Oleh :
Fakultas Teknik
Universitas Pasundan
2016
BAB I
1.1 Pengertian Pangan
a. Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
b. Menurut Suharjo tahun 1986 pangan adalah bahan-bahan makanan yang dimakan sehari-
hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian
jaringan tubuh yang rusak.
c. Menurut Sunita A. dalam bukunya “Prinsip Dasar Ilmu Gizi” tahun 2001 pangan adalah
semua bahan yang dapat dijadikan makanan.
BAB II
2.1 Pengertian Proses Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara / proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan, dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya
dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas
dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Pengeringan dapat pula diartikan
sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali, untuk mengeluarkan sebagian besar
air dalam bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada
pengeringan beku).
Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba yang ada
dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan ternyata dapat mengawetkan mikroba,
seperti halnya mengawetkan bahan pangan. Selain itu, produk pangan kering umumnya tidak
steril. Oleh karena itu, meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika
makanan tersebut dibasahkan kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi,
kecuali jika makanan tersebut segera dikonsumsi atau segera disimpan pada suhu rendah.
Drying : Suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam,
misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
Dehydration (dehidrasi) : Suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan
menggunakan peralatan/alat-alat pengering.
- Kadar air secara basis kering adalah perbandingan antara berat air didalam bahan
tersebut dengan berat bahan keringnya. Berat bahan kering adalah berat bahan asal
setelah dikurangi dengan berat airnya.
- Kadar air secara basis basah adalah perbandingan berat air di dalam bahan tersebut
dengan berat bahan mentah
BAB III
3. 1 Macam-macam Pengeringan
Cara pengeringan bahan pangan adalah sebagai berikut :
a. Alami, yaitu menggunakan panas alami dari sinar matahari, caranya dengan dijemur
(sun drying) atau diangin-anginkan
b. Buatan (artificial drying), yaitu menggunakan panas selain sinar matahari, dilakukan
dalam suatu alat pengering
Pengering baki (tray dryer) disebut juga pengering rak atau pengering kabinet, dapat
digunakan untuk mengeringkan padatan bergumpal atau pasta, yang ditebarkan pada baki
logam dengan ketebalan 10-100 mm. Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan
meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan
media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan
perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.
Rangka bak pengering terbuat dari besi, rangka bak pengerik di bentuk dan dilas,
kemudian dibuat dinding untuk penyekat udara dari bahan plat seng dengan tebal 0,3mm.
Dinding tersebut dilengketkan pada rangka bak pengering dengan cara di revet serta
dilakukan pematrian untuk menghindari kebocoran udara panas. Kemudian plat seng dicat
dengan warna hitam buram,agar dapat menyerap panas dengan lebih cepat. Pada bak
pengering dilengkapi dengan pintu yang berguna untuk memasukan dan mengeluarkan
produk yang dikeringkan. Di pintu tersebut dibuat kaca yang mamungkinkan kita dapat
mengetahui temperature tiap rak, dengan cara melihat thermometer yang sengaja
digantungkan pada setiap rak pengering. Di bagian atas bak pengering dibuat cerobong
udara, bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara pada proses pengeringan.
Alat pengering tipe bak terdiri atas beberapa komponen sebagai berikut :
a. Bak pengering yang lantainya berlubang-lubang serta memisahkan bak
pengering dengan ruang tempat penyebaran udara panas (plenum chamber).
b. Kipas, digunakan untuk mendorong udara pengering dari sumbernya ke
plenum chamber dan melewati tumpukan bahan di atasnya.
c. Unit pemanas, digunakan untuk memanaskan udara pengering agar
kelembapan nisbi udara pengering menjadi turun sedangkan suhunya naik.
Keuntungan dari alat pengering jenis itu sebagai berikut :
a. Laju pengeringan lebih cepat
b. Kemungkinan terjadinya over drying lebih kecil
c. Tekanan udara pengering yang rendah dapat melalui lapisan bahan yang
dikeringkan. (Revitasari, 2010).
BAB IV
Metode Pembuatan Mi
Mi sagu dibuat dengan mengikuti metode yang diuraikan oleh Purwani dan Harimurti
(2005). Pembuatan mi sagu terdiri atas beberapa tahap, yaitu pembuatan biang, pembentukan
adonan, pencetakan, pemasakan, perendaman, dan penirisan
(Gambar 1).
Sagu 20 g ditambahkan air 150 ml dan tawas 2 g, diaduk kemudian dipanaskan hingga
membentuk gel. Pati sagu kering 180 g ditambahkan sambil diaduk hingga adonan kalis.
Selanjutnya, adonan dicetak dengan cetakan mi. Helaian mi yang keluar dari cetakan
ditempatkan di atas rak kawat. Setiap rak hanya berisi satu lapis helaian mi, kemudian
dimasukkan ke alat pengukus dan dikukus selama 2 menit. Mi yang telah dikukus dirapikan
kembali di atas rak kawat tadi dan dikeringkan dengan pengering rak pada suhu 40°C, 50°C,
dan 60°C masing-masing selama 2, 4, dan 6 jam.
Keterangan:
1. Psycrometer (pengukur kelembapan dan suhu)
2. Landasan/tempat psycrometer
3. Tombol power
4. Tombol kipas
5. Pengatur kecepatan kipas
6. Tombol pemanas
7. Pengatur pemanas
9. Jendela aliran udara
8. Pemanas
10. Pintu
11. Nampan (12 buah)
12. Jendela aliran udara
13. Pengukur aliran udara
3. Pencetakan
Pencetakan adonan dapat dilakukan dengan tangan ataupun dengan mesin. Dengan
menggunakan tangan adonan dibentuk silinder dengan panjang kurang lebih 30 cm dan
diameter 5 cm. Dengan bantuan alat cetak adonan ini dapat dibuat dalam bentuk serupa.
Kemudian adonan berbentuk silinder ini di “press” untuk mendapatkan adonan yang lebih
padat. Selanjutnyaadonan ini dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder yang
terbuat dari aluminium.
4. Pengukusan
Adonan berbentuk silinder kemudian dikukus dalam dandang selama kurang lebih 2
jam sampai masak. Untuk mengetahui apakah adonan kerupuk telah masak atau belum
adalah dengan cara menusukkan lidi ke dalamnya. Bila adonan tidak melekat pada lidi
berarti adonan telah masak. Cara lain untuk menentukan masak atau tidaknya adonan
kerupuk dapat dilakukan dengan menekan adonan tersebut. Bila permukaan silinder kembali
seperti semula, artinya adonan telah masak.
5. Pendinginan
Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan didinginkan. Untuk
melepaskan dari cetakan, biasanya adonan tersebut diguyur dengan air. Adonan tersebut
kemudian didinginkan di udara terbuka kurang lebih 1 (satu) hari atau kurang lebih 24 jam
hingga adonan menjadi keras dan mudah diiris.
6. Pemotongan
Tahap selanjutnya adalah pemotongan adonan kerupuk yang telah dingin. Sebuah
mesin pemotong dijalankan oleh 2 (dua) orang. Proses ini juga dapat dilakukan secara
sederhana yaitu mengiris adonan dengan pisau yang tajam. Pengirisan dilakukan setipis
mungkin dengan tebal kira-kira 2 mm, agar hasilnya baik ketika digoreng. Untuk
memudahkan pengirisan, pisau dilumuri dahulu dengan minyak goreng.
7. Penjemuran/pengovenan
Adonan yang telah diiris-iris kemudian dijemur sampai kering. Penjemuran dilakukan
di bawah sinar matahari kurang lebih 4 jam. Pada saat musim hujan untuk pengeringan
kerupuk yang masih basah ini dapat dilakukan dengan oven (dryer) selama kurang lebih 2
jam. Tetapi kerupuk yang dikeringkan dengan sinar matahari hasilnya akan lebih bagus
dibandingkan jika menggunakan oven. Kerupuk yang dikeringkan dengan sinar matahari jika
digoreng akan lebih mengembang.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gogreen.web.id/2013/11/pengawetan-dengan-cara-pengeringan.html
https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/27/jenis-jenis-teknik-pengolahan-dan-
pengawetan-makanan/
https://web.facebook.com/permalink.php?story_fbid=981353221891458&id=533689139991204
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab1.php
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1360/1/tkimia-rosdanelli.pdf
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab8.php
https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/27/jenis-jenis-teknik-pengolahan-dan-
pengawetan-makanan/
Suhu permukaan bahan yang dikeringkan pada kondisi ini relatif tetap, mendekati suhu bola
basah udara pengering, dan laju pengeringan tetap ini tidak bergantung kepada produk yang
dikeringkan.
Laju Pengeringan Menurun
Bila proses pengeringan diteruskan, air didalam produk akan berkurang, migrasi air
kepermukaan tidak mampu mengimbangi cepatnya air menguap dari permukaan keudara
sekitar. Saat dimulainya fase ini merupakan akhir dari periode pengeringan dengan laju tetap
dan disebut Kadar Air Kritis (critical moisture content), tanda dimulainya periode laju
pengeringan menurun pertama. Pada keadaan tersebut permukaan bahan yang dikeringkan
sudah tidak jenuh dan mulai kelihatan ada bagian yang mengering. Faktor yang
mengendalikan laju pengeringan pada periode ini adalah hal-hal yang mempengaruhi
perpindahan air didalam bahan padat yang dikeringkan. Bergantung dari produk yang
dikeringkan, produk pangan yang tidak higroskopis biasanya hanya memiliki satu periode
laju pengeringan menurun, sedangkan produk pangan higroskopis memiliki dua periode laju
pengeringan menurun.
Periode laju pengeringan menurun biasanya merupakan periode operasional pengeringan
terpanjang. Pada pengeringan biji-bijian, kadar air awal biji yang dikeringkan biasanya sudah
berada di bawah kadar air kritisnya, sehingga hanya periode laju pengeringan menurun yang
bisa teramati. Pada periode laju pengeringan menurun, laju pengeringan terutama bergantung
kepada suhu udara pengering dan ketebalan tumpukan bahan yang dikeringkan.
Pada periode laju pengeringan menurun kedua, laju pengeringan dikendalikan oleh
perpindahan air didalam bahan padat produk, tidak dipengaruhi oleh kondisi diluar bahan
padat tersebut. Bermacam mekanisme perpindahan air dalam produk bisa terjadi karena
kombinasi berbagai faktor seperti difusi cairan, perpindahan cairan karena tenaga kapiler dan
difusi uap air.
Parameter Desain
Persamaan dasar yang dipakai untuk menghitung laju pengeringan pada sistem pengeringan
drum:
o Aliran udara
o Tempat pelepasan dan penampungan uap air yang keluar dari bahan
o Penghantar panas ke bahan yang dikeringkan
PENGERINGAN
Pengeringan adalah suatu usaha pengawetan dengan cara menurunkan aktifitas air (Aw)
produk melalui penghilangan air yang dikandung produk dengan proses penguapan, sehingga
mikroorganisme tidak bisa tumbuh berkembang. Ada berbagai metoda dan alat untuk proses
pengeringan, namun yang banyak dipakai adalah metoda pengeringan dengan mengekspose
produk pangan pada udara yang telah dipanaskan.
Gambar contoh produk diambil dari
produk yang tersedia dipasaran
1. Pengeringan Osmotik
Sistem pengeringan osmotik dipakai didalam pengawetan untuk memperbaiki akibat buruk
pada beberapa produk yang diawetkan dengan cara pengeringan biasa semisal tekstur menjadi
sangat keras dan kehilangan flavor.
Pengeringan osmotik dilakukan dengan menciptakan lapisan semipermeable dengan cara
merendam produk kedalam larutan gula atau larutan garam sebelum proses pengeringan.
Proses ini biasa dilakukan dalam pembuatan produk pangan semi basah. Selanjutnya produk
dikeringkan dengan penjemuran atau pengeringan buatan
2. Pengeringan
Pengeringan bisa dipakai untuk bermacam jenis hasil pertanian. Secara umum produk
dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan, utuh atau mengalami pengecilan ukuran. Ada
perlakuan blansir atau pencelupan dengan larutan tertentu untuk mempertahankan warna atau
bahkan fermentasi bila dibutuhkan untuk menciptakan fungsi lain, misalnya pembentukan
flavor. Suhu yang dipakai juga bisa beragam tergantung pada desain proses pengeringan yang
ingin dilakukan.
3. Pasteurisasi
Pasteurisasi umumnya dilakukan untuk kelompok produk pangan yang memiliki pH lebih
kecil atau sama dengan 3,7 misalnya jus, bubur buah. Produk ini diawetkan dengan cara
dipanaskan pada suhu 100 ? dengan target mematikan yeast dan mold.
Untuk pasteurisasi susu dengan metoda HTST pemanasan pada 72 ? selama 15 detik
4 . Pengalengan
Pengalengan biasa dipakai untuk mengawetkan produk pangan dengan pH lebih dari 4,5. Ada
beberapa tahapan proses untuk persiapan sebelum dikemas pada kemasan kaleng khusus,
selanjutnya proses yang utama yaitu proses sterilisasi, dilakukan dengan cara pemanasan
produk yang telah dikemas tersebut pada suhu 121,1 ?. Waktu pemanasan yang diperlakukan
tergantung F 0 produk. F 0 ini karakteristik untuk tiap jenis produk dan harus ditetapkan
melalui percobaan sewaktu mendesain proses.
5. Pendinginan
Pendinginan efektif digunakan untuk pengawetan jangka pendek. Pada penyimpanan dingin
produk disimpan pada suhu diatas titik beku tetapi dibawah 15 ?. Penyimpanan dingin tidak
hanya dipakai untuk pengawetan, kadang dipakai untuk membantu proses lain, misalnya
untuk mempermudah pemotongan daging, roti, pelepasan biji, dsb
7. Pengentalan
Tujuan dilakukannya pengentalan produk tidak hanya untuk usaha pengawetan. Kadangkala
untuk memudahkan proses berikutnya, contohnya untuk mengentalkan produk yang akan
dikeringkan dengan pengering semprot, atau juga ditujukan untuk mengurangi volume,
misalnya pada pembuatan �concentrated juice�, sehingga memberikan kenyamanan
sewaktu berbelanja, dan jus tersebut bisa diencerkan kembali seperti semula bila dibutuhkan.
Berikut susu kental manissalah satu produk yang mengalami proses pengentalan.
Contoh produk yang disajikan disini adalah produk-produk pangan yang ada dipasaran, foto
diambil secara random di pasar tradisional dan pasar swalayan.
STERILISASI
Proses sterilisasi didalam pengawetan produk pangan adalah perlakuan panas yang
menyebabkan mikroo r ganisme dan sporanya tidak mampu tumbuh pada kondisi
penyimpanan normal. Artinya, hanya menghasi l kan produk yang steril komersil, tidak
seratus persen steril, kemungkinan masih ada spora mikroba dorman berada didalam produk,
dan akan segera tumbuh bila berada pada lingkungan yang cocok untuk pertumb u hannya.
Perlakuan panas yang bisa mewujudkan tujuan tersebut bergantung pada beberapa hal: 1) Sifat
bahan pangan yang diperlakukan, misalnya tingkat keasamannya (pH). 2) Kondisi
penyimpanan pasca proses. 3) Ketah a nan mikroorganisme dan sporanya terhadap panas. 4)
Karakteristik pindah panas yang terjadi, hal ini dipe n garuhi oleh jenis kemasan dan media
pemanasan. 5) Beban jumlah mikroorganisme awal yang ada pada pr o duk yang akan
disterilkan. Sehingga desain proses pemanasan bahan pangan dibagi menjadi:
1. Produk pangan dengan kandungan asam tinggi, pH ? 3,7 : bakteri pembentuk spora tidak
tumbuh pada range pH ini. Kriteria proses pemanasan ditujukan untuk inaktifasi Yeast dan
Jamur ( mold ), dengan suhu proses pemanasan 100 ?
2. Produk pangan dengan kandungan asam sedang, 3,7 ? pH ? 4,5 :
3. Produk pangan dengan kandungan asam rendah, pH ? 4,5 : kriteria proses pemanasan
didesain untuk membunuh mikroorganisme patogen anaerob pembentuk spora paling tahan
terhadap panas dan mengelu a rkan toksin yaitu Clostridium botulinum. Toksin ini sangat
berbahaya, hanya dalam jumlah berat seperjuta miligram sudah mematikan memanusia. Tapi
toksin ini rusak dengan pemanasan kondisi basah selama 10 menit suhu 100 ? . Produk
pangan dengan keasaman rendah memerlukan proses pemanasan dengan suhu 121,1 ? dalam
waktu sesuai dengan F 0 bahan tersebut. F 0 adalah waktu yang diperlukan untuk proses steril
i sasi pada 121,1 ? . Nilai F 0 tergantung kepada tipe dan ukuran produk pangan yang
disterilkan.
2. Penurunan Suhu Terkendali
Penurunan suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisme dan aktifitas sistem ensim dalam
bahan. Ini berarti mencegah membusuknya produk pangan, dengan kata lain usaha
mengawetkan produk pangan bisa dilakukan dengan menerapkan penurunan suhu terkendali.
PENDINGINAN
Penyimpanan dingin suatu produk pangan dilakukan pada kisaran suhu diatas titik beku dan
dibawah 15 ? . Pengawetan dengan sistem pendinginan banyak diterapkan untuk penyimpanan
jangka pendek karena kara k terist ik keunggulan berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme
2. Menghambat metabolisme pascapanen, reaksi kimia peruraian seperti reaksi pencoklatan,
oksidasi lemak, perubahan warna, autolisa pada ikan dan kehilangan zat gizi.
3. Kehilangan air rendah.
Hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan dingin yaitu terjadinya cold shortening pada
produk pangan hasil hewani dan chilling injury untuk produk buah dan sayuran, dan
pengerasan (efek retrogradasi) produk pangan karbohidrat tergelatinisasi. Cold shortening
menyebabkan daging menjadi bertekstur keras sewaktu dimasak karena tidak mampu
mempertahankan kandungan airnya. Chilling injury terjadi bila buah atau sayur diekspose
pada kondisi penyimpanan dibawah dari suhu optimum penyimpanannya. Tanda-tandanya
biasanya adalah terjadi pencoklatan (dibagian luar atau dibagian dalam atau keduanya) buah,
cacat pada kulit buah, busuk berlebihan, gagal matang. Retrogradasi adalah proses pengerasan
setelah terjadinya proses gelatinisasi. Pada suhu dingin proses ini berlangsung lebih cepat,
akibatnya untuk produk pangan seperti bread (roti) menjadi keras sekali teksturnya, sehingga
tidak nyaman lagi dimakan.
PEMBEKUAN
Pembekuan adalah metoda pengawetan yang cukup memuaskan bila dipakai untuk
penyimpanan jangka panjang produk pangan. Pembekuan mempertahankan warna, flavor dan
nutrisi terkandung suatu produk pangan. Pembekuan adalah penurunan suhu produk ke bawah
titik beku hingga penyimpanan produk pada suhu - 18 ? . Pada proses pembekuan, air yang
terkandung dalam produk pangan akan berubah dari bentuk cair (liquid phase), mengalami
pengkristalan, ke bentuk padat (solid phase), Pada prosesnya, semula air terkandung akan
turun suhunya menuju titik beku, kemudian terbentuk inti kristal yang kemudian tumbuh
menjadi kristal. Bila proses pembekuan lambat atau laju pembekuan rendah, kristal yang
terjadi berukuran besar-besar dan kristal es terbentuk pada lokasi ekstraselular, sebaliknya bila
proses pengkristalan cepat, kristal es yang terbentuk berukuran kecil dan seragam. Ukuran
kristal yang terbentuk ini akan mempengaruhi kualitas produk sewaktu thawing (dicairkan
kembali), kristal yang halus membuat produk beku tersebut dinilai berkualitas tinggi karena
bentuk produk lebih bisa dipertahankan dan nutrisi yang hilang/keluar dari produk lebih
rendah.
Pada pembekuan, suhu produk pangan akan dibawa ke suhu dibawah titik bekunya, dan
sebagian air seperti disebutkan diatas berubah dari keadaan cair menjadi kristal-kristal es.
Kosentrasi bahan padat terlarut didalam produk pangan akan naik karena sebagian air berubah
menjadi es, berarti menurunkan aktifitas air Produk. Oleh karena itu pengawetan pada produk
pangan beku merupakan kombinasi suhu rendah dan aktifitas air rendah.
3. Pengaturan Kandungan Air
Pada proses pengawetan produk pang an dengan pengaturan kandungan air, intinya adalah
menurunkan aktifitas air produk tersebut. Aktifitas air (Aw) suatu produk pangan akan
mempengaruhi kehidupan mikroorganisme pada produk tersebut.
PENGENTALAN
Pengentalan adalah proses penghilangan sebagian air dari suatu suspensi dengan proses
pendidihan, biasanya dilakukan dengan alat yang disebut evaporator. Proses ini intensif
digunakan pada industry pengolahan dairy products misalnya pada proses pengentalan susu,
pada industri jus untuk menghasilkan jus kental, pada pada industri gula untuk mengentalkan
larutan gula guna proses kristalisasi. Proses pengentalan ini kadang juga digunakan untuk
menaikkan kandungan padatan persiapan untuk proses pengeringan semprot atau pengeringan
beku. Pada proses pemekatan didalam evaporator, pertama panas latent medium pemanas
dipindahkan ke bahan untuk menaikkan suhu bahan menuju ke titik didihnya.
BAB IV. Teknologi pengolahan dan proses pengeringan (hewati dan nabati)
http://www.gogreen.web.id/2013/11/pengawetan-dengan-cara-pengeringan.html
https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/27/jenis-jenis-teknik-pengolahan-dan-
pengawetan-makanan/
https://web.facebook.com/permalink.php?story_fbid=981353221891458&id=533689139991204
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab1.php
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1360/1/tkimia-rosdanelli.pdf
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab8.php
https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/27/jenis-jenis-teknik-pengolahan-dan-
pengawetan-makanan/
http://foodtech.binus.ac.id/2015/01/13/makanan-fungsional/