Anda di halaman 1dari 8

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq.) adalah tanaman perkebunan penting


penghasil minyak makanan, sebagai bahan pembuatan produk kosmetik, minyak
industri, biofuel, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah
penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia
Di Indonesia, tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan oleh perusahaan - perusahaan besar, baik pemerintah maupun
swasta. Bahkan masyarakat pun banyak bertanam kelapa sawit secara kecil -
kecilan. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit sangat cocok tumbuh di
Indonesia. Jika Indonesia ditargetkan untuk menjadi negara penghasil minyak
kelapa sawit terbesar di dunia, tentu orang-orang yang mengelolanya, mulai dari
pembibitan, penanaman sampai ke teknik pengelolahan hasil panen harus berlaku
profesional.

1.2 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui tahapan proses penanganan pasca panen buah kelapa sawit

1.3 Perumusan Masalah

Bagaimana penanganan pasca panen buah kelapa sawit ?


II. ISI

2.1. Fisiologi Pasca Panen Kelapa Sawit

Buah kelapa sawit pasca panen mudah mengalami kerusakan, baik secara
fisik maupun mikrobiologis. Kerusakan yang terjadi pada buah kelapa sawit
menyebabkan proses hidrolisis semakin cepat sehingga kadar Asam Lemak Bebas
(ALB) semakin meningkat. Kerusakan pada buah sawit terjadi akibat proses
pemanenan, pengangkutan, pembongkaran di loading ramp, dan produksi. Selain
itu lamanya penundaan selama masa tunggu proses produksi menyebabkan kadar
ALB semakin tinggi (Pahan, 2008).
Faktor yang mempercepat pembentukan ALB setelah tandan dipotong dan
sebelum direbus yaitu banyak buah yang rusak; banyak buah yang lepas
(memberondol); lamanya pengangkutan; tingkat kematangan buah; dan
pengumpulan buah yang tertunda . Karena itu, metode selama penundaan masa
tunggu proses produksi harus tepat agar kerusakan akibat buah memar dan kapang
bisa diminimalisir, salah satunya menggunakan Kalsium Klorida dan Kalium
Sorbat (Pahan, 2008).

2.5 Pengolahan Hasil

Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh


minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan
memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan
dari TPH ke pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingannya (Fauzi,
dkk, 2008).
Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama TBS di pabrik yaitu minyak
sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang
dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Secara ringkas tahap-tahap proses pengolahan
TBS sampai dihasilkan minyak adalah sebagai berikut:
1. Pengangkutan TBS ke pabrik

TBS harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam
setelah panen harus segera diolah. Buah yang tidak segera diolah, akan mengalami
kerusakan. Juga pemilihan alat angkut yang tepat, dapat membantu mengatasi
kerusakan buah. Alat angkut yang digunakan dari kebun menuju pabrik diantaranya
lori, traktor gandengan, atau truk. Pengangkutan dengan lori dianggap lebih baik
dibanding dengan alat pengangkutan lain. Guncangan lebih banyak terjadi bila
menggunakan truk atau traktor gandengan sehingga pelukaan pada buah lebih
banyak. Setelah TBS sampai ke pabrik, segera dilakukan penimbangan, karena
penimbangan sangat penting dilakukan untuk mendapatkan angka-angka yang
berkaitan dengan produksi, pembayaran upah pekerja dan perhitungan rendemen
minyak sawitt (Fauzi, dkk, 2008).
TBS yang telah ditimbang di jembatan timbang selanjutnya dibongkar di
loading ramp dengan menuangkan langsung dari truk. Loading ramp merupakan
suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi plat besi berjarak 10 cm dengan
kemiringan 45º. Kisi-kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa
pasir, kerikil, dan sampah yang terikut dalam TBS. Kotoran yang jatuh melalui kisi-
kisi ditampung oleh dirt conveyor sehingga memudahkan dalam pembuangan.
Loading ramp dilengkapi pintu-pintu keluaran yang digerakkan secara hidrolik
sehingga memudahkan dalam pengisian TBS ke dalam lori untuk proses
selanjutnya (Fauzi, dkk, 2008).

2. Perebusan TBS

TBS dimasukkan ke dalam lori dan selanjutnya direbus dalam sterilizer atau
dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama satu
jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap
yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125º C. Perebusan yang
terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel. Sebaliknya,
perebusan yang terlalu pendek menyebabkan banyaknya buah yang tidak rontok
dari tandannya (Fauzi, dkk, 2008).
Pada dasarnya tujuan perebusan adalah :
a Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB.
b Mempermudah pelepasan buah.
c Memperlunak daging buah sehingga mempermudah pemisahan minyak.
d Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan
pemisahan minyak.

3. Stasiun pemipilan (Stripper)

Lori-lori yang berisikan TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat Hoisting
Crane yang digerakkan dengan motor. Hoisting Crane akan membalikkan TBS ke
atas mesin perontok buah (thresher). Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar
pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar pada sumbu mendatar
yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan
menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Pada bagian dalam dari pemipil,
dipasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang
memungkinkan brondolan keluar dari pemipil.
Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh sebuah
screw conveyor untuk dikirim kebagian digesting dan pressing. Sementara,tandan
(janjang) kosong yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh elevator.
Kemudian hasil tersebut dikirim ke hopper untuk dijadikan pupuk janjang kosong
(Fauzi, dkk, 2008).

4. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser)

Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkat kebagian


pengadukan / pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan /
pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan
pencacah dibagian dalamnya. Lengan-lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik
yang dipasang dibagian atas alat pencacah (digester). Putaran lengan-lengan
pengaduk berkisar 25-26 rpm( Fauzi, dkk, 2008).
Tujuan dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk
pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari
daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya. Brondolan yang tlah
mengalami pencacahan keluar melalui bagian bawah digester berupa bubur lalu
masuk ke alat pengempaan yang berada persis dibawah bagian digester. Alat
pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah yang biasa digunakan
pabrik kelapa sawit adala screw press ( Fauzi, dkk, 2008).
Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesak bubur buah,
sedangkan dari arah yang berlawanan tertahan oleh sliding cone. Screw dan sliding
cone berada dalam sebuah selubung baja yang disebut press cage, dimana
dindingnya berlubang-lubang diseluruh permukaannya. Dengan demikian, minyak
dari bubur buah yang terdesak ini akan keluar melalui lubang-lubang press cage,
sedangkan ampasnya keluar melalui celah antara sliding cone dan press cage(
Fauzi, dkk, 2008).

5. Stasiun pemurnian ( Clarifier)

Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari
kotoran, baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge), maupun air. Tujuan
dari pembersihan atau penjernihan minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak
dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak.
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa
minyak sawit kasar. Karena masih mengandung kotoran berupa partikel-partikel
kasar dari tempurung dan serabut serta 40 - 50% air. Agar diperoleh minyak sawit
yang bermutu baik, minyak kasar tersebut diolah lebih lanjut, yaitu dialirkan dalam
tangki minyak kasar (crude oil tank).
Setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, akan menghasilkan
minyak sawit mentah (CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan
kandungan air dalam minyak. Minyak sawit yang telah dijernihkan ditampung
dalam tangki-tangki penampung dan siap dipasarkan atau mengalami pengolahan
lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni (Fauzi, dkk, 2008).
6. Pengeringan dan pemecahan biji

Biji sawit yang telah dipisah dari proses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk
diambil minyaknya. Sebelum dipecah biji-biji dikeringkan dalam silominimal 14
jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50º C. Akibat proses pengeringan ini
inti sawit akan mengerut sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari
tempurungnya. Biji - biji sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat
pemecahan biji (Fauzi, dkk, 2008).
III. KESIMPULAN.

Berdasarkan isi dapat di simpulkan sebagai berikut :

1. Buah kelapa sawit pasca panen mudah mengalami kerusakan, baik secara
fisik maupun mikrobiologis. Oleh karena itu, metode selama penundaan masa
tunggu proses produksi harus tepat agar kerusakan akibat buah memar dan
kapang bisa diminimalisir, salah satunya menggunakan Kalsium Klorida dan
Kalium Sorbat.
2. Tahapan proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak yaitu
pengangkutan TBS ke pabrik, Perebusan TBS, Stasiun pemipilan (Stripper),
Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser), Stasiun pemurnian
( Clarifier), Pengeringan dan pemecahan biji.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Yan, dkk. 2008. “Kelapa Sawit”. Jakarta : Penebar Swadaya.

Pahan, I. 2008. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai