Anda di halaman 1dari 34

Tugas Teknologi Pengawetan

Oleh :

Annisatushsholihah Nur Rakhmah 163020313

Jurusan Teknologi Pangan

Fakultas Teknik

Universitas Pasundan
2016
BAB I
1.1 Pengertian Pangan
a. Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
b. Menurut Suharjo tahun 1986 pangan adalah bahan-bahan makanan yang dimakan sehari-
hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian
jaringan tubuh yang rusak.
c. Menurut Sunita A. dalam bukunya “Prinsip Dasar Ilmu Gizi” tahun 2001 pangan adalah
semua bahan yang dapat dijadikan makanan.

1.2 Penggolongan Pangan


a. Menurut asalnya Hewani dan Nabati
ü Hewani mempunyai sifat khas :
- Tidak mempunyai daya simpan lama, kecuali telur
- Sifatnya Lunak
- Masing-masing jenis mempunyai sifat spesifik
- Umumnya sumber protein dan lemak
ü Nabati, fisik bermacam-macam (lunak, keras, rapuh, dan kenyal/elastis.)
b. Menurut stabilitasnya (kemudahan rusak)
c. ü Perishable (mudah rusak) = daging segar, ikan, sayuran, buah segar dan lain-lain.
ü Semi Perishable (agak mudah rusak) = bahan makanan kering (tepung beras, kacang
kacangan, buah dan sayuran kering.)
ü Non-Perishable = Gula, sirop, madu, makanan kaleng, ikan asin, dendeng.
d. Berdasarkan fungsi dan kegunaannya
ü Zat pembakar (karbohidrat, lemak, dan protein)
ü Zat pembangun (protein, mineral, dan air)
ü Zat pengatur (protein, mineral, air, dan vitamin)
1.3. Komponen pada Bahan Pangan
1. Air
Komponen utama dari bahan pangan adalah air. 50% massa produk daging adalah air,
dan 95% dari massa sayuran segar (misalnya selada, kol, tomat) adalah air. Air juga tempat
utama perkembangan bakteri pada bahan pangan dan penyebab utama berbagai kerusakan
bahan pangan. Aktivitas air (water activity) adalah salah satu cara dalam menentukan usia
simpan suatu produk pangan. Salah satu kunci pengawetan bahan pangan adalah dengan
mengurangi kadar air atau mengubah karakteristik dari air tersebut, misalnya dengan
dehidrasi, pembekuan dan dan pendinginan.
2. Karbohidrat
Terdiri dari 80% total konsumsi manusia, karbohidrat yang paling umum dikenal
manusia adalah pati. Jenis karbohidrat yang paling sederhana adalah dari jenis monosakarida,
yaitu glukosa, fruktosa, galaktosa , manosa, sorbosa, dan sebagainya. Rangkaian
monosakarida akan membentuk sakarida lain yang lebih besar, yaitu polisakarida (rantai
panjang), oligosakarida (rantai pendek), dan disakarida (dua molekul monosakarida).
Nilai kalori karbohidrat adalah 4 kilokalori per gram. Karbohidrat dapat digunakan sebagai
sumber energi setelah melalui proses kimia di dalam tubuh yang memecah karbohidrat rantai
panjang (polisakarida) menjadi monosakarida, mislanya glukosa. Glukosa dibakar di dalam
tubuh untuk menghasilkan energi, dengan reaksi C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O. Reaksi ini
tidak terjadi secara langsung, melainkan melalui kurang lebih 50 tahap reaksi.
ü Monosakarida
Monosakarida merupakan karbohidrat yang paling sederhana. Monosakarida
yang paling penting yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa merupakan
monosakarida yang paling umum dan terdapat pada seluruh bagian tanaman sebagai
pati dan selulosa. Galaktosa merupakan monosakarida yang tidak terdapat di alam,
melainkan melalui proses hidrolisis dari laktosa. Fruktosa adalah glukosa dengan
gugus keton yang didapatkan dari proses hidrolisis sukrosa.
ü Disakarida
Merupakan karbohidrat yang tersusun atas dua molekul monosakarida. Ada 3
disakarida yang paling umum, yaitu maltosa, laktosa dan sukrosa. Maltosa tersusun
atas dua molekul glukosa. Laktosa tersusun atas glukosa dan fruktosa. Sukrosa
tersusun atas fruktosa dan glukosa.
ü Oligosakarida dan polisakarida
Oligosakarida merupakan karbohidrat rantai pendek, sedangkan polisakarida
merupakan karbohidrat rantai panjang. Ikatan rantai yang terbentuk bisa berupa rantai
linier tanpa cabang (misalnya amilosa dan selulosa) maupun rantai linier dan
bercabang (misalnya amilopektin dan glikogen).
3. Lipid
Lipid jika didefinisikan cakupannya cukup luas, yaitu segala komponen biologis
nonpolar yang tidak larut, dan itu termasuk lilin, asam lemak, fosfolipid, terpentin dan
sebagainya. Sebagian lipid berbentuk linear alifatik, sebagian lagi siklik. Sebagian lipid
adalah aromatik sebagian lain bukan. Strukur sebagian lipid fleksibel, sebagian lagi kaku.
Dalam bahan pangan, lipid termasuk minyak yang didapatkan dari biji-bijian seperti jagung,
kacang kedelai, lemak hewani, dan sebagainya. Lipid dalam bahan pangan adalah
pelarutvitamin; lipid membawa vitamin sejak berada di dalam bahan pangan hingga diserap
di dalam tubuh.
4. Lemak
Lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak
umumnya dibedakan menjadi lemak hewani dan lemak nabati. Lemak hewani mengandung
asam lemak jenuh lebih banyak, dan pada temperatur kamar berbentuk padat. Lemak nabati
memiliki asam lemak tak jenuh lebih banyak, dan dalam temperatur kamar berbentuk cair.
Dalam mengukur derajat ketidakjenuhan suatu lemak, digunakan bilangan jod, yaitu jumlah
iodium yang digunakan untuk mengadisi ikatan rangkap dari 100 gram lemak.
Lemak bersifat tidak larut dalam air, namun larut dalam pelarut organik seperti Tertraklorida,
eter, dsb. Total energi yang diberikan lemak adalah 9 kilokalori per gram. Lemak berguna
untuk membentuk sel otak dan membran sel, sebagai cadangan energi, pengatur suhu tubuh,
dan pelindung organ.
ü Asam Lemak
Asam lemak diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asam lemak jenuh dan asam
lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan
ganda antara 2 atom karbon. Titik lebur asam lemak jenuh tinggi. Contoh asam lemak
jenuh adalah asam butirat, asam kaproat, asam laurat, asam miristat, asam palmitat,
dan asam stearat.
Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan rantai ganda
antara 2 atom karbon, serta memiliki titik lebur yang relatif rendah. Contohnya adalah
asam palmitoleat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
5. Protein
Protein merupakan makromolekul yang sangat kompleks dan menyusun sekitar 50%
dari berat kering sel hidup. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi sel. Protein
tersusun atas karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, dan beberapa jenis memiliki sulfur dan
mineral seperti besi, tembaga, fosfor, dan seng. Satu rantai protein merupakan rangkaian dari
ribuan unit asam amino.
Protein dalam tubuh berfungsi sebagai zat pembentuk jaringan tubuh, pengatur, dan
sebagai sumber energi. Selain itu, protein juga berguna sebagai bahan pembentuk membran
sel dan sebagai pembentuk enzim.
Dalam bahan pangan, protein merupakan zat yang penting dalam pertumbuhan dan
ketahanan hidup. Kebutuhan terhadap protein berbeda bagi setiap orang tergantung keadaan
fisiologisnya (kebutuhan protein bagi balita berbeda dengan kebutuhan protein bagi ibu
hamil, baik jenis maupun kuantitasnya). Protein dalam bahan pangan umumnya ditemukan
padakacang-kacangan, produk daging, dan makanan laut.
6. Enzim
Enzim adalah katalis biokimia yang berperan dalam proses konversi dari satu zat ke
zat lainnya. Sebagai katalis, enzim berperan penting dalam mengurangi waktu reaksi kimia di
dalam tubuh. Banyak industri pangan yang memanfaatkan enzim dalam prosesnya, seperti
pembuatanbir, industry susu, dan sebagainya. Dalam industri-industri tersebut, enzim
didapatkan dari aktivitas mikroba yang ditambahkan di dalam bahan pangan sehingga zat
yang terdapat dalam bahan pangan mengalami perubahan.
7. Vitamin
Vitamin adalah molekul organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk reaksi
metabolit yang esensial bagi tubuh. Jumlah yang cukup dapat melindungi tubuh dari berbagai
penyakit, namun overdosis dapat memberikan masalah bagi kesehatan, bahkan kematian.
Seluruh vitamin, kecuali vitamin A dan D, tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga
dibutuhkan suplai dari bahan pangan. Untuk sintesis vitamin A dan D, diperlukan provitamin
A dan D yang didapatkan dari bahan pangan.
Vitamin B dan C, serta pantotenat, biotin, dan folat merupakan vitamin yang larut
dalam air. Dalam keberadaannya di sumber bahan pangan maupun setelah masuk ke dalam
tubuh dan masuk ke dalam metabolisme tubuh, vitamin-vitamin tersebut membutuhkan air.
Vitamin yang larut dalam air, jika kelebihan akan dibuang melalui urin. Vitamin A, D, E, dan
K larut di dalam lemak, dan tidak akan dikeluarkan dari dalam tubuh jika kelebihan,
melainkan akan disimpan.
8. Mineral
Mineral dalam bahan pangan amat bervariasi dan dibutuhkan oleh tubuh karena
memberikan manfaat tertentu. Namun tidak semua mineral di alam dibutuhkan oleh tubuh,
sebagian justru berbahaya walau dalam jumlah yang sedikit (misalnya arsen). Mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh pun tidak boleh dikonsumsi berlebih karena dapat mengganggu
kesehatan (misalnya natrium, yang dalam kadar berlebih dapat menyebabkan hipertensi).
Hampir semua mineral yang dibutuhkan tubuh bisa ditemukan dalam makanan.
Mineral menyusun sekitar 4% berat tubuh manusia. Mineral yang terdapat dalam tubuh yaitu
mineral dalam darah (klorida, fosfat, bikarbonat, sulfat, biasanya berbentuk ion), besi pada
hemoglobin, fosfor pada asam nukleat, tulang, dan gigi, kalsium pada tulang dan gigi, dan
sebagainya.
9. Serat
Serat yaitu bagian dari tanaman, umumnya merupakan rantai glukosa seperti selulosa,
yang tidak dicerna oleh tubuh. Serat bermanfaat dalam proses pencernaan, membantu
pergerakan bahan makanan dan tinja di dalam usus sehingga tidak terlalu lama berada di
dalam tubuh.
Saat ini, tingkat konsumsi serat masyarakat berkurang karena sebagian besar makanan
diproses berlebihan dan dibuang bagian yang berseratnya. Misalnya beras, dari gabah yang
digiling, kemudian disosoh agar menjadi putih. Beras sebelum disosoh mengandung serat
yang tinggi, sedangkan beras putih yang saat ini beredar memiliki kadar serat yang sangat
sedikit. Begitu juga dengan gandum, yang saat ini sedang kembali dipopulerkan konsumsi
gandum utuh(whole wheat) guna meningkatkan konsumsi serat masyarakat.
10. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive)
Bahan tambahan makanan yaitu bahan campuran yang secara alamiah tidak terdapat
dalam makanan, tetapi ditambahkan secara sengaja dalam proses pembuatan maupun
pengemasannya. Tujuannya yaitu:
· Meningkatkan kualitas warna, rasa, dan stabilitas makanan
· Meningkatkan kualitas tekstur
· Menahan kelembaban
· Sebagai pengental, pengikat, pencegah kelengketan, dan sejenisnya
· Memperkaya kandungan vitamin dan mineral
ü Zat pewarna
Terdapat tiga jenis zat pewarna, yaitu pewarna alami, identik alami, dan
buatan. Pewarna alami yaitu senyawa pigmen yang berasal dari bahan alami, biasanya
nabati. Contohnya yaitu antosianin, beta karoten, dan kurkumin. Identik alami yaitu
pewarna yang disintesis oleh manusia namun memiliki struktur yang identik seperti
yang terdapat di alam, misalnya karotenoid. Pewarna buatan yaitu pewarna yang
dibuat oleh manusia. Pewarna buatan ini dapat mengubah warna makanan hanya
dengan konsentrasi yang sedikit, yaitu 5 sampai 600 ppm. Namun pewarna buatan ini
berbahaya bagi kesehatan, dapat mengakibatkan gangguan saluran pencernaan dan
kanker.
ü Penyedap rasa dan aroma
Diklasifikasikan menjadi dua, yaitu alami dan buatan. Yang alami misalnya
jahe, kayu manis, merica, vanili, garam, dan sebagainya. Yang buatan misalnya MSG
dan senyawa ester.
ü Pengawet
Pengawet yaitu senyawa yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga makanan menjadi lebih tahan
lama. Zat pengawet diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pengawet organik dan
pengawet anorganik. Keduanya bisa didapatkan secara alami maupun disintesis.
Contoh pengawet organik yaituasam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam
asetat, dab sebagainya. Contoh pengawet anorganik, yaitu NaNO 2, garam, dan lain-
lain.
ü Antioksidan
Yaitu bahan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi pada minyak dan lemak,
sehingga tidak mudah tengik. Senyawa antioksidan yang umum ditambahkan ke
dalam bahan pangan adalah butil hidroksianisol (BHA) dan butil hidroksitoluen
(BHT). Gugus butil dalam senyawa itu bermanfaat untuk menangkap gugus COOH
sehingga oksidasi yang biasanya terjadi pada bagian tersebut, bisa dicegah.

1.4 Pengawetan Pangan Secara Fisik, Kimia, Mikrobiologi


1.4.1 Pengawetan Pangan Secara Fisik
Merupakan metoda pengawetan yang melibatkan pendekatan fisik, antara lain dengan
penambahan sejumlah energi seperti pada proses pemanasan dan radiasi; dengan penurunan
suhu terkendali seperti pada proses pendinginan dan pembekuan; dengan mengatur kandungan
air bahan yang akan diawetkan seperti pada proses pemekatan, pengeringan, atau pengeringan
beku dan dengan penggunaan kemasan pelindung . Pengawetan secara fisik mematikan
mikroorganisme yang ada pada bahan pangan dengan cara pemanasan disertai dengan
pengemasan yang mencegah terjadinya re-kontaminasi, atau dengan cara pengeringan yaitu
pengurangan kadar air produk pangan yang diikuti dengan pengemasan yang mencegah
terjadinya re-adsorpsi air. Perlu dicatat bahwa metoda-metoda pengawetan yang dapat berhasil
menghentikan pertumbuhan mikroorganisme ini umumnya memberikan konsekuensi yang
merugikan mutu sensori dan nilai gizi produk pangan. Sebagai contoh, panas yang digunakan
pada proses sterilisasi pada pengalengan akan sangat melunakkan jaringan sel bahan,
mengurai chlorophil dan zat-zat antocyanin, menghilangkan flavor dan merusak beberapa
vitamin yang terkandung. Sehingga didalam memilih metoda pengawetan yang akan
diterapkan selalu berusaha meminimalkan kerugian yang akan didapat dan memaksimumkan
kualitas produk yang bisa diraih
1.4.2 Pengawetan Pangan Secara Kimiawi
Pengawetan secara kimiawi dilaksanakan dengan penambahan bahan kimia seperti gula,
asam, dan garam pada bahan yang diawetkan, ataupun dengan mengekpose produk yang akan
diawetkan pada bahan kimia seperti halnya pada proses pengasapan.
1.4.3 Pengawetan Pangan Secara Mikrobiologi
Pengawetan secara mikrobiologi melibatkan proses fermentasi, baik fermentasi asam
atau fermentasi alkohol.

BAB II
2.1 Pengertian Proses Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara / proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan, dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya
dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas
dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Pengeringan dapat pula diartikan
sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali, untuk mengeluarkan sebagian besar
air dalam bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada
pengeringan beku).
Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba yang ada
dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan ternyata dapat mengawetkan mikroba,
seperti halnya mengawetkan bahan pangan. Selain itu, produk pangan kering umumnya tidak
steril. Oleh karena itu, meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika
makanan tersebut dibasahkan kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi,
kecuali jika makanan tersebut segera dikonsumsi atau segera disimpan pada suhu rendah.

Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu :

Drying : Suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam,
misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
Dehydration (dehidrasi) : Suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan
menggunakan peralatan/alat-alat pengering.

2.2 Mekanisme Pengeringan


Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk mengendalikan proses pengeringan
adalah mengetahui keberadaan molekul air dalam produk bahan yang akan dikeringkan. Ada
2 tipe keberadaan molekul air didalam suatu produk pangan. Tipe pertama, molekul air
terikat atau disebut dengan bound water, bisa berada pada pipa-pipa kapiler, atau terserap
pada permukaan, atau berada didalam suatu sel atau dinding-dinding serat, atau dalam
kombinasi fisik atau kimia dengan bahan padat. Tipe kedua, air bebas tidak terikat, biasanya
berada pada celah-celah (voids) didalam bahan pangan padat.
Mekanisme pengendalian proses pengeringan produk pangan bergantung pada
struktur bahan beserta parameter pengeringan: kadar air, dimensi produk, suhu medium
pemanas, berbagai laju perpindahan pada permukaan dan kesetimbangan kadar air.
Kesetimbangan kadar air ini bergantung kepada sifat alami bahan padat yang dikeringkan
dan kondisi udara pengering. Oleh karenanya mekanisme pengeringan dapat dibagi dalam 3
katagori. Pertama, penguapan dari suatu permukaan bebas. Operasi ini mengikuti hukum
pindah panas dan pindah masa yang berlaku pada suatu objek basah. Kedua, aliran bahan
cair dalam pipa-pipa kapiler, dan yang ketiga difusi bahan cair atau uap air. Operasi ini
mengikuti hukum difusi II Fick's law . Kemampuan udara pengering memindahkan air dari
produk yang dikeringkan bergantung kepada suhu dan jumlah uap air yang berada atau
dikandung oleh udara tersebut atau dikenal dengan istilah kelembaban mutlak udara (
absolute humidity ).
Pengeringan merupakan proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang
dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan. Proses pengeringan melibatkan
mode pindah panas konduksi, pindah panas konveksi dan atau radiasi. Pada sistem pengering
konduksi, medium pemanas yang digunakan biasanya uap panas dan terpisah dari bahan
padat yang akan dikeringkan, contohnya pada drum dryer, yang kadang kala dikombinasi
dengan sistem vakum. Pada sistem pengering tipe konveksi, medium pemanas yang dipakai
biasanya udara dan udara pemanas ini kontak langsung dengan bahan pangan padat yang
dikeringkan, terjadi difusi uap air dari dan didalam produk pangan. Contoh pengering tipe
konveksi ini misalnya pengering oven, pengering semprot (spray dryer), fluidized bed dryer,
rotary dryer. Pengering tipe radiasi memakai sumber panas dari radiant energy , misalnya
alat pengering yang menggunakan energi mikrowave untuk mengeringkan produk pangan.

2.3 Hubungan Kadar Air dengan Makanan


Kandungan air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu
seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya
proses pengeringan. Kandungan air dalam suatu bahan pangan dinyatakan atas dasar basah
(% berat) atau atas dasar kering, yaitu perbandingan jumlah air dengan jumlah bahan kering.

- Kadar air secara basis kering adalah perbandingan antara berat air didalam bahan
tersebut dengan berat bahan keringnya. Berat bahan kering adalah berat bahan asal
setelah dikurangi dengan berat airnya.
- Kadar air secara basis basah adalah perbandingan berat air di dalam bahan tersebut
dengan berat bahan mentah

BAB III
3. 1 Macam-macam Pengeringan
Cara pengeringan bahan pangan adalah sebagai berikut :
a. Alami, yaitu menggunakan panas alami dari sinar matahari, caranya dengan dijemur
(sun drying) atau diangin-anginkan
b. Buatan (artificial drying), yaitu menggunakan panas selain sinar matahari, dilakukan
dalam suatu alat pengering

Pengeringan dengan sinar matahari


Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga
saat ini termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama di daerah
tropis. Teknik pengeringan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
(dikeringanginkan), dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan
lainnya.
Keuntungan pengeringan dengan sinar matahari :
a. Energi panas murah dan berlimpah
b. Tidak memerlukan peralatan yng mahal
c. Tenaga kerja tidak perlu mempunyai keahlian tertentu
Kerugian pengeringan dengan sinar matahari :
a. Tergantung dari cuaca
b. Jumlah panas matahari tidak tetap
c. Kenaikan suhu tidak dapat diatur, sehingga waktu penjemuran tidak dapat ditentukan
dengan tepat.
d. Kebersihan sukar untuk diawasi

Pengeringan dengan pemanas buatan


Pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah
panas berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat pula dengan
cara radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada umumnya
menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga enersi panas merata ke seluruh bahan.
Alat pengering dengan pindah panas secara konduksi pada umumnya menggunakan
permukaan padat sebagai penghantar panasnya.

Keuntungan pengeringan buatan :


o Suhu dan aliran udara dapat diatur
o Waktu pengeringan dapat ditentukan dengan tepat
o Kebersihan dapat diawasi
Kerugian pengeringan buatan :
o Memerlukan panas selain sinar matahari berupa bahan bakar, sehingga biaya
pengeringan menjadi mahal
o Memerlukan peralatan yang relatif mahal harganya
o Memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tertentu

3. 2 Salah satu Contoh Alat Pengering

Alat Pengering Berbentuk Almari (Cabinet Dryer)

Pengering baki (tray dryer) disebut juga pengering rak atau pengering kabinet, dapat
digunakan untuk mengeringkan padatan bergumpal atau pasta, yang ditebarkan pada baki
logam dengan ketebalan 10-100 mm. Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan
meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan
media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan
perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.
Rangka bak pengering terbuat dari besi, rangka bak pengerik di bentuk dan dilas,
kemudian dibuat dinding untuk penyekat udara dari bahan plat seng dengan tebal 0,3mm.
Dinding tersebut dilengketkan pada rangka bak pengering dengan cara di revet serta
dilakukan pematrian untuk menghindari kebocoran udara panas. Kemudian plat seng dicat
dengan warna hitam buram,agar dapat menyerap panas dengan lebih cepat. Pada bak
pengering dilengkapi dengan pintu yang berguna untuk memasukan dan mengeluarkan
produk yang dikeringkan. Di pintu tersebut dibuat kaca yang mamungkinkan kita dapat
mengetahui temperature tiap rak, dengan cara melihat thermometer yang sengaja
digantungkan pada setiap rak pengering. Di bagian atas bak pengering dibuat cerobong
udara, bertujuan untuk memperlancar sirkulasi udara pada proses pengeringan.
Alat pengering tipe bak terdiri atas beberapa komponen sebagai berikut :
a. Bak pengering yang lantainya berlubang-lubang serta memisahkan bak
pengering dengan ruang tempat penyebaran udara panas (plenum chamber).
b. Kipas, digunakan untuk mendorong udara pengering dari sumbernya ke
plenum chamber dan melewati tumpukan bahan di atasnya.
c. Unit pemanas, digunakan untuk memanaskan udara pengering agar
kelembapan nisbi udara pengering menjadi turun sedangkan suhunya naik.
Keuntungan dari alat pengering jenis itu sebagai berikut :
a. Laju pengeringan lebih cepat
b. Kemungkinan terjadinya over drying lebih kecil
c. Tekanan udara pengering yang rendah dapat melalui lapisan bahan yang
dikeringkan. (Revitasari, 2010).

BAB IV

4.1 Teknologi Pengolahan dan Pengeringan Nabati


Bahan yang digunakan untuk binder (biang) adalah tepung sagu aren, air, dan kalium
aluminium sulfat (tawas). Alat yang digunakan adalah pengering rak (tray drier), cetakan mi,
alat pengukus, timbangan analitik, cawan porselin, dan peralatan gelas.
Pengering tipe rak memiliki ruang pengering atau tempat rak berukuran 50 cm x 30
cm x 30 cm. Sumber energi panas adalah elemen listrik yang dilengkapi blower untuk
mengalirkan udara panas ke ruang pengering. Jumlah rak kawat yang dapat dimasukkan
adalah 12 rak dengan ukuran 20 cm x 30 cm.
Prinsip kerja alat pengering rak adalah panas yang berasal dari elemen elektrik dibawa
oleh medium pembawa panas yaitu udara. Laju aliran udara panas ke ruang pengering diatur
oleh blower. Selanjutnya pada ruang pengering terjadi proses pengeringan bahan oleh panas
yang dibawa udara tersebut. Bahan yang akan dikeringkan diletakkan di atas rak kawat
nyamuk ukuran 20 cm x 30 cm.

Metode Pembuatan Mi
Mi sagu dibuat dengan mengikuti metode yang diuraikan oleh Purwani dan Harimurti
(2005). Pembuatan mi sagu terdiri atas beberapa tahap, yaitu pembuatan biang, pembentukan
adonan, pencetakan, pemasakan, perendaman, dan penirisan
(Gambar 1).

Sagu 20 g ditambahkan air 150 ml dan tawas 2 g, diaduk kemudian dipanaskan hingga
membentuk gel. Pati sagu kering 180 g ditambahkan sambil diaduk hingga adonan kalis.
Selanjutnya, adonan dicetak dengan cetakan mi. Helaian mi yang keluar dari cetakan
ditempatkan di atas rak kawat. Setiap rak hanya berisi satu lapis helaian mi, kemudian
dimasukkan ke alat pengukus dan dikukus selama 2 menit. Mi yang telah dikukus dirapikan
kembali di atas rak kawat tadi dan dikeringkan dengan pengering rak pada suhu 40°C, 50°C,
dan 60°C masing-masing selama 2, 4, dan 6 jam.

Bahan baku (pati sagu) (20% berat)



Suspensi pati sagu
↓ Pati sagu (sisa 80%)c
Dipanaskan dan diaduk

Biang/gel/binder

Pengadukan

Pencetakan

Pengukusan

Perendaman dalam air dingin 10 menit

Penirisan

Mi sagu
Gambar 1. Diagram alir pembuatan mi sagu.

Gambar 2. Sketsa pengering tipe rak

Keterangan:
1. Psycrometer (pengukur kelembapan dan suhu)
2. Landasan/tempat psycrometer
3. Tombol power
4. Tombol kipas
5. Pengatur kecepatan kipas
6. Tombol pemanas
7. Pengatur pemanas
9. Jendela aliran udara
8. Pemanas
10. Pintu
11. Nampan (12 buah)
12. Jendela aliran udara
13. Pengukur aliran udara

4.2 Teknologi Pengolahan dan Pengeringan Hewani

Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan


Kandungan air=76,00
Protein=17,00
Lemak = 4,50
Mineral dan Vitamin=2,52-4,50
Sumber: www.ristek.go.id
Ikan merupakan produk yang banyak dihasilkan oleh alam dan diperoleh dalam
jumlah melimpah. Akan tetapi ikan juga merupakan bahan makanan yang cepat mengalami
proses pembusukan dikarenakan kadar air yang tinggi. Kadar air yang tinggi adalah kondisi
yang memberikan kesempatan bagi perkembangbiakan bakteri secara cepat. Proses
pengolahan dan pengawetan ikan merupakan bagian penting dari mata rantai industri
perikanan. Tanpa adanya proses tersebut, usaha peningkatan produksi perikanan akan
menjadi sia-sia karena tidak bisa dimanfaatkan dengan baik.
Pada dasarnya usaha pengawetan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang tinggi di
tubuh ikan. Usaha pengawetan ikan dilakukan melalui penggaraman, pengeringan,
pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan. Usaha pengawetan ikan tidak
hanya sebatas pada pengolahan menjadi produk yang masih berbentuk ikan tetapi juga
pengolahan menjadi bentuk lain setelah dicampur dengan bahan-bahan lain. Salah satu
makanan hasil olahan dari ikan adalah kerupuk ikan. Produk makanan kering dengan bahan
baku ikan dicampur dengan tepung tapioka ini sangat digemari masyarakat.
Komponen Kerupuk Ikan
Komponen Kerupuk ikan
Karbohidarat % 65,6
Air % 16,6
Protein % 16
Lemak % 0,4
Kalsium % 2,0
Fosfor % 20,0
Besi % 0,1
Vitamin A % 0
Vitamin B1 % –
Sumber: www.ristek.go.id
Usaha pembuatan kerupuk ikan hanya melakukan pengolahan dari bahan mentah
sampai pada proses kerupuk siap goreng. Adapun proses pembuatan kerupuk ikan adalah
sebagai berikut:
1. Proses penyiapan bahan baku
Dalam mempersiapkan bahan baku pembuatan kerupuk ikan yang perlu mendapat
perhatian utama adalah penyiapan ikan yang akan dijadikan bahan utama. Mutu ikan yang
digunakan akan mempengaruhi mutu produksi kerupuk ikan, oleh karena itu perlu dipilih
ikan yang masih segar. Dengan demikian diperlukan pengetahuan untuk mengetahui tanda-
tanda ikan dengan mutu yang baik (masih segar).
Tabel 4.1. Ciri-ciri Utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Membusuk
Ikan Segar Ikan Yang sudah Mulai Membusuk
Kulit:
 Warna kulit terang dan jernih  Kulit berwarna suram, pucat dan
 Kulit masih kuat membungkus tubuh, berlendir banyak
tidak mudah sobek teutama pada  Kulit mulai terlihat mengendur di
bagian perut beberapa tempat tertentu
 Warna-warna khusus yang ada masih  Kulit mudah robek dan warna-warna
terlihat jelas khusus sudah hilang
Sisik:
Sisik menempel kuat pada tubuh sehinggaSisik mudah terlepas dari tubuh
sulit untuk dilepas
Mata
Mata tampak terang, jernih, menonjol danMata tampak suram, tenggelam dan berkerut
cembung
Insang
 Insang berwarna merah sampai merah  Insang berwarna coklat suram atau
tua, terang dan lamella insang terpisah abu-abu dan lamela insang
 Insang tertutup oleh lendir berwarna  Lendir insang keruh dan berbau asam,
terang dan berbau segar seperti bau menusuk hidung
ikan
Daging
 Daging kenyal, menandakan rigor  Daging lunak, menandakan rigor
mortis masih berlangsung mortis rendah
 Daging dan bagian tubuh lain berbau  Daging dan bagian tubuh lain mulai
segar berbau busuk
 Bila daging ditekan jari tidak tampak  Bia ditekan dengan jari tampak bekas
bekas lekukan lekukan
 Daging melekat kuat pada tulang  Daging mudah lepas dari tulang
 Daging perut utuh dan kenyal  Daging lembek dan bagian isi perut
 Warna daging putih mudah keluar
 Daging berwarna kuning kemerah-
merahan terutama disekitar tulang
punggung
Bila di Taruh dalam Air
Ikan segar akan tenggelam Ikan yang sudah membusuk akan terapung di
pemukaan air
2. Proses pembentukan adonan
Adonan dibuat dari tepung tapioka yang dicampur dengan bumbu-bumbu yang
digunakan. Tepung diberi air dingin hingga menjadi adonan yang kental. Bumbu dan ikan
yang telah digiling halus dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk/diremas hingga lumat dan
rata. Adonan ini kemudian dimasukkan ke dalam mulen untuk pelembutan, dan akan
diperoleh adonan yang kenyal dengan campuran bahan merata.

3. Pencetakan
Pencetakan adonan dapat dilakukan dengan tangan ataupun dengan mesin. Dengan
menggunakan tangan adonan dibentuk silinder dengan panjang kurang lebih 30 cm dan
diameter 5 cm. Dengan bantuan alat cetak adonan ini dapat dibuat dalam bentuk serupa.
Kemudian adonan berbentuk silinder ini di “press” untuk mendapatkan adonan yang lebih
padat. Selanjutnyaadonan ini dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder yang
terbuat dari aluminium.
4. Pengukusan
Adonan berbentuk silinder kemudian dikukus dalam dandang selama kurang lebih 2
jam sampai masak. Untuk mengetahui apakah adonan kerupuk telah masak atau belum
adalah dengan cara menusukkan lidi ke dalamnya. Bila adonan tidak melekat pada lidi
berarti adonan telah masak. Cara lain untuk menentukan masak atau tidaknya adonan
kerupuk dapat dilakukan dengan menekan adonan tersebut. Bila permukaan silinder kembali
seperti semula, artinya adonan telah masak.
5. Pendinginan
Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan didinginkan. Untuk
melepaskan dari cetakan, biasanya adonan tersebut diguyur dengan air. Adonan tersebut
kemudian didinginkan di udara terbuka kurang lebih 1 (satu) hari atau kurang lebih 24 jam
hingga adonan menjadi keras dan mudah diiris.
6. Pemotongan
Tahap selanjutnya adalah pemotongan adonan kerupuk yang telah dingin. Sebuah
mesin pemotong dijalankan oleh 2 (dua) orang. Proses ini juga dapat dilakukan secara
sederhana yaitu mengiris adonan dengan pisau yang tajam. Pengirisan dilakukan setipis
mungkin dengan tebal kira-kira 2 mm, agar hasilnya baik ketika digoreng. Untuk
memudahkan pengirisan, pisau dilumuri dahulu dengan minyak goreng.
7. Penjemuran/pengovenan
Adonan yang telah diiris-iris kemudian dijemur sampai kering. Penjemuran dilakukan
di bawah sinar matahari kurang lebih 4 jam. Pada saat musim hujan untuk pengeringan
kerupuk yang masih basah ini dapat dilakukan dengan oven (dryer) selama kurang lebih 2
jam. Tetapi kerupuk yang dikeringkan dengan sinar matahari hasilnya akan lebih bagus
dibandingkan jika menggunakan oven. Kerupuk yang dikeringkan dengan sinar matahari jika
digoreng akan lebih mengembang.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.gogreen.web.id/2013/11/pengawetan-dengan-cara-pengeringan.html
https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/27/jenis-jenis-teknik-pengolahan-dan-
pengawetan-makanan/
https://web.facebook.com/permalink.php?story_fbid=981353221891458&id=533689139991204
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab1.php
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1360/1/tkimia-rosdanelli.pdf
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab8.php
https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/27/jenis-jenis-teknik-pengolahan-dan-
pengawetan-makanan/

8.2. Diagram Psikrometrik


adalah diagram hubungan termodinamik antara campuran uap air dan udara. Hubungan ini
perlu dimengerti untuk memahami proses pengeringan karena bertalian dengan peran usaha
pengambilan air dari produk yang dikeringkan. Berikut komponen yang ada didalam
diagram psikrometrik.
hubungan kadar air dengan makanan (dry basis, wet basis)8.3. Laju Pengeringan
Laju pengeringan suatu bahan yang dikeringkan antara lain ditentukan oleh sifat bahan
tersebut seperti bulk density, kadar air awal, serta hubungannya dengan kadar air
kesetimbangan pada kondisi pengeringan. Laju pengeringan maksimum biasanya tidak
dipakai. Hal ini untuk mengurangi dan mencegah terjadinya pengkerutan, pengerasan
permukaan, retak permukaan bahan serta akibat lain yang tidak diinginkan terjadi pada
pengeringan produk pangan padat.

Laju Pengeringan Tetap


Periode laju pengeringan tetap dicirikan dengan penguapan air dari suatu permukaan yang
jenuh basah suatu produk atau permukaan air didalam produk yang dikeringkan. Laju
pengeringan tetap ini akan berlangsung terus selama migrasi air kepermukaan (ketempat
penguapan berlangsung) lebih besar dari pada air yang menguap dari permukaan. Besar laju
penguapan air pada periode ini:

h : koefisien pindah panas permukaan


k m : koefisien pindah massa air ke udara disekitar
T a : suhu bola kering udara
T w : suhu bola basah udara
H w : Kelembaban absolut pada kondisi bola basah

Suhu permukaan bahan yang dikeringkan pada kondisi ini relatif tetap, mendekati suhu bola
basah udara pengering, dan laju pengeringan tetap ini tidak bergantung kepada produk yang
dikeringkan.
Laju Pengeringan Menurun
Bila proses pengeringan diteruskan, air didalam produk akan berkurang, migrasi air
kepermukaan tidak mampu mengimbangi cepatnya air menguap dari permukaan keudara
sekitar. Saat dimulainya fase ini merupakan akhir dari periode pengeringan dengan laju tetap
dan disebut Kadar Air Kritis (critical moisture content), tanda dimulainya periode laju
pengeringan menurun pertama. Pada keadaan tersebut permukaan bahan yang dikeringkan
sudah tidak jenuh dan mulai kelihatan ada bagian yang mengering. Faktor yang
mengendalikan laju pengeringan pada periode ini adalah hal-hal yang mempengaruhi
perpindahan air didalam bahan padat yang dikeringkan. Bergantung dari produk yang
dikeringkan, produk pangan yang tidak higroskopis biasanya hanya memiliki satu periode
laju pengeringan menurun, sedangkan produk pangan higroskopis memiliki dua periode laju
pengeringan menurun.
Periode laju pengeringan menurun biasanya merupakan periode operasional pengeringan
terpanjang. Pada pengeringan biji-bijian, kadar air awal biji yang dikeringkan biasanya sudah
berada di bawah kadar air kritisnya, sehingga hanya periode laju pengeringan menurun yang
bisa teramati. Pada periode laju pengeringan menurun, laju pengeringan terutama bergantung
kepada suhu udara pengering dan ketebalan tumpukan bahan yang dikeringkan.
Pada periode laju pengeringan menurun kedua, laju pengeringan dikendalikan oleh
perpindahan air didalam bahan padat produk, tidak dipengaruhi oleh kondisi diluar bahan
padat tersebut. Bermacam mekanisme perpindahan air dalam produk bisa terjadi karena
kombinasi berbagai faktor seperti difusi cairan, perpindahan cairan karena tenaga kapiler dan
difusi uap air.

8.4. Alat Pengering


Pengeringan Tray Tetap
Pengeringan Tray Tetap umumnya digunakan untuk mengeringkan produk padat berbentuk.
Karena sudah berbentuk sebelum dikeringkan, maka produk tersebut bisa diletakkan pada
suatu permukaan atau tray untuk diekspose pada udara yang telah dipanaskan.
Pengering Lemari
Produk pangan yang dikeringkan dengan pengering tipe lemari diletakkan pada tray-tray
yang selanjutnya dipindahkan kedalam suatu ruang pengering tempat dimana produk
tersebut diekspose pada udara pengering. Seperti terlihat pada gambar, udara yang telah
dipanaskan melewati tumpukan tray dan melalui produk yang diekspose di masing-masing
tray sebelum berbalik kembali kebagian pemanasan.Salah satu kelemahan terbesar tipe
pengering ini adalah tidak mudah mendapatkan produk yang kering seragam pada tray yang
berbeda lokasi. Hal ini disebabkan karena tidak seragamnya aliran udara yang melalui
produk serta suhu dan kelembaban absolut udara yang masuk ke alat pengering. Masalah
berikutnya adalah produk yang terletak dekat dengan titik masuknya udara ruang pengering
lebih cepat kering dibandingkan dengan posisi lainnya yang memiliki kelembaban udara
lebih tinggi.
Klik disini untuk melihat pengering lemari
Pengering Lorong
Pada pengering tipe lorong ini, produk yang akan dikeringkan diletakkan pada tray-tray, tray
tersebut kemudian disusun per unit tumpukan seperti pada pengering tipe lemari, selanjutnya
unit-unit tumpukan ditempatkan teratur pada suatu lorong pengering. Ada beberapa sistem
pendekatan untuk mengekspose produk yang akan dikeringkan dengan udara panas
pengeringan. Variasinya antara lain aliran searah produk dan udara pengering yang masuk
dan keluar lorong, aliran berlawanan arah antara produk dan udara yang masuk lorong, aliran
berlawanan arah dengan sebagian udara panas pengerig di resirkulasikan. Kelemahan
Pengering tipe Lorong ini sama dengan kelemahan Pengering tipe Lemari.
Pengeringan Bed Bergerak
Perbedaan utama sistem pengeringan tipe ini dengan sistem pengeringan tipe tray tetap
adalah adanya pergerakan produk yang menciptakan efek pengadukan sehingga membantu
proses pengeringan yang terjadi.
Conveyor Drying
Pada pengeringan tipe ini produk yang akan dikeringkan diletakkan sebagai suatu lapisan
pada suatu konveyor bergerak yang berlubang pada bagian dasarnya. Udara panas
pengeringan melewati lubang-lubang tersebut bisa dengan arah dari bawah keatas atau
sebaliknya. Biasanya pengering ini hanya dipakai untuk mengeringkan produk hingga kadar
air sekitar 27%, selanjutnya diteruskan dengan alat pengering lain.
Belt Drying
Pengadukan pada sistem pengering tipe ini tercipta karena gerakan belt selama pengeringan,
sehingga partikel produk pangan yang dikeringkan lebih seragam keringnya.

Pengeringan Udara Bergerak


Pengeringan Semprot
Sistem Pengeringan ini biasa dipakai untuk mengeringkan bahan bentuk cair yang bisa
disemprotkan. Bahan cair tersebut dilalukan melalui atomizer sehingga menjad i droplet
halus yang kemudian kontak langsung dengan aliran udara panas. Permukaan droplet-droplet
tersebut merupakan area intensif pindah panas dan pindah massa yang berlangsung selama
pengeringan. Karenanya evaporative cooling dan short residence time mempertahankan suhu
produk tetap rendah. Hal inilah yang membuat pengering semprot cocok untuk
mengeringkan produk yang labil terhadap panas seperti ensim dan susu.
Pengeringan Semprot memiliki 2 tahapan penting, yaitu proses atomisasi atau pembentukan
droplet cair dan proses evaporasi kandungan air pada droplet sehingga didapatkan partikel
produk padat yang kering. Fungsi utama proses atomisasi adalah membentuk droplet
berukuran kecil agar tercipta luas permukaan yang besar untuk berlangsungnya penguapan
air.

Fluidized Bed Drying


Pada proses pengeringan fluidized bed, udara panas dipaksa melalui partikel-partikel produk
dengan kecepatan yang cukup tinggi agar melebihi gaya gravitasi, sehingga partikel-partikel
produk yang dikeringkan tersebut selalu dalam posisi melayang-layang dalam udara panas
pengering. Selain itu didesain agar sambil melayang partikel produk tersebut juga bergerak
maju selama berlangsungnya pengeringan. Produk kering yang dihasilkan dengan sistem
pengeringan ini seragam karena masing-masing partikel yang dikeringkan kontak langsung
dengan udara panas pengering.
Klik disini untuk melihat fluidized bed drier
Pengeringan Drum
Sistem Pengeringan Drum dipakai untuk mengeringkan bahan pangan berbentuk bubur.
Drum berbentuk silinder dipanaskan dan berputar pada suatu poros. Bahan berbentuk bubur
akan mengering bila dijatuhkan melekat pada permukaan drum tersebut, yang selanjutnya
setelah kering di kerat dengan aksi sebuah pisau untuk mendapatkan produk keringnya. Ada
dua tipe, single atau double drum dryer . Drum pada double drum dryer akan bergerak
berlawanan arah, jarak antara kedua drum dipakai untuk mengontrol ketebalan lapisan yang
dikeringkan.

Parameter Desain
Persamaan dasar yang dipakai untuk menghitung laju pengeringan pada sistem pengeringan
drum:

? T m : perbedaan suhu produk dan permukaan drum


U : overal heat transfer coefficient (W/m 2 C)
A : Luas permukaan pengering (m 2 )
L : Panas laten penguapan (kJ/kg)
Apakah Tujuan Pengeringan ?
Tujuan pengeringan bahan pangan yaitu :
1. Mengurangi risiko kerusakan karena kegiatan mikroba. Mikroba memerlukan air untuk
pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang, maka aktivitas mikroba dihambat atau
dimatikan.
2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.
Umumnya bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka hilangnya air akan
sangat mengurangi berat dan volume bahan tersebut.
3. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengn penggunaannya. Misalnya kopi
instant.
4. Untuk mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan,
misalnya mineral, vitamin, dsb.
Apakah Keuntungan dan Kerugian Pengeringan ?
Keuntungan pengawetan dengan cara pengeringan :
a. Bahan lebih awet
b. Volume dan berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk pengemasan,
pengangkutan, dan penyimpanan.
c. Kemudahan dalam penyajian
d. Penganekaragaman pangan, misalnya makanan ringan /camilan
Kerugian pengawetan dengan cara pengeringan :
a. Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, sifat fisik dan
kimianya, penurunan mutu, dll.
b. Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai, misalnya harus
dibasahkan kembali (rehidrasi) sebelum digunakan.
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara :
-Pemanasan langsung
-Freeze drying yaitu pembekuan disusul dengan pengeringan. Pada proses ini terjadi
sublimasi, terutama untuk bahan yang sensitif terhadap panas.
Keuntungan freeze drying :
# volume bahan tidak berubah
# daya rehidrasi tinggi, menyerupai bahan asal
Prinsip-prinsip pengeringan
Prinsip pengeringan : menghambat pertumbuhan mikroba dengan mengurangi kadar air, juga
menurunkan aw. Jika kita mengeringkan sesuatu bahan pangan, ada 2 masalah pokok yang
teribat di dalamnya, yaitu :

a. Hantaran panas kepada bahan dan di dalam bahan yang dikeringkan


b. Penguapan air dari dalam bahan
c.

Kedua hal di atas menentukan kecepatan pengeringan.


Hantaran panas ditentukan oleh :
# macam dan jenis sumber panas
# konsistensi bahan
# sifat bahan yang dikeringkan
# udara sebagai media pemanas
Penguapan air dari dalam bahan tergantung dari banyak faktor sekeliling bahan yaitu : suhu,
kelembaban, kecepatan aliran air, tekanan udara, serta waktu pengeringan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan :

o Luas permukaan bahan


o Suhu pengeringan

o Aliran udara

o Tekanan uap di udara

Peranan udara dalam proses pengeringan :

o Tempat pelepasan dan penampungan uap air yang keluar dari bahan
o Penghantar panas ke bahan yang dikeringkan

Keuntungan dan kerugian pengeringan dengan sinar matahari :


Bahan Pangan Apakah yang Dapat Diawetkan dengan Cara Pengeringan ?
Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pengeringan misalnya :
a. Buah-buahan : kismis, kurma, pisang, kesemek, apel, salak
b. Sayur-sayuran : jamur, kentang (untuk dibuat keripik), sawi asin, wortel , bawang daun
c. Umbi-umbian : singkong , ubi jalar

PENGERINGAN
Pengeringan adalah suatu usaha pengawetan dengan cara menurunkan aktifitas air (Aw)
produk melalui penghilangan air yang dikandung produk dengan proses penguapan, sehingga
mikroorganisme tidak bisa tumbuh berkembang. Ada berbagai metoda dan alat untuk proses
pengeringan, namun yang banyak dipakai adalah metoda pengeringan dengan mengekspose
produk pangan pada udara yang telah dipanaskan.
Gambar contoh produk diambil dari
produk yang tersedia dipasaran
1. Pengeringan Osmotik
Sistem pengeringan osmotik dipakai didalam pengawetan untuk memperbaiki akibat buruk
pada beberapa produk yang diawetkan dengan cara pengeringan biasa semisal tekstur menjadi
sangat keras dan kehilangan flavor.
Pengeringan osmotik dilakukan dengan menciptakan lapisan semipermeable dengan cara
merendam produk kedalam larutan gula atau larutan garam sebelum proses pengeringan.
Proses ini biasa dilakukan dalam pembuatan produk pangan semi basah. Selanjutnya produk
dikeringkan dengan penjemuran atau pengeringan buatan

2. Pengeringan
Pengeringan bisa dipakai untuk bermacam jenis hasil pertanian. Secara umum produk
dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan, utuh atau mengalami pengecilan ukuran. Ada
perlakuan blansir atau pencelupan dengan larutan tertentu untuk mempertahankan warna atau
bahkan fermentasi bila dibutuhkan untuk menciptakan fungsi lain, misalnya pembentukan
flavor. Suhu yang dipakai juga bisa beragam tergantung pada desain proses pengeringan yang
ingin dilakukan.

3. Pasteurisasi

Pasteurisasi umumnya dilakukan untuk kelompok produk pangan yang memiliki pH lebih
kecil atau sama dengan 3,7 misalnya jus, bubur buah. Produk ini diawetkan dengan cara
dipanaskan pada suhu 100 ? dengan target mematikan yeast dan mold.
Untuk pasteurisasi susu dengan metoda HTST pemanasan pada 72 ? selama 15 detik
4 . Pengalengan
Pengalengan biasa dipakai untuk mengawetkan produk pangan dengan pH lebih dari 4,5. Ada
beberapa tahapan proses untuk persiapan sebelum dikemas pada kemasan kaleng khusus,
selanjutnya proses yang utama yaitu proses sterilisasi, dilakukan dengan cara pemanasan
produk yang telah dikemas tersebut pada suhu 121,1 ?. Waktu pemanasan yang diperlakukan
tergantung F 0 produk. F 0 ini karakteristik untuk tiap jenis produk dan harus ditetapkan
melalui percobaan sewaktu mendesain proses.

5. Pendinginan
Pendinginan efektif digunakan untuk pengawetan jangka pendek. Pada penyimpanan dingin
produk disimpan pada suhu diatas titik beku tetapi dibawah 15 ?. Penyimpanan dingin tidak
hanya dipakai untuk pengawetan, kadang dipakai untuk membantu proses lain, misalnya
untuk mempermudah pemotongan daging, roti, pelepasan biji, dsb
7. Pengentalan
Tujuan dilakukannya pengentalan produk tidak hanya untuk usaha pengawetan. Kadangkala
untuk memudahkan proses berikutnya, contohnya untuk mengentalkan produk yang akan
dikeringkan dengan pengering semprot, atau juga ditujukan untuk mengurangi volume,
misalnya pada pembuatan �concentrated juice�, sehingga memberikan kenyamanan
sewaktu berbelanja, dan jus tersebut bisa diencerkan kembali seperti semula bila dibutuhkan.
Berikut susu kental manissalah satu produk yang mengalami proses pengentalan.

Enting-Enting Kacang (Penerapan Glass Transtition Phenomena dalam pengolahan produk


pangan)
1.3. Cara Pengawetan Secara Fisik dan
Contoh Produk

Contoh produk yang disajikan disini adalah produk-produk pangan yang ada dipasaran, foto
diambil secara random di pasar tradisional dan pasar swalayan.

1.3.1. Penambahan Sejumlah Energi


PASTEURISASI
Pasteurisasi adalah perlakuan panas guna membunuh seb a gian dari mikroorganisme patogen
yang ada dalam suatu b a han pangan. Pasteurisasi biasanya diikuti dengan metode
pengawetan lain seperti pendinginan , atau dengan penamb a han bahan kimia agar tercipta
lingkungan yang tidak nyaman bagi pertumbuhan m i kroorganisme, misalnya penambahan
gula pada produk susu kental manis, penambahan asam pada acar dan jus buah-buahan,
pengemasan , seperti pada produk minuman bir kemasan botol untuk menjaga kondisi ana e
rob didalam botol dan fermentasi menggunakan mikroba tertentu.
Kombinasi suhu dan waktu yang dipakai pada proses paste u risasi bergantung pada a)
ketahanan terhadap panas mikroba yang diincar untuk dimusnahkan dan b) kepekaan atrib
ut mutu produk pangan terhadap p a nas. Metoda High-Temperature and Short-Time (HTST)
menggunakan suhu tinggi dalam waktu yang sin g kat. Contohnya pada pasteurisasi HTST
susu menggunakan suhu 70 ? selama 15 detik. Sebaliknya Low-Temperature Long-Time
menggunakan suhu rendah dengan waktu yang lebih lama, untuk susu pada 65 ? dibutuhkan
30 menit. Umumnya HTST menghasilkan kualitas produk yag maksimum.

STERILISASI
Proses sterilisasi didalam pengawetan produk pangan adalah perlakuan panas yang
menyebabkan mikroo r ganisme dan sporanya tidak mampu tumbuh pada kondisi
penyimpanan normal. Artinya, hanya menghasi l kan produk yang steril komersil, tidak
seratus persen steril, kemungkinan masih ada spora mikroba dorman berada didalam produk,
dan akan segera tumbuh bila berada pada lingkungan yang cocok untuk pertumb u hannya.
Perlakuan panas yang bisa mewujudkan tujuan tersebut bergantung pada beberapa hal: 1) Sifat
bahan pangan yang diperlakukan, misalnya tingkat keasamannya (pH). 2) Kondisi
penyimpanan pasca proses. 3) Ketah a nan mikroorganisme dan sporanya terhadap panas. 4)
Karakteristik pindah panas yang terjadi, hal ini dipe n garuhi oleh jenis kemasan dan media
pemanasan. 5) Beban jumlah mikroorganisme awal yang ada pada pr o duk yang akan
disterilkan. Sehingga desain proses pemanasan bahan pangan dibagi menjadi:
1. Produk pangan dengan kandungan asam tinggi, pH ? 3,7 : bakteri pembentuk spora tidak
tumbuh pada range pH ini. Kriteria proses pemanasan ditujukan untuk inaktifasi Yeast dan
Jamur ( mold ), dengan suhu proses pemanasan 100 ?
2. Produk pangan dengan kandungan asam sedang, 3,7 ? pH ? 4,5 :
3. Produk pangan dengan kandungan asam rendah, pH ? 4,5 : kriteria proses pemanasan
didesain untuk membunuh mikroorganisme patogen anaerob pembentuk spora paling tahan
terhadap panas dan mengelu a rkan toksin yaitu Clostridium botulinum. Toksin ini sangat
berbahaya, hanya dalam jumlah berat seperjuta miligram sudah mematikan memanusia. Tapi
toksin ini rusak dengan pemanasan kondisi basah selama 10 menit suhu 100 ? . Produk
pangan dengan keasaman rendah memerlukan proses pemanasan dengan suhu 121,1 ? dalam
waktu sesuai dengan F 0 bahan tersebut. F 0 adalah waktu yang diperlukan untuk proses steril
i sasi pada 121,1 ? . Nilai F 0 tergantung kepada tipe dan ukuran produk pangan yang
disterilkan.
2. Penurunan Suhu Terkendali
Penurunan suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisme dan aktifitas sistem ensim dalam
bahan. Ini berarti mencegah membusuknya produk pangan, dengan kata lain usaha
mengawetkan produk pangan bisa dilakukan dengan menerapkan penurunan suhu terkendali.
PENDINGINAN
Penyimpanan dingin suatu produk pangan dilakukan pada kisaran suhu diatas titik beku dan
dibawah 15 ? . Pengawetan dengan sistem pendinginan banyak diterapkan untuk penyimpanan
jangka pendek karena kara k terist ik keunggulan berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme
2. Menghambat metabolisme pascapanen, reaksi kimia peruraian seperti reaksi pencoklatan,
oksidasi lemak, perubahan warna, autolisa pada ikan dan kehilangan zat gizi.
3. Kehilangan air rendah.
Hal yang perlu diperhatikan pada penyimpanan dingin yaitu terjadinya cold shortening pada
produk pangan hasil hewani dan chilling injury untuk produk buah dan sayuran, dan
pengerasan (efek retrogradasi) produk pangan karbohidrat tergelatinisasi. Cold shortening
menyebabkan daging menjadi bertekstur keras sewaktu dimasak karena tidak mampu
mempertahankan kandungan airnya. Chilling injury terjadi bila buah atau sayur diekspose
pada kondisi penyimpanan dibawah dari suhu optimum penyimpanannya. Tanda-tandanya
biasanya adalah terjadi pencoklatan (dibagian luar atau dibagian dalam atau keduanya) buah,
cacat pada kulit buah, busuk berlebihan, gagal matang. Retrogradasi adalah proses pengerasan
setelah terjadinya proses gelatinisasi. Pada suhu dingin proses ini berlangsung lebih cepat,
akibatnya untuk produk pangan seperti bread (roti) menjadi keras sekali teksturnya, sehingga
tidak nyaman lagi dimakan.
PEMBEKUAN
Pembekuan adalah metoda pengawetan yang cukup memuaskan bila dipakai untuk
penyimpanan jangka panjang produk pangan. Pembekuan mempertahankan warna, flavor dan
nutrisi terkandung suatu produk pangan. Pembekuan adalah penurunan suhu produk ke bawah
titik beku hingga penyimpanan produk pada suhu - 18 ? . Pada proses pembekuan, air yang
terkandung dalam produk pangan akan berubah dari bentuk cair (liquid phase), mengalami
pengkristalan, ke bentuk padat (solid phase), Pada prosesnya, semula air terkandung akan
turun suhunya menuju titik beku, kemudian terbentuk inti kristal yang kemudian tumbuh
menjadi kristal. Bila proses pembekuan lambat atau laju pembekuan rendah, kristal yang
terjadi berukuran besar-besar dan kristal es terbentuk pada lokasi ekstraselular, sebaliknya bila
proses pengkristalan cepat, kristal es yang terbentuk berukuran kecil dan seragam. Ukuran
kristal yang terbentuk ini akan mempengaruhi kualitas produk sewaktu thawing (dicairkan
kembali), kristal yang halus membuat produk beku tersebut dinilai berkualitas tinggi karena
bentuk produk lebih bisa dipertahankan dan nutrisi yang hilang/keluar dari produk lebih
rendah.
Pada pembekuan, suhu produk pangan akan dibawa ke suhu dibawah titik bekunya, dan
sebagian air seperti disebutkan diatas berubah dari keadaan cair menjadi kristal-kristal es.
Kosentrasi bahan padat terlarut didalam produk pangan akan naik karena sebagian air berubah
menjadi es, berarti menurunkan aktifitas air Produk. Oleh karena itu pengawetan pada produk
pangan beku merupakan kombinasi suhu rendah dan aktifitas air rendah.
3. Pengaturan Kandungan Air
Pada proses pengawetan produk pang an dengan pengaturan kandungan air, intinya adalah
menurunkan aktifitas air produk tersebut. Aktifitas air (Aw) suatu produk pangan akan
mempengaruhi kehidupan mikroorganisme pada produk tersebut.
PENGENTALAN
Pengentalan adalah proses penghilangan sebagian air dari suatu suspensi dengan proses
pendidihan, biasanya dilakukan dengan alat yang disebut evaporator. Proses ini intensif
digunakan pada industry pengolahan dairy products misalnya pada proses pengentalan susu,
pada industri jus untuk menghasilkan jus kental, pada pada industri gula untuk mengentalkan
larutan gula guna proses kristalisasi. Proses pengentalan ini kadang juga digunakan untuk
menaikkan kandungan padatan persiapan untuk proses pengeringan semprot atau pengeringan
beku. Pada proses pemekatan didalam evaporator, pertama panas latent medium pemanas
dipindahkan ke bahan untuk menaikkan suhu bahan menuju ke titik didihnya.

BAB IV. Teknologi pengolahan dan proses pengeringan (hewati dan nabati)

http://www.gogreen.web.id/2013/11/pengawetan-dengan-cara-pengeringan.html
https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/27/jenis-jenis-teknik-pengolahan-dan-
pengawetan-makanan/
https://web.facebook.com/permalink.php?story_fbid=981353221891458&id=533689139991204
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab1.php
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1360/1/tkimia-rosdanelli.pdf
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab8.php
https://tentangteknikkimia.wordpress.com/2011/12/27/jenis-jenis-teknik-pengolahan-dan-
pengawetan-makanan/
http://foodtech.binus.ac.id/2015/01/13/makanan-fungsional/

Anda mungkin juga menyukai