesar yang sebesar 13,89% (yoy). Perlambatan tersebut
10,91% (yoy), atau melambat dibandingkan terutama didorong oleh perlambatan
triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 11,31% pertumbuhan kredit di Sulawesi Selatan.
(yoy). Perbankan dinilai masih berhati-hati karena Pertumbuhan kredit di Balinusra juga melambat
adanya kecenderungan peningkatan NPL kredit dari 9,70% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
rumah tangga dari periode sebelumnya. NPL 9,46% (yoy).
kredit rumah tangga tercatat 1,80% pada
Perlambatan pertumbuhan kredit kepada sektor
triwulan II 2017, meningkat dibandingkan
rumah tangga tertahan oleh akselerasi
triwulan I 2017 yang sebesar 1,73%.
penyaluran kredit di wilayah Maluku-Papua,
Berdasarkan penggunaannya, perlambatan serta Kalimantan. Pertumbuhan kredit di kedua
penyaluran kredit rumah tangga didorong oleh wilayah secara berturut-turut tumbuh sebesar

78
19,45% (yoy) dan 7,32% (yoy), lebih tinggi melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan I
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 2017 yang sebesar 6,36% (yoy). Berdasarkan jenis
17,12% (yoy) dan 7,22% (yoy). Peningkatan simpanannya, penurunan terjadi pada tabungan
pertumbuhan kredit di Maluku-Papua terutama dan giro yang mendominasi pangsa simpanan
didorong pertumbuhan kredit di Papua Barat. rumah tangga. Hal ini sejalan dengan adanya
peningkatan konsumsi rumah tangga, baik
Tabel IV.11. Pertumbuhan dan NPL Kredit Rumah Tangga
gKredit(%yoy) NPL (%) makanan maupun non makanan. Namun
Indikator & Wilayah 2016 2017 2016 2017
II I II II I II
demikian, perlambatan penghimpunan dana dari
Total Kredit 9.74 11.31 10.91 1.65 1.73 1.80 sektor rumah tangga disebabkan pula oleh
- Multiguna 14.03 11.25 11.72 0.91 0.84 0.89
- KPR 7.95 5.53 3.18 3.24 3.94 4.18 menurunnya pendapatan masyarakat akibat
- KKB -15.81 -6.14 -2.76 1.99 1.81 1.91
- Lainnya 16.08 30.74 27.86 1.05 0.93 0.96
pemutusan kontrak kerja oleh korporasi.
Kalimantan 6.49 7.22 7.32 2.06 2.34 2.34
Sulawesi 5.50 17.12 19.45 1.31 1.66 1.14 Penurunan DPK milik sektor rumah tangga di
Maluku Papua 11.36 9.70 9.46 1.05 1.14 1.30
perbankan juga disebabkan adanya peningkatan
Balinusra 12.40 13.89 12.30 1.79 1.80 1.90
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah konsumsi barang-barang tahan lama oleh rumah
tangga. Berdasarkan survei konsumen Bank
Ketahanan rumah tangga KTI masih terjaga Indonesia terjadi peningkatan pengeluaran
dengan cukup baik, meski terjadi sedikit rumah tangga untuk pembelian barang-barang
peningkatan risiko kredit. Berdasarkan tahan lama. Adapun barang-barang tahan lama
penggunaannya, peningkatan risiko kredit rumah berjenis elektronik menjadi yang paling banyak di
tangga terjadi pada semua jenis penggunaan. beli oleh masyarakat, sejalan dengan peningkatan
Peningkatan NPL terbesar terjadi pada jenis KPR. yang terjadi pada kredit rumah tangga lainnya.
Kinerja korporasi yang melemah berdampak pada
daya beli masyarakat, termasuk penurunan
kemampuan dalam melunasi pinjaman. Meskipun
risiko kredit di KTI secara keseluruhan meningkat,
namun terjadi penurunan rasio NPL di Maluku-
Papua di tengah meningkatnya pertumbuhan
penyaluran kredit di wilayah tersebut.

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah


Grafik IV.26. Pertumbuhan Tabungan Golongan Debitur
Perseorangan Per Wilayah

Tabungan tumbuh melambat pada hampir


seluruh wilayah di KTI. Peningkatan
pertumbuhan tabungan rumah tangga hanya
terjadi di wilayah Balinusra, terutama Provinsi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Bali dan Nusa Tenggara Barat. Salah satu pemicu
Grafik IV.25. Pertumbuhan DPK Golongan Debitur
Perseorangan Per Wilayah meningkatnya tabungan rumah tangga di Provinsi
NTB adalah penerapan low cost deposit (LCD)
Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan yang menarik minat masyarakat untuk
kredit, dana yang dihimpun perbankan dari menghimpun dana di perbankan. Sementara itu
sektor rumah tangga juga tumbuh melambat. pertumbuhan tabungan cenderung menurun di
Pertumbuhan DPK tercatat sebesar 5,38% (yoy),

79
wilayah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku- hanya menyimpan uang di bank dalam bentuk
Papua. tabungan.

Sementara itu, pertumbuhan deposito


cenderung meningkat di tengah perlambatan
tabungan dan giro. Secara spasial pertumbuhan
deposito didorong oleh akselerasi deposito di
seluruh wilayah KTI kecuali Sulawesi. Peningkatan
pertumbuhan deposito di wilayah Balinusra
didorong oleh meningkatnya minat masyarakat
dalam menyimpan deposito di Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) di Provinsi Bali. Meskipun masih
tumbuh negatif, namun pertumbuhan deposito di Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
wilayah Maluku-Papua mulai membaik pada Grafik IV.28. Pertumbuhan Giro Golongan Debitur
triwulan II 2017. Sementara itu, perlambatan di Perseorangan Per Wilayah
Sulawesi menahan peningkatan pertumbuhan
Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil dan
deposito di KTI secara keseluruhan.
Menengah (UMKM)
Pembiayaan UMKM menunjukkan ketahanan
yang cukup baik pada triwulan II 2017. Hal ini
ditunjukkan dengan pertumbuhan kredit yang
masih di atas 10% dengan risiko yang menurun
dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan
kredit tercatat sebesar 10,44% (yoy), sedikit
melambat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 10,91% (yoy). Perlambatan
kredit UMKM terutama terjadi di Maluku-Papua
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
dan Balinusra, khususnya kepada sektor industri,
Grafik IV.27. Pertumbuhan Deposito Golongan Debitur
Perseorangan Per Wilayah
konstruksi, dan perdagangan. Risiko yang muncul
dari semakin ketatnya persaingan usaha
Sejalan dengan tabungan, giro KTI pada triwulan ditengarai menyebabkan perbankan lebih
II 2017 juga mengalami pertumbuhan yang berhati-hati dalam menyalurkan kredit UMKM.
melambat. Secara spasial, hampir seluruh Adapun kualitas kredit UMKM membaik
wilayah KTI mengalami pertumbuhan giro yang meskipun masih sebesar 5,00%, menurun
negatif. Pertumbuhan giro di Balinusra dan dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar
Maluku-Papua sedikit mengalami perbaikan, 5,02%. Penurunan NPL terjadi di hampir seluruh
walaupun tercatat masih negatif. Sementara itu, sektor ekonomi utama, kecuali sektor
pertumbuhan giro di Kalimantan tercatat perdagangan dan akomodasi.
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di Kredit kepada UMKM di Kalimantan tumbuh
sisi lain, meningkatnya pertumbuhan giro di cukup tinggi dan disertai dengan risiko yang
Sulawesi menahan perlambatan giro di wilayah menurun. Kredit UMKM di Kalimantan tumbuh
KTI secara keseluruhan. Peningkatan tersebut 10,66% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
mencerminkan adanya tendensi masyarakat sebelumnya 8,86% (yoy). Pertumbuhan kredit
Sulawesi untuk menggunakan simpanan giro tersebut ditopang sektor primer yaitu pertanian,
dalam rangka keperluan usaha dibandingkan perikanan dan tambang. Sementara itu, risiko

80
kredit UMKM di seluruh sektor terus mengalami Maluku-Papua mengalami perbaikan yang
perbaikan. tercermin dari penurunan rasio NPL walaupun
masih pada level yang cukup tinggi, yakni 8,45%.
Tabel IV.12. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM*
gKredit(%yoy) NPL (%)
Indikator & Wilayah 2016 2017 2016 2017
Tabel IV.14. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM di
II I II II I II Sulawesi*
Total Kredit 9.70 10.91 10.44 4.59 5.02 5.00 gKredit(%yoy) NPL (%)
- Modal Kerja 9.35 10.73 10.11 4.83 5.07 4.83 Indikator & Wilayah 2016 2017 2016 2017
- Investasi 10.50 11.30 11.19 4.06 4.92 5.39 II I II II I II
- Pertanian 19.12 23.63 31.33 2.00 3.88 2.84 Total Kredit 9.76 8.16 8.58 4.78 5.11 5.05
- Perikanan 25.42 17.73 21.56 4.84 6.18 6.07 - Pertanian 34.20 26.06 34.39 2.40 2.59 2.60
- Tambang -47.19 -3.75 23.81 13.37 7.84 5.38 - Perikanan 31.02 15.01 16.80 7.10 10.22 9.45
- Industri 17.69 7.33 6.28 5.35 4.77 4.20 - Tambang 9.14 -4.47 -10.30 4.34 9.36 6.80
- Konstruksi 2.96 6.31 1.31 11.44 12.71 10.75 - Industri 13.91 13.59 9.67 4.50 4.54 3.73
- Perdagangan 14.49 9.95 6.32 3.92 4.36 4.55 - Konstruksi 6.53 3.31 3.11 11.96 13.07 14.49
- Akomodasi 14.33 14.83 20.86 4.98 4.03 8.95 - Perdagangan 11.58 8.52 6.57 4.59 4.98 5.19
Kalimantan 7.88 8.86 10.66 5.98 5.44 4.84
- Akomodasi 24.02 9.48 10.87 4.50 4.54 3.73
Sulawesi 9.76 8.16 8.58 4.78 5.11 5.05
Maluku-Papua 0.19 15.60 10.50 5.10 9.19 8.45 Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Balinusra 16.31 15.39 12.59 2.41 2.78 3.86 *) Angka sangat sementara
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
*) Angka sangat sementara Tabel IV.15. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM di
Maluku-Papua*
Tabel IV.13. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM di gKredit(%yoy) NPL (%)
Indikator & Wilayah 2016 2017 2016 2017
Kalimantan*
II I II II I II
gKredit(%yoy) NPL (%)
Total Kredit 0.19 15.60 10.50 5.10 9.19 8.45
Indikator & Wilayah 2016 2017 2016 2017
- Pertanian -12.32 41.63 13.41 2.83 30.12 7.04
II I II II I II
- Perikanan 28.17 37.16 47.50 3.18 4.89 4.64
Total Kredit 7.88 8.86 10.66 5.98 5.44 4.84
- Tambang -6.93 10.00 23.92 1.99 9.47 9.44
- Pertanian 15.15 20.60 32.37 2.14 3.83 3.32
- Perikanan 18.42 14.88 16.57 3.81 4.46 4.40 - Industri 7.41 -7.48 1.82 8.52 13.08 11.07
- Tambang -63.21 0.17 58.37 18.87 8.34 5.47 - Konstruksi -15.39 34.95 16.21 13.28 21.30 16.42
- Industri 18.89 2.58 2.93 9.13 4.51 4.35 - Perdagangan 9.83 9.78 5.70 4.31 5.81 5.33
- Konstruksi 7.08 -1.39 -8.77 16.57 9.93 9.41 - Akomodasi -3.18 35.38 36.98 7.62 5.76 16.48
- Perdagangan 14.82 7.77 3.23 5.20 5.17 5.17 Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
- Akomodasi 15.25 -0.87 1.30 5.40 6.02 5.95 *) Angka sangat sementara
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
*) Angka sangat sementara Tabel IV.16. Pertumbuhan dan Rasio NPL Kredit UMKM di
Balinusra*
gKredit(%yoy) NPL (%)
Kredit UMKM di Sulawesi masih menunjukkan Indikator & Wilayah 2016 2017 2016 2017
peningkatan dalam kondisi ekonomi yang masih II I II II I II
Total Kredit 16.31 15.39 12.59 2.41 2.78 3.86
melambat. Kredit UMKM di Sulawesi tumbuh - Pertanian 30.37 27.54 27.30 1.40 2.19 2.36
- Perikanan 18.85 17.75 28.02 1.71 1.69 2.26
8,58% (yoy), lebih baik dibandingkan triwulan - Tambang -31.55 -37.25 -48.44 2.61 3.22 7.35
sebelumnya 8,16% (yoy). Pertumbuhan kredit - Industri 26.98 6.49 5.71 2.65 3.42 3.77
- Konstruksi 4.16 10.97 13.60 4.73 7.08 7.25
tersebut ditopang sektor primer yaitu pertanian,
- Perdagangan 19.97 14.00 9.14 2.50 2.92 3.27
perikanan dan akomodasi. Dari sisi risiko kredit, - Akomodasi 12.46 20.32 32.36 4.65 4.06 13.43
pembiayaan UMKM menunjukkan perbaikan Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
meski masih berada di batas atas NPL. *) Angka sangat sementara

Pembiayaan UMKM di Maluku-Papua cenderung Pertumbuhan Kredit UMKM di Balinusra masih


melambat, namun masih tumbuh cukup tinggi. cukup tinggi di tengah kondisi ekonomi yang
Kredit UMKM di Maluku-Papua tumbuh 10,50% masih belum sepenuhnya pulih. Pertumbuhan
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan kredit UMKM di Balinusra mencapai 12,59%
sebelumnya yang sebesar 15,60% (yoy). (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
Perlambatan tersebut terutama didorong sektor sebelumnya yang sebesar 15,39% (yoy). Ketatnya
perdagangan yang merupakan sektor utama persaingan usaha di sektor perdagangan menjadi
UMKM. Di sisi lain, risiko kredit UMKM di salah satu penyebab perlambatan pertumbuhan

81
pembiayaan UMKM. Sementara itu, risiko kredit Pertumbuhan volume maupun nominal
UMKM di Balinusra cenderung meningkat, transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional
tercermin pada peningkatan rasio NPL dari 2,78% Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan II 2017
di triwulan sebelumnya menjadi 3,86% di mengalami penurunan. Volume transaksi SKNBI
triwulan II 2017. Meski meningkat, rasio NPL pada tahun triwulan II 2017 tercatat sebanyak
tersebut menunjukkan risiko kredit UMKM di 2,04 juta transaksi dengan nominal mencapai
Balinusra masih dalam batas aman. Rp69,3 triliun, atau masing-masing turun 18,6%
(yoy) dan 35,4% (yoy).

Secara spasial penurunan transaksi kliring terjadi


di seluruh wilayah KTI. Penurunan nominal
terbesar terjadi di wilayah Maluku-Papua, yakni
sebesar 40% (yoy), sementara penurunan volume
terbesar terjadi di wilayah Sulawesi yakni 24,7%
(yoy). Penurunan ini ditengarai masih merupakan
dampak lanjutan dari pemberlakuan ketentuan
terkait caping transaksi kliring menjadi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah maksimum Rp100 juta sejak 1 Juli 2016.
Grafik IV.29. Rasio Kredit UMKM

Rasio kredit UMKM terhadap total kredit


tercatat meningkat pada hampir seluruh daerah
di KTI. Secara agregat, rasio kredit UMKM
meningkat dari 27,54% di triwulan I 2017 menjadi
28,31% di triwulan II 2017. Peningkatan rasio
tersebut menunjukkan upaya perbankan untuk
lebih mendorong pengembangan UMKM di KTI.
Terkait upaya tersebut, perbankan di KTI akan
terus mengoptimalkan peran jaringan yang Grafik IV.30. Volume Transaksi Kliring

dimiliki untuk memetakan UMKM potensial,


termasuk utilisasi dari Layanan Keuangan Digital
(LKD). Edukasi produk dan pendampingan intensif
juga menjadi strategi perbankan untuk
mendukung pembiayaan UMKM yang sehat dan
memiliki daya tahan yang baik.

Sistem Pembayaran dan Pengelolaan


Uang Rupiah
Sistem Pembayaran Nontunai
Grafik IV.31. Nominal Transaksi Kliring
Sejalan dengan perlambatan perekonomian KTI,
kinerja sistem pembayaran turut melambat Dari sistem BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time
pada triwulan II 2017. Perlambatan kinerja Gross Settlement), total nilai transaksi dari KTI
sistem pembayaran tersebut dicerminkan dari juga turun pada triwulan II. Pada triwulan II
kontraksi pada transaksi kliring maupun RTGS, 2017, transaksi RTGS dari KTI tercatat turun
yang terutama terjadi di wilayah Kalimantan. 9,54% (yoy). Penurunan terbesar tercatat di
bulan April sebesar 26,33% (yoy) diikuti bulan

82
Mei sebesar 2,65% (yoy). Sementara itu, di bulan sebesar Rp29,5 triliun dengan didorong
Juni naik 4,71% (yoy). Kenaikan ini didorong kebutuhan masyarakat pada bulan Ramadhan
perayaan HBKN Idul Fitri. dan menjelang Idul Fitri. Berdasarkan wilayah,
net outflow terbesar terjadi pada wilayah
Secara spasial, penurunan transaksi RTGS di KTI
Kalimantan sebesar Rp12,2 triliun dan terendah
terjadi di Kalimantan dan Balinusra. Transaksi
terjadi di wilayah Maluku-Papua sebesar Rp3,6
RTGS Kalimantan turun 5,47% (yoy), dan
triliun. Sementara net outflow di wilayah
Balinusra tercatat turun 47,34% (yoy). Di sisi lain,
Sulawesi dan Balinusra masing-masing sebesar
pertumbuhan RTGS di wilayah Sulawesi dan
Rp7,5 triliun dan Rp5,7 triliun.
Maluku-Papua tercatat meningkat sebesar 1,93%
(yoy) dan 13,98% (yoy).

Grafik IV.33. Aliran Uang Kartal

Grafik IV.32. Volume Transaksi Kliring


Terkait kegiatan pengedaran uang, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di KTI terus
Dalam rangka perluasan elektronifikasi, Kantor
berupaya meningkatkan layanan perkasan di
Perwakilan BI di wilayah KTI senantiasa aktif
daerah. Hal ini ditempuh melalui perluasan
melakukan upaya persuasif melalui edukasi,
jaringan kas titipan dengan target pembukaan 16
sosialisasi serta berkoordinasi dengan
kas titipan baru untuk KTI pada tahun 2017 serta
pihak/lembaga terkait. Inovasi penerapan
peningkatkan jangkauan layanan pengedaran
elektronifikasi diantaranya dilakukan di Sulawesi
uang di area perbatasan dan kepulauan terpencil
Selatan yang telah sukses menerapkan
melalui inisiatif BI Jangkau. Di KTI, inisiatif
Elektronifikasi P to P melalui pilot project E-Infaq.
tersebut direncanakan untuk dilakukan di enam
Di Sulawesi Utara, transaksi G to P dalam bentuk
provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan
pembayaran gaji PNS sudah terlaksana di seluruh
Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
kabupaten/kota.
Maluku Utara, serta Papua. Upaya ini diharapkan
Pengelolaan Uang Rupiah dapat meningkatkan soil level (kualitas uang yang
Kebutuhan uang kartal masyarakat selama diedarkan) dan menekan angka temuan uang
triwulan II 2017 mengalami peningkatan cukup palsu di masyarakat.
tinggi sesuai dengan pola historisnya, yang Seiring dengan kebijakan clean money policy,
tercermin dari posisi net outflow. Posisi net kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
outflow menggambarkan lebih besarnya aliran (UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia.
uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia Pada triwulan II 2017, jumlah UTLE yang
(outflow) dibanding uang kartal yang masuk ke dimusnahkan mencapai Rp 7,03 triliun dengan
Bank Indonesia (inflow). Walaupun ekonomi KTI rasio terhadap inflow sebesar 35,8%. Jumlah
masih cenderung melambat, posisi net outflow pemusnahan tersebut lebih rendah dari triwulan
uang kartal secara agregat di seluruh KTI tercatat sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 8,28 triliun.
meningkat dibandingkan triwulan I 2017, yaitu Tingkat pemusnahan terbesar secara berturut-

83
turut ada di wilayah Kalimantan sebesar Rp2,6 sebelumnya hanya 117 KUPVA di tahun 2014.
triliun dengan rasio terhadap inflow mencapai Kenaikan ini didorong oleh upaya Bank Indonesia
43,6%, Balinusra sebesar Rp2,3 triliun dengan bersama pihak berwajib untuk menertibkan
rasio 37%, Sulawesi Rp1,5 triliun dengan rasio KUPVA BB tidak berizin. Sehingga dapat dicegah
28% dan Maluku-Papua sebesar Rp468 miliar risiko pemanfaatan KUPVA BB untuk kegiatan
dengan rasio 30%. pencucian uang, pendanaan terorisme, judi on-
line, dan kejahatan lainnya sesuai dengan PBI
Jumlah uang palsu atau yang diragukan
No.18/20/PBI/2016 tanggal 3 Oktober 2016.
keasliannya yang dilaporkan kepada Bank
Dalam PBI tersebut diatur bahwa setiap
Indonesia di KTI pada triwulan II 2017 tercatat
penyelenggara KUPVA BB wajib memperoleh izin
meningkat. Temuan uang palsu pada triwulan II
dari Bank Indonesia. Terhadap penyelenggara
2017 tercatat sebanyak 2.658 lembar, lebih
KUPVA BB yang belum memperoleh izin dari Bank
banyak dari triwulan sebelumnya yang hanya
Indonesia diwajibkan untuk menutup kegiatan
2.394 lembar dengan dominasi uang pecahan
usaha dan mengajukan izin kepada Bank
besar (Rp50 ribu dan Rp100 ribu). Secara spasial,
Indonesia.
uang palsu terbanyak ditemukan di Provinsi
Kalimantan Barat (740 lembar), Provinsi Bali (703 Keuangan Inklusif
lembar) dan Provinsi Sulawesi Selatan (332 Upaya meningkatkan inklusi keuangan terlihat
lembar). Upaya antisipasi peningkatan peredaran dari peningkatan ketersediaan layanan keuangan
uang palsu melalui edukasi kepada masyarakat digital (LKD) bagi penduduk KTI. Hingga periode
terkait ciri-ciri keaslian uang Rupiah terus Mei 2017, jumlah agen LKD di KTI telah mencapai
dilakukan di seluruh daerah. Hal tersebut juga 173.998 agen, meningkat dibandingkan jumlah
akan didukung oleh peningkatan kegiatan agen LKD pada bulan Maret 2017 yang berjumlah
bersama serta penguatan koordinasi antara Bank 101.322 Agen. Provinsi dengan jumlah agen LKD
Indonesia dengan perbankan dan pihak yang terbesar adalah Sulawesi Selatan (7.860 agen),
berwenang dalam hal penanganan laporan Bali (3.985 agen), dan Kalimantan Selatan (3.635
masyarakat terkait uang yang diragukan agen).
keasliannya.

Prospek Perekonomian
Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Ekonomi KTI triwulan IV 2017 diprakirakan
tumbuh meningkat dibandingkan dengan
triwulan III 2017. Akselerasi tersebut terutama
disumbang oleh wilayah Sulawesi, Maluku-Papua,
dan Balinusra. Sementara itu, Kalimantan tumbuh
relatif stabil. Perbaikan di Sulawesi terutama
Grafik IV.34. Temuan Uang Palsu didukung oleh akselerasi usaha sektor tradable
yang akan mendorong pertumbuhan ekspor luar
Pengawasan KUPVA negeri serta konsumsi rumah tangga. Untuk
Jumlah Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Maluku-Papua dan Balinusra, peningkatan
Bukan Bank (KUPVA BB) yang berizin di wilayah pertumbuhan akan ditopang oleh perbaikan
KTI terus mengalami peningkatan. Jumlah lapangan usaha pertambangan serta berbagai
KUPVA BB berizin paling banyak di Bali sebanyak usaha jasa yang sejalan dengan peningkatan
143 KUPVA. Jumlah ini terus meningkat dari konsumsi secara keseluruhan. Untuk Kalimantan,

84
perbaikan konsumsi dan investasi relatif tertahan perekonomian yang diprakirakan mengalami
oleh masih terbatasnya capaian ekspor seiring akselerasi untuk keseluruhan tahun 2017.
dengan harga komoditas yang diprakirakan Ekonomi KTI tahun 2017 diprakirakan tumbuh
berada dalam tren perlambatan hingga akhir pada kisaran 4,9%-5,3% (yoy), lebih tinggi dari
2017. capaian 2016 sebesar 4,84% (yoy). Prakiraan
pertumbuhan ekonomi KTI tersebut cenderung
Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan
bias ke bawah dari proyeksi pada laporan
ekonomi KTI akan didorong oleh konsumsi
triwulan sebelumnya. Tendensi bias ke bawah
rumah tangga dan investasi (PMTB).
tersebut dipengaruhi oleh capaian ekspor luar
Meningkatnya konsumsi rumah tangga utamanya
negeri yang tidak sekuat perkiraan dan konsumsi
didukung oleh permintaan masyarakat yang
pemerintah yang masih terbatas.
menguat memasuki periode akhir tahun untuk
perayaan HBKN Natal dan Tahun Baru.
Sementara itu, PMTB terutama akan didukung
oleh percepatan realisasi proyek pemerintah dan
swasta di berbagai daerah untuk dapat mencapai
target akhir tahun. Adapun ekspor luar negeri
dan konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh
tidak sebaik triwulan sebelumnya. Perlambatan
ekspor dipengaruhi oleh belum otpimalnya
ekspor pertambangan dari Kalimantan, Papua,
dan NTB. Adapun perlambatan konsumsi Grafik IV.35. Perkiraan Kinerja Pelaku Usaha
pemerintah dinilai lebih dipengaruhi upaya (Liaison – One Year Projection)
efisiensi pada belanja operasional di tengah
peningkatan pada belanja modal. Secara spasial, kinerja perekonomian yang
menguat dibandingkan dengan tahun 2016
Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kalimantan dan Sulawesi. Membaiknya
lebih cepat pada triwulan IV 2017 didukung oleh ekonomi Kalimantan diprakirakan terjadi di
seluruh lapangan usaha tradable serta lapangan seluruh komponen permintaan, terutama ekspor
usaha utama lainnya. Peningkatan lapangan dari usaha industri pengolahan dan tambang.
usaha tradable salah satunya ditopang oleh Kondisi ini ditopang oleh perkembangan harga
peningkatan produksi pertanian seiring dengan komoditas yang secara tahunan dinilai lebih baik
masih berlangsungnya panen tanaman bahan dari tahun 2016. Kondisi serupa juga terjadi di
makanan di beberapa daerah sentra. Perbaikan Sulawesi yang ditopang oleh perbaikan harga dan
lapangan usaha tambang dan industri olahan ekspor nikel. Berdasarkan hasil liaison, pelaku
diprakirakan ditopang oleh optimisme pada usaha di KTI optimis bahwa penjualan dan
permintaan nikel dan produk olahannya dari investasi di tahun 2017 akan mengalami
mitra dagang yang kembali menguat di akhir perbaikan dibandingkan dengan tahun
tahun. Adapun kinerja usaha konstruksi, sebelumnya. Di tengah optimisme tersebut,
perdagangan, dan akomodasi yang mengalami upaya untuk mendorong sumber pertumbuhan
peningkatan di triwulan IV 2017 memiliki baru di KTI perlu terus dilakukan. Salah satu
keterkaitan dengan perkembangan komponen sektor yang perlu diperhatikan adalah
konsumsi rumah tangga dan investasi yang juga agroindustri yang memiliki potensi yang besar di
diprakirakan terakselerasi di periode akhir tahun. KTI. Potensi agroindustri KTI perlu dioptimalkan
Peningkatan pertumbuhan ekonomi KTI pada di tengah berbagai tantangan yang masih
triwulan IV 2017 akan menggiring optimisme dihadapi, antara lain terkait tenaga kerja,

85
infrastruktur, maupun pembiayaan (lihat Boks terutama berasal dari volatile food. Masuknya
IV). musim hujan di akhir tahun diperkirakan akan
mengurangi pasokan komoditas hortikultura,
Upaya untuk mendorong agroindustri menjadi
bumbu-bumbuan, sayuran, serta ikan segar,
semakin krusial untuk Maluku-Papua dan
ditengah adanya peningkatan permintaan
Balinusra yang diperkirakan tumbuh melambat
masyarakat seiring adanya perayaan HKBN Natal
pada tahun 2017. Perlambatan di dua wilayah
di akhir tahun.
tersebut terutama disebabkan oleh cukup
dominannya pengaruh usaha pertambangan Secara spasial, peningkatan tekanan inflasi pada
mineral yang ada di Papua dan NTB. Sejumlah triwulan IV 2017 diperkirakan terjadi di hampir
tantangan terkait operasional pertambangan semua wilayah. Untuk wilayah Kalimantan,
sepanjang 2017 antara lain izin usaha, efisiensi sumber tekanan terbesar diperkirakan pada
tenaga kerja dan gangguan operasional karena peningkatan tarif angkutan udara seiring
mesin rusak serta kuota ekspor yang lebih rendah peningkatan permintaan pada HKBN Natal di
dari tahun 2016 (NTB), menekan kinerja akhir tahun. Sedangkan untuk wilayah Sulawesi
perekonomian daerah tersebut. Produsen dan Maluku-Papua, tekanan inflasi terbesar pada
mineral utama di Papua juga diprakirakan akan triwulan IV 2017 diperkirakan terjadi pada
menahan realisasi investasinya seiring dengan komoditas hortikultura dan ikan segar, seiring
kinerja penjualan yang tidak sebaik perkiraan datangnya musim hujan dan tingginya gelombang
awal. laut di akhir tahun. Sedangkan, untuk wilayah
Balinusra, laju inflasi di akhir tahun diperkirakan
Di samping kinerja tambang yang menjadi
kembali mengalami penurunan seiring terjaganya
penahan ekonomi KTI pada tahun 2017,
pasokan dan minimnya kendala dari cuaca.
beberapa faktor risiko terhadap pertumbuhan
ekonomi juga masih mengemuka. Dari sisi Dengan perkembangan tersebut, tekanan inflasi
eksternal, divergensi arah pertumbuhan ekonomi KTI pada sepanjang tahun 2017 diperkirakan
negara mitra dagang utama dan perbaikan harga masih dalam rentang target nasional. Melihat
komoditas yang belum stabil memberikan risiko kondisi perkembangan yang lalu dan potensi
terhadap kinerja ekspor luar negeri. Sementara inflasi ke depan, rentang perkiraan inflasi 2017
itu, adanya risiko kenaikan inflasi dan kualitas mencapai 4,30-4,70% (yoy), meningkat dari tahun
kredit perbankan yang meningkat berpotensi sebelumnya yang tercatat sebesar 2,90% (yoy).
menahan kegiatan konsumsi rumah tangga dan Secara spasial, kenaikan inflasi diprakirakan
ekspansi kredit perbankan ke beberapa sektor terjadi di semua wilayah.
dengan NPL tinggi. Hal tersebut kemudian dapat
Sumber utama peningkatan tekanan inflasi KTI
berlanjut pada menurunnya tingkat kepercayaan
pada tahun 2017 terutama berasal dari kelompok
investor asing maupun pelaku usaha domestik.
administered prices seiring dengan adanya
Lebih lanjut, regulasi pertambangan seperti
kenaikan biaya perpanjangan STNK pada awal
domestic market obligation (DMO) batubara dan
tahun, penyesuaian tarif listrik daya 900 VA, dan
pembatasan ekspor mineral mentah juga perlu
kenaikan tarif angkutan udara akibat masih
dikawal dengan baik karena dapat menekan
belum seimbangnya antara permintaan dan
produksi pertambangan secara temporer, meski
jumlah penerbangan (terutama di Kalimantan).
kemudian akan berdampak positif dalam jangka
Selain itu, inflasi volatile food juga diperkirakan
panjang.
mengalami peningkatan terutama bersumber
Prospek Inflasi dari gangguan produksi hortikultura dan pasokan
Tekanan inflasi di KTI pada triwulan IV 2017 ikan segar. Tingginya curah hujan dan gelombang
diprakirakan meningkat. Naiknya tekanan inflasi laut mempengaruhi pasokan ikan segar dan

86
syuran, khususnya di Sulawesi dan Maluku. Selain
itu, adanya perayaan HKBN di paruh kedua tahun
2017 seperti, Idul Adha, tahun baru Islam, Maulid
Nabi, Natal dan tahun baru, berpotensi
meningkatkan permintaan masyarakat terhadap
beberapa komoditas pangan, seperti daging
ayam ras, telur ayam ras dan juga jasa angkutan
udara.

Untuk mengurangi risiko pencapaian target inflasi


2017, sinergi TPID dengan pemerintah dan unsur
lain seperti satgas pangan perlu dioptimalkan. Hal
ini sejalan dengan arahan Presiden dalam Rapat
Koordinasi Nasional VII TPID pada tanggal 27 Juli
2017. Upaya pengendalian inflasi dilakukan untuk
memastikan inflasi tahun ini berada dalam
sasaran target Nasional 4%±1% dan pada
akhirnya dapat menciptakan kesejahteraan
masyarakat.

87
Pentingnya Pengembangan
Boks 5 Agroindustri
Dalam rangka menciptakan pertumbuhan
ekonomi KTI yang berkelanjutan, agroindustri
menjadi salah satu opsi pengembangan sumber
pertumbuhan ekonomi baru. Pentingnya
pengembangan agroindustri di KTI didukung oleh
sejumlah faktor yaitu (i) dukungan pangsa sektor
pertanian KTI yang tinggi; (ii) dukungan tingkat
Grafik IV.36. Perkembangan Pangsa Agroindustri KTI
produksi komoditi agro potensial yang juga
merupakan unggulan ditingkat global; serta (iii)
agroindustri sebagai bagian dari target
pengembangan agroindustri pada RIPIN 2013-
2029.

Sektor pertanian merupakan salah satu


penyumbang tertinggi perekonomian di KTI.
Rata-rata sumbangan sektor pertanian terhadap
perekonomian antara 17%-28% terhadap PDRB di
masing-masing wilayah (Tabel 1). Sumbangan ini
bersumber dari kinerja berbagai komoditas Grafik IV.37. Pangsa Ekspor Kelapa Sawit, Kakao, Kelapa
dan Perikanan KTI terhadap Indonesia (Bahan Baku dan
unggulan daerah diantaranya kakao, kelapa,
Produk Turunan)
kelapa sawit, ikan, dan jagung. Keunggulan
produk pertanian daerah tercermin dari tingkat Minimnya pengembangan agroindustri di KTI
produksinya yang tinggi, antara lain Sulawesi juga tercermin dari terbatasnya jumlah industri
Utara dengan komoditas Kelapa, dan Sulawesi kategori besar yang berada di wilayah tersebut.
Tenggara dengan komoditas Kakao. Berdasarkan Survei Industri Besar Sedang (IBS)
13
Tabel IV.17. Pangsa Sektor Pertanian Per Wilayah oleh BPS , agroindustri hanya memiliki pangsa
Wilayah Pangsa Sektor Pertanian 4,8% dari total industri kategori besar-sedang di
Kalimantan 16.40% KTI. Disamping jumlah yang minim, output
Sulawesi 28.40% agroindustri juga masih terbilang minim. Adapun
Maluku-Papua 16.90% output agroindustri besar sedang dan industri
14
mikro kecil (IMK) di KTI hanya mencapai 6,8%
Balinusra 20.70%
dari total output industri nasional. Kondisi ini juga
diperburuk oleh kondisi pemasaran produk
Agroindustri penting untuk dikembangkan di KTI
groindustri KTI yang masih bersifat lokal. Hanya
mengingat pemanfaatan maupun pengembangan
13,2% dari total output agroindustri KTI yang
potensi besar yang dimiliki masih relatif rendah.
ditujukan untuk pasar ekspor.
Pangsa agroindustri KTI saat ini hanya sebesar 6%
per tahun, lebih rendah dibanding nasional yang
sekitar 11%. Hal ini mencerminkan hilirisasi
pertanian yang terbatas. (Grafik IV.36)
13
Survei IBS BPS tahun 2014.
14
Survei IMK BPS tahun 2014

88
15
Berdasarkan asesmen yang dilakukan , terdapat Berdasarkan simulasi yang dilakukan,
empat komoditas pertanian yang potensial pengembangan agroindustri kelapa sawit, kakao,
dikembangkan di KTI yaitu kakao, ikan, kelapa kelapa dan ikan di Kawasan Timur Indonesia
dan kelapa sawit. Komoditas tersebut memiliki dapat memberikan dampak yang signifikan
keunggulan ditingkat regional maupun global. terhadap perekonomian. Pengembangan
Kamar Dagang Indonesia (KADIN) bahkan pengolahan lanjutan komoditas tersebut akan
mengategorikan keempat komoditas tersebut meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata
17
sebagai komoditi potensial unggul dari sisi tingkat 0.6% setiap tahunnya . Jika dilihat dari jenis
produksi. Adapun tingkat produksi keempat komoditasnya, dampak tertinggi terhadap
komoditas tersebut di KTI merupakan yang perekonomian daerah berasal dari
tertinggi di Indonesia dengan rata-rata pangsa pengembangan (i) industri kakao di Sulampua;
16
produksi berkisar antara 20%-50%. Sehingga lalu diikuti dengan pengembangan (ii) industri
input industri berbasis keempat komoditas kelapa sawit di Kalimantan, (iii) pengembangan
tersebut dapat dipenuhi dari KTI sendiri. industri perikanan di Sulampua dan Balinusra;
dan (iv) pengembangan industri kelapa di
Tabel IV.18. Pangsa Produksi Per Wilayah 18
Wilayah Kelapa Sawit Kakao Ikan Sulampua .
Kalimantan 4.9% 28.4% 1.3% 16.2%
Sulawesi 21.8% 2.5% 59.1% 33.6% Potensi Pengembangan Agroindustri
Maluku-Papua 12.4% 0.6% 5.1% 8.0%
Pengembangan agroindustri KTI masih sangat
Balinusra 6.8% 0.0% 2.9% 7.2%
terbuka untuk dilakukan, khususnya melalui
penerapan teknologi yang lebih baik.
Komoditas unggulan KTI, kelapa sawit, kelapa,
Peningkatan pemanfaatan teknologi terhadap
kakao dan pertanian, memiliki daya saing ekspor
produk agroindustri KTI sangat perlu dilakukan
yang relatif tinggi. Pangsa ekspor Indonesia
mengingat sebagian besar produk berada dalam
terhadap total ekspor dunia cukup signifikan
kategori low-tech industry (Grafik 2). Penerapan
untuk komoditas kelapa sawit dan kelapa serta
teknologi yang rendah tersebut terutama
turunannya. Ekspor kedua jenis komoditas
terdapat pada komoditas kelapa sawit, kelapa,
tersebut terhadap dunia masing-masing
kakao dan ikan.
mencapai 60,5% dan 61,8%. Sementara, untuk
turunan kakao dan perikanan, masing-masing Selain itu, pengembangan agroindustri KTI juga
sebesar 20,0% dan 13,8%. Adapun pangsa ekspor dapat dilakukan melalui penguatan industri
produk turunan KTI terhadap nasional masih yang ada saat ini dan pengikutsertaan
relatif kecil khususnya untuk komoditas kelapa agroindustri pada Global Value Chain (GVC)
sawit, dan kakao masing-masing sebesar 12,6% yang berhasil. Pengembangan industri yang ada
dan 3,4%. Sementara, pangsa ekspor produk saat ini dan peningkatan peran GVC perlu
turunan untuk komoditas kelapa dan ikan sudah berpedoman pada Rencana Induk Pengembangan
cukup besar yaitu 46,9% dan 48,0% yang masih Industri Nasional (RIPIN) yang telah menetapkan
berupa produk bernilai tambah rendah. Dengan blueprint pengembangan industri KTI.
demikian, terlihat bahwa ekspor KTI sangat
Selain itu, pengembangan agroindustri KTI juga
terkonsentrasi pada produk dari sisi hulu dan
dapat dilakukan melalui penguatan industri
minim integrasi dari hulu ke hilir.
17
Simulasi dilakukan oleh peneliti Bank Indonesai
menggunakan model General Equilibrium menggunakan
GEMPACK INDOTERM Angka merupakan angka kenaikan dari
15
Asesmen oleh Bank Indonesia dan mengacu pula pada hasil baseline sesuai olahan model menggunakan data IRIO 2005.
FGD dengan instansi terkait Dampak ekonomi diukur pada skala KTI.
16 18
Sumber : Data Produksi Pertanian dan Perkebunan tahun Dampak ekonomi diukur pada skala wilayah yang memiliki
2016, Kementerian Pertanian. potensi terbesar.

89
yang ada saat ini dan pengikutsertaan dan Malaysia. Namun, produk CPO Indonesia
agroindustri pada Global Value Chain (GVC) masih dihargai lebih murah di pasar internasional
yang berhasil. Pengembangan industri yang ada terutama diakibatkan oleh kendala rendahnya
19
saat ini dan peningkatan peran GVC perlu nilai DOBI CPO serta belum seluruh produk
berpedoman pada Rencana Induk Pengembangan memiliki serfitifikasi Indonesia Sustainable Palm
Industri Nasional (RIPIN) yang telah menetapkan Oil (ISPO). Kedepan, apabila kendala tersebut
blueprint pengembangan industri KTI. dapat diatasi, maka CPO dapat dikembangkan
menjadi bagian GVC a.l soap, biodiesel, dan fatty
acid. Disisi lain, pemasaran produk minyak
goreng curah KTI masih terbatas di dalam negeri,
sebagian besar dikirimkan ke Jawa Timur dan
selanjutnya diolah menjadi minyak goreng siap
konsumsi.

Kelapa
Pengembangan industri kelapa di KTI diarahkan
untuk menjadi produk siap konsumsi yang
Grafik IV.38. Tingkat Teknologi Industri KTI bernilai tambah tinggi. Saat ini, hilirisasi kelapa
menghasilkan produk yang bernilai tambah
Kakao
rendah yaitu berupa minyak kelapa, tepung
Pengembangan industri kakao diarahkan untuk kelapa dan makanan ternak. Produk olahan
menjadi produk siap konsumsi. Saat ini hanya tersebut diekspor ke sejumlah negara denga
pengolahan kakao di KTI masih bernilai tambah negara antara lain Tiongkok, Malaysia, dan Brazil.
rendah yaitu berupa bubuk kakao, padat (liquor), Selanjutnya, produk-produk ini kemudian diolah
dan butter. Hasil produk olahan tersebut menjadi produk siap konsumsi yang bernilai
merupakan komoditas ekspor unggulan ke tambah tinggi, antara lain makanan olahan,
beberapa negara Eropa, Amerika dan Singapura kosmetik, dan bahan baku jok mobil.
yang selanjutnya diolah menjadi produk dengan
Di KTI, pengembangan lanjutan produk olahan
nilai tambah yang lebih tinggi. Adapun output
kelapa masih sulit dilakukan. Tantangan
akhir dari produk olahan kakao di negara-negara
pengembangan terutama berupa masih
tujuan ekspor tersebut berupa cokelat batang,
rendahnya kualitas produk agro sebagai input.
parfum dan kosmetik.
Pengolahan minyak kelapa dan tepung berupa
Produk olahan kakao yang bernilai tambah tinggi kelapa kopra masih menggunakan teknik
masih sulit untuk dikembangkan di KTI. pengasapan sehingga kualitas dan harganya pun
Tantangan yang dihadapi terutama terkait lebih rendah. Dengan demikian, upaya
kontinuitas bahan baku kakao dengan kualitas pengolahan produk input berkualitas tinggi
baik (terfermentasi) sebagai input, serta skill merupakah syarat mutlak pengolahan produk
tenaga kerja yang minim. kelapa lebih lanjut.
Kelapa Sawit Ikan Laut
Pengembangan industri Kelapa Sawit diarahkan Saat ini, agroindustri perikanan di KTI sudah
untuk menghasilkan produk turunan bernilai terhilirisasi cukup baik namun dengan jumlah
tambah tinggi. Saat ini pengolahan kelapa sawit
19
relatif serupa di seluruh KTI yaitu berupa CPO & Deterioration of Bleachability Index (DOBI) menunjukkan
tingkat kemudahan CPO dipucatkan yang mengindikasikan
minyak goreng curah. Produk CPO KTI diekspor ke
proses pengolahan dari kebun – pabrik – refineri berlangsung
sejumlah negara Asia seperti Tiongkok, Singapura dengan baik dan kemudahan proses pengolahan selanjutnya

90
terbatas. Produk turunan perikanan sudah cukup tantangan kualitas, kecukupan dan kontinuitas
berkembang, diantaranya berupa produk ikan pasokan bahan baku. Beberapa kendala terkait
beku, ikan kalengan dan Alkali Treated Chips bahan baku yang dihadapi masing-masing
(ATC) sebagai produk utama ekspor dunia. komoditas dijabarkan dalam Tabel IV.19.

Meski sudah dikembangkan cukup baik, masih Untuk mengatasi tantangan pengembangan
terdapat potensi besar hilirisasi perikanan. Peran agroindustri baik di sektor hulu maupun industri
yang lebih besar dan aktif dalam GVC dapat itu sendiri, terdapat beberapa rekomendasi
diupayakan melalui pengembangan produk yang dapat disampaikan:
daging dan tepung ikan, ikan asap, ikan kering,
1. Secara umum, memperluas program
dan fillet beku. Varian produk tersebut relatif
peremajaan tanaman, pemenuhan bibit
cukup mudah untuk dikembangkan namun
berkualitas, penguatan kelembagaan
membutuhkan tenaga kerja yang terampil
komoditas spesifik, dan monitoring
dengan lingkungan kerja yang higienis. Isu terkait
pemenuhan standar kualitas.
higienitas produk olahan tuna Indonesia yang
mengakibatkan larangan impor pada sejumlah 2. Mengarahkan kebun rakyat untuk dapat
negara terhadap produk perikanan Indonesia memenuhi standar manajemen kebun
perlu segera diselesaikan. Selain itu, kualitas plasma/inti, bekerjasama dengan pengusaha.
olahan perikanan KTI harus ditingkatkan dengan 3. Meningkatkan program revitalisasi kakao
mencontoh dan mengadopsi keberhasilan untuk peremajaan dan penanaman kembali
pengembangan industri perikanan di negara lain tanaman kakao untuk menjaga produksi
seperti keberhasilan industri perikanan di jangka panjang dan jangka pendek.
Tiongkok, Jepang dan Filipina.
4. Memberikan skim pembiayaan yang sesuai
Tantangan Hulu Pengembangan dengan karakteristik komoditas seperti skim
Agroindustri khusus untuk pembiayaan kapal perikanan
Tabel IV.19. Tantangan Hulu Pengembangan Agroindustri yang dapat disubsidi oleh pemerintah
Kelapa Sawit Kelapa daerah. Kemudian, skim pembiayaan khusus
• Produktivitas petani
petani Kakao, yang memungkinkan
individu yang jauh lebih • Penurunan produksi akibat
rendah dibanding dengan tanaman yang sudah tua pembayaran dilakukan pasca panen.
korporasi. serta adanya alih fungsi
• Tingkat pemahaman petani lahan. Kondisi penurunan ini
5. Meningkatkan nilai DOBI CPO serta jumlah
& pelaku usaha akan konsisten terjadi setiap perusahaan sawit yang memiliki sertifikat
pentingnya sertifikasi ISPO, tahun meski permintaan 20
ISPO dan RSPO .
kualitas DOBI dan RSPO relatif tinggi*.
yang belum merata.
Kakao Ikan
• Penurunan produksi
disebabkan oleh usia
• Biaya yang besar untuk
tanaman yang sudah tua
membeli kapal teknologi
serta peralihan lahan
tinggi,
menjadi komoditas lain.
• Nelayan belum memahami
• Kualitas kakao non
pengolahan perikanan yang
fermentasi yang kurang baik
higienis. 20
menyebabkan sulit diterima DOBI (Deterioration of bleachability index ) mencerminkan
industri. tingkat kemudahan CPO dipucatkan. ISPO (Indonesian
* FGD dengan Asosiasi Pelaku Usaha Industri di Maluku Sustainable Palm Oi)l yang mencerminkan kebijakan
Utara dan Sulawesi Utara. meningkatkan daya saing kelapa sawit dengan
memperhatikan prinsip kesinambungan lingkungan. RSPO
Tantangan utama yang mengemuka dalam (Roundtable on Sustainable Palm Oil) bertujuan
pengembangan agroindustri Indonesia adalah mengembangkan dan mengimplementasikan standar global
untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.

91
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

92
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki basis pertanian yang cukup kuat di dunia.
Dengan tingkat pertumbuhan yang masih tergolong tinggi di bandingkan negara peer ditengah
berbagai dinamika eksternal maupun internal, Indonesia menyimpan begitu banyak potensi untuk
dikembangkan terutama terkait pengolahan hasil pertanian dengan memanfaatkan potensi hasil
pertanian guna mendukung tumbuhnya perekonomian nasional yang berkualitas dan
berkesinambungan. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya stabil, namun juga tinggi dan
berkesinambungan sangat diperlukan Indonesia untuk dapat terhindar dari middle income trap.
Untuk itu, agroindustri sebagai tulang punggung industri pengolahan dapat berperan besar menjadi
penopang ketahanan ekonomi nasional. Pengembangan agroindustri nasional saat ini belum
optimal mengingat masih terbatas pada produk turunan awal. Dengan demikian, potensi
pengembangan lebih lanjut agar produk agroindustri nasional dapat memiliki nilai tambah yang
lebih tinggi sangat terbuka. Dari sisi kesejahteraan, pengembangan agroindustri mampu
mendukung pemerataan kesejahteraan di berbagai wilayah di Indonesia mengingat keterkaitan
yang tinggi agroindustri dengan sektor lain terutama pertanian yang telah menjadi basis ekonomi
utama sebagian besar daerah di Indonesia. Pengembangan agroindustri juga mampu mendukung
penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi dan peningkatan ekspor nasional. Namun demikian,
pengembangan agroindustri menghadapi sejumlah tantangan utama baik yang terkait dari sisi
produksi untuk pemenuhan input agroindustri, proses produksi dalam agroindustri, tata kelola
pemerintahan dan pembiayaan serta kepastian dukungan enabler lainnya.

Perekonomian Indonesia mulai menunjukkan internasional berpotensi menghambat pemulihan


arah perbaikan pasca periode berlangsungnya volume perdagangan internasional.
commodity bust di tahun 2014. Sejak triwulan IV
Sepanjang periode 2010-2013, pertumbuhan
2016, pertumbuhan ekonomi nasional cenderung
ekonomi Indonesia berada pada kisaran 6% dan
meningkat, setelah sebelumnya selama dua
banyak ditopang oleh kinerja komoditas. Hal
tahun terakhir sempat mengalami perlambatan
tersebut seiring dengan tingkat harga komoditas
pertumbuhan hingga 4,74% (triwulan II 2015).
dan permintaan dunia yang tinggi. Namun,
Perbaikan ini didukung oleh perkembangan
dengan adanya tekanan harga komoditas yang
ekonomi global yang lebih kondusif serta
terus membayangi, maka Indonesia perlu
fundamental perekonomian domestik yang
menemukan sumber pertumbuhan baru yang
membaik. Namun demikian, dinamika positif ini
mampu mengoptimalkan potensi sumber daya
masih dibayangi oleh sejumlah risiko baik yang
alam (komoditas) Indonesia dan memberikan
berasal dari sisi eksternal maupun domestik. Dari
nilai tambah yang lebih besar.
sisi eksternal, terdapat risiko belum solidnya
pemulihan ekonomi global, potensi penurunan Sebagaimana yang terdapat dalam Rencana
harga komoditas internasional, dan risiko Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN),
geopolitik di sejumlah wikayah. Selain itu, Pemerintah memiliki target untuk menciptakan
kebijakan global terkait proteksionisme pertumbuhan ekonomi sebesar 7% setiap

91
tahunnya. Berdasarkan estimasi Bank Indonesia, pengolahan. Hal ini mengingat struktur industri
diperlukan pertumbuhan ekonomi minimal 6% pengolahan nasional didominasi oleh industri
hingga 10% setiap tahunnya agar Indonesia yang terkait dengan pengolahan produk
mampu keluar dari middle income trap sebelum pertanian atau agroindustri. Pangsa PDB
21 22
berakhirnya masa bonus demografi di 2030. agroindustri nasional saat ini mencapai sekitar
Namun, pencapaian pertumbuhan ekonomi dua 44% dari total PDB industri pengolahan dengan
tahun terakhir yang relatif terbatas dan berada di pertumbuhan yang secara konsisten cenderung
bawah potensinya, meninggalkan tantangan meningkat (Grafik V.1). Agroindustri nasional
besar bagi upaya menciptakan pertumbuhan terutama didominasi oleh industri makanan
ekonomi yang lebih akseleratif dan minuman dan tembakau yang mencapai 75% dari
berkesinambungan. keseluruhan agroindustri. Adapun pangsa
agroindustri terhadap keseluruhan
Industri pengolahan diyakini dapat menjadi
perekonomian mencapai 10%.
motor penggerak perekonomian nasional
mengingat pangsanya yang cukup besar dalam
perekonomian nasional dan kemampuannya
yang tinggi dalam penyerapan tenaga kerja. Saat
ini, pangsa industri pengolahan merupakan yang
tertinggi dibandingkan lapangan usaha lainnya
seperti lapangan usaha Pertanian, Kehutanan,
Perikanan dan Perdagangan. Oleh karena itu,
pertumbuhan industri pengolahan yang
berkelanjutan merupakan modal utama bagi
tercapainya perekonomian nasional yang kuat Sumber: BPS, diolah
dan berkesinambungan. Grafik V.1. Perkembangan Agroindustri

Namun, peran penting industri pengolahan,


Selain itu, agroindustri juga merupakan industri
sebagai agen transformasi struktur
masa depan dan memiliki keunggulan untuk
perekonomian Indonesia dari ekonomi berbasis
mewujudkan ketahanan ekonomi nasional. Hal
pertanian menuju ke struktur ekonomi yang lebih
ini didukung oleh (i) keunggulan komparatif
modern, menunjukkan perkembangan yang
terkait potensi bahan baku renewable berupa
kurang optimal. Kondisi ini tercermin dari pangsa
komoditas pertanian yang melimpah serta
industri pengolahan yang cenderung menurun
potensi pasar domestik yang besar; (ii)
dalam sepuluh tahun terakhir, yaitu dari 28%
peningkatan nilai tambah industri pengolahan
(2005) menjadi 21% (2016) dan pertumbuhan
dan peningkatan ekspor; (iii) keterkaitan sektoral
industri pengolahan pasca krisis 1998 yang lebih
yang tinggi (backward dan forward linkages); (iv)
rendah dibandingkan pertumbuhan PDB
mendorong penyerapan tenaga kerja dan
keseluruhan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja
pemerataan kesejahteraan; (v) agen transformasi
sektor industri relatif juga stagnan dikisaran 12-
struktur ekonomi dari basis pertanian ke industri.
13%.

Agroindustri sebagai salah satu bagian dari


industri pengolahan berpotensi berperan sebagai 22
Definisi baku agroindustri belum tersedia. Cakupan
penopang utama pertumbuhan industri agroindustri pada publikasi ini terdiri dari industri makan
minum; industri pengolahan tembakau; industri kulit, barang
dari kulit & alas kaki; industri kayu & barang dari kayu;
21
Bonus Bonus demografi adalah kondisi ketika struktur industri kertas & barang dari kertas; industri karet; industri
penduduk Indonesia didominasi kelompok usia produktif furnitur

92
Dari sisi ekspor, agroindustri Indonesia juga berasal dari impor relatif masih kecil yaitu
tergolong unggul. Hal ini tercermin dari nilai dikisaran 10-15%.
Revealed Comparative Advantage (RCA) maupun
pangsa ekspor Indonesia terhadap ekspor dunia
yang terus meningkat dan relatif lebih tinggi
dibandingkan sejumlah negara peer (Grafik V.2).
Keunggulan agroindustri nasional terutama
berasal dari jenis industri makanan dan minuman
serta industri kertas dan produk kertas.

Sumber : BPS, diolah


Grafik V.3. Perkembangan Ekspor Agroindustri

Sumber: UNCOMTRADE, diolah


Grafik V.2. Revealed Competitives Advantage (RCA)
Sumber: BPS, diolah
Agroindustri juga memiliki peran besar dalam Grafik V.4. Share Impor Input Agroindustri Terhadap
Total Input
menopang kinerja ekspor nasional (Grafik V.3).
Ekspor produk agroindustri saat ini mencapai
Perkembangan agroindustri diberbagai wilayah di
29% dari total nilai ekspor dan 36% dari total
Indonesia juga memiliki peran dalam proses
volume ekspor. Adapun pertumbuhan ekspor
peningkatan kesejahteraan. Secara empiris, riset
produk agroindustri selama lebih dari sepuluh 23
Worldbank (2008) memaparkan fakta bahwa
tahun terakhir cenderung lebih tinggi dibanding
sejumlah negara yang memiliki pendapatan per
dengan pertumbuhan ekspor total, bahkan pada
kapita lebih tinggi cenderung memiliki tingkat
masa berlangsungnya pelemahan harga
keberhasilan lebih baik dalam menciptakan
komoditas pada sekitar tahun 2012 sampai
keterkaitan antara sektor primer dengan industri
dengan 2016. Namun, sejak 2014 pertumbuhan
pengolahannya. Di Indonesia, perbaikan
ekspor agroindustri cenderung melambat seiring
kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan
dengan tekanan permintaan dunia dan koreksi
per kapita di daerah juga ditemui seiring dengan
harga komoditas. Ekspor agroindustri terutama
semakin berkembangnya sektor manufaktur
didominasi oleh produk industri makanan dan
(Grafik V.5). Namun demikian, ternyata peran
minuman, industri kayu dan produk kayu serta
agroindustri dalam peningkatan pendapatan per
industri kertas dan produk kertas. Di sisi lain,
kapita belum terlihat signifikan (Grafik V.6). Hal
impor bahan baku agroindustri menunjukkan
kecenderungan meningkat, antara lain pada
23
industri makanan dan minuman (Grafik V.4). Agriculture for Development, World Development Report
Secara umum, pangsa input agroindustri yang (Worldbank, 2008)

93
ini akibat belum berkembangnya agroindustri penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi di
secara merata di berbagai daerah. sektor pertanian mengingat linkages yang kuat
diantara kedua sektor tersebut.

Perkembangan Agroindustri di
Berbagai Wilayah
Sebagian besar daerah di Indonesia memiliki
potensi pengembangan agroindustri mengingat
daya dukung pertanian yang cukup merata
dengan jenis komoditas yang bervariasi.
Sebagaimana pada Gambar V.1, terlihat bahwa
pangsa agroindustri yang cukup signifikan
Sumber: Agriculture for Development, World
sebagian besar berada di Indonesia bagian barat.
Development Report (World Bank, 2008)
Grafik V.5. Perkembangan Agrikultur – Manufaktur &
Pangsa agroindustri tertinggi di bagian barat
Pendapatan Per Kapita Indonesia terutama berada di wilayah Jawa, yaitu
di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selanjutnya, di
sejumlah daerah di Sumatera juga menunjukkan
pangsa agroindustri yang cukup tinggi antara lain
di Riau dan Sumatera Utara. Sementara, di
bagian timur Indonesia, pangsa agroindustri yang
relatif tinggi hanya berada di wilayah Kalimantan.
Adapun tingkat perkembangan agroindustri di
berbagai daerah cenderung beragam, dengan
tingkat perkembangan yang lebih advance di
Sumatera dan Jawa. Menurut Felipe (2013),
Grafik V.6. Perkembangan Agrikultur - Agroindustri & perkembangan agrikultur/pertanian menuju
Pendapatan Per Kapita
agroindustri dapat dibagi ke dalam 4 tahapan
pengembangan sebagaimana terlihat pada
Dari sisi ketenagakerjaan, agroindustri mampu
Gambar V.2.
menyerap sekitar 6% dari total tenaga kerja
didukung dengan tingkat upah per kapita yang
relatif cukup baik. Penyerapan tenaga kerja
agroindustri tertinggi terdapat di wilayah Jawa,
sedangkan penyerapan tenaga kerja agroindustri
di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Balinusra
sepanjang periode 2011-2015 cenderung
meningkat. Selain itu, berkembangnya
agroindustri juga memberikan stimulus bagi

94
Sumber: BPS, diolah
Gambar V.1. Pangsa Agroindustri Per Daerah (Rata-rata 2010-2014)

Sumber: Briones R, Felipe J., 2013. Agriculture and Structural Transformation in Developing Asia: Review and Outlook
ADB Manila
Gambar V.2. Tahap Perkembangan Agroindustri

Pada tahapan awal, perkembangan pertanian sepenuhnya ekonomis dan output mulai
dimulai dari fase peningkatan produktivitas ditujukan pada pasar ekspor. Pada fase
pertanian yang merupakan basis utama integration, pertanian memiliki keterkaitan yang
perekonomian. Fase awal (the beginning) lebih tinggi terhadap sektor lainnya serta pangsa
ditandai dengan peningkatan produktivitas ekspor yang meningkat. Hal tersebut ditandai
tenaga kerja, namun masih memiliki dengan peningkatan kinerja industri pengolahan
keterbatasan dari segi standarisasi mutu dan berbasis agro yang lebih efisien melalui aplikasi
aplikasi teknologi. Selanjutnya, peningkatan teknologi dan adanya kebutuhan akan
produktivitas tenaga kerja pertanian mendukung standarisasi kualitas komoditas agro. Selanjutnya,
tercapainya suplus (agricultural surplus). Pada pada fase industrialized, peran pertanian semakin
fase ini, pengolahan komoditas pertanian masih terkait dan melebur dengan sejumlah sektor
relatif terbatas dengan skala yang belum utama. Fase ini ditandai dengan output produksi

95
yang terdiversifikasi dan penggunaan teknologi Jawa
yang lebih sophisticated. Jawa memiliki peran penting dalam
Sumatera perkembangan agroindustri nasional. Dengan
basis industrialisasi yang jauh lebih baik
Sumatera merupakah salah satu wilayah yang
dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia, Jawa
memiliki basis kuat agroindustri, khususnya
mampu berperan sebagai penghasil produk
untuk komoditas kelapa sawit dan karet. Kedua
agroindustri utama. Agroindustri Jawa, meski
komoditas tersebut telah memasuki fase
hanya memiliki pangsa 11,3 % dari perekonomian
pengembangan agroindustri integration. Selain
Jawa secara keseluruhan, mampu menyerap 67%
itu, Sumatera juga memiliki industri pengoalahan
dari keseluruhan tenaga kerja agroindustri
makanan yang berada di fase integration yaitu
nasional. Adapun jenis agroindustri yang
gula, nanas dan pakan ternak. Komoditas ekspor
berkembang di Jawa bervariasi dan tidak hanya
unggulan lainnya yaitu kopi dan perikanan masih
didukung oleh pasokan komoditas agro yang
berada di level agricultural surplus. Hilirisasi
berasal dari dalam Jawa.
produk olahan kelapa sawit di Indonesia relatif
terbatas dibandingkan negara peer. Dimana dari Perkembangan agroindustri hilir di Jawa
sekitar 100 jenis produk turunan, Indonesia baru terutama berlangsung di wilayah Jawa bagian
mengolah sekitar 47 produk. Di Sumatera, barat dan timur yang memiliki keunggulan dari
pengembangan agroindustri kelapa sawit yang sisi penguasaan teknologi pengolahan dan
dilakukan di sejumlah kawasan Industri (KI) masih efisiensi. Sementara Jawa bagian tengah memiliki
terbatas dan lebih terkonsentrasi pada barang keunggulan di agroindustri hulu. Berdasarkan
setengah jadi. Sementara, hilirisasi industri karet nilai outputnya komoditas agroindutri unggulan
Sumatera masih relatif stagnan dengan produk Jawa antara lain meliputi tembakau dan rokok,
yang dihasilkan masih berupa produk turunan gula, jagung, perikanan dan kakao.
awal, crumb rubber yang bernilai tambah rendah.
Beberapa kendala dalam pengembangan
Sebagian besar produk karet (82%) ditujukan bagi
agroindustri Jawa ke depan terkait dengan
pasar ekspor. Adapun optimalisasi agroindustri
bahan baku dan aplikasi teknologi. Produktivitas
kopi dan perikanan masih minim, seiring dengan
bahan baku komoditas agro yang masih rendah,
masih terpusatnya industri besar/sedang kopi
standarisasi kualitas serta kontinuitas pasokan
dan perikanan di wilayah Jawa.
yang belum terjaga merupakan sejumlah faktor
Sejumlah kendala yang dihadapi oleh kawasan yang semestinya menjadi perhatian utama
industri dalam mengembangkan agroindustri sebelum pengembangan agroindustri lebih
merupakan permasalahan klasik yang belum lanjut. Sementara itu, efisiensi proses produksi
diselesaikan yaitu terkait harga gas yang masih yang masih terbatas perlu diimbangi dengan
tinggi, ketidakpastian tata ruang wilayah, dan dukungan bagi penerapan teknologi dan inovasi
keterbatasan sarana dan prasarana. Dari sisi dalam manajemen produksi serta peremajaan
dukungan input bahan baku terdapat kendala, (i) mesin produksi.
standarisasi kualitas input; (ii) kontinuitas
Kawasan Timur Indonesi (KTI)
pasokan; (iii) keterbatasan skala industri
perkebunan yang menghambat peningkatan Sebagian besar daerah di KTI memiliki pangsa
produktivitas lahan; (iv) keterbatasan teknologi pertanian yang cukup besar dan berpotensi untuk
dan prasarana perikanan untuk menjaga kualitas mendukung pengembangan agroindustri nasional
ikan. lebih lanjut. Saat ini, peran maupun
pertumbuhan agroindustri di KTI masih relatif
rendah. Pangsa agroindustri di KTI hanya sekitar

96
6% , lebih rendah dibandingkan nasional maupun pengolahan kelapa sawit. Dalam industri
wilayah lainnya. Kondisi ini antara lain pengolahan kelapa sawit, industri pengolahan
disebabkan oleh masih terbatasnya investasi yang lebih lanjut dan memiliki nilai tambah tinggi
maupun peran perbankan dalam mendukung masih minimal. Agroindustri di luar Jawa masih
agroindustri, ditengah berbagai keterbatasan terbatas pada pengolahan sederhana hingga
infrastruktur dan hambatan logistik di KTI. turunan pertama dan cenderung memiliki nilai
tambah terkecil. Hal ini sejalan dengan tingkat
Terlepas dari kendala ketersediaan infrastrukur
investasi agroindustri yang juga masih
dasar, pengembangan agroindustri KTI juga
terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera (Grafik V.9
mengadapi sejumlah kendala lainnya. Kendala
dan Grafik V.10). Untuk itu, pengembangan
tersebut antara lain, kualitas dan produktivitas
agroindustri perlu didorong melalui strategi
komoditas pertanian pendukung yang masih
diversifikasi horisontal (komoditas potensial
terbatas, kurangnya ketersediaan SDM yang
lainnya) dan vertikal (hilirisasi) serta
terampil, serta minimnya produk turunan agro
pengembangan agroindustri diberbagai daerah
seiring dengan penerapan teknologi yang masih
berbasis potensi lokal.
sangat terbatas. Mayoritas jenis agroindustri di
KTI berupa pengolahan kelapa sawit.

Tantangan Pengembangan
Agroindustri
Dengan dukungan faktor natural endowment
yang besar dan sejumlah keunggulan lainnya,
maka pengembangan agroindustri Indonesia
sangat perlu diperkuat. Bila dibandingkan
dengan negara peer, peran agroindustri terhadap
industri pengolahan Indonesia tergolong cukup Sumber : IIMA (Nakamura, 2013)
besar. Namun demikian, optimalisasi agroindustri Grafik V.7. Perbandingan Share Agrikultur dan
Indonesia terindikasi lebih terbatas dibandingkan Agroindustri
negara peer (Grafik V.7). Hal ini terindikasi dari
perbandingan antara pangsa pertanian/agrikultur
dalam perekonomian yang masih lebih besar
dibandingkan dengan pangsa agroindustri.
Sementara, Thailand, China dan Jepang
menunjukkan perbandingan yang lebih seimbang
antara pangsa agrikultur dan agroindustri. Hal ini
mengindikasikan tingkat optimalisasi peran
agroindustri yang lebih baik.

Pengembangan agroindustri saat ini masih Sumber : Statistis Industri Besar Sedang (BPS)
terkonsentrasi jenis komoditas tertentu dan di Grafik V.8. Nilai Tambah Agroindustri Wilayah
wilayah tertentu khususnya Jawa dan Sumatera.
Hal ini tercermin dari nilai tambah agroindustri Pengembangan agroindustri nasional
yang terbesar berada di Sumatera dan Jawa menghadapi sejumlah tantangan mendasar.
(Grafik V.8) . Meski demikian, pengolahan dan Karena memiliki keterkaitan yang erat dengan
hilirisasi yang lebih lanjut terutama untuk produk kinerja sektor pertanian sebagai penopang utama
turunan bernilai tambah tinggi relatif masih bahan baku agroindustri, solusi pengembangan
terbatas. Hal ini dapat terlihat misalnya pada agroindustri juga memerlukan solusi terhadap

97
kualitas dan kontinuitas pasokan bahan baku dari 2. Produksi dan Distribusi
sektor pertanian. Itu artinya pembenahan sektor
 Efisiensi produksi, masih belum optimalnya
pertanian tetap mutlak dilakukan baik dalam efisiensi produksi mengakibatkan
rangka pengembangan agroindustri maupun terbatasnya produktivitas agroindustri
dalam tatanan lebih luas yaitu mencapai nasional.
ketahanan pangan nasional. Beberapa tantangan
 Efisiensi tata niaga, tata niaga yang kurang
pengembangan agroindustri dapat dijabarkan efisien mengakibatkan panjangnya rantaio
sebagai berikut: distribusi dari produsen hingga konsumer
sehingga gangguan pada satu mata rantai
1. Faktor Input Produksi
akan berdampak panjang pada mata rantai
 Produksi dan produktivitas, mencakup berikutnya.
tantangan peningkatan hasil produksi dan  Tantangan akses terhadap bahan baku,
produktivitas pertanian. Kondisi ini terkait (i) misalnya pada agroindustri perikanan,
Masih minimnya aplikasi teknologi tinggi; (ii) dimana pusat industri pengolahan perikanan
terbatasnya peremajaan mesin (mis. Industri masih terpusat di wilayah Jawa
gula);
 Ketergantungan input terhadap produk
 Kelembagaan Petani yang masih lemah impor yang masih cukup tinggi
sehingga perlu diperkuat lebih lanjut
 Kampanye negatif/non price barrier (ekspor)
 Alih fungsi lahan pertanian yang terus terhadap produk ekspor Indonesia. Hal ini
berlangsung terutama pada daerah-daerah terutama terkait isu lingkungan antara lain
yang subur sebagai lahan pertanian. pada industri kayu, CPO dan kertas.
 Kemitraan antara IKM/UKM dengan industri
besar perlu terus diperkuat agar industri
dalam negeri dan IKM/UKM dapat saling
bersinergi dan menguntungkan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan serta menjamin
kesinambungan pasokan input ke industri.
3. Tata Kelola & Pembiayaan

 Insentif fiskal/non fiskal, perlunya


peningkatan dan kemudahan pemberian
Sumber : BKPM insentif bagi agroindustri untuk tumbuh dan
Grafik V.9. Investasi PMDN Agroindustri berkembang. Insentif dapat berupa insentif
fiskal maupun nonfiskal.
 Harmonisasi regulasi, banyaknya regulasi
yang tidak saling bersinergi bahkan
bertentangan dalam satu daerah,
menyebabkan sulitnya investasi di daerah
tersebut sekalipun daerah itu mungkin
memiliki potensi agroindusri yang besar.
Oleh karena itu, harmonisasi regulasi antar
Kementerian/Lembaga, maupun antar
satuan kerja di daerah perlu terus dilakukan.
Sumber : BKPM  Peran aktif Pemda yang masih terbatas serta
Grafik V.10. Investasi PMA Agroindustri pengelolaan pemerintahan yang govern.
 Pembiayaan Lembaga Keuangan dan non
Lembaga Keuangan

98
4. Enabling Factors pasar domestik, serta penguatan trade
agreement. Penguatan sistem inti-plasma
 Dukungan infrastruktur dan Fasilitas
Penunjang. Infrastruktur di sini berarti juga berpotensi menjadi bagian penting dari upaya
infrastruktur energi, konektivitas dan peningkatan peran IKM/UMK sebagai penyedia
teknologi informasi. input bagi industri besar/sedang. Hal ini
memerlukan dukungan yang kuat dan sistemastis
 Ketersediaan SDM yang berkualitas yang
siap pakai. Hal ini telah menjadi persoalan di agar output yang dihasilkan dapat memenuhi
banyak daerah yang kemudian turut standar kualitas industri besar/sedang dan dapat
menghambat investasi di daerah dimaksud. menghasilkan pasokan yang berkelanjutan.
 Sistem logistik yang kurang efisien Adapun dukungan pengembangan agroindustri
menyebabkan biaya transportasi yang tinggi nasional dari sisi birokrasi dan pembiayaan juga
dan tingkat kerusakan yang cukup besar perlu terus ditingkatkan. Perbaikan tata kelola
yang berakibat pada tingginya biaya
birokrasi dan regulasi dilakukan melalui
transaksi.
perbaikan iklim investasi antara lain dalam
 Aplikasi Teknologi & Inovasi (R&D) yang bentuk kemudahan perizinan dan pemberian
masih relatif perlu banyak ditingkatkan.
insentif serta sinergi regulasi baik ditingkat pusat
Rekomendasi Kebijakan maupun daerah. Selain itu, pengembangan
agroindustri juga perlu didukung dengan
Dalam rangka mendorong pengembangan
kepastian tata ruang dan wilayah, serta kebijakan
agroindustri nasional sebagai penopang
rencana pengembangan komoditas agro
ketahanan perekonomian nasional, maka
unggulan daerah dalam jangka panjang. Dari sisi
terdapat sejumlah upaya strategis yang harus
pembiayaan, peningkatan akses pembiayaan
perlu ditempuh. Upaya tersebut antara lain
memerlukan terobosan inovasi skim-skim yang
berupa (i) pembenahan faktor input produksi; (ii)
dapat menyesuaikan dengan karakteristik usaha
pembenahan produksi dan distribusi; (iii)
pertanian seperti tenor pembayaran, grace-
perbaikan tata kelola dan peningkatan akses
period yang disesuaikan dengan masa tanam
pembiayaan; serta (iv) penguatan enabler
sampai dengan panen komoditi serta optimalisasi
(infrastruktur pertanian, konektivitas, energi;
kemajuan teknologi. Aplikasi teknologi pada
SDM, pendidikan vokasional).
pembiayaan agrikultur/pertanian maupun
Pembenahan faktor input produksi mencakup agroindustri dapat dilakukan melalui
upgrade sistem pertanian melalui revitalisasi pemanfaatan perkembangan Financial
perkebunan dan adaptasi teknologi serta Technology (Fintech) sebagai salah satu sumber
dukungan untuk inovasi agroindustri, proteksi pembiayaan.
keberlanjutan lahan pertanian, dan penguatan
Sejumlah platform pembiayaan pertanian mulai
kelembagaan petani. Penguatan kelembagaan
marak dikembangkan untuk dapat menjembatani
petani ditujukan untuk mendukung efisiensi
kebutuhan pembiayaan, khususnya di sektor
manajemen produksi dalam rangka mencapai
pertanian, dengan para pemilik modal termasuk
skala ekonomis yang baik untuk produksi
pemilik lahan. Selain terkait pembiayaan,
pertanian, peningkatan kemudahan akses
pengembang platform tersebut juga memberikan
pembiayaan dan akses kepada industri
dukungan dari sisi teknis manajemen
besar/sedang.
pengelolaan budidaya dan memastikan sumber
Pembenahan produksi dan distribusi dapat daya yang terlibat memiliki skill yang tepat
dilakukan di antaranya melalui upaya penguatan sehingga hasil yang diperoleh setiap pihak dapat
partnership dalam bentuk inti-plasma, upaya lebih optimal.
diversifikasi pasar baik tujuan ekspor maupun

99
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

100
101
Tahun Dasar 2010
2016 2017
Indikator Makroekonomi Daerah 2015 2016 2017p
I II III IV I II IIIp IVp
PDRB (%,yoy) 3,54 4,19 4,47 4,03 4,49 4,29 4,09 4,09 4,0 - 4,5 4,2- 4,6 4,0 - 4,5
Sisi Permintaan
Konsumsi Rumah Tangga 4,95 5,23 5,44 4,90 4,69 5,06 4,71 4,77 4,5 - 5,0 5,0 - 5,5 4,6 - 5,1
Konsumsi LNPRT 2,00 6,59 5,02 4,48 3,89 4,95 6,66 6,09 8,5 - 9,0 7,9 - 8,4 7,2 - 7,7
Konsumsi Pemerintah 4,49 1,38 6,76 (5,60) (3,60) (0,81) 2,71 (1,16) 4,3 - 4,8 4,8 - 5,3 2,7 - 3,2
Pembentukan Modal Tetap Bruto 3,21 6,30 6,20 4,54 4,40 5,33 4,36 3,79 5,5 - 6,0 5,3 - 5,8 4,6 - 5,1
Ekspor Luar Negeri (3,16) (1,47) (0,09) (0,15) 0,96 0,44 7,84 6,04 4,4 - 4,9 4,1 - 4,6 4,8 - 5,3
Impor Luar Negeri (4,30) (2,14) 0,95 (1,55) (1,00) 0,11 8,88 5,79 6,1 - 6,6 6,3 - 6,8 5,5 - 6,0
Sisi Produksi
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,54 3,39 4,55 3,70 3,75 3,85 3,80 3,33 3,7 - 4,2 3,7 - 4,2 3,5 - 4,0
Pertambangan dan Penggalian (2,33) 0,49 (1,09) (0,71) (1,04) (0,59) (2,07) (0,90) (0,9) - (0,4) (0,8) - (0,3) (1,3) - (0,8)
Industri Pengolahan 3,78 5,14 3,13 3,55 5,17 4,24 5,37 4,64 3,4 - 3,9 4,0 - 4,5 4,2 - 4,7
Pengadaan Listrik dan Gas 5,03 8,58 15,41 11,74 4,95 10,01 6,20 7,15 4,8 - 5,3 6,0 - 6,5 5,9 - 6,4
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
4,85 2,96 3,06 5,20 6,46 4,43 6,43 6,50 4,8 - 5,3 4,3 - 4,8 5,4 - 5,9
Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi 4,27 5,83 6,88 6,39 6,57 6,42 5,48 4,22 5,5 - 6,0 5,2 - 5,7 5,0 - 5,5
Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi
4,18 4,61 5,92 5,99 7,46 6,01 5,76 6,58 5,7 - 6,2 6,1 - 6,6 5,9 - 6,4
Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 7,00 5,21 6,65 6,10 5,58 5,89 6,19 8,47 6,6 - 7,1 5,9 - 6,4 6,7 - 7,2
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,76 5,91 6,55 7,16 8,19 6,97 6,90 7,57 7,0 - 7,5 7,3 - 7,8 7,1 - 7,6
Informasi dan Komunikasi 7,85 6,60 7,16 7,89 9,45 7,79 7,48 9,18 8,3 - 8,8 7,4 - 7,9 8,0 - 8,5
Jasa Keuangan dan Asuransi 4,31 6,09 9,08 6,11 4,43 6,39 1,66 3,15 4,6 - 5,1 4,7 - 5,2 3,4 - 3,9
Real Estate 5,88 5,22 5,96 6,53 6,51 6,06 7,67 6,99 5,1 - 5,6 5,6 - 6,1 6,2 - 6,7
Jasa Perusahaan 5,81 5,45 5,08 6,00 6,70 5,82 6,58 6,92 6,7 - 7,2 6,0 - 6,5 6,4 - 6,9
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
7,00 4,07 8,44 1,74 0,90 3,71 3,17 0,94 4,9 - 5,4 3,9 - 4,4 3,1 - 3,6
dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 7,12 6,36 8,18 5,35 3,16 5,70 3,76 4,40 6,1 - 6,6 4,7 - 5,2 4,6 - 5,1
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,26 6,14 6,99 4,56 5,27 5,73 5,61 6,39 6,9 - 7,4 5,3 - 5,8 5,9 - 6,4
Jasa lainnya 7,58 5,78 5,58 6,28 8,10 6,45 7,14 8,35 11,8 - 12,3 10,9 - 11,4 9,5 - 10,0
PDRB (%,yoy)
Provinsi Aceh (0,73) 3,74 2,67 2,52 4,30 3,31 3,33 4,01 3,7 - 4,2 2,9 - 3,4 3,4 - 3,9
Provinsi Sumatera Utara 5,10 4,66 5,49 5,28 5,25 5,18 4,50 5,09 4,9 - 5,4 5,1 - 5,6 4,8 - 5,3
Provinsi Sumatera Barat 5,52 5,58 5,85 4,81 4,86 5,26 4,98 5,32 5,0 - 5,5 5,1 - 5,6 5,0 - 5,5
Provinsi Riau 0,22 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,83 2,41 2,4 - 2,9 2,5 - 3,0 2,4 - 2,9
Provinsi Jambi 4,20 3,53 3,55 4,01 6,35 4,37 4,25 4,29 4,1 - 4,6 4,5 - 5,0 4,1 - 4,6
Provinsi Kepulauan Riau 6,01 4,21 5,17 5,50 5,24 5,03 2,02 1,04 1,3 - 1,8 1,8 - 2,3 1,4 - 1,9
Provinsi Sumatera Selatan 4,42 4,93 5,08 4,95 5,15 5,03 5,13 5,24 5,1 - 5,6 5,1 - 5,6 5,0 - 5,5
Provinsi Bengkulu 5,13 5,02 5,43 5,18 5,56 5,30 5,20 5,04 4,7 - 5,2 4,8 - 5,3 4,8 - 5,3
Provinsi Lampung 5,13 5,06 5,24 5,26 5,01 5,15 5,13 5,03 5,3 - 5,8 5,3 - 5,8 5,1 - 5,6
Provinsi Kep. Bangka Belitung 4,08 3,44 3,85 4,21 4,92 4,11 6,40 5,36 5,2 - 5,7 5,3 - 5,8 5,4 - 5,9
Inflasi IHK (%,yoy) 3,05 5,71 3,71 4,28 4,53 4,53 3,92 4,65 3,5 - 4,0 3,3 - 3,8 3,3 - 3,8
Provinsi Aceh 1,53 3,55 2,34 3,65 3,95 3,95 3,45 4,03 3,1 - 3,6 3,4 - 3,9 3,4 - 3,9
Provinsi Sumatera Utara 3,24 7,16 4,32 7,38 6,34 6,34 3,91 3,75 2,5 - 3,0 2,0 - 2,5 2,0 - 2,5
Provinsi Sumatera Barat 1,08 6,62 3,23 6,13 4,89 4,89 3,82 5,00 2,9 - 3,4 3,4 - 3,9 3,4 - 3,9
Provinsi Riau 2,65 4,42 1,92 4,07 4,04 4,04 5,03 6,18 5,1 - 5,6 4,4 - 4,9 4,4 - 4,9
Provinsi Kepulauan Riau 4,40 5,59 3,85 3,87 3,53 3,53 3,08 4,73 3,4 - 3,9 3,5 - 4,0 3,5 - 4,0
Provinsi Jambi 1,37 4,95 3,38 4,99 4,39 4,39 2,85 3,82 3,5 - 4,0 3,1 - 3,6 3,1 - 3,6
Provinsi Sumatera Selatan 3,10 5,05 4,37 4,22 3,58 3,58 3,71 4,31 3,5 - 4,0 3,7 - 4,2 3,7 - 4,2
Provinsi Bengkulu 3,25 5,93 5,47 5,72 5,00 5,00 6,01 5,44 3,8 - 4,3 4,0 - 4,5 4,0 - 4,5
Provinsi Lampung 4,34 5,29 3,16 2,89 2,78 2,78 3,67 4,91 4,0 - 4,5 3,9 - 4,4 3,9 - 4,4
Provinsi Kep. Bangka Belitung 3,27 5,50 6,21 5,04 6,75 6,75 6,40 7,11 5,3 - 5,8 4,6 - 5,1 4,6 - 5,1

102
Tahun Dasar 2010
2016 2017
Indikator Makroekonomi Daerah 2015 2016 2017p
I II III IV I II IIIp IVp
PDRB (%,yoy) 5,45 5,38 5,82 5,70 5,45 5,59 5,68 5,41 5,3 - 5,8 5,5 - 6,0 5,3 - 5,8
Sisi Permintaan
Konsumsi Rumah Tangga 4,53 5,08 5,20 5,08 5,12 5,12 5,06 5,25 4,5 - 5,0 4,7 - 5,2 4,7 - 5,2
Konsumsi LNPRT (4,03) 6,80 6,73 9,51 9,14 8,08 11,24 11,18 (1,5) - (1,0) (3,6) - (3,1) 3,9 - 4,4
Konsumsi Pemerintah 4,24 8,15 12,05 (2,48) (8,48) 0,41 1,82 (2,78) 6,5 - 7,0 5,7 - 6,2 3,0 - 3,5
Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,31 2,85 3,76 3,82 5,35 3,97 4,94 4,68 5,3 - 5,8 5,3 - 5,8 4,9 - 5,4
Ekspor Luar Negeri (1,72) 0,31 4,69 (3,15) 4,39 1,58 2,14 (10,16) 1,6 - 2,1 2,2 - 2,7 (1,3) - (0,8)
Impor Luar Negeri (8,96) (6,27) (4,96) (5,00) 5,67 (2,64) 7,60 0,16 0,5 - 1,0 1,5 - 2,0 2,3 - 2,8
Sisi Produksi
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,41 (0,45) 2,79 4,85 6,64 3,31 7,09 0,98 2,7 - 3,2 0,9 - 1,4 2,8 - 3,3
Pertambangan dan Penggalian 5,10 9,10 6,17 12,29 14,23 10,50 7,46 6,02 1,6 - 2,1 3,0 - 3,5 4,3 - 4,8
Industri Pengolahan 4,64 4,44 4,38 4,26 4,10 4,29 4,77 4,90 5,0 - 5,5 5,2 - 5,7 4,8 - 5,3
Pengadaan Listrik dan Gas (3,89) 2,66 0,60 (0,31) (0,50) 0,59 0,94 (9,27) (5,7) - (5,2) (4,5) - (4,0) (4,8) - (4,3)
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
4,24 2,90 4,73 5,68 5,09 4,61 5,77 5,76 4,4 - 4,9 28,7 - 29,2 11,1 - 11,6
Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi 4,84 3,95 4,28 3,86 4,14 4,06 4,64 5,22 5,4 - 5,9 5,2 - 5,7 5,0 - 5,5
Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi
4,18 5,00 5,28 4,48 5,12 4,96 5,47 5,45 4,9 - 5,4 5,3 - 5,8 5,2 - 5,7
Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 8,11 8,03 7,60 9,96 7,30 8,22 6,23 7,53 (4,8) - (4,3) (5,0) - (4,5) (5,2) - (4,7)
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,90 7,86 6,62 7,43 7,26 7,29 7,63 8,27 18,7 - 19,2 18,3 - 18,8 20,4 - 20,9
Informasi dan Komunikasi 9,77 10,02 10,10 10,05 10,02 10,05 8,38 10,47 9,3 - 9,8 9,7 - 10,2 9,3 - 9,8
Jasa Keuangan dan Asuransi 9,48 10,23 13,99 9,45 2,93 8,97 6,82 5,91 5,9 - 6,4 6,6 - 7,1 6,2 - 6,7
Real Estate 5,23 5,69 5,60 5,54 5,25 5,52 4,75 5,08 5,3 - 5,8 5,7 - 6,2 5,1 - 5,6
Jasa Perusahaan 7,63 7,40 7,49 8,10 9,47 8,13 8,34 8,59 8,5 - 9,0 7,9 - 8,4 8,2 - 8,7
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
3,65 3,66 6,92 2,69 1,59 3,66 0,76 (0,03) 1,8 - 2,3 3,3 - 3,8 1,4 - 1,9
dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 7,31 7,63 7,89 6,50 5,44 6,83 5,30 5,64 9,4 - 9,9 8,0 - 8,5 7,0 - 7,5
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,16 8,19 7,64 7,63 7,77 7,80 7,14 7,63 6,6 - 7,1 6,3 - 6,8 6,8 - 7,3
Jasa lainnya 7,08 7,49 7,66 8,29 7,78 7,81 7,76 8,63 8,0 - 8,5 7,2 - 7,7 7,8 - 8,3
PDRB (%,yoy)
DKI Jakarta 5,89 5,74 6,04 6,10 5,51 5,85 6,45 5,96 5,8 - 6,3 5,9 - 6,4 5,9 - 6,4
Jawa Barat 5,04 5,20 6,06 5,97 5,45 5,67 5,28 5,29 5,1 - 5,6 5,2 - 5,7 5,1 - 5,6
Banten 5,40 5,10 5,17 5,24 5,53 5,26 5,94 5,52 5,0 - 5,5 5,2 - 5,7 5,3 - 5,8
Jawa Tengah 5,47 5,08 5,71 5,01 5,33 5,28 5,31 5,18 5,0 - 5,5 5,3 - 5,8 5,1 - 5,6
DI Yogyakarta 4,95 5,11 5,44 4,95 4,71 5,05 5,12 5,17 4,9 - 5,4 5,0 - 5,5 4,9 - 5,4
Jawa Timur 5,44 5,44 5,64 5,62 5,48 5,55 5,39 5,03 5,4 - 5,9 5,5 - 6,0 5,2 - 5,7
Inflasi IHK (%,yoy) 3,12 3,93 3,14 2,58 2,59 2,59 3,47 4,30 3,8 - 4,3 3,9 - 4,4 3,9 - 4,4
DKI Jakarta 3,30 3,62 3,08 2,40 2,73 2,73 3,43 3,94 3,6 - 4,1 3,7 - 4,2 3,7 - 4,2
Jawa Barat 2,73 3,78 3,22 2,54 2,96 2,96 3,37 4,31 3,9 - 4,4 3,8 - 4,3 3,8 - 4,3
Banten 4,29 5,70 3,78 3,01 2,90 2,90 3,45 4,60 3,6 - 4,1 4,5 - 5,0 4,5 - 5,0
Jawa Tengah 2,73 4,21 2,96 2,71 2,53 2,53 3,30 4,61 3,9 - 4,4 4,0 - 4,5 4,0 - 4,5
DI Yogyakarta 3,09 3,69 2,94 2,68 2,87 2,87 3,40 4,29 3,8 - 4,3 3,9 - 4,4 3,9 - 4,4
Jawa Timur 3,08 3,71 2,93 2,69 3,03 3,03 3,84 4,66 4,3 - 4,8 4,3 - 4,8 4,3 - 4,8

103
Tahun Dasar 2010
2016 2017
Indikator Makroekonomi Daerah 2015 2016 2017p
I II III IV I II IIIp IVp
PDRB (%,yoy) 5,21 4,33 4,03 5,39 5,54 4,84 5,01 4,86 4,6 - 5,0 5,3 - 5,7 4,9 - 5,3
Sisi Permintaan
Konsumsi Rumah Tangga 4,97 5,23 5,56 4,81 4,42 5,00 4,48 5,00 4,7 - 5,1 5,6 - 6,0 4,9 - 5,3
Konsumsi LNPRT 3,94 6,73 4,99 3,72 1,68 4,18 7,95 8,05 8,5 - 8,9 7,7 - 8,1 7,9 - 8,3
Konsumsi Pemerintah 5,37 5,19 6,50 (5,35) (8,49) (0,34) 3,67 (0,62) 7,3 - 7,7 6,6 - 7,0 4,3 - 4,7
Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,06 4,31 2,50 4,15 3,37 3,57 4,22 4,65 4,7 - 5,1 4,9 - 5,3 4,6 - 5,0
Ekspor Luar Negeri (5,75) (8,79) (7,00) (6,00) 12,22 (2,60) 8,81 11,71 11,1 - 11,5 7,2 - 7,6 9,5 - 9,9
Impor Luar Negeri (2,97) (9,54) (2,22) (11,20) (5,50) (7,02) 7,33 7,43 16,7 - 17,1 17,7 - 18,1 12,4 - 12,8
Sisi Produksi
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,31 2,22 2,29 3,89 8,42 4,16 7,08 4,64 5,3 - 5,7 6,0 - 6,4 5,6 - 6,0
Pertambangan dan Penggalian 2,12 (2,27) (2,92) 4,49 6,33 1,44 2,01 2,72 0,2 - 0,6 2,0 - 2,4 1,6 - 2,0
Industri Pengolahan 5,74 9,97 7,09 6,91 2,97 6,62 6,01 3,79 4,3 - 4,7 4,8 - 5,2 4,6 - 5,0
Pengadaan Listrik dan Gas 10,16 9,21 15,93 14,60 3,79 10,65 4,55 2,31 5,1 - 5,5 7,2 - 7,6 4,7 - 5,1
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
3,26 5,42 5,25 6,55 5,75 5,75 4,78 5,50 5,6 - 6,0 6,0 - 6,4 5,4 - 5,8
Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi 7,36 5,24 4,63 5,29 3,18 4,55 4,86 6,24 6,5 - 6,9 7,1 - 7,5 6,1 - 6,5
Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi
6,29 6,86 7,27 6,81 6,30 6,80 5,98 7,05 6,3 - 6,7 7,0 - 7,4 6,5 - 6,9
Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 6,54 7,12 7,11 7,69 6,26 7,04 6,34 7,80 7,0 - 7,4 5,9 - 6,3 6,7 - 7,1
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,28 6,75 7,00 7,42 6,40 6,89 7,06 8,76 8,1 - 8,5 8,3 - 8,7 8,0 - 8,4
Informasi dan Komunikasi 8,43 8,96 8,38 7,83 7,20 8,07 7,98 9,50 8,6 - 9,0 9,6 - 10,0 8,8 - 9,2
Jasa Keuangan dan Asuransi 5,61 7,58 13,07 7,86 11,05 9,87 4,98 5,44 5,5 - 5,9 5,6 - 6,0 5,3 - 5,7
Real Estate 5,88 5,53 5,00 4,10 4,55 4,78 3,69 4,30 5,6 - 6,0 5,5 - 5,9 4,7 - 5,1
Jasa Perusahaan 4,41 5,58 4,34 4,57 4,59 4,76 4,98 5,91 5,3 - 5,7 5,2 - 5,6 5,2 - 5,6
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
7,99 7,72 9,81 1,27 (0,43) 4,32 1,88 0,97 5,4 - 5,8 6,5 - 6,9 3,6 - 4,0
dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 7,44 8,27 8,15 6,61 4,24 6,74 5,97 6,24 5,7 - 6,1 6,3 - 6,7 6,0 - 6,4
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,15 8,10 8,11 7,45 6,78 7,59 6,55 6,93 5,9 - 6,3 5,7 - 6,1 6,2 - 6,6
Jasa lainnya 7,25 7,89 8,09 7,19 6,97 7,52 6,50 7,00 6,5 - 6,9 6,2 - 6,6 6,4 - 6,8
PDRB (%,yoy)
Provinsi Kalimantan Barat 4,86 6,64 4,28 6,25 3,77 5,22 4,80 4,92 5,3 - 5,7 5,9 - 6,3 5,2 - 5,6
Provinsi Kalimantan Tengah 7,01 5,13 5,73 5,95 8,59 6,36 9,49 6,12 5,5 - 5,9 7,0 - 7,4 6,9 - 7,3
Provinsi Kalimantan Selatan 3,83 4,69 4,51 3,13 5,28 4,38 5,30 5,15 4,6 - 5,0 3,7 - 4,1 4,4 - 4,8
Provinsi Kalimantan Timur (1,21) (0,52) (0,69) (0,01) (0,30) (0,38) 3,88 3,58 2,5 - 2,9 2,4 - 2,8 3,0 - 3,4
Provinsi Kalimantan Utara 3,40 3,03 3,38 4,28 4,27 3,75 6,21 6,44 6,5 - 6,9 6,3 - 6,7 6,3 - 6,7
Provinsi Sulawesi Selatan 7,17 7,27 8,02 6,78 7,60 7,41 7,52 6,63 7,3 - 7,7 7,5 - 7,9 7,5 - 7,9
Provinsi Sulawesi Barat 7,39 6,10 4,71 5,72 7,51 6,03 7,42 4,78 7,7 - 8,1 7,9 - 8,3 7,1 - 7,5
Provinsi Sulawesi Tenggara 6,88 5,50 6,81 5,96 7,65 6,51 8,09 7,03 8,3 - 8,7 8,7 - 9,1 8,0 - 8,4
Provinsi Sulawesi Tengah 15,52 13,56 15,56 7,91 3,80 9,98 3,93 6,61 7,2 - 7,6 13,1 - 13,5 7,7 - 8,1
Provinsi Gorontalo 6,22 6,67 5,37 6,98 7,02 6,52 7,34 6,64 6,5 - 6,9 6,9 - 7,3 6,8 - 7,2
Provinsi Sulawesi Utara 6,12 5,97 6,15 6,02 6,49 6,17 6,43 5,80 5,9 - 6,3 6,6 - 7,0 6,1 - 6,5
Provinsi Maluku 5,48 5,57 6,04 5,52 5,91 5,76 6,28 5,68 5,9 - 6,3 5,6 - 6,0 5,7 - 6,1
Provinsi Maluku Utara 6,10 5,17 5,72 5,61 6,54 5,77 7,56 6,96 6,3 - 6,7 6,4 - 6,8 6,6 - 7,0
Provinsi Papua 7,47 (0,72) (5,17) 20,44 21,41 9,21 3,14 4,91 2,9 - 3,3 4,3 - 4,7 3,7 - 4,1
Provinsi Papua Barat 4,15 5,46 3,88 3,87 4,86 4,52 3,62 2,01 3,3 - 3,7 4,9 - 5,3 3,4 - 3,8
Provinsi Bali 6,03 6,38 6,54 6,61 5,47 6,24 5,74 5,87 5,9 - 6,3 5,8 - 6,2 5,7 - 6,1
Provinsi Nusa Tenggara Barat 21,77 8,36 8,18 3,43 3,77 5,82 (3,74) (1,96) (4,9) - (4,5) (2,0) - (1,6) (3,3) - (2,9)
Provinsi Nusa Tenggara Timur 5,03 5,07 5,35 5,11 5,19 5,18 4,90 5,01 4,9 - 5,3 5,1 - 5,5 4,9 - 5,3

104
Tahun Dasar 2012
2016 2017
Indikator Makroekonomi Daerah 2015 2016 2017p
I II III IV I II IIIp IVp
Inflasi IHK (%,yoy) 4,43 4,84 4,26 3,47 2,90 2,90 3,76 4,27 4,2 - 4,6 4,3 - 4,7 4,3 - 4,7
Provinsi Kalimantan Barat 5,79 4,62 5,25 3,82 3,66 3,66 5,02 4,72 4,6 - 5,0 5,2 - 5,6 5,2 - 5,6
Provinsi Kalimantan Tengah 4,74 4,56 3,13 3,18 2,11 2,11 4,10 4,97 4,2 - 4,6 4,9 - 5,3 4,9 - 5,3
Provinsi Kalimantan Selatan 5,15 6,04 5,88 4,73 3,57 3,57 4,02 4,19 4,4 - 4,8 4,8 - 5,2 4,8 - 5,2
Provinsi Kalimantan Timur 5,11 4,94 4,37 3,70 3,40 3,40 3,89 4,55 4,5 - 4,9 4,5 - 4,9 4,5 - 4,9
Provinsi Kalimantan Utara 3,42 4,71 6,16 4,56 4,31 4,31 4,34 4,39 5,2 - 5,6 4,7 - 5,1 4,7 - 5,1
Provinsi Sulawesi Selatan 4,48 5,70 4,30 3,07 2,94 2,94 3,42 4,49 4,4 - 4,8 4,3 - 4,7 4,3 - 4,7
Provinsi Sulawesi Barat 5,07 5,19 4,29 3,42 2,23 2,23 4,10 4,19 3,8 - 4,2 4,5 - 4,9 4,5 - 4,9
Provinsi Sulawesi Tenggara 2,27 4,75 4,12 3,28 2,69 2,69 2,25 5,21 4,2 - 4,6 4,8 - 5,2 4,8 - 5,2
Provinsi Sulawesi Tengah 4,17 6,03 4,21 4,08 1,49 1,49 4,05 5,23 5,2 - 5,6 5,9 - 6,3 5,9 - 6,3
Provinsi Gorontalo 4,30 5,74 4,89 2,77 1,30 1,30 2,73 3,69 4,3 - 4,7 4,6 - 5,0 4,6 - 5,0
Provinsi Sulawesi Utara 5,56 4,90 3,67 2,28 0,35 0,35 3,93 3,59 3,9 - 4,3 4,0 - 4,4 4,0 - 4,4
Provinsi Maluku 6,15 2,22 1,82 2,90 3,26 3,26 3,97 5,82 6,2 - 6,6 5,3 - 5,7 5,3 - 5,7
Provinsi Maluku Utara 4,52 5,45 3,87 4,05 1,91 1,91 2,41 3,92 3,6 - 4,0 4,2 - 4,6 4,2 - 4,6
Provinsi Papua 3,59 3,76 5,22 4,72 3,22 3,22 3,90 3,11 2,9 - 3,3 4,3 - 4,7 4,3 - 4,7
Provinsi Papua Barat 5,34 5,53 3,95 3,99 3,62 3,62 3,66 3,93 2,5 - 2,9 3,1 - 3,5 3,1 - 3,5
Provinsi Bali 2,75 3,59 2,96 3,18 3,23 3,23 4,40 4,02 2,9 - 3,3 2,8 - 3,2 2,8 - 3,2
Provinsi Nusa Tenggara Barat 3,43 4,34 4,39 2,94 2,60 2,60 2,58 3,38 4,2 - 4,6 3,8 - 4,2 3,8 - 4,2
Provinsi Nusa Tenggara Timur 4,92 5,04 5,02 3,07 2,48 2,48 2,95 2,45 3,7 - 4,1 3,1 - 3,5 3,1 - 3,5

105
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

106
Dody Budi Waluyo

Noor Yudanto

Gunawan Wicaksono
Retno Muhardini
Maximilian T. Tutuarima
Neva Andina
Gaffari Ramadhan
Ragil Misas Fuadi
Ide Mahendra

Agung Budilaksono
Diah Ratnasari

Warsono
Nurul Pratiwi A.P.

Erwin Syafi’i
Adela Putri Rizkia
Evy Marya Deswita Siburian
Andree Breitner Makahinda

Anda mungkin juga menyukai