Anda di halaman 1dari 45

PELATIHAN GEOLOGIST/WELLSITE

BERDASARKAN STANDAR JORC


25FEB20123 Comments
by rickylinkurniawan in Knowledge
PELATIHAN GEOLOGIST/WELLSITE BERDASARKAN STANDAR JORC

DATA YANG DAPAT DIPERCAYA

Untuk memenuhi standar JORC diperlukan data-data yang dapat dipercaya yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Koordinat lubang bor yang akurat.
Sebelum alat bor masuk ke lokasi seorang wellsite harus mencari titik bor yang sudah direncanakan berdasarkan data-data yang ada sebelumnya
(mis. data survey singkapan dll). Dengan menggunakan GPS cari koordinat yang dimaksud sampai ketelitian/keakuratan posisi GPS tersebut
kecil. Jika menggunakan theodolite pastikan lintasannya tertutup dan disesuaikan seperti biasanya.
2. Deskripsi log bor yang detail baik dari hasil cutting (chips) maupun dari hasil coring (core).
Terdapat dua macam sample yaitu core dan chips. Core adalah sample yang diperoleh dari hasil pengintian (coring) sedangkan chips dihasilkan
dari gerusan (cutting) mata bor (bit) yang keluar bersamaan dengan media bor (biasanya air atau kadang ditambahkan polymer). Dalam
mendeskripsikan log bor secara geologi, seorang wellsite harus mencatat setiap perubahan lapisan hal-hal sebagai berikut.
Tabel 1. Deskripsi litologi batuan berdasarkan standar JORC dalam kegiatan pengeboran
Geologist harus bersama wellsite sepanjang hari selama pengeboran. Dibutuhkan koordinasi yang baik diantara keduanya. Geologist harus
mencatat semua informasi proses pengeboran yang berarti. Sebagai contoh, jika terjadi water loss pada waktu pengeboran mungkin saja
berhubungan dengan daerah struktur yang dapat mempengaruhi penambangan. Hal-hal semacam inilah yang wajib dicatat oleh
geologist/wellsite dan dilaporkan kepada atasannya. Ketika pengeboran selesai dan geologist/wellsite tidak mencatatnya maka informasi yang
sangat penting tersebut hilang begitu saja dan pastinya akan mempengaruhi kegiatan penambangan kelak. Namun dalam prakteknya, perusahaan
tambang sering menggabungkan tugas seorang geologist dan wellsite menjadi satu kesatuan tugas (satu gaji juga tentunya) karena dianggap
tugasnya tidak jauh berbeda dan saling berkaitan satu sama lain. Maka sebab itu sering kali dalam artikel ini penulis menorehkan kata
“Geologist/Wellsite”.
Semua informasi selama pengeboran sangatlah berharga, sehingga sangat dianjurkan untuk dicata dan dilaporkan. Berikut ini adalah hal-hal
yang dapat dicatat.
a. Pergantian mata bor baik ukuran maupun jenisnya (menandakan kekuatan setiap lapisan).
b. Semua masalah dengan kegiatan pengeboran (water loss, pipa terjepit/patah, adanya bau gas, dll).
c. Tingkat penembusan mata bor yang tidak biasa.
d. Masalah-masalah dengan geophysical wireline logging.
e. Kondisi core (broken, fracture, dll).
3. Deskripsi log bor secara geofisika yang lengkap bila ada.
Setiap lubang bor harus di logging (paling tidak) dengan menggunakan log Caliper, Gamma dan Densitas (sebagai tambahan dapat pula
digunakan log Neutron, Sonik dan Resistivitas). Jika tidak dilogging data lubang bor dianggap tidak dapat dipercaya dan oleh karena itu tidak
dapat dikategorikan masuk ke dalam standar JORC.
a. Log caliper untuk menentukan diameter lubang bor.
b. Log gamma untuk menentukan lapisan yang permeabel.
c. Log densitas untuk menentukan jenis batuan (densitas batubara rata rata 1,3 ton/m3).
d. Log neutron untuk menentukan pelapukan batuan.
e. Log sonik untuk menentukan kekuatan batuan.
f. Log resistivitas untuk menentukan porositas batuan.
Core recovery harus ditentukan sebelum menara bor (drilling rig) dipindahkan dari tempat bor. Syarat standar core recovery dari JORC adalah
95% untuk meyakinkan analisis batubara benar-benar akurat dan dapat dipercaya. Untuk lapisan batubara yang tebal (> 5m), core recovery 90%
cukup untuk dipertimbangkan sebagai data yang dapat dipercaya. Hasil coring dapat digunakan untuk mengetahui keadaan batuan (misalnya
padat atau rapuh), kekuatan batuan, pecahan batuan (apakan terbuka atau tertutup, mineralisasinya apa dan sudutnya).
4. Fotografi semua core sample.
Ketika melakukan perekaman/fotografi core harus dilakukan di core box dan disertakan pula data data yaitu: nama lubang bor, kedalaman awal
dan akhir ketika coring, tanggal, apabila terjadi core loss ditulis dari kedalaman berapa sampai kedalaman berapa.
5. Sampling yang baik dan hati-hati
Penanganan hasil coring batubara (dalam hal ini disebut sample/core) yang baik meliputi syarat-syarat berikut ini.
a. Waktu dalam menyelesaikan pengukuran dan fotografi core serta pendeskripsian core tidak boleh lebih dari 30 menit.
b. Batubara harus dibungkus dalam plastik yang tertutup rapat segera setelah langkah di atas untuk meminimalisir kehilangan in situ (total)
moisture batubara.
c. Setelah dibungkus, sample diberi label yang menampakkan nomor sample, kode lubang bor, tanggal, lokasi, kedalaman berapa sampai berapa,
interval sample.
d. Sample batuan lain yang padat dengan panjang 40 – 45 cm harus dibungkus dengan plastik yang tertutup rapat untuk tes geoteknik.
NILAI SEORANG GEOLOGIST/WELLSITE

Setiap perusahaan tambang dinilai berdasarkan bahan galian (mineral/coal) yang ada di dalam tanah (NO MINERAL/COAL = Rp 0). Geologist
memperkirakan nilai bahan galian di dalam tanah. Oleh karana itu seorang geologist adalah orang yang penting dalam struktur organisasi sebuah
perusahaaan tambang. Jika serang geologist salah dalam menaksirnya, perusahaan tersebut bisa bangkrut dan semua karyawan tidak bisa
memperoleh penghasilan dan banyak keluarga akan menderita. Sebagai contoh, sebuah proyek bernilai $ 200 juta sangat beresiko jika
interpretasi seorang geologist salah dalam memperkirakan informasi bahan galian baik kuantitas maupun kualitasnya.
Data adalah dasar perkiraan sumber daya bahan galian dari seorang geologist. Data pengeboran dari wellsite sangat mendukung dalam
interpretasi seorang geologist. Jika kualitas data bagus, maka perkiraannya dapat dipercaya. Data juga dapat dikatakan sebagai dasar penentuan
nilai dari perusahaan tambang. Oleh karena itu, data adalah sangat berharga dan merupakan tanggung jawab setiap geologist/wellsite. Sehingga
bisa dikatakan geologist/wellsite adalah orang yang penting dalam perusahaan tambang.
Sedikit tambahan, tugas dan tanggung jawab dari seorang geologist biasanya lebih besar dari seorang wellsite. Wellsite biasanya hanya
bertanggung jawab dengan data-data pengeboran sementara geologist bertangggung jawab terhadap data-data hasil survey dan pengeboran (data
log secara geologi dan atau geofisika) serta kemudian menginterpretasikannya dalam sebuah laporan hasil eksplorasi. Oleh karena itu, dalam
struktur organisasi perusahaan tambang biasanya geologist berada di atas wellsite. Namun pada prakteknya seringkali perusahaan tambang
menjadikan seorang geologist merangkap tugas sebagai seorang wellsite juga (untuk meminimalisir pengeluaran tentunya).

Geologi Struktur
25FEB2012 Leave a comment
by rickylinkurniawan in Knowledge

PEMAHAMAN DASAR
Struktur batuan, terbagi atas tiga, yaitu :

1. Struktur Primer, yaitu struktur yang terjadi pada saat proses pembentukannya, struktur ini biasanya dikenal sebagai struktur sediment.
contohnya :

 Graded Bedding (bersamaan dengan pembentukan).


 Parallel Lamination (bersamaan dengan pembentukan)
1. Struktur Sekunder, yaitu struktur yang terjadi setelah batuan terbentuk, struktur ini bisa biasanya dihasilkan oleh interaksi batuan dengan
batuan, batuan dengan mahluk hidup, batuan dengan erosi dan dengan sedimentasi, serta batuan dengan proses tektonik.

 Bioturbation (batuan-mahluk hidup).


 Load Cast (batuan-batuan)
 Flute Cast (batuan-erosi-sedimentasi)
 Sesar,Lipatan, Kekar (batuan-tektonik)
Geologi Struktur dalam kajiannya akan mempelajari struktur sekunder batuan yang terbentuk sebagai akibat interaksi batuan dengan tektonik,
walaupun tidak semua struktur geologi terbentuk akibat interaksi ini.

Interaksi batuan dengan Tektonik (dalam hal ini pergerakan antar lempeng), akan menyebabkan suatu batuan tersebut terdeformasi.
Deformasi adalah perubahan dalam tempat dan/atau orientasi dari tubuh batuan. Deformasi secara definisi dapat dibagi menjadi :

 Distortion , yaitu perubahan bentuk.


 Dilatation , yaitu perubahan volume.
 Rotation, yaitu perubahan orientasi.
 Translation, yaitu perubahan posisi.
Ada dua cara suatu batuan terdeformasi, yaitu : Defomasi Brittle (getas/pecah) dan Deformasi Ductile (kenyal).
Dalam menghadapi suatu gejala deformasi beserta akibatnya pada kerak bumi, maka kita akan berhadapan dengan suatu Gaya .

Gambar Deformasi Brittle dan Ductile

Gambar Batuan Yang Mengalami Deformasi Ductile dan Britle

Gambar Hubungan Kedalaman dengan Stress dan Strain


Gambar Jenis-Jenis Deformasi
Arah dari gaya yang bekerja pada atau dalam kulit bumi dapat bersifat :

1. Berlawanan arah tetapi bekerja dalam satu garis . Gaya seperti ini dapat bersifat: Tarikan (tension ) dan Tekanan (compression ).
2. Berlawanan, tetapi bekerja dalam satu bidang (couple)
3. Berlawanan, tetapi bekerja pada kedua ujung bidang (torsion) .
4. Gaya yang bekerja dari segala jurusan terhadap suatu benda, yang pada umumnya berlangsung dalam kerak bumi ( tekanan Lithostatis ).

Gambar Jenis Gaya Tension, Compression, Dan Couple

Gambar Bentuk Torsion


TEGASAN DAN KETERAKAN (Stress dan Strain )
Stress atau tegasan : suatu gaya yang dapat menyebabkan perubahan pada batuan.
Strain atau keterakan : perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam wujud bentuk maupun volume, yang terjadi pada suatu bahan
(batuan) yang diakibatkan oleh adanya tegasan.
Pada garis besarnya terdapat dua gejala tegasan yang dapat terjadi di alam, yaitu berupa tarikan dan tekanan .
UNSUR STRUKTUR GEOLOGI
Unsur struktur geologi, berdasarkan pengertian geometrinya terbagi atas: Struktur Bidang (3D atau 2D) dan Struktur Garis (2D).
Beberapa unsur struktur yang termasuk struktur bidang adalah :

1. Bidang Sumbu Lipatan 2. Bidang Kekar 3. Bidang Sesar.

Beberapa unsur struktur yang termasuk struktur garis adalah:

1. Sumbu Lipatan.

2. Gores Garis (Striation ) pada Cermin Sesar (Slicken Side ).


3. Lineasi Mineral (Contohnya Foliasi pada Gneiss )
4. Pengukuran Strike

PENGUKURAN UNSUR STRUKTUR


Strike adalah garis arah yang terbentuk oleh perpotongan bidang miring perlapisan dengan bidang horizontal.
Langkah-langkah pengukuran Strike :
1. Buka Kompas Geologi.

1. Letakkan sisi kompas E (East ) pada bidang yang akan diukur strikenya.
2. Atur posisi kompas sedemikian rupa dengan bantuan “bull eyes ” sehingga keadaan horizontal.
3. Baca arah jarum Utara, dan catat nilainya. Angka yang dibaca adalah nilai jurus perlapisan atau strike.
4. Tandai dan buat garis letak kompas pada bidang batuannya.

Gambar Unsur struktur


1. Pengukuran Dip
Dip adalah sudut yang dibentuk bidang perlapisan dengan bidang horizontal.
Langkah-langkah mengukur dip :
1. Tempelkan sisi W (West ) kompas geologi dengan tegak lurus pada garis yang dibuat pada langkah terakhir pengukuran strike (lihat gambar
b).
2. Atur klinometer sehingga gelembung pengatur horizontal terletak di tengah. Kemudian baca angka yang ditunjuk (kompas dapat diangkat).
Angka yang dibaca adalah nilai dip atau kemiringan.

Gambar Pengukuran Jurus dan Kemiringan

Management Stokpile Batubara


25FEB2012 Leave a comment
by rickylinkurniawan in Knowledge
Stockpile Management berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman dan proses. sebagai
sediaan strategis terhadap gangguan yang bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Stockpile
juga berfungsi sebagai proses homogenisasi dan atau pencampuran batubara untuk menyiapkan
kualitas yang dipersyaratkan.
Disamping tujuan di atas di stockpile juga digunakan untuk mencampur batubara supaya
homogenisasi bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu tipe material dimana fluktuasi di
dalam kualitas batubara dan distribusi ukuran disamakan . Dalam proses homogenisasi ada dua
tipe yaitu bleding dan mixing.
Bleding bertujuan untuk memperoleh produk akhir dari dua atau lebih tipe batubara yang lebih
dikenal dengan komposisi kimia dimana batubara akan terdistribusi secara merata dan tanpa ada
lagi jumlah yang cukup besar untuk mengenali salah satu dari tipe batu bara tersebut ketika
proses pengambilan contoh dilakukan. Dalam proses blending batubara harus tercampur secara
merata. Sedangkan mixing merupakan salah satu tipe batubara yang tercampur masih dapat
dilokasikan dalam kuantitas kecil dari hasil campuran material dari dua atau lebih tipe batubara.
Proses penyimpanan, bisa dilakukan:
Dekat tambang, biasanya masih berupa lumpy coal
Dekat Pelabuhan
Ditempat Pengguna batubara
untuk proses penyiapan diharapkan jangka waktunya tidak lama, karena akan berakibat pada
penurunan kualitas batubara. Proses penurunan kualitas biasanya lebih dipengaruhi oleh proses
oksidasi dan alam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Management stockpile adalah sebagai berikut:
1. Monitoring quantity (Inventory) dan movement batubara di stockpile, meliputi recording
batubara yang masuk (coal in) dan recording batubara yang keluar (coal out) di stockpile,
termasuk recording batubara yang tersisa (coal balance)
2. Menghindari batubara yang terlalu lama di stockpile, dapat dilakukan dengan penerapan
aturan FIFO dimana batubara yang terdahulu masuk harus dikeluarkan terlebih dahulu.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko degradation dan pemanasan batubara.
3. Mengusahakan pergerakan batubara sekecil mungkin di stockpile, termasuk di antaranya
mengatur posisi stock dekat dengan reklame, Monitoring efektivitas dozin di stock pile
dengan maksud mengurangi degradasi batubara.
4. Monitoring quality batubara yang masuk dan keluar dari stockpile termasuk diantara
control temperatur untuk mengantipasi self heating dan spocom.
5. Pengawasan yang ketat terhadap kontaminasi, meliputi pelaksanaan housekeeping dan
Inspeksi langsung adanya pengotor yang terdapat di stockpile.
6. Perhatian terhadap faktor lingkungan yang bisa ditimbulkan, dalam hal ini mencakup
usaha :
o Contral dus dan penerapan dan pengawasan penggunaan spraying dan dust
supressant
o Adanya tempat penampungan khusus (fine coal trap) untuk buangan /limbah air
dari drainage stockpile
o Penanganan limbah batubara (remnant & spilage coal)
7. Tidak dianjurkan menggunakan area stockpile untuk parkir dozer, baik untuk keperluan
Maintenance dozer atau over shift operator. Kecuali dalam keadaan emergency dan
setelah itu harus diadakan house keeping secara teliti.
8. Menanggulangi batubara yang terbakar di stockpile. Dalam hal ini penanganan yang
dianjurkan sebagai berikut:
o Melakukan speading atau penyebaran untuk mendinginkan suhu batubara
o Bila kondisi cukup parah, maka bagian batubara yang terbakar dapat dibuang
o Memadatkan batubara yang mengalami self heating atau sponcom.
o Batubara yang mengalami sponcom tidak diperbolehkan langsung diloading ke
tongkang sebelum didinginkan terlebih dahulu.
o Untuk penyimpanan yang lebih lama bagian atas stockpile harus dipadatkan guna
mengurangi resapan udara dan air ke dalam stokpile.
9. Sebaiknya tidak membentu stockpile dengan bagian tas yang cekung, hai ini
dimaksudkan untuk menghindari swamp di atas stokpile
10. Mengusahakan bentuk permukaan basement berbentuk cembung atau minimal datar, hal
ini berkaitan dengan kelancaran sistem drainage.
Spontanous Combustion
Pembakaran secara spontan adalah merupakan fenomena alami dan juga disebut pembakaran
sendiri. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi zat organic dengan oxygen dari udara. kecepatan
reaksi oksidasi sangat bervariasi antara suatu zat dengan yang lainnya.
Pembakaran akan terjadi apabila terdapat segi tiga api atau dikenal sebagai fire triangle yakni
terdapat bahan bakar,oksidan (udara/oxygen) dan panas (heat). untuk meniadakan kebakaran
sedikitnya kita harus meniadakan salah satu komponen dari fire triangle tersebut.
Batubara sebagai zat organik yang mengandung gas methan, mudah terbakar karena beroksidasi
dengan oxygen dari udara. Spontanous kebakaran ini dapat dikontrol dan ditangani secara benar
dengan mengetahui faktor faktor dibawah ini:
1. Kondisi batubara antara lain:
o Rank batubara dan typenya
o Kadar air (moisture)
o Penyebaran ukuran (zise distribution)
o Kadar pyretic sulphur
o Komponen maceral
2. Rank batubara
Rank batubara sangat ditentukan oleh perubahan yang terjadi ditanaman asalnya makin tinggi
perubahannya makin tinggi mutu / rank batubara tersebut hal ini tidak dapat diubah karenan dari
alam yang dapat dilakukan adalah memilih batubara dari lokasi tambang yang cocok untuk
keperluan, rank batubara dibagi dalam dalam dua ranking:
Batubara rangking rendah (brow coal, lignit, sub-bituminus coal)
Batubara rangking tinggi (bituminus coal dan anthrace)
Semakin rendah rank batubara semakin tinggi resiko spontaneous kebakaran, hal ini disebabkan :
Kadar air, air bertindak sebagai katalis dalam proses oksidasi, semakin tinggi
kadar air semakin besar resiko terjadinya spontaneous kebakaran
Penyebaran ukuran batubara, semakin besar perbedaan ukuran butiran batubara
semakin mudah terjadi self combustion dan begitu juga semakin banyak jumlah
batubara halus (fines) semakin tinggi resiko pembakaran batubara.
Pyritic sulpur, senyawa ini mudah teroksidasi apabila panas dan ahirnya kan
terjadi pembakaran spontan.
Komponen marecal (vitrinite, exinite dan inertinite) batubara dengan kadar exinite
dan virtinite yang tinggi akan mudah terbakar.
Salah satu usaha mencegah terjadinya batubara terbakar adalah dengan menghindari masuknya
oksigen ke dalam batubara dengan cara:
Kompasi pile
Mengusahakan bentuk landai dari stock batubara di stockpile dan menghindari bentuk
vertikal
Menghindari penggunaan air pada batubara yang memanas karena hal ini akan
menambah masuknya Oksigen.
 T ME

Search

SAMPLING BATUBARA
25FEB2012Leave a comment
by rickylinkurniawan in Knowledge
I. Pendahuluan
Dalam transaksi pembelian batubara, bukan hanya kuantitas yang menjadi
perhatian utama, tetapi juga kualitasnya karena menjadi salah satu faktor
yang menentukan harga batubara, selain itu menjadi penentu apakah
batubara tersebut diterima atau ditolak oleh buyer oleh karena itu
pengukuran kualitas harus dilakukan secermat mungkin.
Pengukuran kualitas dilakukan melalui tahap-tahap :
1. Sampling
2. Sample preparation
3. Analysis
Berdasarkan perhitungan statistik, para ahli menyatakan bahwa 80%
kecermatan pengukuran kualitas batubara ditentukan oleh sampling, 20%
lainnya ditentukan oleh sample preparation dan analysis, oleh karena itu
proses sampling memerlukan perhatian yang jauh lebih besar.
Untuk mendapatkan gambaran kualitas batubara menyeluruh yang dapat
dipercaya, maka dilakukan pengukuran kualitas di setiap operasi antara lain
:
1. Tahap eksplorasi
2. Produksi
3. Penjualan
Sampling yang akan dibahas disini adalah sampling yang hanya ada
kaitannya dengan tahap produksi dan penjualan.
II. Sampling
Sampling adalah proses pengambilan sebagian komoditas dari seluruh
komoditas yang akan diperiksa kualitasnya, seluruh komoditas tersebut
disebut populasi sedangkan bagian komoditas yang terambil tersebut
sample atau contoh.
Tujuan sampling ialah mendapatkan contoh yang selain kualitasnya bisa
mewakili kualitas seluruh populasi, jumlahnya pun relatif masih bisa
ditangani.
Faktor utama yang menentukan tingkat kesulitan suatu sampling ialah
variabilitas komponen-komponen pembentuk populasi.
Batubara merupakan material yang mempunyai tingkat variabilitas sangat
tinggi, baik secara fisik maupun secara kimia, oleh karena itu sampling
batubara yang baik tidak mudah dilakukan, padahal hasil yang mewakili
seluruh populasi merupakan utama semua pihak terkait.
1. Apa yang disebut dengan sampling yang baik?
Sampling yang baik adalah sampling yang di samping dilakukan dengan
akurat dan presisinya tinggi, sehingga contoh mewakili seluruh populasi
dengan baik, jumlah contoh yang terambilpun harus dapat ditangani.
Karena tak seorangpun tahu berapa nilai kualitas sesungguhnya suatu
komoditas, maka metode sampling, sample preparation dan analysis
dianggap tidak pernah ada yang 100% sempurna. Nilai kualitas yang
didapat dari suatu pengukuran hanyalah nilai pendekatan.
Nilai yang paling dekat dengan nilai sesungguhnya adalah nilai rata2 hasil
analisis yang didapat oleh sebanyak mungkin pemeriksaan, dengan
menggunakan metode standar yang sama.
2. Dimana sampling bisa dilakukan?
Pada dasarnya sampling dilakukan dimana saja, dalam dua kemungkinan
kondisi yang berbeda yaitu :
• Kondisi Moving stream (sementara batubara dipindahkan) lokasinya
di Belt conveyor, stockpile, barge, ship (incremental).
• Kondisi Stationary (batubara dalam tumpukan) lokasinya di stockpile,
barge atau ship.
Sampling dalam kondisi moving stream lebih disukai para praktisi dari pada
dalam kondisi stationary. Hal ini dikarenakan apabila dalam kondisi moving
stream, increment contoh diambil persatuan jumlah berat atau waktu
tertentu pada saat batubara tersebut dipindahkan, sehingga contoh yang
terambil terdapat lebih mewakili seluruh populasi, sedangkan sampling
dalam kondisi stationary, contoh hanya diambil dari permukaan saja (kirakira
satu meter dari permukaan) sehingga contoh tidak cukup mewakili
populasi terutama pada stockpile dimana segregasi tidak mungkin dapat
dihindarkan sehingga kemungkinan terjadinya bias besar sekali.
3. Bagaimana sampling dilakukan?
Sampling dapat dilakukan baik secara manual maupun secara mechanical,
cara mechanical sampling merupakan cara yang lebih disukai karena :
• Contoh yang didapat dengan cara ini lebih bisa mewakili populasi
dibandingkan dengan contoh yang didapat dengan cara manual
pada umumnya, kecuali stopped-belt sampling.
• sampling dilakukan tampa harus mengganggu jalannya operasi,
karena sampling dilakukan terhadap batubara yang berada pada belt
conveyor yang sedang berjalan (moving stream)
• perkiraan presisi yang dicapai dapat diukur
• bias yang mungkin terjadi dapat diukur
• keamanan para sampler lebih terjamin
Stopped-belt sampling merupakan sampling cara manual yang sangat baik
untuk dilakukan, namun sampling cara ini sangat mengganggu jalannya
operasi dikarenakan belt conveyor harus di berhentikan setiap kali
mengambil contoh (increment).
4. Dapatkah seorang sampler mengambil contoh secara manual dari belt
conveyor yang sedang berjalan?
Pengambilan contoh batubara secara manual oleh seorang sampler dari
belt conveyor yang sedang berjalan dengan kecepatan serta kapasitas laju
angkut (flowrate) yang tinggi dan dilakukan dalam kurung waktu yang cukup
lama serta frekwensi pengambilan yang cukup tinggi, tidak mudah
dilakukan dan sangat berbahaya, oelh karena itu sedapat mungkin
hindarilah cara tersebut.
Dibawah ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan penggunaan cara tersebut,
yaiitu :
• Kecepatan belt conveyor
• Tebalnya batubara pada belt conveyor
• kapasitas laju angkut (flowrate)
• Top size partikel batubara
Dalam beberapa standard method telah ditetapkan beberapa angka
sebagai batasan akan kondisi yang dianggap berbahaya pada pengambilan
contoh dengan cara tersebut.
Kondisi satuan AS BS ISO
Kecepatan belt conveyor M/dt – >1.5 >1.5
Tebalnya batubara pada belt conveyor Cm – 20 20
Kapasitas laju angkut (flowrate) Ton/jam >200 >200 >200
Top size partikel Mm 63 80 80
III. Accuracy (Akurasi)
Accuracy dalam bahasa indonesianya adalah akurasi atau ketepatan, Yang
dimaksud dengan akurasi suatu pengukuran ialah besar atau kecilnya
penyimpangan hasil pengukuran tersebut terhadap nilai sesungguhnya.
Cara menentukan akurasi adalah dengan jalan membandingkan hasil
pengukuran dengan nilai sesungguhnya. Apabila perbedaannya sangat
kecil maka dikatakan bahwa pengukuran tersebut akurasinnya tinggi atau
disebut juga dengan sangat akurat, dan sebaliknya apabila perbedaannya
besar maka dikatakan bahwa dengan pengukuran tersebut akurasinya
rendah atau dengan kata lain tidak akurat.
Nilai sesungguhnya tidak pernah bisa diketahui, oleh karena itu penentuan
akurasi suatu pengukuran pun tidak dapat dilakukan yang dapat dilakukan
hanyalah membandingkan hasil pengukuran tersebut terhadap nilai yang
dianggap sama dengan nilai sesungguhnya (nilai pendekatan). Nilai
pendekatan didapat dengan cara :
• Merata-ratakan sebanyak mungkin hasil pengukuran, pengukuran
sebaiknya dilakukan oleh beberapa pengukur yang berbeda,
tentunya dengan cara yang sama dan dianggap paling baik.
• Menentukan cara dan tempat sampling yang dianggap akan
mendapatkan contoh yang dapat menghasilkan nilai sesungguhnya
(misalnya stopped belt).
IV. Precision (presisi)
Precision dalam bahasa indonesianya adalah presisi atau kecermatan.
Jika suatu pengukuran dilakukan berulang-ulang dan memberikan hasil
yang variasinya kecil, maka dikatakan bahwa presisi pengukuran tersebut
tinggi, sebaliknya apabila memberikan hasil yang variasinya besar, maka
dikatakan bahwa presisi pengukuran tersebut rendah.
Presisi dan akurasi sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda namun
banyak orang menganggap kedua hal tersebut merupakan hal yang sama,
perlu kita sadari bahwa suatu hasil analisa yang akurasinya rendah
mungkin saja mempunyai presisi yang tinggi dan sebaliknya suatu hasil
analisis yang presisinya tinggi mungkin saja tidak akurat.
Umumnya parameter yang dipergunakan untuk mengukur presisi ialah
kadar abu, karena umumnya abu merupakan komponen yang paling
bervariasi dalam batubara. Apabila kadar abunya rendah dan merata maka
bisa dipergunakan parameter lain, seperti total moisture atau calorific value,
namun perlu diperhatikan bahwa nilai kedua parameter ini mudah berubah.
V. Bias
Apabila perbedaan hasil suatu analisis dengan suatu hasil yang dianggap
benar selalu lebih kecil atau selalu lebih besar, maka peristiwa tersebut
disebut bias.
Batubara mempunyai partikel dengan ukuran dan berat jenis yang
bervariasi, perlu kita ketahui bahwa kualitas tiap partikel batubara tersebut
dapat berbeda satu sama lainnya.
semakin besar variansi distribusi partikel suatu batubara semakin besar
pula variansi kualitasnya dan semakin besar kemungkinan terjadinya bias
pada pengambilan contonya.
Advertisements

TAHAPAN PENAMBANGAN BATUBARA


Tahapan kegiatan penambangan batubara yang diterapkan untuk tambang terbuka (open pit mining) adalah sebagai berikut :

1. Persiapan
Kegiatan ini merupakan kegiatan tambahan dalam tahap penambangan. Kegiatan ini bertujuan mendukung kelancaran kegiatan penambangan.
Pada tahap ini akan dibangun jalan tambang (acces road) , stockpile, dll.
2. Pembersihan lahan (land clearing )
Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang berukuran besar.
Alat yang biasa digunakan adalah buldozer ripper dan dengan menggunakan bantuan mesin potong chainsaw untuk menebang pohon
dengan diameter lebih besar dari 30 cm.
3. Pengupasan Tanah Pucuk (top soil )
Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk menyelamatkan tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih mempunyai unsur tanah yang
masih asli, sehingga tanah pucuk ini dapat diguanakan dan ditanami kembali untuk kegiatan reklamasi.
Tanah pucuk yang dikupas tersebut akan dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara atau langsung di pindahkan ke timbunan. Hal tersebut
bergantung pada perencanaan dari perusahaan.
4. Pengupasan Tanah Penutup (stripping overburden)
Bila material tanah penutup merupakan material lunak (soft rock) maka tanah penutup tersebut akan dilakukan penggalian bebas. Namun bila
materialnya merupakan material kuat, maka terlebih dahulu dilakukan pembongkaran dengan peledakan (blasting ) kemudian dilakukan
kegiatan penggalian. Peledakan yang akan dilakukan perlu dirancang sedemikian rupa hingga sesuai dengan produksi yang diinginkan.
5. Penimbunan Tanah Penutup (overburden removal)
Tanah penutup dapat ditimbun dengan dua cara yaitu backfilling dan penimbunan langsung. Tanah penutup yang akan dijadikan
material backfilling biasanya akan ditimbun ke penimbunan sementara pada saat taambang baru dibuka.
6. Penambangan Batubara (coal getting )
Untuk melakukan penambangan batubara (coal getting ) itu sendiri, terlebih dahulu dilakukan kegiatan coal cleaning . Maksud dari
kegiatan coal cleaning ini adalah untuk membersihkan pengotor yang berasal dari permukaan batubara ( face batubara ) yang berupa
material sisa tanah penutup yang masih tertinggal sedikit, serta pengotor lain yang berupa agen pengendapan (air permukaan, air hujan,
longsoran). Selanjutnya dilakukan kegiatan coal getting hingga pemuatan ke alat angkutnya. Untuk lapisan batubara yang keras, maka terlebih
dahulu dilakukan penggaruan.
7. Pengangkutan Batubara ke (coal hauling )
Setelah dilakukan kegiatan coal getting , kegiatan lanjutan adalah pengangkutan batubara (coal hauling ) dari lokasi tambang (pit )
menuju stockpile atau langsung ke unit pengolahan.
8. Pengupasan parting (parting removal)
Parting batubara yang memisahkan dua lapisan atau lebih batubara peerlu dipindahkan agar tidak mengganggu dalam penambangan batubara.

9. Backfilling (dari tempat penyimpanan sementara)


Tanah penutup maupun tanah pucuk yang sebelumnya disimpan di tempat penyimpanan sementara akan diangkut kembali ke daerah yang telah
tertambang (mined out). Kegiatn ini dimaksudkan agar pit bekas tambang tidak meninggalkan lubang yang besar dan digunakan untuk
rehabilitasi lahan pasca tambang.
10. Perataan dan Rehabilitasi Tanah (spreading )
Terdiri dari pekerjaan penimbunan, perataan, pembentukan, dan penebaran tanah pucuk diatas disposal overburden yang telah
di backfilling , agar daerah bekas tambang dapat ditanami kembali untuk pemulihan lingkungan hidup (reclamation ).
11. Penghijauan (reclamation )
Merupakan proses untuk penanaman kembali lahan bekas tambang, dengan tanaman yang sesuai atau hampir sama seperti pada saat tambang
belum dibuka.

12. Kontrol (monitoring)


Kegiatan ini ditujukan untuk pemantauan terhadap aplikasi rencana awal penambangan. kontrol akan dilakukan terhadap lereng tambang,
timbunan, ataupun lingkungan, baik terhadap pit yang sedang aktif maupun pit yang telah ditambang.

BUMI DAN SEJARAHNYA


24OCT2015 Leave a comment
by rickylinkurniawan in Knowledge
BUMI SEBAGAI ANGGOTA TATA SURYA
Umumnya bangsa Yunani dan orang-orang abad pertengahan dulu berpegang pada teori Geosentris, yaitu teori yang menganggap bahwa bumi
sebagai pusat alam semesta berada dalam keadaan diam dan planet-planet lain bergerak mengitarinya. Teori ini bertahan cukup lama (sampai
Abad 14). Baru pada tahun 1540-an, seorang Astronom Polandia bernama Nicolaus Copernicus menyatakan teori Heliosentris, yaitu teori yang
menganggap Matahari sebagai pusat dan planet-planet termasuk Bumi sebagai anggotanya bergerak mengitari Matahari.
Selain oleh planet-planet, benda-benda antarplanet seperti komet, asteroid, dan meteoroid juga bergerak mengitari Matahari. Sistem dengan
Matahari sebagai pusat yang dikitari oleh planet-planet dan benda-benda antar planet, komet, asteroid, dan meteoroid dinamakan Tata Surya.
PENGELOMPOKAN PLANET
Sampai saat ini telah ditemukan sembilan planet. Urutan kesembilan planet tersebut mulai dari yang terdekat Matahari :

1. Merkurius
2. Venus
3. Bumi
4. Mars
5. Jupiter
6. Saturnus
7. Uranus
8. Neptunus
9. Pluto.
Matahari bersinar karena sumber cahaya yang ada dalam matahari itu sendiri. Karena matahari tergolong bintang. Planet-planet tidak memiliki
sumber cahaya sendiri. Planet-planet, bersinar karena planet-planet memantulkan cahaya Matahari yang diterimanya.
Planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus dapat dilihat dengan mata telanjang (tanpa menggunakan teleskop). Karena itu, kelima
planet ini telah dipelajari oleh para astrologis selama ribuan tahun. Ketiga planet lainnya ditemukan setelah penemuan teleskop. Uranus
ditemukan oleh Herschel pada malam hari, tanggal 13 Maret 1781. Neptunus ditemukan berdasarkan perhitungan John Couch
Adams dan Le Verrier dan dilihat pertama kali di langit pada tanggal 23 September 1846 oleh Johann G. Galle (1812-1910), Asisten Kepala
Observatorium Berlin. Pluto ditemukan berdasarkan perhitungan ahli matematik, Percival Lowell, dan dilihat pertama kali di langit
oleh Clyde W. Tombaugh pada tanggal 13 Maret 1930. Percival Lowell dan Clyde W. Tombaugh bekerja pada Observatorium Lowell, Arizona,
Amerika Serikat. Sekarang para Astronom sedang berusaha mencari planet kesepuluh.
Ada tiga cara pengelompokan planet-planet. Pertama, planet-planet dikelompokkan dengan bumi sebagai pembatas, yaitu: Planet Inferior dan
Planet Superior. Planet inferior adalah planet-planet yang orbitnya terletak di dalam orbit bumi mengitari matahari. Yang termasuk planet
inferior hanya dua planet: Merkurius dan Venus. Planet superior adalah planet-planet yang orbitnya terletak di luar orbit bumi mengitari
matahari. Yang termasuk planet superior adalah Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto.
Kedua, planet-planet dikelompokkan dengan lintasan Asteroid sebagai pembatas, yaitu: planet dalam (Inner Planets) dan planet luar (Outer
Planets). Planet Dalam adalah planet-planet yang orbitnya di sebelah dalam lintasan asteroid. Yang termasuk planet dalam adalah:
Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. Planet Luar adalah planet-planet yang orbitnya di sebelah luar lintasan asteroid. Yang termasuk planet
luar adalah: Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto.
Ketiga, planet-planet dikelompokkan berdasarkan ukuran dan komposisi bahan penyusunnya, yaitu: Planet Terrestrial dan Planet Jovian. Planet
terrestrial adalah planet-planet yang ukuran dan komposisi penyusunnya (batuan) mirip dengan Bumi. Yang termasuk planet terrestrial adalah
Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. Planet Jovian atau Planet Raksasa adalah planet-planet yang ukurannya besar dan komposisi
penyusunnya mirip Yupiter, yaitu terdiri dari sebagian besar es dan gas hidrogen. Yang termasuk Planet Jovian adalah Jupiter, Saturnus, Uranus,
dan Neptunus. Pluto tidak mirip dengan Bumi atau Jupiter dan banyak astronom telah mengusulkan agar Pluto dikelompokkan sebagai sebuah
asteroid (planet kecil).
STRUKTUR DAN KOMPOSISI BUMI
Dari data seismik pada bawah permukaan, para ahli geologi mendapatkan data bahwa struktur bumi dapat dibagi menjadi tiga bagian yang
utama, yaitu Kerak (Crust), Selubung (Mantle) dan Inti (Core). Bersamaan dengan bukti geofisika data ini juga memberikan suatu bukti fisik
mengenai bahan penyusun dari tiga bagian utama tersebut.

STRUKTUR BUMI
1. Kerak (Crust)
Kerak bumi memiliki kisaran ketebalan antara 4-70 km, dan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kerak benua dan kerak samudera.
Berdasarkan Teori Tektonik Lempeng bahwa lempeng samudera dan lempeng benua tersebut bergerak satu
sama lain akibat arus konveksi magma didalam mantel bumi. Akibat pergerakan lempeng-lempeng tersebut, maka terjadi interaksi antar
lempeng. Batas pertemuan antar lempeng (Plate Boundaries ) dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Batas Konvergen (Batas lempeng yang saling mendekat)

Batas Konvergen dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Zona Subduksi (Subduction Zone ), yaitu batas pertemuan lempeng dimana terjadi interaksi antara lempeng benua dengan lempeng
samudera. Pada batas pertemuan lempeng ini, lempeng samudera menujam kebawah lempeng benua. Hal ini disebabkan karena berat jenis
lempeng benua lebih kecil daripada lempeng samudera. Contoh Bukit Barisan (Sumatera).

1. Collision , yaitu batas lempeng samudera dengan lempeng samudera dan lempeng benua dengan lempeng benua. Contoh Pegunungan
Himalaya.
2. Batas Divergen (Batas lempeng yang saling menjauh)

Batas divergen disebut juga zona pemekaran (Spreading Zone ). Contohnya adalah pematang tengah samudera (Mid Oceanic Ridge ).

3. Sesar Transform
Adalah pertemuan batas lempeng yang saling berpapasan.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa kerak dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Kerak Benua (SiAl), terdiri dari batuan yang ringan yang mengandung banyak silika (SiO 2), dan terdiri dari batuan kristalin dengan unsur-
unsur utama Si dan Al. Kerak benua disebut juga lapisan granitis karena batuan yang membentuk kerak tersebut susunan utamanya terdiri
dari batuan granit walaupun tidak seluruhnya.
2. Kerak Samudera (SiMa), terdiri dari batuan yang sangat padat, berwarna gelap dan tersusun dari unsur Si dan Mg. Kerak samudera dapat
disebut juga lapisan basaltis karena batuan penyusunnya terutama basalt.
o Alas Kerak ditandai dengan Mohorovicic Discontinuity, lapisan tebal yang membentang sampai ke bagian yang cair di dalam bumi.
Lapisan ini berada pada kedalaman ± 13 km pada kerak samudera, di kerak benua berada pada kedalaman 35 km, sedangkan pada busur
vulkanik berada pada kedalaman 60 km. Lapisan ini memisahkan keheterogenan kerak dari pengaruh mantle yang homogen.

2. Selubung Bumi (Mantle)


Lapisan yang dicirikan dengan meningkatnya kecepatan pada gelombang-gelombang panas ini disebut selubung. Tebal selubung ini mencapai ±
2900 km dihitung dari dasar kerak bumi. Selubung bumi diperkirakan memiliki banyak mineral dan feromagnesa, bahan yang dikandung
mineral ini lebih padat dibandingkan dengan kerak. Memiliki komposisi dari oksida besi padat, Mg dan SiO 2, dan cenderung memiliki komposisi
yang relatif sama. Mantle terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
 Mantle atas, bersifat plastis atau semiplastis dengan kedalaman ± 400 km.
 Mantle bawah, memiliki kedalaman ± 1000-2900 km dengan komposisi oksida besi padat Mg dan SiO2.
3. Inti Bumi (Core)
Inti bumi merupakan lapisan paling dalam bumi dengan memiliki kedalaman ± 2900-6371 km. Inti bumi dapat dibagi menjadi menjadi 2 bagian,
yaitu :

 Inti luar, memiliki kedalaman ± 2900-5100 km tersusun oleh komposisi sedikit silika, belerang dan O2 (cair).
 Inti dalam, memiliki kedalaman ± 5100-6371 km, berkomposisi besi padat(Fe), dan nikel(Ni) padat.

Peranan Ilmu Geologi dan Perkembangannya


Ilmu geologi seperti juga ilmu biologi, meteorologi dan astronomi merupakan bagian dari pengetahuan alam yang mempelajari benda-benda yang
terdapat di alam raya. Satu-satunya jalan untuk mengetahui benda-benda tersebut melalui bantuan panca indera. Masalahnya adalah apakah
sebenarnya benda itu, apakah akan sama dengan apa yang kita lihat atau apakah ia berbeda dengan yang kita lihat. Perbedaan tersebut
memunculkan pengetahuan mengenai filsafat. Filsafat dan pengetahuan alam mulai berkembang, pada waktu manusia itu memisahkan diri dari
nenek moyangnya, mencari jati diri mengenai sang pencipta alam ini. Yang sangat penting dari sifat keingintahuan setiap rohani manusia
darimana lambat laun ilmu tersebut berkembang, dari sifat ingin tahu praktis sampai yang kompleks seperti sekarang. Contohnya peristiwa
gempabumi, sering dikaitkan dengan kepercayaan dan tahayul. Misalnya nenek moyang dari kaum Ugandi di Afrika percaya bahwa bumi terletak
di sebuah gunung batu di danau Viktoria. Gempabumi terjadi karena Muasasa, Dewa yang mendiami danau itu karena sering berjalan-jalan
mengelilingi danau tadi.

Kini kita mengetahui bahwa gempabumi itu adalah sebuah gejala geologi yang terjadi karena pelepasan tenaga-tenaga yang terkumpul didalam
bumi. Sekarang manusia tidak lagi menerangkan sesuatu kejadian dengan pertolongan kepercayaan atau hipotesis yang samar-samar. Akan tetapi
pengetahuan itu mempunyai satu tujuan, yaitu mencari suatu teori yang dapat menerangkan jalannya proses alam. Pengetahuan lama
mempunyai tugas utama untuk menggambarkan atau melukiskan sesuatu secara deskriptif berlainan dengan pengetahuan normatif yang
berhubungan dengan etika dan moral sosial. Dengan begitu kita dapat menyimpulkan suatu peristiwa dengan data-data yang ada secara ilmiah
dan benar tidaknya kita uji kembali melalui percobaan-percobaan serta eksperimen di laboratorium.

Geologi juga merupakan pengetahuan sejarah. Marilah kita mengikuti dahulu cara kerja seorang arkeologi atau ahli purbakala sebelum melihat
dari dekat pekerjaan seorang geologi. Arkeolog mencoba merekonstruksi kejadian-kejadian yang telah terjadi beribu-ribu tahun yang lalu dengan
pertolongan dokumen-dokumen serta peninggalan nenek moyang. Material-material serta bahan-bahan galian disusunnya, patung, barang logam
ditempatkan dalam satu urutan kronologis tertentu baik yang terbengkalai di permukaan tanah maupun benda-benda tersebut harus digali guna
mendapatkannya. Bila lebih dalam lagi ia menggali, seiring bahan galian ini disertai pula sisa binatang yang sudah punah dan mencapai batuan
dasar. Disinilah berakhirnya penyelidikan arkeolog karena tidak ada lagi peninggalan nenek moyangnya yang dapat ditemukannya, oleh sebab
dalam zaman-zaman yang lebih tua dari ini belum muncul dibumi. Pekerjaan arkeolog ini diteruskan oleh ahli Geologi dengan menyelidiki
lapisan-lapisan bumi yang lebih dalam lagi yang dibentuk berpuluh bahkan beratus juta tahun yang silam.

Teori Malapetaka Versus Konsep Uniformitarisma


Perubahan sedikit demi sedikit yang kini sedang berlangsung sangat lambatnya, oleh ahli Geologi dahulu tidak pernah dihubungkan ataupun
dipersamakan dengan proses-proses geologi dahulu terkenal dengan Teori Malapetaka yang mencoba menerangkan gejala-gejala geologi itu
dengan perubahan yang revolusioner melawan Teori Uniformitarisma yang menerangkan bahwa proses-proses alam terjadi secara sistematis
(relatif perlahan-lahan) dan berkesinambungan.
Teori Malapetaka (Catastrophism)
Teori ini dicetuskan oleh Cuvier, seorang berkebangsaan Perancis pada tahun 1830. Ia berpendapat bahwa flora dan fauna dari tiap zaman itu
berjalan tidak berubah, dan sewaktu terjadinya revolusi maka hewan-hewan ini musnah. Sesudah malapetaka tadi muncul hewan dan tumbuhan
baru sehingga teori ini lebih umum disebut teori malapetaka.

Teori Uniformitarisma
Teori ini dicetuskan oleh James Hutton, teori ini berbunyi “The Present is The Key to The Past”, yang berarti kejadian sekarang adalah
cerminan atau hasil dari kejadian pada zaman dahulu, sehingga segala kejadian alam yang sekarang terjadi dengan mekanisme yang lambat dan
proses yang berkesinambungan seragam dengan proses-proses yang kini sedang berlangsung. Hal ini menjelaskan bahwa rangkaian
pegunungan-pegunugan besar, lembah serta tebing curam tidak terjadi oleh suatu malapetaka yang tiba-tiba, akan tetapi oleh proses alam yang
berjalan dengan sangat lambat.
Yang dapat disimpulkan dari teori ini adalah :

 Proses-proses yang terjadi di alam berlangsung secara berkesinambungan.

 Proses-proses alam yang terjadi sekarang merefleksikan proses yang terjadi pada masa lampau dengan intensitas yang berbeda.

 Apa itu JORC Code?


 Diposting oleh Eko Murjianto on Senin, 26 April 2010
 1. Definisi kode JORC
 Kode JORC adalah alat untuk membantu geologist untuk
menyampaikan resiko yang dihadapi dalam proyek
tambang kepada pembuat keputusan finansial yang
tidak mengerti geologi. Jika perkiraan sumber daya
berdasarkan data yang lemah atau tidak cukup maka
resikonya tinggi. Data yang dapat dipercaya dan banyak
akan menghasilkan resiko yang kecil dan perhitungan
sumber daya yang akurat.
 The Joint Ore Reserves Committee Code (JORC Code) is
the Australian Code for Reporting of Exploration Result,
Mineral Resources and Reserves that has been adopted
by The Australian Institute of Mining and Metallurgy
(The AusIMM) and The Australian Institute of
Geoscientists (AIG)
 2. Apa yang dilakukan kode JORC?
 a. Menetapkan standar minimal dari pelaporan hasil
eksplorasi, sumber daya dan cadangan kepada publik.
 b. Menyediakan sebuah kode (dan petunjuk)
penggolongan perkiraan tonase menurut keyakinan
geologi dan pertimbangan teknik/ekonomi.
 c. Menjelaskan kualifikasi dan jenis pengalaman yang
dibutuhkan untuk menjadi orang yang berkompeten.
 d. Menyediakan daftar rangkuman kriteria utama yang
dipertimbangkan ketika menyediakan laporan hasil
eksplorasi, sumber daya dan cadangan.
 3. Apa yang tidak dilakukan kode JORC?
 a. Mengatur tahapan yang digunakan oleh orang yang
berkompeten untuk memperkirakan dan
menggolongkan sumber daya dan cadangan
(metodologi).
 b. Mengatur sistem dan atau jenis-jenis pelaporan
internal perusahaan
 4. Dasar-dasar pengaturan laporan JORC
 a. Transparan
 Laporan harus disediakan dengan informasi yang cukup,
disajikan secara jelas, terang terangan dan tidak
menyesatkan agar pembacanya dapat mengerti.
 b. Materialitas
 Laporan mengandung semua informasi yang relevan
yang dapat membuat investor dan penasehat
professionalnya percaya bahwa tambang tersebut layak
untuk ditambang.
 c. Kompetensi
 Laporan didasarkan pada pekerjaan yang sesuai dan
memenuhi syarat dan didukung oleh orang-orang
professional yang telah berpengalaman di bidangnya
(dapat melaksanakan tugas sesuai kode etik).
 5. Keuntungan menggunakan pelaporan berbasis JORC
 a. Menyediakan standar internasional yang telah diakui
agar investor dan lembaga keuangan yang potensial
dapat dan siap menilai harga sebuah perusahaan
tambang serta kondisi sumberdaya dan cadangannya.
 b. Menyediakan pengertian yang jelas agar manajemen
perusahaan mengerti tingkat KEYAKINAN perkiraan
sumberdaya dan cadangan internalnya sehingga mereka
dapat mengerti tingkat RESIKO KEUANGAN yang
dihadapi dalam proyek mereka.
 6. Klasifikasi JORC

 Gambar 1. Klasifikasi JORC

Pemboran Dalam Batubara/ Pengukuran


Packers Dan Gas Di Daerah Tamiang Dan
Sekitarnya Kabupaten Musi, Banyuasin Propinsi
Sumatera Selatan
dani /

 Bagikan artikel
 Delicious
 Digg
 Stumble Upon
 Facebook
 twitter

Oleh

Rahmat Hidayat, Sigit Arso Wibisono dan S. M. Tobing


(Kelompok Program Penelitian Energi Fosil)

SARI

Kegiatan pemboran dalam batubara dan gas telah dilakukan di daerah Tamiang, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan. Kegiatan ini adalah
untuk mengetahui keadaan geologi, ketebalan dan penyebaran batubara, sumber daya batubara dan kandungan gas batubara.

Formasi pembawa batubara adalah Fm. Muaraenim dengan keempat anggotanya M1, M2, M3, dan M4., dimana setiap anggota memiliki lapisan batubara
dan karakteristik masing-masing.

Dua titik bor menembus 4 (empat) lapisan batubara pada titik bor TBM-01 dengan ketebalan 0,20 – 7,65 m. Pada titik bor TBM-02 ditembus 10 (sepuluh)
lapisan batubara dengan ketebalan mulai dari 0,35 – 2,60 m. Lapisan batubara yang paling tebal terdapat pada titik bor TBM-01 pada kedalaman 44,35 –
52,00 m, setebal 7,65 m. Penyebaran endapannya mengikuti sayap sinklin dengan arah Baratlaut – Tenggara dengan kemiringan 5o – 40o.

Kualitas batubara termasuk ke dalam ‘low - medium rank coal’ dengan nilai kalori berkisar dari 5.199 – 5.838 kal/gr. Kandungan abu 5,29 – 9,75%, sulfur
total 0,61 – 2,81% dan total moisture 44,14 – 51,00% (ar).

Sumber daya batubara (M2) pada kedua titik ini dengan luas pengaruh sepanjang arah jurus lapisan batubara sekitar 1.000 m dan kedalaman sampai 200
m, adalah sekitar 31,792 juta ton.

Hasil analisis gas dalam batubara menunjukkan bahwa total gas 6.108.611,54 m3/ton (in place). Kandungan gas methan (CH4) sekitar 258.081,98 m3/ton
atau sekitar 4,2249% CH4.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemakaian batubara sebagai sumber energi semakin meningkat seiring dengan tingginya harga minyak dunia dan sulitnya penemuan sumber daya minyak
pada cekungan-cekungan minyak Indonesia.

Sebagai antisipasi menipisnya cadangan minyak, sudah saatnya gas dari batubara dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif.

Berbagai kalangan industri beralih menggunakan batubara sebagai sumber energi, misalnya industri semen dan tekstil. Batubara yang dipakai oleh
kalangan industri umumnya diperoleh dari tambang terbuka.

Sementara itu, sumber daya batubara yang belum tergali dan masih berada jauh di bawah permukaan masih cukup besar.

Semua jenis dan kualitas batubara mengandung gas, seperti gas methan (CH4) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya energi. Banyaknya
kandungan gas di dalam batubara, salah satu parameternya adalah kualitas. Menurut neraca Pusat Sumber Daya Geologi, (2008), sumber daya batubara
Indonesia sekitar 104 milyar ton. Kira-kira 47 milyar ton diantaranya terdapat di dalam Cekungan Sumatra Selatan.

Penyelidikan gas dalam batubara di daerah ini perlu dianalisis untuk mengetahui kandungan gas dan potensinya. Berdasarkan hal tersebut, Pusat Sumber
Daya Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, pada tahun anggaran 2008 melakukan kegiatan pemboran dalam batubara di
daerah Tamiang, Provinsi Sumatra Selatan.

Maksud dan Tujuan


Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui data geologi dan informasi tentang gas di dalam batubara yang akan dijadikan sebagai acuan untuk
pemerintah, pemerintah daerah dan perusahaan swasta dalam rencana pengembangan gas dalam batubara. Melalui kegiatan pemboran inti dapat
diinventarisasi besarnya sumber daya dan kualitas batubara serta kandungan gasnya.

Tujuannya adalah untuk penyediaan data potensi gas secara umum untuk pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha swasta dalam pengembangan
potensinya.

Hasil inventarisasi kemudian dimasukkan dalam sistem database Pusat Sumber Daya Geologi.

Lokasi
Daerah penyelidikan terletak di dalam wilayah Kecamatan Sungaililin, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan. Secara geografis terletak
pada koordinat 103?45?00” – 104?00?00” BT dan 02?15?00” – 2?30’00” LS (Gambar 1).

Waktu dan Pelaksana


Pelaksanaan kegiatan dimulai pada tanggal 6 Nopember - 15 Desember 2008. Pelaksana terdiri dari tim pemetaan geologi, pemboran dan pengukuran
gas.

Metoda Penyelidikan
Kegiatan lapangan meliputi pemetaan geologi, pemboran batubara dan pengukuran kandungan gas. Pemetaan geologi dilakukan untuk menambah data
singkapan yang sudah ada sebelumnya. Pemboran batubara selain untuk mengetahui korelasi dan jumlah lapisan batubara juga untuk mendapatkan conto-
conto batubara yang akan dimasukkan ke dalam canister sebagai tempat untuk pengukuran gas batubara.

Pengambilan conto batubara khususnya dari lobang bor diperlukan untuk pengukuran kandungan gas di lapangan maupun untuk analisa laboratorium, baik
untuk analisa kimia proksimat maupun analisa kandungan dan komposisi gas dalam batubara.

Penyelidik Terdahulu
Pada tahun 1978, Shell Mijnbouw melakukan penyelidikan secara umum terhadap batubara dan formasi pembawanya di dalam Cekungan Sumatra Selatan.
Hasil penyelidikannya menyebutkan bahwa Fm. Muaraenim adalah formasi pembawa batubara yang utama di dalam cekungan ini yang dibagi menjadi
empat anggota, yaitu M1, M2, M3 dan M4.

Ilyas, S., (1994) memetakan daerah penyelidikan secara regional dengan skala 1 : 100.000 dan menemukan beberapa singkapan-singkapan batubara yang
tersebar pada Fm. Muara Enim dengan ketebalan batubara beravariasi mulai dari satu meter hingga 12,8 meter.

Sukardi dkk., (1999) melakukan kajian dan pemboran batubara di beberapa lokasi bagian selatan daerah penyelidikan, sehingga diperoleh ketebalan
batubara yang sebenarnya dan pola sebaran batubara secara umum.

Tobing, S. M. (2007) melakukan pemetaan geologi batubara di daerah ini untuk mengetahui lebih jauh sebaran batubara dan kemungkinan pengembangan
gas batubaranya.
GEOLOGI UMUM

Sedimentasi di Cekungan Sumatra Selatan terdapat dua satuan stratigrafi batuan yang utama selama Tersier, yaitu Kelompok Telisa dan Kelompok
Palembang. Menurut Gafoer, dkk., 1986, runtunan litologi Kelompok Telisa merupakan satuan batuan yang terbentuk dalam fase genanglaut terdiri dari Fm.
Talangakar dan Fm. Gumai. Sedangkan Kelompok Palembang terbentuk dalam fase susutlaut, terdiri dari Fm. Air Benakat, Fm. Muaraenim dan Fm. Kasai.
Kerangka stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Formasi Talangakar (Oligosen – Miosen Awal) terdiri dari batupasir gampingan, batupasir kuarsa tufaan, sebagian konglomeratan, dengan sisipan batubara,
menindih tidak selaras batuan Pra-Tersier yang menunjukkan tinggian pada awal pembentukan cekungan Tersier. Proses denudasi berlangsung sampai
Oligosen kemudian disusul pengendapan batuan-batuan Fm. Talangakar. Di bagian barat dan baratdaya cekungan batupasir kuarsa dalam formasi ini
berkembang cukup baik.

Kemudian batuan serpih Fm. Gumai (Miosen Awal – Miosen Tengah) menindih selaras Fm. Talangakar. Setelah pengendapan Fm. Gumai yang merupakan
tahap puncak genanglaut, diendapkan Fm. Airbenakat (Miosen Tengah – Miosen Akhir) sebagai hasil dari awal fase susutlaut, terdiri dari batulanau
berkarbon dengan sisipan batulanau kuarsa.

Selanjutnya, Fm. Muaraenim (Miosen Akhir – Pliosen Awal) diendapkan menindih selaras Fm. Airbenakat, terdiri dari batulempung, batupasir tufaan dan
sisipan batubara.

Fm. Kasai (Plio-Plistosen) menindih selaras Fm. Muaraenim, terdiri dari tufa, batulempung dan batupasir tufaan. Endapan permukaan terdiri dari endapan
sungai dan endapan rawa yang luas menutupi Fm. Kasai.

Struktur Geologi
Bentuk-bentuk struktur geologi yang umum pada batuan Tersier adalah lipatan, sesar, dan kekar. Lipatan pada umumnya mempunyai arah Baratlaut -
Tenggara pada batuan berumur Oligosen – Plio Plistosen.
Sesar terdiri dari sesar turun dan sesar naik. Sesar turun terdapat pada batuan yang berumur Oligosen sampai Miosen, arahnya Baratlaut – Tenggara.
Sesar naik umumnya terdapat di bagian utara dan berarah Baratlaut – Tenggara dan di beberapa tempat dengan arah Timurlaut – Baratdaya dan Barat –
Timur, terjadi pada batuan yang berumur sampai Plio Plistosen. Kekar yang terdapat umumnya berarah Timurlaut – Baratdaya.

Menurut Gafoer, dkk., 1986, kegiatan tektonik pada Pra Tersier sampai Tersier Awal tidak dapat diamati di permukaan. Disimpulkan bahwa jalur Palembang
ke arah baratlaut merupakan suatu tinggian pada Tersier Awal. Sedangkan di sebelah selatan terbentuk depresi tempat diendapkannya rombakan batuan
Pra Tersier (Fm. Lahat). Daerah tinggian dan lekukan diduga terbentuk pada masa tektonik Kapur Akhir atau Tersier Awal, dimana keduanya dibatasi oleh
sesar yang berarah Baratlaut – Tenggara dan semakin aktif pada waktu pengendapan Fm. Talangakar bagian bawah.

Denudasi yang terjadi pada tinggian itu berhenti pada Oligosen Akhir dan disusul oleh pengendapan Fm. Talangakar; kemudian disusul oleh pengendapan
Fm. Gumai pada waktu genanglaut mencapai puncaknya.

Kegiatan tektonik berikutnya diduga terjadi pada Miosen Tengah yang mengakibatkan terbentuknya sesar turun dengan arah Baratlaut – Tenggara.

Tektonik yang paling akhir terjadi setelah itu adalah terbentuknya sesar turun yang juga berarah Timurlaut – Baratdaya yang pada umumnya terdapat di
daerah bubungan antiklin. Aktifitas tektonik ini diduga masih berlangsung hingga sekarang.

Indikasi Endapan Batubara dan Gas


Formasi Muaraenim mempunyai empat anggota berdasarkan kelompok kandungan lapisan batubara oleh Shell Mijnbouw (1978), terdiri dari bawah ke atas
yaitu Anggota M1, M2, M3 dan M4. Umumnya, lapisan-lapisan batubara pada masing-masing anggota ini mempunyai nama sendiri sesuai dengan
karakteristiknya. Beberapa lapisan batubara di masing-masing anggota sering dijumpai lapisan batubara tidak menerus yang disebut sebagai lapisan
gantung dengan ketebalan beberapa puluh sentimeter. Di beberapa cekungan formasi pembawa batubara di Sumatra Selatan, baik anggota maupun
lapisan-lapisan batubara pada masing-masing anggota tidak selalu dijumpai sebagaimana seharusnya, tergantung kepada kondisi geologi dan tektonik pada
waktu pengendapannya.

Lapisan-lapisan batubara di dalam keempat anggota formasi ini dapat dijumpai di daerah penyelidikan (Sukardi, dkk., 1999). Oleh karena itu, pada semua
lapisan batubara yang terdapat di daerah penyelidikan mempunyai peluang untuk menghasilkan gas methan dan atau gas karbon dioksida. Semakin tebal
lapisan batubara umumnya kandungan gas juga semakin besar.

Secara teoritis semua endapan batubara mengandung gas, apakah sebagai gas bebas dalam ‘cleats/fissures’ atau gas yang terikat di atas permukaan
batubara maupun di dalam pori-pori batubara. Gas ini terperangkap di dalam batubara ketika berubahnya kandungan organik sejak dari proses terbentuknya
gambut hingga koalifikasi (pematangan batubara) yaitu meningkatnya kualitas batubara. Semakin tinggi tingkat kematangan batubara kandungan gas
methan dalam batubara semakin meningkat.

HASIL DAN DISKUSI

Geologi Daerah Penyelidikan


Morfologi
Morfologi daerah penyelidikan sebagian besar merupakan daerah perbukitan bergelombang rendah dengan ketinggian sampai 75 m dan daerah pedataran
dan rawa dengan ketinggian 5 - 10 m. Satuan perbukitan bergelombang rendah sebagian membentuk pematang dengan arah utama formasi
pembentuknya. Daerah pedataran rendah dan rawa umumnya terdapat di sekitar aliran sungai utama dan dataran banjir.

Stratigrafi
Di daerah penyelidikan terdapat tiga formasi utama dari yang tua ke yang lebih muda yaitu Fm. Airbenakat, Fm. Muaraenim, Fm. Kasai yang masing-masing
kedudukannya selaras antara satu dan lainnya dan endapan alluvial. Stratigrafi umum daerah penyelidikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Formasi Airbenakat (Miosen Tengah – Miosen Atas) terdiri dari batulempung berwarna abu-abu gelap kebiruan sampai abu-abu gelap kecoklatan di bagian
bawah, setempat tufaan. Di bagian tengah satuan batuan disusun oleh batupasir berbutir halus – sedang berwarna abu-abu kecoklatan dan mengandung
kuarsa, feldspar dan fragmen batuan lain. Di bagian atas satuan batuan disusun oleh perselingan antara batupasir, batulempung, batulanau dan serpih
dengan sisipan tipis pasir kuarsa. Formasi batuan ini tidak mengandung lapisan batubara.

Formasi Muaraenim mempunyai empat anggota berdasarkan kelompok lapisan batubara sekaligus bertindak sebagai pembatasnya. Keempat anggota
dalam formasi ini mulai dari bagian bawah dinamai sebagai M1, M2, M3, dan M4 dengan karakteristik masing-masing.

Anggota M1 kontak selaras dengan Fm. Airbenakat yang berada di bawahnya sebagai dasar lapisan batubara bagian terbawah (Lapisan I, Keladi). Litologi
Anggota M1 disusun oleh perulangan antara batupasir, batulanau, batulempung dan batubara. Warna batuan umumnya abu-abu kehijauan dan coklat
kekuningan serta struktur lentikular umum dijumpai dalam batulempung. Anggota ini mengandung dua lapisan batubara yaitu Lapisan I (Keladi) dan Lapisan
II (Merapi). Lapisan II biasanya menerus dan sebaliknya pada Lapisan I.

Anggota M2 disusun oleh perselingan antara batulempung, batupasir dan batulanau dan mengandung tiga lapisan batubara. Batulempung berwarna abu-
abu tua hingga coklat tua, kompak, dijumpai nodul-nodul batubesi. Batupasir berwarna abu-abu kehijauan hingga ke abu-abu tua. Agak kompak, berlapis
baik, struktur silang-siur, berbutir halus – sedang, mengandung material karbon serta glaukonitan. Batulanau berwarna abu-abu kehijauan, kompak, berlapis
baik dan mengandung nodul-nodul batubesi. Anggota ini mengandung tiga lapisan batubara yaitu Lapisan III (Petai), Lapisan IV (Suban) dan Lapisan V
(Mangus). Batas bawah Anggota M2 berada pada dasar Lapisan III (Petai) dan batas atasnya pada atap Lapisan V (Mangus).

Bagian bawah Anggota M3 merupakan atap (roof) dari batubara Lapisan V (Mangus) dan batas atasnya adalah dasar dari batubara Lapisan VI. Anggota
formasi ini dibangun oleh batupasir dan batulempung berwarna abu-abu muda sampai warna hijau tua dan coklat tua, kompak, struktur lentikuler umum,
mengandung banyak material karbon dan nodul-nodul batubesi. Batulempung adalah sebagai pengapit batubara. Lapisan batubara dalam anggota ini
terdapat dua lapisan (Lapisan Burung dan Lapisan Benuang) dan kurang berkembang baik.

Anggota M4 mengandung tiga lapisan batubara, dua diantaranya agak tipis dan satu lainnya agak tebal. Batas bawah anggota ini berada pada atap Lapisan
VI dan batas bagian atas merupakan atap (roof) lapisan batubara paling atas yaitu Lapisan Niru. Satuan ini disusun oleh batupasir, batulanau, batulempung
dan lapisan-lapisan batubara. Batupasir lebih dominan, berwarna abu-abu terang, rapuh, berbutir halus sampai kasar, terpilah baik kadang-kadang
konglomeratan, berlapis baik. Batulanau berwarna abu-abu terang, kompak dan sebagian getas, laminasi paralel, mengandung jejak tetumbuhan.
Batulempung sampai batulempung karbonan berwarna abu-abu kecoklatan, lunak – kompak, laminasi paralel. Batulempung dan batulanau sebagai pengapit
lapisan batubara. Material volkanik (tufan) semakin meningkat ke arah atas.
Formasi Kasai (Pliosen) diendapkan selaras di atas Fm. Muaraenim, tersusun oleh batulempung tufaan berwarna biru kehijauan dan kebiruan, dan
batupasirtufaan berwarna hijau sampai ke batuapung.

Endapan Alluvium terdiri dari endapan rombakan sungai dan rawa berupa pasir lepas, lumpur dan kerikil. Sebagian merupakan rombakan dari Fm. Kasai.

Struktur Geologi
Struktur geologi terdiri dari struktur lipatan dan sesar. Struktur lipatan regional membentuk antiklinorium yang disebut sebagai Antiklin Tamiang dan Antiklin
Bentayan yang bersumbu Baratlaut - Tenggara. Struktur ini merupakan bagian dari sistem lipatan yang terdapat di komplek Palembang Utara.

Masing-masing antiklin mempunyai sayap yang tidak simetris, dimana sayap bagian utara/ timurlaut mempunyai kemiringan rata-rata 25o–45o, sedangkan
sayap bagian selatan/baratdaya mempunyai kemiringan 5o. Sesar utama memotong sumbu antiklin membentuk sesar geser dan atau sesar normal. Di
daerah Simpang Tungkal/ risik dijumpai sesar geser.

Struktur lipatan yang terbentuk pada Plio-Plistosen diikuti oleh beberapa struktur sesar, baik sesar mendatar maupun sesar normal dengan pergeseran
lemah. Sesar utama umumnya memotong sumbu antiklin membentuk sesar geser dan sesar normal.
Pemboran Batubara
Pemboran inti untuk mendapatkan conto-conto batubara dilakukan pada dua titik bor, yaitu lobang bor TBM-01 dan TBM-02. Kedalaman masing-masing titik
bor tersebut mencapai 100 m. Pemilihan kedua titik ini adalah untuk mendapatkan lapisan batubara pada Anggota M2.

Dari hasil pemboran ditemukan 4 (empat) lapisan batubara pada titik bor TBM-01 dengan ketebalan 0,20 – 7,65 m. Pada titik bor TBM-02 ditemukan 10
(sepuluh) lapisan batubara dengan ketebalan mulai dari 0,35 – 2,60 m. Lapisan batubara yang paling tebal terdapat pada titik bor TBM-01 pada kedalaman
44,35 – 52,00 m, setebal 7,65 m (Gambar 3).

Kualitas Batubara
Batubara yang dianalisis sebanyak 8 (delapan) conto adalah conto batubara yang kandungan gasnya telah diukur. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah
ada hubungan antara kualitas batubara dan kandungan gas batubara.

Data kualitas batubara dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai kalori batubara berkisar dari 5.199 – 5.838 kal/gr (adb), menunjukkan bahwa batubara dapat
diklasifikasi sebagai ‘low – medium rank coal’. Kandungan abu berkisar antara 5,29 – 9,75% dan sulfur total 0,61 – 2,81%. Total moisture (ar) cukup tinggi
berkisar dari 44,14 – 51%, demikian juga kandungan zat terbang, 40,88 – 45,13%.

Kandungan abu diduga terjadi sejak awal proses pembentukan batubara mulai dari gambut hingga batubara yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Sumber Daya Batubara


Menurut Tobing, S. M., (2007) potensi sumber daya batubara pada semua anggota Fm. Muaraenim sampai kedalaman 300 m sebesar 488.561.656 ton
(hipotetik). Sumber daya batubara pada Anggota M2 adalah sebesar 178.497.200 ton (hipotetik).

Oleh karena pemboran batubara hanya dilakukan pada dua titik bor dan perhitungan sumber daya batubara (pada M2) dipersempit pada kedua titik ini
dengan luas pengaruh sepanjang arah jurus lapisan batubara sekitar 1.000 m dan kedalaman sampai 200 m, diperoleh sumber daya batubara sekitar
31,792 juta ton.

Pengukuran Gas
Pengukuran kandungan gas dilakukan dengan menggunakan metode USGS.

Hasil pengukuran dari metode ini merupakan penjumlahan antara ‘lost gas’ (Q1), ‘measured gas’ (Q2) dan ‘residual gas’ (Q3). Secara matematis diuraikan
dengan rumus:

QT = Q1 + Q2 + Q3

dimana,

QT : Jumlah Total Kandungas Gas (cc)


Q1 : Kandungas Gas yang Hilang (Lost Gas) (cc)
Q2 : Kandungan Gas yang Diukur dalam canister (cc)
Q3 : Kandungan Gas Sisa (Saat Crusher) (ml)

Sebanyak 21 conto batubara telah dilakukan pengukuran kandungan gasnya. Dari conto tersebut 2 (dua) conto batubara diambil dari sumur bor TBM01 dan
sisanya sebanyak 19 conto batubara berasal dari sumur TBM02.

Hasil perhitungan (dalam satuan sentimeter kubik atau cc) untuk setiap conto batubara tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Hasil total pengukuran kandungan gas untuk setiap conto batubara kemudian dilakukan perhitungan untuk menentukan kandungan gas per satuan berat
batubara (dalam satuan cm3/gram). Hasil dari perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Selain pengukuran total kandungan gas yang terdapat pada setiap conto batubara, analisis komposisi gas dilakukan dengan menggunakan alat gas
chromatography.

Hasil analisa komposisi gas setiap conto batubara dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 4. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa semakin dalam posisi lapisan
batubara, komposisi gas methane semakin berkurang. Secara teoritis semakin dalam posisi batubara semakin banyak kandungan gas methanenya. Di
daerah penyelidikan dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi positip antara besarnya kandungan gas dan kedalaman lapisan batubara. Dengan kata lain
bahwa komposisi gas methane ’cenderung’ berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman batubara.

Dugaan ini dapat terjadi dan dimungkinkan karena conto batubara yang dimasukkan ke dalam canister tidak seluruhnya dalam keadaan utuh sehingga
mempengaruhi pengukuran komposisi gasnya. Pengukuran komposisi gas methane di daerah Tamiang dapat dilihat pada Gambar 4. Analisa komposisi gas
tidak dilakukan terhadap semua conto, akan tetapi hanya beberapa conto batubara yang dapat mewakili setiap lapisan batubara.

Setelah pengukuran komposisi gas dilakukan, pengukuran gas per conto batubara dilakukan kembali. Berbeda dengan pengukuran kandungan gas
perconto batubara yang pertama, pengukuran yang kedua didapatkan kandungan gas berdasarkan komposisinya. Secara teknis perhitungan kandungan
gas ini didasarkan pada perhitungan matematis yang sederhana dimana hasil kandungan gas per conto batubara yang pertama dikalikan dengan komposisi
dari masing-masing gas hasil pengukuran di laboratorium. Pengukuran kandungan gas per conto batubara yang kedua ini juga tidak semua di lakukan
terhadap conto batubara dan hanya dilakukan terhadap beberapa conto batubara saja. Hal ini dilakukan karena hasil pengukuran kandungan gas tersebut
dianggap telah mewakili setiap lapisan batubara yang ada di daerah penyelidikan.

Tabel 6 menggambarkan hasil perhitungan komposisi gas di setiap kedalaman. Hasil perhitungan komposisi gas pada Tabel 7 merupakan rangkaian akhir
dari perhitungan kandungan gas dalam batubara. Dalam tabel ini terlihat bahwa kandungan gas methane terbanyak sebesar 0,00509 cc/gr atau setara
dengan 0.177248 ft3/ton ada di canister TBM02-B07 pada kedalaman batubara 77,60 – 78,00 m. Setelah perhitungan selesai, perhitungan kembali
dilakukan untuk mengetahui sumber daya gas methannya.

Perhitungan sumber daya gas methan hanya di fokuskan pada kedua titik bor (lapisan batubara M2) seperti yang terlihat pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa di dalam batubara sebesar 31,792 juta ton (in situ) terdapat gas methan (CH4) sebesar 258.081,98 m3; gas N2 sebesar
5.683.166,25 m3; dan gas CO2 sebesar 167.363,31 m3.

Hasil analisis kandungan gas batubara dalam lapisan batubara ini (M2) relatif sangat kecil. Keadaan ini mungkin terjadi oleh karena proses pembentukan
gas masih belum optimal karena kedalaman lapisan batubara relatif masih dangkal (<100 m). Kondisi lain adalah adanya kebocoran gas pada canister, atau
pengambilan conto batubara dari ‘core barrel’ tidak sempurna demikian juga dengan kondisi fisik batubara yang hancur/pecah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil pemboran dalam batubara dan gas di daerah Tamiang, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Target lapisan batubara untuk analisis gas adalah pada Anggota M2 Fm. Muaraenim.
2. Kedalaman 2 (dua) lobang bor masing-masing mencapai 100 m. Dijumpai 10 lapisan batubara pada titik bor TBM-02 dengan ketebalan
bervariasi dari 0,35 – 7,65 m.
3. Besarnya sumber daya batubara M2 di titik TBM-01 dan TBM-02 dengan panjang lapisan batubara 2 km sampai kedalaman 200 m adalah
31,792 juta ton dan kandungan gas CH4 sebesar 258.081,98 m3.
4. Andaikan total sumber daya batubara pada Anggota M2 di daerah penyelidikan sebesar 178.497.200 ton, maka kandungan gas yang terdapat
di dalamnya hanya sekitar 1.449.009,52 m3 gas CH4 (gas in place).
5. Eksplorasi batubara dan gas dengan metoda pemboran dalam (>300 m) di daerah penyelidikan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan
data sebaran dan sumber daya batubara, termasuk besarnya kandungan gas dalam batubara khususnya di daerah bagian Utara - Timurlaut
dimana kemiringan lapisan batubara >30o.
6. Analisis petrografi organik diperlukan sebagai komplemen untuk menentukan ‘rank’ dan besaran kandungan maseral batubara.
7. Dalam eksplorasi gas dalam batubara melalui pemboran inti perlu diperhatikan bahwa ‘core recovery’ conto sebaiknya mencapai 100% dalam
keadaan utuh dan sempurna dengan ukuran conto HQ. Disarankan untuk memakai ‘core barrel triple tube’ untuk mendapatkan conto yang lebih
utuh dan baik.
8. Kedalaman pemboran batubara sebaiknya antara >300 – 1.000 m. Karena pemboran yang lebih dalam akan mengurangi lepasnya gas
batubara ke atmosfir. Tingginya temperatur gradien mengurangi ‘sorption capacity’ batubara

Proses pemboran secara umum dilakukan dengan sebagai berikut :


1. Study geology regional

 Geologi struktur

 Stratigrafi

 Geomorfologi

1. Mapping

Merupakan proses pembuatan singkapan beserta struktur geologinya dengan mengumpulkan data dari lapangan.

1. Planing pemboran

 Jarak interval, baik terukur, tertera, terkira

 Kedalaman

 Luasan wilayah

1. Pemboran

 Open hole, yaitu mengetahui kondisi stratigrafi bawah permukaan.

 Coring, yaitu mengetahui kualitas.

1. Dekripsi

2. Logging

3. Pasca drilling.

Proses Pemboran diawali dengan melakukan proses study regional dimana didalamnya untuk mengetahui geologi struktur, stratigrafi serta bagaimana

geomorfologi yang ada didalamnya, setelah itu dilakukan mapping yaitu proses pembuatan peta singkapan beserta struktur geologinya, kemudian

dilakukan planning pemboran didalamnya mencakup penentuan titik, mengenai berapa jarak interval, kedalaman yang harus dilakukan proses pemboran

serta luasan wilayah yang akan dilakukan pemboran. Setelah dilakukan planning dan telah ditentukan titik yang akan dibor pada skema model maka

dilakukan proses penentuan titik bor dilapangan, kemudian melakukan survey layout dan ploting dilokasi pemboran yaitu melakukan preparasi pemboran

dimana proses ini mencakup proses dilakukanya persiapan lokasi, yaitu dengan pembuatan mud pit (tempat sirkulasi air), apabila daerah pemboran berada

di daerah lereng dan bergelombang maka dilakukan perataan tanah sehingga daerah titik pemboran rata dan tidak mengganggu jalannya proses pemboran

dan juga termasuk keamanan/safety pada daerah tersebut diperhatikan.

Setelah semua tahapan dan semua persiapan tempat pemboran selesai maka alat-alat pengeboran dan alat pendukung lainya di setting di tempat tersebut

sehingga jalan pengeboran dapat berlangsung dengan lancar, setelah semua persiapan selesai maka sesuai dengan planning awal apakah pemboran akan

dilakukan dengan metode full core/coring maupun open hole dan apakah pemboran dilakukan dengan model miring atau vertikal
1. 1. Open Hole

Drilling open hole merupakan pengeboran yang dilakukan untuk mendapatkan data-data bawah permukaan tanah sehingga menjadi data geologi.

Pengeboran ini menghasilkan lubang terbuka dengan kedalaman sesuai dengan target kedalaman yang diinginkan.

Selama proses pengeboran berlangsung, diperoleh data cutting yang merupakan material hasil gerusan mata bor (bit) yang mengalir keluar ke permukaan

bersama fluid. Cutting tersebut diambil setiap interval 1,5 meter yang menjadi representasi jenis litologi yang sedang dibor pada kedalaman interval tersebut.

1. 2. Coring

Drilling coring merupakan pengeboran yang dilakukan untuk mengambil contoh sampel (coring)pada lapisan litologi di bawah permukaan sebagai data

geologi.

Coring dilakukan pada interval kedalaman tertentu berdasarkan dari interpretasi data logginggeofisika atau data cutting yang diperoleh melalui drilling open

hole sebelumnya. Drilling coringdapat juga dilakukan dengan metode Touch Coring (single hole), artinya pengeboran coring yang tidak didahului drilling

open hole. Touch Coring dilakukan diawali dengan drilling open hole kemudian ketika menemukan cutting batubara telah muncul kemudian langsung

dilakukan coringatau dengan menggunakan data model/ korelasi titik di sekitarnya, kemudian diprediksikan bahwa batubara berada di kedalaman tertentu

sehingga ketika sudah mendekati perkiraan posisi roofbatubara selanjutnya langsung dilakukan coring.

Penentuan Roof batubara yang akan di coring sangat penting untuk menghindari batubara lostkarena tergerus bit yang mengakibatkan data tidak akurat

(panjang core sebenarnya tidak diketahui). Atau sebaliknya litologi non-coal di atas lapisan batubara terlalu panjang di coringsehingga menyebabkan

peningkatan biaya drilling.

1. 3. Pemboran vertikal dan pemboran miring, faktor yang mempengaruhipemboran miring

1. Pemboran Vertikal adalah pemboran yang dilakukan tegak lurus terhadap permukaan tanah (90 0).

2. Pemboran Miring adalah pemboran yang dilakukan dengan sudut tertentu dari permukaan tanah atau bidang Horizontal (< 90 0). Faktor apa saja yang harus

ada pada pemboran miring. Arah Azimuth pemboran merupakan posisi dari utara yang sejajar dengan arah lapisan arah strike lapisan seam batubara.

Kemiringan yang merupakan selisih antara 900–Dip dari lapisan batubara tersebut sudut yang dibentuk oleh sudut kemiringan Dip 1800=(900+Dip lapisan

batubara tersebut)

3. Cara Menentukan Strike, Dip dan Azimuth

1) Strike

Cara untuk menentukan strike adalah dengan menempelkan sisi E (East), lalu geser hingga gelembong udara dalam Bull’s eye level masuk ke dalam

lingkaran, jangan langsung di otak-atik tetapi tunggu dulu hingga jarum kompas stabil dan amati sudut yang ditunjuk arah Utara.
2) Dip

Cara untuk menentukan dip adalah dengan menempelkan sisi W (West) badan kompas diusahakan membentuk 900 terhadap strike, clinometers

level diputar-putar sampai gelembung udara berada di antara garis dalam clinometers level/ditengah-tengahnya dan baca sudut yang berada di

dalam clinometers scale.

3) Azimuth

Setelah diketahui maka langsung dilakukan pemboran dengan proses sebagai berikut :

a) Setting posisi sesuai posisi titik atau lobang bor.

b) Mendirikan mast up

c) Menyalakan mesin

d) Memasukan pipa dengan mata bor dan memasukan terus pipa bor sampai dengan target yang ditentukan

e) Pengambilan sampel dan pendeskripsian

f) Proses flusing dan reaming jika memang diperlukan.

1. 4. Pengambilan sampel dan pendeskripsian sampel

2. a. Sampel Cutting

Sampel cutting merupakan sampel yang berasal dari lubang bor dari proses pemboran open hole, yang berupa material batuan yang tergerus

oleh bit, kemudian terbawa oleh mud fluid ke permukaan dan mengalir melalui parit kecil menuju mud pond.

Sampel cutting menunjukkan jenis litologi yang terdapat di bawah permukaan pada kedalaman saat mata bor menggerus litologi tersebut.

Sampel cutting diambil setiap kedalaman tertentu sesuai kebutuhan, untuk PT. Adaro Indonesia, dilakukan pengambilan sampel setiap 1,5 meter dan

kelipatannya. Kemudian diletakkan di dekat rigdengan jarak aman yang tidak terganggu dengan aktivitas pengeboran dan diberi garis/pagar line.
Data sampel cutting kemudian di record pada lembar Daily Drilling Report (DDR). Data cutting berfungsi sebagai :

1. Data awal untuk mengetahui kondisi litologi pada lubang bor terkait.

2. Data pendukung bagi data logging dan coring sehingga menjadi lebih akurat dan valid.

Adapun yang dideskripsi pada cutting yaitu :

1. Warna

2. Ukuran butir

3. Kondisi lapukan

4. Kekuatan

5. Nama batuan

1. b. Sampling Core

Sampling Core merupakan kegiatan penyamplingan sampel coring batubara yang meliputi pendeskripsian, pemotretan dan pembungkusan coring batubara

ke dalam kantong sampel.

Pastikan sampel coring yang diperoleh tidak terkontaminasi. Tutup dengan plastik wrap sebelum diletakkan di pipa paralon. Letakkan pada tempat dan jarak

yang aman dari aktifitas drilling. Letakkan bagian atas/top sampel coring pada sebelah kiri dan bagian bawah/bottom sampel coringdi sebelah kanan. Hitung

panjang sampel coring dan bandingkan dengan panjang/kedalaman kemajuan pipa untuk mendapatkan core recovery.

1. c. Deskripsi Core

Pendeskripsian core dilakukan dengan mengamati sifat-sifat fisik core batubara kemudian menuliskan/merekamnya ke dalam log bor.
Pertama, isilah Head dari Logbor yang terdiri dari, Location, Date, Total Depth, Logged by, Geophysics, Rig, Hole No, Sheet of (lembar halaman) dan N-E-

R-L (koordinat). Selanjutnya lakukan pengisian kolom-kolom Sample Interval (pembagian interval sampel batubara), Depth(ukuran kedalaman), Lithological

Sketch (sketsa litologi), Joint/Bedding Sketch (sketsa kekar/struktur), Dip, Seam Name, Lithological Description (deskripsi litologi), Strength (kekuatan

sampel coring), Fracturing (pecahan sampel coring) sesuai dengan standar pengisian.

Data tersebut selanjutnya akan dimasukkan ke dalam data base eksplorasi dengan softwareLogcheck, Microsoft Access, dan Mincom. Informasi yang perlu

dicatat pada ‘CHIP LOGGING SHEET’ antara lain :

 Interval kedalaman tiap perubahan litologi

 Type drill (Open Hole atau Coring)

 RQD (Rock Quality Designation)

Metode ini didasarkan pada perhitungan persentase core terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih.

RQD = jumlah panjang core terambil lebih dari 10 cm x 100%

panjang core seluruhnya

Recovery drill coal = tebal coal actual x 100%

tebal coal log

Jika recovery kurang dari 90% maka harus dilakukan redrill atau pengeboran ulang.

bit (matabor)
Posted by ryantzyu on January 6, 2014
Posted in: Uncategorized. Leave a comment
mata bor ini digunakan untuk pemboran (drilling) dengan metode open hole

Pertambangan
Posted by ryantzyu on December 18, 2013
Posted in: Uncategorized. Leave a comment
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan

galian (mineral, batubara, panas bumi, migas).

Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang

meliputi :

 Penyelidikan Umum (prospecting)

 Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci

 Studi kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal)

 Persiapan produksi (development, construction)

 Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)

 Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan

 Pengolahan (mineral dressing)

 Pemurnian / metalurgi ekstraksi

 Pemasaran

 Corporate Social Responsibility (CSR)

 Pengakhiran Tambang (Mine Closure)

Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik

pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)


proses perekaman data

mesin bor
Posted by ryantzyu on December 18, 2013
Posted in: Uncategorized. Leave a comment
mesin bor jenis jeckrow, 125 dan 500

core,
Posted by ryantzyu on December 18, 2013
Posted in: Uncategorized. Leave a comment
metode sampling batubara

BAB III

METODE SAMPLING DALAM PEMBORAN BATUBARA

III.1. Pemetaan Geologi Semi Detail

Pemetaan geologi semi detail adalah pemetaan yang merencanakan daerah yang akan
dipetakan dengan menentukan target, jangka waktu pemetaan, persiapan peralatan dan team
eksplorasi, serta sarana penunjang. Kemudian membuat suatu perencanaan traverse atau lintasan
berdasarkan peta geologi yang ada.

Pelaksanaan pemetaan geologi terdiri dari:

1. Menelusuri lintasan yang telah direncanakan dengan melakukan “tracking” dengan memakai GPS,
sambil mengamati setiap unsur geologi yang ada, seperti; morfologi, tataguna lahan bahkan jenis
flora dan fauna bila diketahui.

2. Pada lintasan di mana terdapat singkapan batubara dengan intensitas cukup tinggi maka akan
dilakukan “measuring section” dengan memakai kompas suunto-klino dan pita ukur (meteran), guna
mendapatkan stratigafi batubara detil dari lintasan tersebut.
3. Pengukuran koordinat dan elevasi singkapan batubara maupun unsur geologi dan non geologi
lainnya dilakukan dengan GPS, apabila tidak berhasil dikarenakan tidak adanya signal (satelit)
dilakukan dengan membuat traverse yang diikat terhadap titik GPS yang teramati atau terhadap titik
survei/titik traverse yang telah didapat dari pemetaan topografi.

4. Diskripsi singkapan, baik batubara maupun non batubara.

5. Pengukuran struktur geologi (seperti strike /dip, kekar, dan patahan)

6. Pembuatan sketsa singkapan, pemotretan, pengambilan contoh bila dipandang perlu.

7. Pengambilan sampel batubara dapat dilakukan dengan metode channel atau trenching, membuat
testpit yang disesuaikan dengan kondisi dan posisi singkapan.

8. Setiap lokasi baik itu testpit, singkapan, struktur dan sample diberi kode tertentu, dan dilakukan
sketsa atau dipotret.

9. Pengiriman sampel ke laboratorium untuk dianalisis.

III.2. Pemboran

Pemboran merupakan metode eksplorasi dengan biaya mahal, oleh karena itu dalam
penentuan program pemboran harus direncanakan secara cermat. Lokasi pemboran (titik bor)
ditentukan berdasarkan peta geologi, penampang geologi, hasil interpretasi geofisika, dan peta
topografi serta sekaligus ditentukan target pemboran (kedalaman dan titik yang direncanakan).

Kegiatan pemboran yang dilakukan di PT. Geoexplo adalah pemboran stratigrafi (drilling
stratigrafi) yang tujuannya adalah untuk mengetahui urutan stratigrafi secara lengkap di lokasi
tersebut. Penentuan titik bor pada drilling stratigraphy adalah tegak lurus dengan arah umum
perlapisan di lokasi tersebut. Jarak datar antar lubang yang akan dibor adalah 200 meter tegak lurus
dengan strike dan 200 meter mengikuti arah strike.

Pada kegiatan drilling stratigraphy ini dilakukan open hole sampai kedalaman 100 meter
disetiap lubang bor (drill hole), lubang ini akan dipakai sebagai pilot hole. Kemudian akan dilakukan
geophysical logging. Apabila ditemukan batubara maka akan dilakukan lagi pemboran inti (coring)
disampingnya untuk pengambilan sampel.

III.2. 1. Peralatan pemboran

Alat-alat yang dipergunakan pada kegiatan pemboran, diantaranya dilihat pada tabel.1
Tabel.1 alat-alat untuk pengeboran batu bara (PT. Geoexplo)

No. Alat Spesifikasi

1 Drilling Rig, Shallow Jacro 175, 70 m, H Size, 20 Hp, Skit & Mast Type, Conventional system, manual.

2 Mud, Bore pump Centrifugal, high pressure, 5.5 Hp, 10 ltr/sec

3 Transfer pump Centrifugal, 5 Hp, 20 ltr/sec Piston, high pressure, 10 Hp

4 Transfer hose Sunny/fire hose/ fibre, Φ 1.5”

5 Accessories

a. Core barrel Triple tube, HMLC, 2.05 m

b. Split tube HQ size, 1.6 m


c. Reamer shell Diamond surface set, HQ size

Tungstein surface set, HQ size

d. Core bit Diamond surface step set, HQ size

Tungstein surface step set, HQ size

e. Open hole bit Tungstein 3 wing bit, HQ size

f. Drill rod for shallow AW/BQ, 1.5 m, standard

6 Generator set Portable, 2 KVA

7 Tools, complete For drill rig, pump, genset

8 Wrench, complete For drill rig, pump, genset

1. Drilling rig, shallow, Yaitu menara bor. Spesifikasi: Jacro 175, 70 m, Size, 20 Hp, , conventional
system, manual.

Gambar 2. Menara bore 175. (Foto penulis 2012)

2. Mud, bore pump, yaitu mesin pompa yang berfungsi untuk menyedot air dari kolam penampung dan
kemudian di masukan ke dalam lubang bor agar cutting dapat terdorong ke luar.
Spesifikasi: Centrifugal, high pressure, 5.5 Hp, 10 ltr/sec.
Gambar 3. Mud, bore pump. (Foto penulis 2012)

3. Transfer pump, yaitu mesin pompa yang berfungsi untuk menyedot air dari dari sungai yang
kemudian di alirkan ke kolam penampung.

Spesifikasi: Centrifugal, 5 Hp, 20 ltr/sec

Piston, high pressure, 10 Hp

Gambar 4. Transfer pump. (Foto penulis 2012)

4. Transfer hose, yaitu selang fiber yang di gunakan untuk menylurkan air dari Tranfer pump ke kolam
penampung.

Spesifikasi: Sunny/fire hose/ fibre, Φ 1.5”

Gambar 5. Transfer hose. (Foto penulis 2012)

5. Accessories

a. Core barrel, Yaitu alat yang di gunakan untuk melakukan coring atau pengambilan sampel batubara.

Spesifikasi: Triple tube, HQ, 2.05 m


Gambar 6. Core barrel. (Foto penulis 2012)

b. Split tube, yaitu alat casing yang terdapat dalam core barrel yang berfungsi untuk menjepit batubara
hasil coring.

Spesifikasi: H size, 1.6 m


Gambar 7. Split tube. (Foto penulis 2012)

c. Split Reamer shell, yaitu alat yang berfunsi untuk penyangga split tube dalam Core barrel.
Gambar 8. Split Reamer shell. (Foto penulis 2012)

d. Core bit, jenis diamond yaitu mata bor yang di gunakan untuk melakukan coring, sistim kerja mata bor
ini adalah menggerus. Kelebihan dari mata bor ini mampu menggerus jenis batuan keras dan
kompak.

Spesifikasi: Diamond surface step set, HQ size

Gambar 9. Core bit Diamond surface. (Foto penulis 2012)

e. Core bit, jenis tungstein bit yaitu mata bor yang di gunakan untuk coring, sistim kerja mata bor ini
yaitu memotong dan hasil yang di dapat tidak begitu sempurna. Kelemaha mata bor ini tidak mampu
memotong batuan keras dan kompak.

Spesifikasi: Core bit, PCD typeTungstein surface step set, HQ size

Gambar 10. Core bit PCD typeTungstein. (Foto penulis 2012)

f. Open hole bit, yaitu mata bor yang di gunakan untuk membuat lubang bukaan pada pemboran.

Spesifikasi: Tungstein 3 wing bit, HQ size

Gambar 11. Tungstein 3 wing bit, HQ. (Foto penulis 2012)

g. Drill rod for shallow, yaitu pipa yang panjang 1,5 meter yang di gunakan untuk melakukan pemboran
open hole dan coring.

Spesifikasi: HQ size, 1.5 m

Gambar 12. rod for shallow. (Foto penulis 2012)

h. Tools

Gambar 13. Perlengkapan alat-alat kerja. (Foto penulis 2012)


i. Wrench (kunci inggris), Yaitu alat yang di gunakan untuk menyambung dan membuka sambungan
pipa.

Gambar 14. Wrench (kunci inggris). (Foto penulis 2012)

III.3. Metode sampling dalam pemboran batubara

Metode sampling adalah matode pengambilan conto batubara melalui proses pemboran inti
dan pemboran non coring atau open hole. Pemboran inti merupakan proses pengambilan conto core
sedangkan pemboran non coring atau open hole adalah pemboran tanpa mengambil sampel core
tetapi hanya mengambil sampel cutting untuk mengetahui kedalaman, ketebalan lapisan penutup
(soil) dan ketebalan batubara.

Langkah-langkah pengambilan sampel batubara berdasarkan standar Joint Ore Reserves


Committee (JORC)

1. Pembuatan lintasan titik pemboran berdasarkan arah strike/dip dari batubara.

2. Pembuatan titik pemboran dari hasil peta lintasan trevers.

3. Pada setiap titik pemboran dipakai metode pilot hole atau open hole.

4. Melakukan pemboran dengan kedalaman 100-150 meter sesuai dengan standart JORC.

5. Melakukan logging geofisika untuk mengkorelasi ketebalan batubara dari data cutting.

6. Setelah diketahui ketebalan batubara dari data cutting dan data logging geofisika kemudian
melakukan pemboran inti disebelah lubang bor yang telah dilakukan logging geofisika dengan jarak ±
1-2 meter.

7. Pemboran dilakukan untuk mencapai seam batubara pertama, lalu mata bor dikeluarkan kemudian
core barrel dipasang untuk melakuakan proses coring.

8. Coring dilakukan setiap run atau sepanjang core barrel ± 1,5 meter sampai selesai (lapisan batubara).

9. Setelah full satu run, core barrel diangkat dan kemudian split dikeluarkan dari core barrel dengan
cara disemprot dengan air agar split keluar dari core barrel, kemudian split diangkat dan diletakkan
diatas core box untuk dilakukan proses pencucian, pengukuran, dan pengambilan sampel gambar.
Kemudian menentukan bagian dari Roof dan Floor pada Batubara yang akan di sampling.
10. Kemudian sapel dipotong ply by ply sesuai dengan ketentuan JORC dan BPP (perusahaan konsultan
dan klien).

11. Menentukan ketebalan dari Batubara yang akan di sampling (True Thickness).

12. Setelah mengetahui ketebalan dari Batubara kemudian menentukan batas dari sample Ply by
Ply dan jumlah yang akan diambil. Selain itu juga dilakukan pencatatan interval sampel, kode nomer
sample, Lokasi pengambilan sampel dan keterangan lain pada buku diskripsi.

13. Kemudian sampel dibungkus dengan plastik sampel, setelah itu diikat dengan isolasi agar tidak
terkontaminasi dengan udara luar kemudian sampel segera dibawa kelaboratorium untuk dianalisis.

II.3.1. Pemboran Non Coring (Open Hole)

Pemboran non coring adalah pemboran tanpa mengambil sampel core tetapi hanya
mengambil sampel cutting untuk mengetahui kedalaman, ketebalan lapisan penutup (soil),
ketebalan batubara untuk di korelasikan dengan data logging geophysical.

Adapun langkah-langkah dalam pemboran non coring yaitu :

a. Pemboran non coring (open hole) di lakukan sampai kedalaman 100 meter (berdasarkan permintaan
perusahaan), diawasi oleh wellsite, dicatat tanggal dan jam dimulainya pemboran, kedalaman awal,
pengamatan dan pemerian cutting, perubahan litologi, perkiraan kedalaman dan ketebalan
batubara, pengambilan sampel cutting setiap 1 meter dan dimasukkan kedalam plastik.

b. Pencucian (flashing) lubang bor setelah pemboran di lakukan sampai semua cutting keluar.

c. Melakukan Geophysical Logging.

II.3.1.1. Perlakuan Sampel Cutting

Adapun tata cara dalam pelakuan sampel kating yaitru:

1. Cutting sampel diambil dari gerusan (cutting) hasil pemboran.

2. Cutting sampel diambil tiap 1,00 meter (dan/atau tiap perubahan formasi lithology), dan dimasukkan
dalam plastik sampel.

3. Tiap plastik sampel diberi kode lokasi bor dan interval kedalaman bor.

4. Diletakkan pada tempat yang bersih, aman, rapi atau diletakkan pada tempat yang telah disediakan.

5. Peletakannya disusun berurutan dari kedalaman top sampai kedalaman bottom.

III.3.2. Pemboran Inti (Coring)

Pemboran inti adalah Pemboran inti merupakan proses pengambilan sampel core.

Langkah-langkah dalam pemboran inti:

a. Lakukan pemboran non coring sampai kedalaman 0,50 sampai 0,100 meter sebelum estimasi
kedalaman roof batubara (hasil dari Geophysical Logging). Dengan menggunakan mata bor
berukuran dia metet 3 inci (HQ) lakukan coring sampai minimal 0,50 meter melewati floor lapisan
batubara.

b. Ukur dan catat kedalaman pemboran sebelum dilakukan coring pada buku catatan harian.
c. Lakukan pemotongan dan pengangkatan core sampel jika tabung core barel sudah penuh atau terjadi
sesuatu yang mengharuskan core sampel untuk dipotong dan diangkat sebelum tabung core sampel
penuh (keputusan operator bor/driller).

d. mengukur dan mencatat kedalaman pemboran pemotongan dan pengangkatan core sampel pada
buku catatan harian.

e. mengukur dan mencatat kemajuan kedalaman coring pada buku catatan harian.

f. Keluarkan core sampel bersama tabung split dengan cara disemprot menggunakan air. Dilarang
mengeluarkan core sampel dan tabung split dengan cara dipukul – pukul atau dengan cara lain yang
dapat membahayakan kondisi coresampel dalam keadaan utuh dan baik.

g. mengukur dan catat panjang core sampel yang didapat dan lakukan pemotretan lengkap dengan data
initial yang diperlukan sebelum ditaruh/diletakan pada core box.

h. Letakkan/taruh dan susun core sampel yang sudah dibungkus dengan plastik pada core box sesuai
petunjuk mengenai perlakuan dan perawatan core sampel. (juga dilakukan pemotretan).

i. Lakukan pengambilan sampel dengan pola Ply by Ply yang sudah ditentukan.

j. Pemboran distop/dihentikan sesuai dengan intruksi pengawas perusahaan (Well Site Geologist atau
yang ditunjuk).

k. Lakukan pekerjaan Geophysical Logging.

l. Lokasi yang yang sudah dibor diberi tanda berupa patok, ukuran patok disesuaikan dengan diameter
lubang bor. Tulis kode lokasi dan total kedalaman bor sesuai dengan petunjuk.

Amati jenis litologi dan batubara diantaranya, warna, tingkat pelapukan, kekerasan, kekar,
slickenside (kemiringan, jarak/spasi), kontak, ciri-ciri khusus (struktur sedimen, mineral tertentu)
untuk dasar pengenalan dalam pembuatan section/koreksi, warna, tingkat dan tebal pelapukan,
tebal, perselingan, dan sisipan atau nodul.

Kalau air pembilas kotor, maka inti bor harus dibersihkan pada saat diamati, kalau perlu di
split (belah) dengan parang agar dapat diketahui/diamati secara pasti. Untuk core box harus selalu
dicatat nomor bor, urutan core box, angka kedalaman, kemajuan pemboran, loss core (isi dengan
kayu), setelah lengkap dan teratur lalu difoto. Lalu simpan core box di tempat yang
terlindung/terjaga.

2. Perlakuan Sampel Pengintian (Coring)

Adapun perlakuan sampek coring yaitu :

1. Core sampel yang berada dalam tabung core barrel dikeluarkan bersama – sama dengan tabung
split.

2. Panjang core sampel langsung diukur untuk mengetahui recovery core sampel.

Panjang core sampel yg didapat


Recovery core sampel = X 100 %
Panjang coring yg dilakukan
3. Core sampel yang sudah dikeluarkan kemudian diletakkan pada core box (kotak core). Core box
dibuat sesuai dengan ukuran core sampel, panjang 1 meter lebar disuaikan. Satu core box dibuat
untuk total kedalaman 5 meter.

4. Penyusunan core sampel dimulai dari ujung pojok kiri (top/roof) dan seterusnya menyambung dari
top/roof sampai bottom/floor.

5. Core box diberi tanda atau kode nomor lokasi bor, interval kedalaman bor dan nomor box.

6. Kondisi core sampel maupun core box harus dalam keadaan aman.

Gambar 15 : Core Box yang di isi sample Batubara. (Foto penulis 2012)

3. Pengambilan dan Perlakuan Core Sampel

1. Lakukan deskripsi/pemerian sampel secara megaskopis dengan teliti dan benar.

2. Tentukan bagian roof dan bagian floor.

3. Pastikan dengan teliti dan benar, ada parting atau tidak, ada yang loss atau tidak sebagai
pertimbangan untuk menentukan panjang pembagian sampel (ply by ply) yang akan diambil.

4. Tentukan batas panjang bagian sampel (ply) dan jumlah sampel yang akan diambil.

5. Tulis interval sampel pada buku deskripsi.

6. Tulis nomor sampel, nomor kode lokasi bor, lokasi pengambilan sampel, interval sampel, tebal
sampel, nomor bag (plastik sampel) berapa dari total bag berapa, tulis remarks (misal : sampel lapuk,
parting ikut disampel, interval loss sampel) pada kartu sampel.

7. Siapkan plastik sampel dan tulis nomor kode lokasi bor dan nomor sampel, interval sampel, tebal
sampel, nomor bag berapa dari bag berapa.

8. Ambil dan masukkan sampel pada plastik sampel, bagian per bagian sesuai dengan nomor bagian
(ply). Sampel tidak boleh terkontaminasi dengan kotoran atau sampel lain.

9. Masukkan kartu sampel pada plastik sesuai dengan nomor sampel. Kartu sampel tidak boleh kontak
langsung dengan sampel (kartu sampel dilapisi plastik supaya tidak tembus uap air atau rusak).

10. Ikat plastik sampel dengan kuat dan benar sesuai petunjuk, menggunakan tali yang sudah
disediakan.

11. Masing-masing plastik sampel (bag) dijadikan satu sesuai dengan nomor lokasi bor atau sesuai
dengan satu lapisan dan diikat dengan kuat dan benar supaya tidak berhamburan atau tercecer dan
memudahkan untuk pengecekan ulang.

12. Sampel langsung dibawa ke camp atau tempat yang sudah disediakan sebelum dibawa ke
laboratorium. Jika lokasi dekat dengan laboratorium sampel dapat langsung dibawa ke lab.

13. Dari tempat lokasi pengambilan sampel sampai dengan laboratorium, sampel tidak boleh kehujanan
atau rusak karena dapat mengurangi keakurasian hasil analisa.

III.3.2.a. Sampel Pemboran

Adapun parameter dalam penyampelan hasil coring yaitu :

1. Diukur panjang core conto batubara yang keluar dari core barrel
2. Dilakukan Pemotretan dengan mencantumkan, Lokasi, kode dan nomer lobang bor, tanggal, interval
sample.

3. Deskripsi

4. Core conto dipotong ply by ply

Dengan mempertimbangkan bahwa minimal berat sample untuk dianalisa 2,5 kg, ditentukanlah
untuk “core” ukuran HQ (63,50 mm) :

 Roof non coal Ply 1 dan Ply (n) adalah 10 cm.

 Roof of coal Ply 2 dan Ply (n-1) adalah 20 cm

 Ply 3, Ply 4 dan seterusnya sampai Ply (n-2) adalah sample batubara tebal maksimum 100 cm.

Jika tebal batubara kurang dari 100 cm, pengambilan sample dengan metode Ply by Ply tidak
dilakukan, sample batubara akan diambil secara komposit. Lapisan batubara kurang dari 30 cm tidak
dilakukan pengambilan sample. Jika terdapat parting (sisipan) besar dari 10 cm akan diambil sebagai
sample tersendiri untuk dianalisa, sedangkan kurang dari 10 cm akan dimasukkan kedalam sample
batubara dimana parting tersebut berada.

5. Conto dimasukan dalam kantong plastik per ply dengan kode urut sample sesuai dengan lobang bor
dimana sample tersebut diambil.

6. Ditulis kode dan interval conto pada plastik conto dan kertas label (kertas label diusahakan tidak
kontak langsung dengan batubara).

7. Plastik conto diikat dengan kuat agar conto batubara tidak berkontaminasi dengan udara.
floor

bottom
floor

body

Top

R
A
roof

roof

Gambar : 16. Clean Coring Batubara

1. Roof dan floor (Rock) disampling setebal 0.25m (minimal 0.20m), jika :

a. Ketebalan shaly coal dan atau coaly shale kurang dari 0.25m (atau kurang dari 0.20m), maka batuan
diatasnya atau roof dan batuan dibawahnya atau floor diikut-sertakan juga sampai ketebalan sample
memadai.

b. Ketebalan roof yang terambil ketika start coring dilakukan hanya sedikit saja (kemungkinan terjadi
karena kurang tepat dalam menentukan interval start coring), maka untuk kecukupan kebutuhan
sample, sisa hasil coring bisa ditambah dengan cutting yang diambil sebelumnya.

c. Ketebalan floor yang terambil hanya tersisa sedikit saja (kemungkinan terjadi karena adanya core loss
pada coring terakhir), maka untuk kecukupan kebutuhan sample, sisa hasil coring bisa ditambah
dengan cutting yang diambil sesudahnya

2. Untuk menjaga agar semua informasi bisa didapat selengkap mungkin, maka sebaiknya pengambilan
semua sample roof dan floor untuk rock harus dilakukan untuk setiap interval batubara yang diambil
samplenya.

3. Pada dasarnya, dilution material yang mungkin muncul dari batuan pengapit (roof/floor) hanya akan
mempengaruhi kenaikan atau penurunan kadar ash, sodium in ash, dan sulfur. Pengaruh dilution
material pada kenaikan atau penurunan moisture pada batubara tidak terlalu signifikan. Kedua hal
diatas menjadikan sample-sample dari roof and floor batubara untuk sementara dapat disimpan
oleh project owner (tidak harus oleh laboratorium) sampai sekiranya diperluakan kemudian.
Penyimpanan sample-sample roof dan floor yang tidak dikirimkan ke laboratorium diusahakan
sebersih dan seaman mungkin sehingga terhindar dari kemungkinan plastik samplenya pecah dan
juga terhindar dari sinar matahari. Penyimpanan sample-sample roof dan floor yang tidak dikirimkan
ke laboratorium juga akan berguna untuk mencapai tingkat efisiensi biaya explorasi, terutama pada
item untuk cost analysis.

4. Pembagian ply sample pada interval batubara yang clean adalah sebagai berikut:

a. Untuk tebal batubara yang lebih dari 1,50m, pembagian sample adalah:

 ply 1 = 0.25m bagian top coal

 ply 2 = 0.50m bagian kedua pada top coal

 ply 3 = sisa interval bagian tengah coal

 ply 4 = 0.50m bagian kedua pada bottom coal


 ply 5 = 0.25m bagian bottom coal

b. Untuk tebal batubara yang lebih dari 1.0m dan kurang dari 1.50m, pembagian sample adalah:

 ply 1 = 0.25m bagian top coal

 ply 2 = sisa interval bagian tengah coal

 ply 3 = 0.25m bagian bottom coal

c. Untuk tebal batubara yang kurang dari 1.0m, seluruh interval batubara diambil sebagai satu ply
sample saja

5. Kebersihan sample dari cutting pemboran, akan sangat menentukan representatif tidaknya kualitas
sample yang dihasilkan

6. Jika pada interval batubara pada bagian yang tengah (sisa) terdapat perbedaan karakteristik
megaskopik yang signifikan, maka bagian tersebut disampling terpisah dari bagian lainnya.

7. Pengambilan sample dan juga pembagian ply sample pada suatu interval batubara, haruslah
mengacu pada interval kurva geophysical logging dan juga mengacu pada ada tidaknya anomali
pengotor atau bagian dari suatu lapisan batubara yang memperlihatikan mengandung kadar ash
yang relatif tinggi dibanding bagian lainnya.

8. Jika wellsite mengalami keraguan dalam pelaksanaan sampling ini, maka sedapat mungkin sebelum
sampling dilakukan terlebih dahulu melakukan konfirmasi dengan supervisor lapangan.

9. Pembagian sample batubara menjadi ply by ply sample harus dilakukan pada kondisi sample tetap
terbungkus oleh plastik wrap atau pembungkus plastik. Bagian sample batubara yang terbuka akibat
pemotongan sample, harus kembali ditutup oleh plastik wrap atau selotape untuk menghindari
berkurangnya moisture.

10. Penomoran ply by ply sample dapat dimulai dari bagian roof dan diakhiri pada bagian floor
sample. Atau dapat juga penomoran sample dimulai hanya dari top dan di akhiri di bagian bottom
batubara saja, sementara untuk roof dan floornya diberi nomor yang berbeda.

11. Sample yang telah dipreparasi diusahakan segera dikirimkan ke laboratorium Jika sample yang telah
dipreparasi tidak akan segera dikirimkan ke laboratorium maka diusahakan sample-sample tersebut
disimpan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari dan ditutup oleh karung goni yang telah
dibasahi (agar kelembabannya tetap terjaga).

KONDISI A - COAL WITH PARTING

Gambar : 17. With parting coring Batubar a

Pada gambar di atas with parting coring Batubara, Jika parting kurang dari 0.10 meter maka
di jadikan satu dengan play sample yang akan di bagi dalam pembagian sample batubara.
ONDISI B - COAL WITH PARTING

Gambar : 18. With parting coring Batubara

Pada gambar diatas. with parting coring Batubara, Jika parting lebih dari 0.10 meter maka di
jadikan play sample sendiri dalam pembagian sample batubara.

Pembagian ply sample pada interval batubara yang mempunyai lapisan parting seperti pada
gambar adalah sebagai berikut:

a. Lapisan parting harus disampling terpisah

b. Jika thickness coal 1 kurang dari 0.50m, maka ply sample dijadikan 1 ply saja.

c. Jika thickness coal 2 lebih dari 0.50m tapi kurang dari 1.0m, maka cukup dijadikan 2 plies saja.

III.3.2.b. Pemerian inti bor (core)

Core mempunyai arti sangat penting, oleh karena itu core harus dijaga, diperlakukan hati-
hati, diamati secara lengkap, sifat/karakteristik batuan direkam dan terwakili dalam catatan.
Mengapa penting? Karena kesalahan pengamatan pada core akan mengakibatkan kesalahan pada
langkah berikutnya:

1. Core merupakan dasar pembuatan log bor.

2. Log bor dasar untuk membuat section.

3. Log bor dasar untuk menyusun korelasi.

4. Log bor dasar untuk menghitung cadangan dan lapisan penutup.

5. Dengan core sampling dapat untuk mengetahui “kualitas”, akhirnya untuk membuat peta kualitas.

6. Lebih jauh lagi, dari log bor untuk perencanaan tambang.

7. Kalau pengamatan core salah, maka nomor 1 - 5 akan salah, akibatnya mine plan bubar.

Pemerian batubara yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

1. Warna (colour) adalah warna dari batubara tersebut.

2. Kilap (bright/luster), yang dinyatakan dalam derajat prosentase batubara tersebut.

3. Cerat (Streak) adalah warna dari batubara yang telah digores .

4. Pecahan (Fracture).

5. Rekahan (cleat), rekahan yang terdapat pada batubara.

Pemerian untuk batuan lain yang perlu diperhatikan:

1. Warna (colour), warna dari litologi baik dalam keadaan lapuk maupun segar.

2. Besar butir (grain size).

3. Derajat Pemilahan (Sorting).

4. Kemas.
5. Kandungan Mineral.

6. Porositas.

7. Semen dan massa dasar (sementasi dan Matrix).

8. Struktur Sedimen.

III.3.2.c. sampel channel

Pengambilan conto channel pada prinsipnya sama dengan pengambilan conto coring.
Coring di ambil dari pemboran sedangkan channel diambil dari outcrop.

Cara pengambilan conto dari outcrop:

Menentukan lokasi outcrop batubara yang dapat mewakili dari top sampai bottom
kemudian membersihkan outcrop batubara dari kotoran (soil) dan batubara lapuk sepanjang conto
yang akan diambil kemudian membuat sodetan secara merata dari top sampai bottom batubara,
lebar kurang lebih 20 cm, tebal kurang lebih 0,5 meter atau sampai batubara segar, panjang setebal
vertikal outcrop batubara setelah itu conto batubara di ambil dari top sampai bottom secara
merata, sebanyak kurang lebih 3 kg, Conto dimasukan dalam kantong plastik per ply, kemudian
sampel yang telah di ambil ditulis kode dan interval conto pada plastik conto dan kertas label
kemudian plastik Conto diikat dengan kuat agar conto batubara tidak terkontaminasi dengan udara

ken

Gambar 19. Kenampakan autcrop dengan dip 700 (foto penulis 2012)

Gambar 20. Kenampakan penyebaran autcrop (foto penulis 2012)

DRILLING EKPLORASI BATUBARA


19.36 SANDSTONE02 2 COMMENTS

Dalam proses Drilling batubara banyak sekali jenis pengeborannya..

1. Open Hole,
2, Touch Core
3, Full Core dll.

Pada intinya pengeboran dimaksudkan untuk mendapatkan data sesuai dengan kebutuhannya, jadi jenis apapun itu metodenya sah -sah saja selama kebutuhan data itu terpenuhi.

Unuk Sizenya (stang pipa bor) BQ, NQ, HQ, PQ, HW dll.
NQ ukurannya sekitar 2 Inch, sedangkan HQ 3,5 Inch, PQ 4 Inch, dan HW 5 Inch

1. Open Hole adalah teknik pengeboran dengan melubangi area tertentu sesuai perencanaan sampai
kedalaman yang telah direncanakan. Dalam pengambilan samplenya berdasarkan potongan dari tiap gerusan mata bor per Run atau p er
pipa bor (sample ini disebut cutting).

- Dalam proses pemboran ini, cutting akan di bawa naik ke atas dengan media air bercampu lumpu (pengeboran batubara biasanya menggunakan media air sebagai lumpur
pemboran).

2. Touch Core adalah tenik pengeboran yang awalnya dilakukan dengan metode Open Hole dan ketika mata bor menyentuh batubara (indikasi dari lubang bor keluarnya sample cutting
batubara dan air berwarna hitam akibat batubara tergerus serta insting dari juru bor waktu proses pengeboran), maka akan di stop putaran bornya. selanjutnya stang bor di angkat dan
mata bor akan diganti dengan jenis mata bor khusus untuk pengambilan sample core serta di tambah core barrel untuk tempat penampungan sample core selama pengambilan (ukuran
core barrel lebih kurang 1.60 meter). jadi bila batubara lebih tebal akan dilakukan pengambilan coring sampai beberapa kali. Ada teknik khusus dalam melakukan coring ini dan biasanya
juru bor atau driller lebih menguasai teknik ini (seperti kecepatan putaran mata bor dan kecepatan pompa lumpur bor). Metode ini adalah gabungan dari Open Hole dan Touch Core.

- gambar paling kiri mata bor untuk Open Hole

- gambar paling kanan mata bor untuk coring

3. Full Core adalah teknik pemboran yang dilakukan dari atas sampai bawah kedalaman yang direncanakan dengan mengambil sample coring tanpa melakukan metode Open Hole.
Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih mendetail mengenai data variasi batuan (stratigrafi) dari dalam lubang bor.

Selain yang di atas ada beberapa hal lagi mengenai metode pengeboran, mulai dari metode 2 hole ( pilot hole dan target hole) dan ada juga yang menggunakan semi single hole dan
single hole. Tergantun anda mau pake metode yang mana.Hal ini bertujuan untuk mempercepat target waktu yang akan di capai. karena dengan tercapainya target waktu yang singkat
dan didukung dengan kwalitas data yang baik maka bisa memperkecil pengeluaran dana operasional. Selain data dari alat pemboran, beberapa perusahaan menambahkan de ngan
menggunakan Electrical Logging untuk melihat ketebalan dari variasi lithology (variasi lapisan batuan didalam lubang bor). Electrical Logging ini menggunakan pancaran dari sinar
Gamma ray (GR) dan Density terbagi Long Density (LD) dan Short Density (SD) serta menggunakan Caliper (CL). Mungkin kita akan bahas tersendiri mengenai Electrical logging tapi
bila ada dari bro n sista punya masukan silakan di share.
mungkin itu dari saya jika ada yg kurang mohon dari brotha n sista bisa menambahkan..Terimakasih

Posted in:

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

2 komentar:

Jack Chan says:

18 September 2012 01.33 Reply

Dear Sir or Madam,

We are specialized in supplying high quality diamond drilling tools at DCDMA standard, ISO standard and Metric size. As follows:

1, Core bits and casing shoe, including impregnated diamond core bits, surface set diamond core bits, TSD core bits, PDC core bits and T.C core bits for double or triple tube core barrel
;
-Q series: PQ/PQ3, HQ/HQ3, NQ/NQ3, BQ, AQ;
-WF series: SWF, PWF, HWF;
-T, TT, T2 series: TT46, TT56, T56, T66, T76, T2-46, T2-56, T2-66, T2-76, T2-86, T2-101;
-T6 series: T6-76, T6-86, T6-101, T6-116, T6-131, T6-146, T6-H;
-T6S: T6S-76, T6S-86, T6S-101, T6S-116, T6S-131, T6S-146;
-B series: B36, B46, B56, B66, B76, B86, B101, B116, B131, B146;
-Others: HWG, NWG, BWG, HWM, NWM, BWM, AWM, HMLC, NMLC, SK6L-146, Gebor S, EXT, AXT, e.t.c
The customs design is available.

2, Reaming shell, including front reaming shell and backend reaming shell which are with Surface set design, impregnated design, or heavy duty design;

3, Core barrel, including PQ/PQ3, HQ/HQ3, NQ/NQ3, BQ core barrel, T2-76 and T2-101 core barrel, NMLC core barrel;

4, Overshots, including PQ, HQ, NQ, BQ overshots;

5, Drill rods and casing rods, including PQ, HQ, NQ, BQ and AQ drill rods, PWT, HWT, HW, NW, BW and AW casing rods;

6, Others, including water swivels, hoisting plugs, adpater subs, etc.

Due to the high quality and competitive pricing of our products, we share a good market all over the world and the products have been exported to more than 80 countries already.

Would you please feel free to contact us if you have any question with us ?

Anda mungkin juga menyukai